Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168679 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rosikin
"ABSTRAK
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua terbesar di duniasetelah katarak. Diperkirakan akan ada 79,4 juta pasien glaukoma pada tahun 2020 diseluruh dunia, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 0,5 . Gejala glaukoma seringtidak disadari karena menyerupai gejala penyakit lain sehingga diagnosis glaukomaterlambat yang mengakibatkan terjadinya kebutaan total. Dari hasil penelitian seminatglaukoma tahun 2013-2014 di Poliklinik Mata RSCM didapatkan 64 pasien denganglaukoma sudut terbuka 51,4 kondisi lanjut, 13,5 sudah buta total, 76 pasiendengan glaukoma sudut tertutup 41,4 kondisi lanjut, 26,4 buta total. Tujuan:Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengankepatuhan kontrol pasien glaukoma di Poliklinik Mata RSUP. Dr. CiptoMangunkusumo tahun 2017.Metode: Penelitian menggunakan rancangan crossectional. Populasi adalah pasienglaukoma yang berkunjung di Poliklinik Mata RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo bulanJuli-September 2017. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan skala sikap.Hasil: Kepatuhan kontrol pasien glaukoma di Poliklinik Mata RSUP Dr. CiptoMangunkusumo bulan Juli-September 2017 adalah 74 . Berdasarkan analisis bivariatdidapatkan variabel yang berhubungan dengan kepatuhan kontrol pasien glaukomaadalah lama menderita 0,000 , tingkat pengetahuan 0,000 , motivasi berobat 0,000 ,dukungan keluarga 0,000 dan peran tenaga kesehatan 0,000 . Berdasarkan analisismultivariat, motivasi berobat mempunyai pengruh terbesar dalam kepatuhan kontrolpasien glaukoma OR =12.015 . Kesimpulan: Perlunya peran serta keluarga, tenagakesehatan dalam memberikan dukungan terhadap pasien glaukoma supaya timbulmotivasi untuk disiplin dalam program pengobatan dan patuh untuk kontrol sesuaijadwal.Kata kunci: Kepatuhan kontrol, glaukoma, rumah sakit
ABSTRACTName ROSIKINStudy Program ILMU KESEHATAN

ABSTRACT
Background Glaucoma is the second largest cause of blindness in the world aftercataracts. It is estimated that there will be 79.4 million glaucoma patients by 2020worldwide, the prevalence of glaucoma in Indonesia is 0.5 . Symptoms of glaucomaare often unrecognized because they resemble other symptoms of the disease so that thelate glaucoma diagnosis results in total blindness. From the research of glaucomaseminar in 2013 2014 in RSCM, 64 patients with open angle glaucoma were 51,4 advanced condition, 13,5 were totally blind, 76 patients with closed angle glaucoma41,4 advanced condition, 26, 4 total blindness. Objective The objective of thisresearch is to know what factors are related to compliance control of glaucoma patientsin Poliklinik Mata RSUP. Dr. Cipto Mangunkusumo in 2017.Methods The study used crossectional design. The population is glaucoma patientswho visit the Eye Poliklinik Mata RSUP. Dr. Cipto Mangunkusumo from July September 2017. The instrument used is questionnaire with attitude scale. Results Compliance of control of glaucoma patients at Eye Polyclinic of Dr. CiptoMangunkusumo from July to September 2017 is 74 . Based on the bivariate analysis,the variables related to the control compliance of glaucoma patients were long suffering 0,000 , knowledge level 0,000 , treatment motivation 0,000 , family support 0,000 and the role of health workers 0.000 . Based on multivariate analysis, motivation ofmedication has the biggest influence in compliance control of glaucoma patients OR 12.015 . Conclusion The need for family participation, health personnel in providingsupport to glaucoma patients to generate motivation for discipline in treatment programsand adherence to controls on schedule.Keywords Compliance control, glaucoma, hospital
"
2017
T50924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristoforus Hendra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Gagal jantung telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dan seringkali diasosiasikan dengan tingginya frekuensi perawatan di rumah sakit dan lama rawat yang panjang. Sayangnya, hingga saat ini belum ada satupun penelitian yang menggambarkan lama rawat serta profil pasien gagal jantung di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran lama rawat dan mendeskripsikan karakteristik demografis serta karakteristik klinis dari pasien-pasien gagal jantung yang dirawat di RSUPN-CM pada tahun 2012
Metode: Dilakukan suatu studi dengan desain potong lintang dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien-pasien gagal jantung di RSUPN-CM selama tahun 2012. Selanjutnya dilakukan pengolahan data secara deskriptif untuk kemudian ditampilkan.
Hasil: Terkumpul data 331 pasien gagal jantung yang dirawat selama tahun 2012. Median usia adalah 58 tahun, 62,2% di antaranya adalah pria, dan 42,9% menggunakan jaminan sosial Askes/In-Health. Tingkat pendidikan yang terbanyak adalah pendidikan SMU dan sederajat sebanyak 23,9%. Median lama rawat 8 hari didapat dari perhitungan yang dilakukan terhadap semua pasien (NYHA I – IV), namun pada mereka yang dirawat dengan kelas fungsional NYHA III – IV saja, median lama rawatnya 9 hari. Pada awal perawatan, median tekanan darah sistolik 124 mmHg, denyut nadi 90 kali permenit, edema perifer terdapat pada 36,9% pasien, hipertensi 57,1%, diabetes mellitus 33,2%, penyakit jantung iskemik 74,9%, gangguan fungsi ginjal pada 46,2%, penyakit saluran pernafasan akut pada 45,9%, dan skor CCI terbanyak adalah 3.
Kesimpulan: Median lama rawat pasien gagal jantung di RSUPN-CM adalah 8 – 9 hari. Sebagian besar pasien adalah pria, berpendidikan SMU, dan menggunakan jaminan Askes/In-Health dengan median usia 58 tahun.

ABSTRACT
Introduction: Heart failure has become global health issue worldwide, as it has been associated with high rate of readmissions and prolonged hospitalizations. Indonesia has never had any publication describing the profile and length of hospital stay of their heart failure patients. Hence, the aim of this study is to obtain the length of hospital stay and describe the demographic characteristic as well as clinical characteristic of heart failure patients in Cipto Mangunkusumo General Hospital hospitalized in the year of 2012.
Methods: A cross sectional study was designed using secondary data from heart failure patients’ medical records in Cipto Mangunkusumo General Hospital admitted during 2012. Furthermore, data were calculated and presented thereafter.
Results: Based on the medical records of the year 2012, 331 heart failure patients were included in the study. Median age was 58 years old, 62,2% were men, 42,9% used Askes/In-Health as their social insurance payor, and as many as 23,9% had graduated from senior high school level. Median length of stay was 8 days for all patients, while for patients admitted with NYHA functional class III – IV, the median length of stay was 9 days. When patients were admitted to hospital, median systolic blood pressure was 124 mmHg, pulse 90 beats per minute, peripheral edema was shown in 36,9% of patients, hypertension in 57,1%, diabetes mellitus in 33,2%, ischemic heart disease in 74,9%, renal impairment in 46,2%, acute respiratory conditions in 45,9% of patients, and the most frequent CCI score was 3.
Conclusions: Median length of stay for heart failure patients in Cipto Mangunkusumo GH is 8 – 9 days. Most patients were men, senior high school graduate, and used Askes/In-Health as their social insurance, with median age 58 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi Ardian
"Latar Belakang: Mortalitas pasien dengan kandidiasis invasif cukup tinggi berkisar 30 ndash; 70. Perbedaan angka mortalitas pada tiap tiap studi erat kaitannya dengan desain penelitian dan sampel penelitian. Data tentang profil dan faktor faktor yang berhubungan dengan mortalitas pada pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif yang ada di Indonesia belum ada.
Tujuan: Memberikan informasi profil kandidiasis invasif pada pasien sakit kritis beserta faktor faktor yang berpengaruh terhadap mortalitas sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas tata laksana pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional, mengumpulkan data dari rekam medis pada seratus dua pasien sakit kritis dengan diagnosa kandidiasis invasif. Pasien kandidiasis invasif adalah pasien dengan hasil kultur darah dan atau kultur cairan tubuh normal steril positif jamur spesies Candida. Data yang dikumpulkan meliputi data usia, spesies jamur candida penyebab infeksi, faktor risiko kandidiasis invasif, serta faktor faktor yang diduga berpengaruh terhadap mortalitas yaitu ada tidaknya kondisi sepsis, nilai APACHE, ada tidaknya kondisi gagal nafas, ada tidaknya gagal ginjal, waktu pemberian terapi antijamur, Charlson Index, dan tempat perawatan ICU atau Non ICU. Uji analisa bivariat dengan uji chi square dilakukan terhadap masing masing faktor yang diduga dengan mortalitas, yang dilanjutkan dengan uji multivariat regresi logistik untuk menilai faktor yang paling berhubungan terhadap mortalitas 30 hari.
Hasil: Dari 102 sampel penelitian didapatkan laki laki 52,9 dan perempuan 47,1. Median usia 53 th. angka mortalitas 68,6. Spesies candida penyebab terbanyak adalah Candida Tropicalis 34,3 dan Candida Parapsilosis 29,4. Faktor risiko kandidiasis invasif terkait dengan penyakit dasar adalah sepsis 78,9. keganasan 42,15. diabetes melitus 29,4. sedangkan terkait terapi atau tata laksana yang diberikan adalah penggunaan antibiotik spektrum luas 99. kateter vena sentral 77,5. serta pemberian nutrisi parenteral 70,6. Dari uji multivariat regresi logistik diperoleh data faktor yang paling berpengaruh terhadap mortalitas 30 hari adalah sepsis berat. 0,001, OR 7,7, IK95 2,4 ndash; 24,6. Charlson Index ge;. p 0,022, OR 3,5, IK95 1,2 ndash; 10,2. dan gagal nafas. 0,066, OR 2,7, IK95 0,9 ndash; 8,0.
Simpulan: Pada pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif yang dirawat di RSCM laki laki lebih banyak dari perempuan, dengan median usia 53 tahun, dengan angka mortalitas 68,6. Spesies candida terbanyak penyebab infeksi adalah Candida Tropicalis dan Candida Parapsilosis. Faktor risiko kandidiasis invasif terkait penyakit dasar adalah sepsis, sedangkan terkait tata laksana perawatan yang terbanyak adalah penggunaan antibiotik spektrum luas. Sedangkan faktor faktor yang berhubungan dengan mortalitas 30 hari adalah kondisi sepsis berat, dan Charlson index ge;3.

Background: Mortality rate candidiasis invasive is still high, approximately 30 70. Every study has. variety mortality rate depend on study design and sample. There is no data in Indonesia about profile and mortality factors analysis in critically ill patients with candidiasis invasive.
Objectives: To give information about candidiasis invasive profile and to evaluate some factors relate to 30 days mortality in critically ill patients with candidiasis invasive in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Method: The Study design was Cross Sectional. We studied 102 hospitalized critically ill patients with candidiasis invasive. The demographic, clinical and laboratory data, the risk factors for candidiasis invasive and the outcome of each patient in 30 days were recorded. An analysis bivariate with chi square or Fisher's test was carried out to analyse some factors such as age 60 years old, severe sepsis, APACHE score 20, respiratory failure, renal failure, delayed antifungal treatment 72 hours after positive culture, Charlson index score, and ICU or Non ICU patients. The logistic regression of multivariate analysis was carried out to identify the most influence of all mortality factors.
Result; Among 102 identified sample, the majority was male 52.9. the median age was 53 years old and the mortality rate was 68,6. Laboratory candida findings came from blood sample candidemia 98,03. liquor cerebrospinal 1,5 and retina exudat 1,5. The most common candida species was Candida Non Albicans especially Candida Tropicalis 34,3 and Candida Parapsilosis 34,3. The risk factors for Candidiasis invasive from this study, relate to underlying disease were sepsis 78,9. malignancy 42,15. diabetes mellitus 29,4 and relate to therapy or treatment were the usage of broad spectrum antibiotic 99. catheter vena central 77,5. and parenteral nutrition 70,6. The result from multivariate analysis, severe sepsis. 0,001, OR 7,7, IK95 2,4 ndash 24,7. Charlson Index ge. p 0,022, OR 3,5, IK95 1,2 ndash 10,2. and respiratory failure. 0,066, OR 2,7 IK95 0,9 ndash 8,0 were independently asscociated with mortality.
Conclusion: Critically ill patients with candidiasis invasive in Cipto Mangunkusumo hospital, male was predominan than female, median age was 53 years old, and mortality rate was 68,6. The two most species candida caused infection were Candida Tropicalis and Candida Parapsilosis. The most risk factors of candidiasis invasive from underlying disease was sepsis and the one from the treatment was the usage of broad spectrum antibiotic. Severe sepsis, and Charlson index ge. were associated with. 30 day mortality in critically ill patients with candidiasis invasive.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Omega
"Penelitian ini membahas gambaran penyakit dispepsia fungsional dan faktor-faktor yang berhubungan. Dispepsia fungsional merupakan salah satu penyakit tidak menular yang sering ditemukan dalam praktik sehari-hari. Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan kasusnya, sehingga berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa. Dispepsia fungsional dapat disebabkan oleh pelbagai faktor risiko, terutama sosioekonomi dan demografi, serta perilaku dan status kesehatan. Dengan diketahuinya hubungan antara faktor-faktor tersebut, diharapkan dapat membantu dalam pencegahan dan penatalaksanaannya. Penelitian dilaksanakan dengan metode cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari rekam medik poli rawat jalan RSCM tahun 2010. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cara proportional random sampling. Analisis statistik dilakukan untuk mendapatkan prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan dispepsia fungsional.
Didapatkan hasil prevalensi dispepsia fungsional menempati peringkat kelima penyakit terbanyak di poli rawat jalan RSCM (4,7%). Berdasarkan uji hipotesis, didapatkan faktor-faktor yang berperan pada terjadinya dispepsia fungsional adalah pekerjaan (p=0,048), penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan (p=0,001), dan tingkat pendidikan (p=0,001). Sedangkan, variabel usia (p=0,070), jenis kelamin (p=0,376), status pernikahan (p=0,522), gaya hidup (p=0,587), status gizi (p=1,000), dan IMT (p=0,611), tidak menunjukkan hubungan yang bemakna secara statistik dengan terjadinya dispepsia fungsional. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara dispepsia fungsional dengan sosioekonomi dan demografi, serta perilaku dan status kesehatan.

This study discussed the overview of functional dyspepsia disease and its related factors. Functional dyspepsia is one of the non-communicable diseases which is often found in daily practice. In the recent years, the increase of the diseases? prevalence has impaired Indonesia in terms of economy and productivity. Functional dyspepsia can be due to various risk factors, especially socioeconomic and demographic, and behavioral and health status. By knowing the relationship between these factors, it is expected that this may increase the awareness of the disease, including its prevention and management. This research carried out by using a cross sectional method utilizing secondary data from outpatient medical records RSCM in 2010. Sampling method was done by using a proportional random sampling. Statistical analysis was done to obtain the prevalence of functional dyspepsia and its related factors.
The result showed that the prevalence of functional dyspepsia ranked fifth most diseases in RSCM outpatients (4.7%). Based on a statistical hypothesis testing, factors that contribute to the occurance of functional dyspepsia are occupation (p=0.048), utilization of health care facilities (p=0.001), and level of education (p=0.001). Meanwhile, age variable (p=0.070), gender (p=0.376), marital status (p=0.522), lifestyle (p=0.587), nutritional status (p=1.000), and BMI (p=0.611) showed no relationship with the occurance of functional dyspepsia. In conclusion, there was a relationship between functional dyspepsia with socioeconomic and demographic, and behavioral and health status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Eunike Hanna Dameria
"Latar Belakang : Meropenem, salah satu antibiotik yang paling efektif terhadap bakteri gram negatif dan bakteri gram positif, dianggap sebagai pengobatan terakhir yang paling dapat diandalkan untuk infeksi bakteri. Penyebaran yang cepat dari resistensi meropenem, terutama diantara bakteri gram negatif, merupakan masalah kesehatan yang sangat penting. Berbagai faktor diketahui berhubungan dengan kejadian resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif, namun penelitian yang dilakukan pada pasien infeksi intra abdomen masih terbatas.
Tujuan : Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan resistensi antibiotik meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra-abdomen di RSCM tahun 2013-2017.
Metode : Penelitian desain cross sectional dengan mengambil data dari rekam medis pasien infeksi intra abdomen pada rentang waktu tahun 2013-2017 sebanyak keseluruhan populasi terjangkau.
Hasil : Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik dari faktor-faktor yaitu, usia, jenis kelamin, penyakit yang menyertai, riwayat antibiotik, jumlah leukosit dan jumlah albumin yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif.
Kesimpulan : Usia, jenis kelamin, penyakit yang menyertai, riwayat antibiotik, jumlah leukosit dan jumlah albumin bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra abdomen. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra abdomen.

Background : Meropenem, one of the most effective antibiotics against gram-negative bacteria and gram-positive bacteria, is considered to be the most reliable last treatment for bacterial infections. The rapid spread of meropenem resistance, especially among gram negative bacteria, is a very important health problem. Various factors are known to be associated with the incidence of meropenem resistance to gram-negative bacteria, but studies conducted on patients with intra-abdominal infections are still limited.
Objectives : To determine the factors associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections at Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2013-2017.
Methods : A cross sectional design study by taking data from medical records of intra-abdominal infection patients in the period of 2013-2017 as much as the entire affordable population.
Results : There were no statistically significant differences in factors, namely age, sex, accompanying disease, history of antibiotics, number of leucocyte and amount of albumin associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria.
Conclusion : Age, sex, accompanying disease, history of antibiotics, number of leucocytes and amount of albumin are not factors associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections. Further research is needed to determine the effect of other factors related to meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Prabata
"Hipertensi, melalui komplikasinya, merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia. Indonesia, sebagai negara berkembang, merupakan tempat dimana prevalensi penyakit tidak menular, termasuk hipertensi, semakin meningkat jumlahnya setiap tahun. Hipertensi merupakan penyakit yang dipengaruhi kemunculan, progresivitas, serta komplikasinya, oleh pelbagai faktor antara lain faktor sosioekonomi, demografi, serta status kesehatan dan perilaku. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai prevalensi hipertensi dan hubungan hipertensi dengan pelbagai faktor tersebut agar dapat mengetahui mengenai gambaran permasalahan hipertensi dan membantu dalam pencegahan, penatalaksanaan, serta deteksi dini komplikasi hipertensi.
Penelitian dilaksanakan dengan metode cross sectional dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis poli rawat jalan RSCM pada tahun 2010. Setelah data terkumpul, dilakukan analisa data dengan pertama-tama menghitung prevalensi hipertensi, kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji hipotesis pada masing-masing variabel.
Berdasarkan penelitian didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 8,2% dan menempati peringkat kedua penyakit berfrekuensi tertinggi di poli rawat jalan RSCM. Berdasarkan uji hipotesis didapatkan hasil terhadap variabel usia p<0,001, jenis kelamin p=0,972, status pernikahan p=0,181, pekerjaan p=0,002, asuransi pembiayaan p<0,001, tingkat pendidikan p<0,001, status gizi p=0,106, gaya hidup p=1,000, dan riwayat penyakit sebelumnya p=0,049. Melalui hasil tersebut, maka disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada variabel usia dan tidak terdapat perbedaan bermakna pada variabel jenis kelamin.

Hypertension, because of its complication, is the first cause of death globally.
Indonesia, as a develop country, is a place where prevalence of non-infection disease, included hypertension, is increasing every year. Hypertension is a disease which its appearance, progression, and complication, is influenced by many factor, such as socioeconomic, demography, and health status and behavior. Because of those reasons, we did research about prevalence of hypertension and relation between hypertension and those factors, in order to know better about picture of hypertension problem and help the development of prevention, management, and early detection of hypertension complication.
This research use cross sectional method and secondary data from medical record at polyclinic Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010. After all of data was collected, we analyzed it, by counting the prevalence of hypertension first, then we tested our hypothesis. Based on this research, we obtained that the prevalence of hypertension is 8,2% and hypertension is in the second rank from all disease in RSCM.
Based on hypothesis test, we obtained that the result for each variable is age p<0,001, gender p=0,972, marital status p=0,181, job status p=0,002, utilization of health insurance p<0,001, education p<0,001, nutrient status p=0,106, lifestyle p=1,000, and disease history p=0,049. Based on the result, it can be concluded that there is a significant value on age and there isn?t a significant value on gender.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aghnia Permatasari
"Kebutaan merupakan masalah yang ada di dunia, dimana penyebab utama masalah ini adalah katarak, baik di Indonesia maupun di dunia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data prevalensi katarak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun 2010 dan faktor-faktor yang berkaitan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik sebanyak 904 sampel yang dipilih secara random dari 147.288 rekam medis pasien poliklinik RSCM tahun 2010.
Data variabel yang disertakan dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, asuransi pembiayaan, status gizi, gaya hidup, dan riwayat penyakit sebelumnya. Analisis data dilakukan untuk mendapatkan angka prevalensi katarak di RSCM pada tahun 2010 dan faktor yang berhubungan dengan katarak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 2 dari 11 variabel bebas yang terisi lengkap, yaitu usia dan jenis kelamin. Prevalensi katarak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2010 adalah sebesar 12,5% dan menempati peringkat pertama penyakit terbanyak. Berdasarkan uji hipotesis, didapatkan bahwa katarak lebih banyak terjadi pada pasien berusia > 40 tahun dari usia< 40 tahun dengan nilai kemaknaan p<0,001 dan terdapat peningkatan kejadian katarak seiring dengan penurunan tingkat pendidikan dengan nilai kemaknaan p=0,030.
Sementara, tidak didapatkan perbedaan bermakna antara variabel jenis kelamin (p=0,235), status pernikahan (p=0,624), pekerjaan (p=0,273), asuransi pembiayaan (p=0,865), status gizi (p=0,523), dan riwayat penyakit sebelumnya (p=0,403) dengan kejadian katarak. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa usia (>40 tahun) merupakan faktor risiko terjadinya katarak.

Blindness is the world's health problem, which the most common cause is cataract, even in Indonesia. This study aims to estimate the prevalence of cataract in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) in 2010 and its correlating factors using cross-sectional study design. Samples of this study were secondary data using medical record, with total amount of 904 samples which were randomly chosen from 147,288 medical records of RSCM policlinic patients in year 2010.
Variable data being included in this study were age, gender, education, marital status, jobstatus, utilization of health insurance, nutrient status, lifestyle, and disease history. Data analysis was done to estimate the prevalence of cataract in RSCM in 2010 and its relations with correlating factors.
The results showed that only 2 of 11 independent variables was complete, the age and the gender. The prevalence of cataract in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010 was 12.5% and it had the first rank of the disease. Based on hypothesis test, we obtained that cataract was more common in subject > 40 years old (p<0.001) and there was a trend of increasing cataract?s event with decreasing education (p=0.030).
However, other variables such as gender (p=0.235), marital status (p=0.624), job status (0.273), utilization of health insurance (0.865), nutrient status (p=0.523), and disease history (p=0.403) did not have significant different in cataract?s event. Based on the result, it can be concluded that age is the risk factor of cataract.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budhi Arifin Noor
"Latar belakang: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) merupakan bentuk terparah peripheral arterial disease. Pasien kaki diabetik dengan CLTI memiliki risiko amputasi mayor dan mortalitas paska revaskularisasi dan dipengaruhi beberapa faktor seperti usia lanjut, gagal ginjal kronik, komorbid penyakit jantung dan hipertensi. Indonesia belum memiliki data amputasi mayor dan mortalitas kaki diabetik dengan CLTI setelah revaskularisasi dan faktor-faktor yang berpengaruh. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka amputasi mayor dan mortalitas satu tahun pasca revaskularisasi beserta faktor-faktor yang memengaruhi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Kohort retrospektif pasien kaki diabetik dengan CLTI setelah revaskularisasi di RSCM Januari 2010 – Desember 2020. Pengambilan data rekam medis. Luaran utama amputasi mayor dan mortalitas satu tahun setelah revaskularisasi. Dilakukan analisis bivariat dengan uji Kai Kuadrat, jika persyaratan tidak terpenuhi maka menggunakan Fischer-exact, variabel bermakna diuji lebih lanjut dengan regresi logistik.
Hasil: Penelitian melibatkan 150 subjek. Amputasi mayor dan mortalitas satu tahun setelah revaskularisasi sebesar 27,3% dan 24,7%. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang diteliti dengan amputasi mayor dan mortalitas satu tahun.
Kesimpulan: Didapatkan angka amputasi mayor dan mortalitas 1 tahun pasca revaskularisasi. Usia lanjut, gagal ginjal kronik, komorbid penyakit jantung dan hipertensi bukan merupakan faktor yang memengaruhi angka amputasi dan mortalitas satu tahun.

Background: Chronic limb threatening ischemia (CLTI) is the most severe form of peripheral arterial disease. Diabetic foot patients with CLTI have major amputation and mortality risk after revascularization and affected by factors such as elderly, chronic kidney disease (CKD), cardiac morbidity and hypertension. In Indonesia there are no data regarding diabetic foot major amputation and mortality with CLTI after revacularization and influencing factors. Study aims to determine one year major amputation and mortality and factors that can affect diabetic foot pastients with CLTI after revascularization.
Methods: Retrospective cohort study on diabetic foot patients with CLTI undergoing revascularization at Cipto Mangunkusumo National Hospital from January 2010 to December 2020. The primary outcome was one-year major amputation and mortality after revascularization. Factors included were age, CKD, cardiac comorbidity and hypertension. We conducted bivariate analysis using Chi Square or Fisher-exact test. Variables were further tested using multivariate test.
Result: 150 subjects were enrolled. One-year major amputation and mortality was 27.3% and 24.7%. There are not significant correlations between factors with major amputation and mortality.
Conclusion: Major amputation and mortality rate one year after revascularization at RSCM are gained. Elderly, CKD, cardiac comorbidity and hypertension are not factors affecting one-year major amputation and mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reuwpassa, Jauhari Oka
"Jumlah kasus HIV yang semakin meningkat setiap tahunnya. Status gizi pada penderita HIV/AIDS merupakan salah satu masalah yang sedang dihadapi oleh berbagai negara berkembang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pasien HIV/AIDS di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2012.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cros seksional, sampel dihitung menggunakan rumus satu proporsi sehingga diperoleh jumlah sampel 96 responden. Sampel dipilih dengan metode acak sederhana (simple random sampling) dan data diperoleh dari catatan rekam medis pasien.
Dari 91 pasien, proporsi pasien yang berstatus gizi baik atau lebih 74% dan gizi kurang 26%. Prevalensi Rasio (PR) untuk variabel jumlah T-CD4 11,88 (CI85% 1.683-83,911), status hemoglobin (PR=2,34, Ci95% 0.879-6,224), umur (PR=2,46 CI95% 1.076-5,622), jenis kelamin (PR=0,741, CI95% 0.369-1,486), pendidikan (PR=7,33, CI95%1,050-51,223), pekerjaan (PR=1,283, 0,683-2,580), status pernikahan (PR=0,80, CI95% 0,391-1,638), status ART (PR=0,517, CI95% 0,264-1,012), lama ART (PR=2,98, CI95% 1,219-7,286), Infeksi oportunistik (PR=1,60, CI95% 0,667-3.851), pengguna narkoba (PR=1,431, CI95% 0,711-2,881) dan konsumsi alkohol (PR=1,648, CI95% 0,830-3,274).
Pasien yang memiliki status gizi baik atau lebih, lebih banyak dibandingkan pasien yang memiliki status gizi kurang. Penelitian lebih lanjut tentang status gizi masih perlu dilakukan.

The numbers of HIV cases are increasing every year. Poor nutritional status in patients with HIV/AIDS is one of the issues.
The purpose of this study to know the description of the nutritional status of patients with HIV/AIDS in RSUPN Cipto Mangunkusumo 2012.
Design study in this research is cross sectional. The numbers of respondents were 96 samples. The sample was selected by simple random method (simple random sampling) and data collected from medical records of patient.
Of 91 patients, the proportion of patients who were normal or overweight BMI 74% and 26% were underweight. Prevalensi Rasio (PR) for each variable T-CD4 (PR=11,88, CI85% 1.683-83,911), hemoglobin status (PR=2,34, Ci95% 0.879-6,224), age (PR=2,46 CI95% 1.076-5,622), sex (PR=0,741, CI95% 0.369-1,486), education status (PR=7,33, CI95%1,050-51,223), work status (PR=1,283, 0,683-2,580), marital status (PR=0,80, CI95% 0,391-1,638), ART status (PR=0,517, CI95% 0,264-1,012), ART duration (PR=2,98, CI95% 1,219-7,286), opportunistic infection (PR=1,60, CI95% 0,667-3.851), illicit drugs (PR=1,431, CI95% 0,711-2,881) and alcohol consumption (PR=1,648, CI95% 0,830-3,274).
The amount of patients with good nutritional status more than patients with less nutritional status and patients with more nutrition. More research on the nutritional status still needs to be done.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Wijaya
"Latar Belakang: Sindrom renal-retinal diabetes (SRRD) merupakan koinsidensi nefropati dan retinopati diabetik yang menimbulkan komplikasi serius berupa penurunan kualitas hidup dan peningkatan mortalitas dengan risiko kardiovaskular sebesar 4,15 kali lipat. Sementara itu, angka deteksi dini retinopati dan nefropati masih rendah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan SRRD pada penyandang DMT2 di Indonesia belum diketahui.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom renal-retinal diabetes pada DMT2 di RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional potong lintang yang dilakukan pada 157 subjek DMT2 berusia > 18 tahun. Data karakteristik subjek didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan foto fundus retina, dan pengambilan sampel darah dan urin. Hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan SRRD dianalisis secara bivariat dengan chi square dan multivariat dengan regresi logistik menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 21.0.
Hasil: Sebanyak 157 pasien terlibat dalam penelitian ini. Prevalensi SRRD adalah 28,7%, dengan rerata usia 56 (27-76) tahun, rerata IMT 25,7 (21,3-33,8) kg/m, median durasi DM 12 (1-25) tahun dengan HbA1c 8,6 (4,8-15,8) %, prevalensi hipertensi 86,7%, prevalensi dislipidemia 91%, 76,4% pasien tidak merokok, 33,3% pasien albuminuria derajat A2 dan 66,7% derajat A3. Pada SRRD, prevalensi derajat nefropati berdasarkan klasifikasi adalah 0% risiko rendah, 13,3% risiko sedang, 20% risiko tinggi, dan 66,7% risiko sangat tinggi dan prevalensi derajat retinopati diabetik adalah 42,2% NPDR, 55,6% PDR, 24,2% DME, dengan angka deteksi dini retinopati dan nefropati adalah sebesar 20% dan 17,8%. Analisis bivariat dan multivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara durasi DM (p=0,001) dan albuminuria (p=0,008) dengan kejadian SRRD.
Simpulan: Proporsi SRRD pada penyandang DMT2 cukup tinggi (28,7%) dan pada studi ini, faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian SRRD pada DMT2 adalah durasi DM dan albuminuria.

Backgrounds: Diabetic renal-retinal syndrome (DRRS) is a coincidence of diabetic nephropathy and retinopathy that cause serious complications as decreased quality of life and increased mortality with cardiovascular event risk 4,15 times higher. Meanwhile, early detection rate of retinopathy and nephropathy are still low and associated factors of DRRS among Indonesian type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients has not been known.
Objective: To obtain the factors related to DRRS among T2DM patients in Cipto Mangunkusumo hospital.
Methods: This was a cross-sectional study involving 157 T2DM subjects aged 18 characteristics were obtained from anamnesis, physical examination, retinal fundus, and blood and urine sample. Bivariate and multivariate analysis using statistical package for the social sciences (SPSS) version 21.0 was used to analyze the factors related to DRRS.
Results: 157 patients were included in this study. The prevalence of DRRS was 28,7% with median age was 56 (27-76) year old, mean BMI was 25,7 (21,3-33,8) kg/m2, median duration of DM was 12 (1-25) year old and HbA1c 8,6% (4,8-15,8%), prevalence of hypertension was 86,7%, prevalence of dyslipidemia was 91%, 76,4% patients were not smoker, 33,3% patients with albuminuria grade A2 and 66,7% patients with grade A3. In DRRS, the prevalence of nephropathy was classified as 0% low risk, 13,3% moderate risk, 20% high risk, and 66,7% very high risk and the the prevalence of diabetic retinopathy was 42,2% NPDR, 55,6% PDR, 24,2% DME with early detection rate of retinopathy and nephropathy were 20% and 17,8%. Bivariate and multivariate analysis showed significant correlation with duration of DM (p=0,001) and albuminuria (p=0,008) with DRRS.
Conclusions: DRRS proportion in T2DM was high (28,7%) and this study showed that duration of DM and albuminuria were correlated with DRRS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>