Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175998 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Made Wahyu Arthaluhur
"Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab psikolog klinis terhadap kewajibannya untuk menjaga kerahasiaan rekam dan hasil pemeriksaan psikologi pasien dengan menganalisis kasus pengungkapan hasil konseling yang melibatkan keluarga yang dilakukan oleh seorang psikolog klinis dalam putusan Nomor 463/PDT.G/2013/PN.Jkt.Sel. Penelitian ini bersifat deskriptis analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan psikolog klinis hanya dapat mengungkapkan kerahasiaan rekam dan hasil pemeriksaan psikologi kepada pihak-pihak tertentu dengan tujuan tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Psikologi Indonesia secara teliti dan hati-hati agar tidak menimbulkan konflik dan kerugian diantara pasien dan para pihak yang terlibat dalam pelayanan psikologi klinis. Kemudian untuk pengungkapan yang dilakukan dengan memberikan laporan psikologi harus dilakukan dengan metode-metode tertentu. Selain itu, informed consent dalam pelayanan psikologi klinis juga memiliki peran penting dalam menjaga kerahasiaan pasien. Majelis Hakim yang dalam pertimbangan hukumnya menggunakan ketentuan-ketentuan Kode Etik Psikologi Indonesia, dalam hal ini sudah tepat. Namun Majelis Hakim seharusnya juga mempertimbangkan mengenai pelaksaaan informed consent yang terjadi dalam kasus tersebut. Dalam hal ini, diperlukan pengaturan lebih jelas mengenai kerahasiaan pasien, pembuatan laporan psikologi, serta mengenai pelaksanaan informed consent dalam pelayanan psikologi klinis.

This thesis discusses about clinical psychologist liability regarding their duty to safeguard the psychological records and psychological notes confidentiality by discussing cases of disclosures of counseling involving families results based on court decision Number 463 Pdt.G 2013 PN.Jkt.Sel. This study is an analytical descriptive study which used normative juridical approach. The results showed that clinical psychologist can only disclose psychological record and psychological notes to specific person with specific purposes based on law and regulations along with Indonesian Ethical Code of Psychology Profession. Clinical psychologist must also do it cautiously and thoroughly so that no conflict and no loss occur to patient and the people involved in clinical psychology services. If disclosure is done by using a psychological report, clinical psychologist must ensure that the psychological report are made with the correct methods. Informed consent also has an important role to ensure patient confidentiality. It is recommended to have spesific regulations about confidentiality in clinical psychologist services, about how to make a psychological report, and about how to do informed consent in clinical psychology services.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Devany
"Latar Belakang: Supervisi klinis merupakan salah satu kegiatan vital yang perlu
dilakukan untuk meningkatkan kompetensi seorang psikolog. Pada kegiatan supervisi
klinis, relasi antara supervisor dan supervisee atau supervisory working alliance menjadi
kunci efektivitas kegiatan ini untuk mencapai tujuannya. Secara khusus, supervisor harus
memiliki kompetensi dalam membangun relasi dengan supervisee yang dibimbingnya.
Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk meninjau teknik-teknik komunikasi yang
dilakukan supervisor serta dampaknya dalam supervisi klinis. Supervisor self-disclosure
dan metacommunication menjadi dua teknik yang diuji dalam penelitian ini terhadap
kualitas relasi supervisi. Metode: Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner daring
lalu dianalisis menggunakan analisis multiple regression. Terdapat tiga alat ukur yang
digunakan, yaitu supervisory working alliance inventory – trainee form (SWAI-T),
supervisor self-disclosure index (SSDI) dan metacommunication in supervision
questionnaire (MSQ). Hasil: Terdapat 108 mahasiswa profesi psikologi klinis di
Indonesia yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan bahwa frekuensi
supervisor melakukan metacommunication dalam supervisi klinis dapat memprediksi
peningkatan kualitas supervisory working alliance. Pembahasan mengenai hasil
penelitian akan dibahas dalam diskusi beserta limitasi penelitian

Background: Clinical supervision is one of the vital activities for enhancing psychologist
competency. In clinical supervision, the relation between the dyads, supervisorsupervisee,
or supervisory working alliance is the key to the effectiveness in reaching the
objectives. In particular, supervisors need to be competent in building relations with their
supervisors. Therefore, this study aims to see particular communication techniques in
predicting the supervisory alliance, which are the supervisor self-disclosure and
metacommunication. Method: The data gathered by using online measurement and
analyzed with multiple regression analysis. This research utilized three questionnaires,
which are supervisory working alliance inventory – trainee form (SWAI-T), supervisor
self-disclosure index (SSDI) and metacommunication in supervision questionnaire
(MSQ). Result: A total of 108 psychologist trainees in Indonesia participated in this
study. The study illustrates that the supervisor’s frequency in using metacommunication
predicts the supervisory working alliance. The results were discussed with the study
limitation.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Adi Saputra
"Skripsi ini membahas mengenai upaya keberatan atas informasi yang bersifat privasi dalam putusan pengadilan di Indonesia, khususnya dalam hal pembatasan informasi berupa identitas para pihak yang dilindungi dalam putusan pengadilan dan upaya keberatan atas tidak dilaksanakannya pengaburan identitas sebagai informasi yang dibatasi. Dalam penyelesaiannya, pengadilan harus melindungi identitas para pihak sebagai bentuk perlindungan atas hak privasi serta memiliki mekanisme keberatan atas tidak dilaksakan pengaburan identitas.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang berguna menjawab permasalahan skripsi ini berdasarkan dasar hukum yang berlaku. Pada simpulan penelitian ini didapatkan bahwa Pengadilan dalam menjalankan pengaburan informasi harus lebih efektif dengan memperhatikan bahwa informasi yang seharusnya dikaburkan telah dilaksanakan dengan sepenuhnya dan diaturnya alasan pengajuan keberatan terhadap informasi yang tidak dilaksanakan pengaburan.

This undergraduate thesis will discuss the means of objection upon confidential information in courts decision in Indonesia, especially in the limitation of information, such as the identity of the parties that are protected in the courts decision and the means of objection for the failed implementation of blurring the identity of the parties as a form of information that is being limited. In the adjudication, court has to protect the identity of the parties as a form of protection on the rights of privacy as well as having an objection mechanism for failure of implementing the blurring of the identity.
In using the normative juridical method, this research will be able to answer the issue of the thesis based on the existing law. The conclusion of this research, it was found that the Court in carrying out the blurring of information should be more effective by taking into account information that should have been blurred had been carried out fully and to regulate the reasons for filing objections towards information that are not blurred.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surwillo, Walter W.
New Jersey : Ablex, 1990
152 SUR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hastuti
"Jabatan yang berpijak pada ranah hukum membuat notaris langsung maupun tidak langsung mempunyai kewajiban selain membuat akta otentik, juga menjaga lancarnya proses hukum yang terjadi. Keberadaan Notaris sebagai saksi di peradilan terikat pada sumpah jabatan, di mana Notaris wajib untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya, yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf (e) dan Pasal 54 UUJN. Hak ingkar bukan hanya suatu hak untuk ingkar akan tetapi merupakan suatu kewajiban untuk ingkar dati pemberian kesaksian dikaitkan dengan adanya rahasia jabatan, berdasarkan Pasal 170 ayat (1) KUHP dan Pasal 1909 ayat (2) KUH Perdata, dan Pasal 322 ayat (1) KUHP. Dengan adanya ketentuan-ketentuan ini, dalam hal apa Notaris tidak dapat menggunakan hak ingkarnya, dan dapatkah Notaris tetap menjaga kerahasiaan aktanya dalam proses peradilan, balk di tingkat penyidikan maupun pengadilan. Untuk meneliti hak ingkar Notaris maka penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan, yang bersifat yuridis normatif dan didukung dengan penelitian lapangan melalui wawancara dan penyebaran angket/kuisioner. Berdasarkan kalimat terakhir Pasal 16 ayat (1) huruf (e) dan Pasal 54 UUJN yang berbunyi "kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan", Notaris tidak dapat menggunakan hak ingkarnya jika akta yang dibuatnya itu berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi (UU RI nomor 20 Tahun 2001) dan Pelanggaran Pajak (UU RI nomor 14 Tahun 2002), khusus untuk akta yang dibuat oleh Notaris yang ada keterlibatan dengan Tindak Pidana Korupsi dan Pelanggaran Pajak Pasal 66 UUJN digugurkan karena tidak diperlukan izin dari Majelis Pengawas Daerah. Pemanggilan Notaris sebagai saksi dalam perkara perdata tidak terlalu diperlukan, sudah cukup dengan akta sebagai bukti, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1866 KJH Perdata, sedangkan untuk perkara pidana berdasarkan Pasal 184 KUHAP, Notaris wajib hadir memberikan kesaksian tentang apa yang dilihat, diketahui dan didengar tentang suatu peristiwa sehingga pemeriksaan kasus tersebut menjadi transparan. Dalam menghadapi penyidik terhadap penyidikan aktanya, Notaris dapat menggunakan hak ingkar sepanjang proses pembuatan aktanya memenuhi syarat otentisitas, syarat formal, ketentuan UUJN dan kode etik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deliana
"Notaris adalah pejabat umum yang harus menjalankan jabatannya secara profesional. Sebagai pejabat umum yang berkewajiban melayani maasyarakat dengan sungguh-sungguh maka notaris tidak diperbolehkan memperlakukan dirinya sebagai pelaku usaha yang melakukan kegiatan-kegiatan promosi, diantaranya bekerjasama dengan biro jasa untuk mencari dan mendapatkan klien. Larangan bekerja sama dengan biro jasa untuk mencari dan mendapatkan klien diatur secara jelas dalam pasal 4 (empat) Kode Etik. Walapun hal ini telah secara jelas dilarang, namun ternyata masih ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Masih ada notaris yang melakukan kerja sama dengan biro jasa untuk mendapatkan klien. Untuk itu perlu diketahui penyebab terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut, akibat hukum bagi notaris yang melanggar serta akibat hukum bagi biro jasa tersebut.
Guna mengetahui hal-hal tersebut maka penulis mempergunakan penelitian kepustakaan yang bersifat hukum normatif, dengan tipe penelitian eksplanatoris, dan metode analitis data adalah pendekatan kualitatif yang menyajikan data secara evaluatif-analitis. Penyebab terjadinya pelanggaran tersebut diantaranya adalah persaingan tidak sehat yang diakibatkan oleh formasi notaris yang tidak ideal, lemahnya moral dikalangan masyarakat saat ini, pengawasan terhadap notaris belum berjalan secara efektif, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai prosedur pembuatan akta otentik yang benar, dan tidak adanya sanksi yang diberikan kepada biro jasa mengakibatkan para biro jasa bebas melakukan kegiatan bisnis ini untuk mendapatkan keuntungan dengan aman.
Akibat hukum bagi notaris yang melakukan pelanggaran dengan cara bekerja sama dengan biro jasa untuk mendapatkan klien dapat berupa sanksi disipliner, sanksi perdata dan juga sanksi pidana. Walaupun belum ada aturan tertulis yang melarang biro jasa untuk bekerja sama dengan notaris guna mencari dan mendapatkan klien bagi notaris tersebut namun bagi biro jasa tersebut dapat juga dituntut ganti rugi apabila terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum dan menimbulkaan kerugian bagi pihak lain berdasarkan pasal 1365 Kitab undang-undang Hukum Perdata."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16563
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bond, Meg
New York: McGraw-Hill, 2010
610.73 BON s;610.73 BON s (2);610.73 BON s (2);610.73 BON s (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Merah Dhaka Satria
"Upaya bank untuk mengakomodir kepercayaan dan kepentingan nasabah dilakukan melalui standar layaknya rahasia bank dan penyelesaian sengketa perbankan. Namun, dalam sengketa antara bank dengan nasabah, kedua hal tersebut tumpang tindih. Mengingat hukum perbankan di Indonesia hanya mengecualikan rahasia bank untuk proses di pengadilan, proses penyelesaian sengketa yang rahasia seperti mediasi perbankan dapat menjadi solusi atas tumpang tindih tersebut. Tetapi, pemahaman yang menyeluruh mengenai implementasi rahasia bank dalam mediasi perbankan tidak terlihat di hukum Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana rahasia bank diimplementasikan dalam mediasi perbankan di Indonesia, khususnya dalam praktik bank konvensional dan bagaimana hal tersebut ketika dibandingkan dengan Singapura. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan melakukan studi kepustakaan dan wawancara. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif dan dibuat dalam hasil deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa di bawah hukum Indonesia, Pasal 43 Undang-Undang Perbankan dapat diterapkan kepada mediasi perbankan melalui analogi. Sebagai alternatif, perjanjian mediasi, yang mengikatkan nasabah pada peraturan mediasi, menjadi persetujuan secara diam-diam oleh nasabah untuk bank membuka rahasia bank. Setelah dibuka, kerahasiaan mediasi menjamin bahwa informasi nasabah akan terjaga kerahasiannya, dengan tunduk pada beberapa pengecualian yang terbatas. Meskipun banyak kesamaan yang dimiliki antara Indonesia dengan Singapura, hubungan yang menyeluruh antara pengaturan rahasia bank dan mediasi perbankan lebih jelas terlihat di bawah hukum Singapura.

Banks’ effort to accommodate customer confidence and interest is effectuated through standards such as bank confidentiality and banking disputes resolution. However, in the face of a bank-customer dispute, the two overlap. As the banking law in Indonesia only exempts bank confidentiality for court proceedings, confidential processes such as banking mediation might be the solution to such an overlap. Yet, an integrated exposition on the implementation of bank confidentiality in banking mediation is not apparent under Indonesian law. The purpose of this research is to analyze how bank confidentiality is implemented in banking mediation in Indonesia, particularizing on the practice of conventional banks and how it is when compared to Singapore. This thesis utilizes the normative legal research method by conducting literature study and interviews. The data obtained is analyzed using a qualitative approach and made into a descriptive-analytical outcome. The results showed that under Indonesian law, Article 43 of the Banking Law shall be applicable towards banking mediation by analogy. In alternative, the agreement to mediate, which subjects the customer to mediation rules, serves as an implied customer consent for the bank to disclose bank confidentiality. Upon disclosure, mediation confidentiality ensures that the customer information disclosed would stay in confidence—subject to several circumscribed exceptions. Although many similarities are shared between Indonesia and Singapore, a holistic linkage between the regulation of bank confidentiality and banking mediation is more apparent under Singaporean law. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rimas Kautsar
"Rahasia bank penting untuk diteliti lebih lanjut karena rahasia bank merupakan unsur terpenting dalam sektor perbankan di sisi lain pembatasan rahasia bank ternyata telah menjadi suatu kebutuhan dari perkembangan masyarakat saat ini Secara formal hukum yang berlaku yang mengatur rahasia bank adalah UU Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mana pengaturan rahasia bank menganut teori bahwa rahasia bank bersifat nisbi yaitu bahwa bank diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya jika ada suatu kepentingan kepentingan umum yang memaksa Salah satu pengecualian dari kerahasiaan bank di Indonesia adalah untuk kepentingan perpajakan namun hal tersebut saat ini dipermasalahkan oleh Direktorat Jenderal Pajak DJP karena dianggap telah menghalangi usaha maksimal aparat pajak dalam pemungutan pajak sebab rumusan membuka kerahasiaan bank untuk kepentingan perpajakan terbatas pada pemeriksaan penyidikan pidana dan penagihan pajak Itulah sebabnya DJP meminta untuk diberikan kewenangan akses langsung data nasabah perbankan direct access sebagai pembanding melalui Foreign Account Tax Compliance Act FATCA Internal Revenue Service memiliki akses langsung terhadap data nasabah bank Bahkan FATCA diberlakukan di Indonesia per Juli Tahun 2014 oleh Pemerintah Amerika Serikat Tujuan khusus dari penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui apakah memberikan akses langsung bagi DJP untuk membuka kerahasiaan bank apakah dimungkinkan menurut hukum Indonesia dan apakah FATCA dapat diterapkan di Indonesia Hasil penulisan tesis dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pembentuk undang undang untuk melakukan perbaikan bagi peraturan perundang undangan yang sudah ada Tujuan umum dari penulisan tesis ini adalah untuk mengembangkan dan memperkaya kajian ilmu hukum perbankan.

Bank secrecy important to further research because the bank secrecy is an important element in the banking sector, on the other hand restrictions of bank secrecy has become a necessity of development of today's society. Formally the applicable laws governing the bank secrecy is Law No. 7 of 1992 as Amendment by Law No. 10 of 1998 on Banking, which is setting bank secrecy subscribe to the theory that the Bank Secrecy is relative, that the bank is authorized to disclose their clients if there is an interest in the public interest that force to do so. One exception of bank secrecy in Indonesia is for tax purposes, but it is currently disputed by the Directorate General of Taxation (DGT) because they have been blocking the maximum effort in the tax authorities of tax collection, because the formulation of opening of bank secrecy for tax purposes is limited to the examination, criminal investigation, and forced tax billing. That is why the DGT requested to be authorized direct access to the customer data bank (direct access), as a comparison with the Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) The Internal Revenue Service has direct access to the data bank customers. FATCA even applied in Indonesia as of July 2014 by the United States Government. The specific objective of this thesis is to determine whether providing direct access to the DGT to open bank secrecy is possible under Indonesian law and whether FATCA can be applied in Indonesia? Results thesis can be used as inputs to the legislators to make improvements to the legislation that already exists. The general objective of this thesis is to develop and enrich the study of the science of banking law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>