Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123966 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Oktasari
"ABSTRAK
Penyakit ginjal banyak dikaitkan dengan status kesehatan mulut dan kelainan dalam rongga mulut diantaranya perubahan karakteristik pada saliva yaitu laju alir saliva dan pH saliva. Tujuan: Untuk mengevaluasi dan membandingkan laju alir saliva dan pH saliva pada pasien dengan penyakit ginjal kronis PGK stadium Pre Dialisis dan Hemodialisis. Metode: Penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang dengan jumlah partisipan sebanyak 32 anak penderita PGK terdiri dari dua kelompok: 16 anak PGK Pre Dialisis LFG > 15 ml / menit / 1,73 m2 dan 16 anak PGK hemodialisis LFG

ABSTRACT
Kidney disease is associated with many abnormalities in the oral health status as well as with alterations salivary charateristics in salivary flow and salivary pH. The aim of this study was to evaluate and to compare salivary flow and salivary pH values in patients with chronic kidney disease CKD on stadium Pre Dialysis and Hemodialysis. Aim To evaluate and to compare salivary flow and salivary pH values in patients with chronic kidney disease CKD on stadium Pre Dialysis and Hemodialysis treatment. Method In a cross sectional study 32 patients were included was composed of two groups 16 patients with CKD Pre Dialysis GFR 15 ml min 1,73 m2 and 16 patients with CKD on hemodialysis GFR 15 ml min 1,73 m2 . Salivary flow and Salivary pH of unstimulated saliva were evaluated. Conclusion Salivary flow was no difference in stadium Pre Dialysis and Hemodialysis patients. Salivary pH was significantly lower in stadium Pre Dialysis patients, while the highest was in the Hemodialysis patiens findings observed in our study. "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imyadelna Ibma Nila Utama
"Latar belakang. Penyakit ginjal kronik-gangguan mineral tulang (PGK-GMT) adalah komplikasi dari penyakit ginjal kronik (PGK) yang dapat meningkatkan risiko gangguan kardiovaskular pada anak. Salah satu kelainan pada PGK-GMT adalah hiperfosfatemia dan gangguan otot skeletal. Sebuah studipada pasien dewasa didapatkan korelasi negatif antara kadar fosfat yang dengan kekuatan genggaman tangan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5 di Indonesia dan faktor lain yang memengaruhi.
Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kekuatan otot melalui pemeriksaan kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5.
Metode. Penelitian ini merupakan uji potong lintang terhadap 72 anak PGK G3-G5 usia 6-18 tahun diRSCM dan pemilihan anak dilakukan secara consecutive sampling. Variabel yang dianalisis adalah pemeriksaan massa otot, lingkar lengan atas (LILA), serum fosfat, hemoglobin (Hb), neuropati, dan kekuatan genggaman tangan menggunakan dinamometer hidrolik tangan (JAMAR, Japan).
Hasil. Median usia adalah 14 (11-16) tahun dengan lelaki 52/72 (72,2%). Penyebab terbanyak PGKadalah congenital anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT) 30/72 anak (41,7%) yang diikuti dengan glomerulonefritis 18/72 anak (25%). Median massa otot, LILA dan kekuatan genggaman tangan adalah 25,3 (18,7-32,9) kg, 19 (16-22) cm dan 8,65 (7,8-9,3) kg. Rerata kadar Hbdan fosfat adalah 10,45 (±1,72) g/dL dan 5,45 (± 1,92) mg/dL. Prevalens gangguan kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5 adalah 98,6%. Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara kekuatan genggaman tangan dan kadar fosfat (r= -0,03; p= 0,42). Namun, didapatkan korelasi antara massa otot, LILA, dan kadar Hb terhadap kekuatan genggaman tangan yaitu (r = 0,70; p<0,01), (r = 0,68; p<0,01),dan (r = 0,44; p<0,01). Simpulan. Kekuatan genggaman tangan memiliki korelasi kuat dengan massa otot dan LILA serta memiliki korelasi cukup dengan kadar Hb.

Background. Chronic kidney disease-bone mineral disorders (CKD-BMD) is a complication of chronic kidney disease (CKD) which may increase the risk of cardiovascular disease in children.Hyperphosphatemia and skeletal muscle disorder are one of the abnormalities in CKD-MBD. Study in adult population shows there are negative correlation between phosphate levels and hand grip strength.There has been no study for CKD G3-G5 in pediatric population regarding handgrip strength and other factors that correlate to it.
Aim. To determine the factors that affect muscle strength through hand grip strength examination in children with CKD G3-G5
Methods. This is a cross-sectional study of 72 pediatric CKD G3-G5 aged 6-18 years old in RSCM.The subject was selected by consecutive sampling. The variables that we analyzed are muscle mass,mid-upper arm circumference (MUAC), serum phosphate, Hb, neuropathy, and hand grip strength usinghydraulic hand dynamometer (JAMAR, Japan).
Results. The median age of the subjects was 14 (11-16) years old with 52/72 (72.2%) male. The most common causes of CKD are CAKUT with 30/72 subjects (41.7%) followed by glomerulonephritis with 18/72 subjects (25%). The median muscle mass, MUAC, and handgrip strength are 25,3 (18,7-32,9) kg, 19 (16-22) cm, and 8.65 (7.8-9.3) kg. Mean Hb level and phosphate level are 10.45 (±1.72) g/dL and 5.45 (±1.92) mg/dL. The prevalence of handgrip strength disorders in CKD G3-G5 is 98.6%. In this study, we found no correlation between handgrip strength and phosphate levels (r= -0.03; p= 0.42). However, we found positive correlation between muscle mass, MUAC, and Hb levels with handgrip strength (r= 0,70; p<0,01), (r = 0.68; p<0.01), and (r = 0.44; p<0.01).
Conclusion. There is a correlation between muscle mass, MUAC, and Hb level with handgrip strength in pediatric CKD G3-G5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maretha Primariayu
"Latar belakang: Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan global. Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal pada PGK stadium akhir yang bersifat katabolik. Pasien PGK dengan HD rutin rentan mengalami protein energy wasting (PEW) apabila tidak mendapatkan asupan energi dan protein yang adekuat. Terapi medik gizi yang komprehensif dan holistik diperlukan untuk mencegah terjadinya atau bertambahnya progresivitas PEW yang memengaruhi
kualitas hidup pasien.
Kasus: Empat orang perempuan berusia 24-52 tahun dengan diagnosis PGK stadium akhir yang rutin menjalani HD. Selama menjalani HD, seluruh pasien memiliki riwayat asupan energi total <25 kkal/kg BB dengan protein <1 g/kg BB. Kekuatan genggam tangan pada seluruh pasien <18 kg dan kadar albumin tiga pasien <3,8 g/dL. Tiga pasien telah mengalami PEW dan satu lainnya berisiko PEW. Terapi medik gizi diberikan sesuai kondisi klinis masing-masing pasien dengan target protein 1,2-1,4 g/kgBB/hari.
Hasil: Asupan energi dan protein pada seluruh pasien meningkat pada akhir pemantauan. Rerata pasien dapat mencapai 90% KET dengan protein mencapai 1,3 g/kg BB/hari selama pemantauan. Kekuatan genggam tangan, kadar albumin, hemoglobin, dan komposisi tubuh pasien PGK dengan HD rutin yang mendapatkan terapi medik gizi mengalami perbaikan.
Kesimpulan:
Terapi medik gizi yang adekuat mendukung perbaikan klinis serta parameter
laboratorium pada pasien PGK dengan HD rutin sehingga dapat mencegah terjadinya atau bertambahnya progesivitas PEW.

Background: Chronic kidney disease (CKD) is a chronic disease that has become global health problem. One of renal replacement therapy in end-stage CKD is hemodialysis (HD) which is a catabolic procedure. CKD patients on maintenance HD (MHD) is susceptible to develop protein energy wasting (PEW) if they get inadequate energy and protein intake. Comprehensive and holistic nutritional medical therapy is needed to prevent development or rapid progression of PEW which affects the quality of life of patients.
Case:
Four women aged 24-52 years with end-stage CKD on MHD. All patients had total energy intake <25 kcal / kg BW with protein intake <1 g / kg body weight. Handgrip strength in all patients were less than 18 kg and three of them have albumin levels less than 3.8 g/dL. Three patients experienced PEW and the other had risk of PEW. Nutritional medical therapy is given according to the clinical conditions of each patient with target of protein from 1.2-1.4 g / kg BW / day.
Results: All patient showed increment intake of energy and protein. The average of energy intake patient can reach 90% total energy requirement with protein intake reached 1.3 g / kg / day during monitoring. Handgrip strength, albumin, hemoglobin levels, and body composition in CKD patient on MHD who received nutritional medical therapy were improved.
Conclusion: Adequate nutritional medical therapy supports improvement of clinical condition and laboratory parameters in CKD patients on MHD with the purposes of preventing development or rapid progression of PEW.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ailinda Theodora Tedja
"Kesesuaian antara reticulocyte hemoglobin equivalent (RET-He) dan reticulocyte hemoglobin content (CHr) untuk menilai status besi pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis (PGK-HD) belum diketahui. Penelitian ini bertujuan mendapat kesesuaian antara RET-He dan CHr, serta nilai cut off RET-He sebagai target terapi besi pasien PGK-HD.
Desain penelitian potong lintang. Subyek 106 pasien PGK-HD yang diperiksa RET-He menggunakan Sysmex XN-2000 dan CHr dengan Siemens ADVIA 2120i. Didapatkan korelasi sangat kuat (r=0,91; p<0,0001) dan kesesuaian yang baik antara RET-He dan CHr (perbedaan rerata 0,5 pg). Nilai cut off RET-He 29,2 pg sebagai target terapi besi pasien PGK-HD memiliki sensitivitas 95,5%, spesifisitas 94%.

The concordance between reticulocyte hemoglobin equivalent (RET-He) and reticulocyte hemoglobin content (CHr) to assess iron status in chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis (CKD-HD) was unknown. The aim of this study was to evaluate the concordance between RET-He and CHr, and to obtain the cut off value of RET-He as iron supplementation target in CKD-HD patients.
A cross sectional study from 106 CKD-HD patients were analysed on both Sysmex XN-2000 and Siemens ADVIA 2120i. There was very strong correlation (r=0.91; p<0.0001) and good concordance between RET-He and CHr (mean bias 0.5 pg). The cut off value of RET-He 29.2 pg were obtained to assess iron supplementation target in CKD-HD patients with sensitivity and specificity were 95.5% and 94% respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Mawarsari Sugianto
"Prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) di masyarakat perkotaan mengalami peningkatan. Peningkatan kasus penyakit ini disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat seperti pola makan yang tidak sehat, dan merokok yang dapat memicu penyakit kronis seperti diabetes mellitus (DM) dan hipertensi. DM dan hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya GGK. Penatalaksanaan pasien GGK meliputi terapi konservatif, dialisis, dan transplantasi ginjal. Dialisis menjadi pilihan terbanyak sebagai penatalaksanaan pada gagal ginjal stadium akhir, untuk menyelamatkan hidup pasien. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang disarankan hemodialisis mengalami rasa cemas dan depresi, hal inilah yang seringkali memicu ketidakpatuhan terhadap kegiatan hemodialisis dan program pengobatan. Pemberian dukungan pada pasien GGK pre-dialisis dapat digunakan sebagai intervensi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Praktikan merekomendasikan pentingnya dibuat standar prosedur operasional dalam pemberian dukungan pre-hemodialisis.

The prevalence of Chronic Kidney Disease (CKD) in urban communities has been increasing. The increase of this disease is caused by an unhealthy lifestyle such as unhealthy diet, and smoking which can lead to chronic diseases such as diabetes mellitus (DM) and hypertension. DM and hypertension are major causes of CKD. Treatment CKD includes conservative therapy, dialysis, and kidney transplantation. Dialysis becomes the most considered as the management of the end stage renal failure, to save lifes. Research shows that the majority of hemodialysis patients are advised to experience anxiety and depression, it is this which often trigger non-compliance with hemodialysis and treatment program activities. Providing support can be used as an intervention to improve patient’s adherence to treatment regimens. It is recommended operating procedures should developed in providing of pre-hemodialysis support.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rafli
"Latar belakang: Penyakit ginjal kronik PGK masih merupakan masalah kesehatan yang serius pada anak dengan morbiditas yang semakin meningkat dan memiliki dampak terutama pada kualitas hidup anak. Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalens PGK pada penderita ge; 15 tahun di Indonesia sebesar 0,2 . Penelitian di Kuwait melaporkan peningkatan prevalens PGK pada anak dari 188 1996 menjadi 329 per satu juta populasi anak pada tahun 2003.
Tujuan: Mengetahui kualitas hidup anak PGK serta hubungannya dengan derajat keparahan, lama diagnosis, dan faktor-faktor yang berhubungan demografi.
Metode: Penelitian potong lintang antara Juli 2016-Mei 2017. Subyek penelitian adalah anak berusia 2-18 tahun yang didapatkan secara consecutive sampling dan menggunakan kuesioner baku PedsQL trade; modul generik versi 4.0 yang diisi orangtua dan anak.
Hasil: Total subjek adalah 112 anak. Kualitas hidup terganggu didapatkan dari laporan orangtua 54,5 dan laporan anak 56,3 . Fungsi sekolah dilaporkan paling sering terganggu pada laporan anak dan fungsi fisis pada laporan orangtua. Faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup adalah lama diagnosis >60 bulan p=0,004 , jenis kelamin perempuan p=0,019 , dan jenjang pendidikan menengah p=0,003.
Simpulan: Lebih dari separuh anak PGK menurut orangtua 54,5 dan anak 56,3 memiliki gangguan kualitas hidup terutama pada fungsi sekolah dan fungsi emosi. Lama diagnosis >60 bulan, jenis kelamin perempuan, dan jenjang pendidikan menengah merupakan faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak PGK.

Background: Chronic kidney disease CKD is still serious health problem in children with increasing morbidity affect children's quality of life. From Riskesdas 2013, prevalence of patients CKD ge 15 years old in Indonesia is 0,2 . Research in Kuwait shows increasing prevalence children with CKD from 188 1996 to 329 per millions of the age related population in 2003.
Aim: To assess the quality of life children with CKD as well as relationship with duration of diagnosis, severity, and related factors demographic.
Methods: A cross sectional analytic study. Subjects were recruited from July 2016 May 2017 through consecutive sampling. CKD children aged 2 18 years were involved, patients and their parents were asked to fill out the PedsQL trade generic score scale version 4.0 questionnaire.
Result: A total of 112 children were recruited, quality of life was affected from parents's reports 54,5 and children's reports 56,3. The school and emotional have lowest score affected parameter studied. Factor related to quality of life children with CKD were duration of diagnosis 60 months p 0,004 , female p 0,019 , and middle school p 0,003.
Conclusion: More than half children with CKD have disturbance quality of life in general from parents's reports 54,5 and children's reports 56,3 . Duration of diagnosis 60 months, female, and middle school were related with quality of life children with CKD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisha Rahmi Dian Reswara
"End-stage kidney disease (ESKD) pada anak berdampak tidak terbatas pada aspek kesehatan fisik, tetapi juga perubahan emosi dan perilaku. Namun, kondisi ini seringkali diabaikan. Di Indonesia, data mengenai gangguan emosi dan perilaku khususnya pada pasien ESKD anak yang menjalani hemodialisis (HD) jumlahnya pun terbatas. Studi potong lintang ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi, jenis gangguan, dan asosiasi faktor-faktor yang berhubungan terhadap gangguan emosi dan perilaku pada pasien ESKD anak yang menjalani HD. Total 28 pasien ESKD anak di RSCM usia 4-18 tahun yang menjalani hemodialisis minimal 1 bulan diikutkan dalam penelitian. Skrining gangguan emosi dan perilaku diukur menggunakan PSC-17. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Chi-Square/Fisher. Studi ini menemukan prevalensi gangguan emosi dan perilaku pada pasien ESKD anak yang menjalani HD di RSCM sebesar 32%, dengan persentase abnormal tertinggi pada subskala internalisasi (21,4%). Variabel jenis kelamin menunjukkan hubungan signifikan (p<0,05) terhadap gangguan emosi dan perilaku.

Children with end-stage kidney disease (ESKD) have behavioral and emotional difficulties in addition to physical health problems. But this condition is frequently disregarded. Data on emotional and behavioral issues among pediatric ESKD patients in Indonesia, especially those receiving hemodialysis (HD), is still scarce. The purpose of this cross-sectional study is to identify the prevalence, type, and correlation of variables associated with emotional and behavioral issues in pediatric hemodialysis patients. There were a total of 28 pediatric ESKD patients at RSCM, ages 4 to 18, who received hemodialysis treatment for at least one month included in this study. The children were screened for emotional and behavioral problems using PSC-17 questionnaire. Bivariate analysis was measured using Chi-Square/ Fisher test. This study discovered the prevalence of behavioral and emotional issues in children with ESKD receiving HD in RSCM is 32%, high proportion found in internalization subscale (21.4%). The risk of emotional and behavioral issues was shown to be significantly correlated with gender (p<0.05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Sari
"Keluarga yang merawat anak dengan gagal ginjal kronik terutama yang mendapat terapi hemodialisis memiliki masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga dalam merawat anak gagal ginjal kronik yang mendapat terapi hemodialisis. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif dengan cara wawancara mendalam kepada 7 partisipan. Partisipan adalah keluarga yang merawat anak selama minimal 1 bulan terakhir dan sedang menjalani terapi hemodialisis di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Data dianalisis dengan menggunakan teknik Collaizi dan menghasilkan 5 tema, yaitu 1) respon keluarga terhadap perawatan anak, 2) strategi koping yang dibangun keluarga, 3) dampak merawat anak bagi keluarga,, 4) upaya dukungan sosial yang diberikan keluarga, 5) perubahan pada anak yang menjalani terapi hemodialisis menurut persepsi keluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga yang merawat anak memiliki permasalahan yang kompleks. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi dasar untuk mengembangkan program dalam menerapkan asuhan yang berpusat pada keluarga.

Families who care for children with chronic renal failure who received therapy will have vulnerable occurrence problem. This study aim to explore the experience of families in caring for children with chronic renal failure receiving hemodialysis therapy. This research method is using descriptive phenomenological approach with in-depth interviews to 7 participants. Participants are families who care for the child for at least one month past is undergoing hemodialysis therapy in Cipto Mangunkusumo hospital. Data was analyzed by Collaizi so as to obtain 5 themes, namely the family's response to child care, family coping strategy, the impact of child care for families, family support and changes of children undergoing hemodialysis therapy related to family perception. These results indicate that the families who care for children have complex problems. This study endorse to develop program based on familycentered care.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T43587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Elisnawati
"Pola hidup yang tidak sehat merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik. Masyarakat perkotaan sangat rentan memiliki pola hidup tidak sehat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan yang bersifat permanen yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan fungsi dari ginjal. Perubahan fisik yang terjadi pada penderita penyakit ginjal kronik terkait dengan tanda dan gejala dari keparahan penyakit yang dialami tentu akan berpengaruh pada kondisi psikososial pasien. Masalah psikososial yang muncul pada penderita penyakit ginjal kronik yang dirawat di Rumah Sakit adalah ansietas. Karya Ilmiah Akhir ners ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan anisetas pada pasien yang mengalami penyakit Ginjal Kronik khusunya dengan teknik relaksasi. Pasien yang mampu mengatasi rasa cemasnya akan dapat meningkatkan keefektifan dari pengobatan fisik yang sedang dijalani. Sehingga, diperlukannya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan psikososial agar masalah ansietas tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi klien.

Unhealthy lifestyle caused of chronic kidney disease. Urban communities are particularly vulnerable to unhealthy lifestyles, which can lead to chronic kidney disease. Chronic kidney disease is a condition which the kidney are permanently damaged and ultimately have an impact to the function of the kidney. Physical changes that occur in patients with chronic kidney disease associated with signs and symptom rsquo s the severity of the disease. It will certainly affect the psychosocial condition of patients. Psychosocial problems that arise in hopitalized patients with chronic kidney is anxiety. This Scientific works aims to describe the nursing care of anxiety in patients with Chronic Kidney disease especially with relaxation techniques. Patients who are able to overcome their anxiety will improve the effectiveness of the physical treatments that are being undertaken. Thus, the nurse 39 s role in providing psychosocial nursing care is necessary so that anxiety problems do not cause adverse impact to the patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Mondana
"Latar belakang: Hiperfosfatemia pada penyakit ginjal kronik (PGK) terjadi akibat kegagalan ginjal dalam mengekskresi fosfat, tingginya asupan fosfat atau peningkatan pelepasan fosfat dari ruang intraselular. Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hypertrophy/LVH) adalah perubahan jantung yang umum terjadi dan menjadi tanda awal penyakit kardiovaskular pada anak dengan PGK. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara kadar fosfat darah dengan fungsi sistolik serta penebalan ventrikel kiri jantung pada pada pasien anak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta terhadap anak PGTA tanpa ada kelainan jantung bawaan dari april-mei 2024 dengan dilakukan pemeriksaan fosfat darah dan ekokardiografi. Hasil: Terdapat 56 subyek dengan titik potong kadar fosfat darah 7,35 mg/dL. Didapatkan penurunan fungsi fraksi ejeksi dengan rasio prevalens pada pasien dengan hiperfosfatemia adalah 3,895 dengan IK 95% antara 2,552-9,773 (p = 0,002) serta kecenderungan hubungan kadar fosfat dengan penebalan LVMI (p = 0,680) dan disfungsi diastolik jantung kiri (p = 0,145). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kadar hiperfosfemia darah dengan fungsi sistolik pada pasien anak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Tetapi tidak terdapat hubungan dengan peningkatan massa ventrikel kiri jantung dan diastolik jantung.

Background: Hyperphosphatemia in chronic kidney disease (CKD) occurs due to renal failure to excrete phosphate, high phosphate intake or increased phosphate release from the intracellular space. Left ventricle hypertrophy (LVH) is a common heart change and an early sign of cardiovascular disease in children with CKD. This study aimed to assess the relationship between blood phosphate levels to decreased systolic and diastolic function and thickening of the left ventricle in pediatric patients with end-stage chronic kidney disease. Method: This was a cross-sectional observational study at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta with PGTA children without congenital heart defects. Paremeters for function and LVM were assessed by Doppler echocardiography and blood phosphate examination. Results: There were 56 subjects with a cut point for blood phosphate levels of 7.35 mg/dL. It was found that a decrease in ejection fraction function with a prevalence ratio in patients with hyperphosphatemia was 3.895 with a 95% CI between 2.552-9.773 (p = 0.002) as well as a trend in the relationship between phosphate levels and LVMI thickening (p = 0.680) and left heart diastolic dysfunction (p = 0.145) Conclusion: There is association between blood levels of phosphemia and systolic function in pediatric patients with end-stage chronic kidney disease. However, there is no association with increased left ventricular mass index and dyastolic function."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>