Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165741 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fifi Mifta Huda
"ABSTRAK
Latar belakang: Kandidosis merupakan penyakit infeksi primer atau sekunder yang disebabkan oleh jamur genus kandida terutama C. albicans pada 70-80 kasus. Penelitian yang ada melaporkan pasien rawat inap sebagai kelompok yang berisiko terjadi infeksi kandidosis kutis. Tujuan: Mengetahui proporsi dan identifikasi spesies penyebab kandidosis kutis serta faktor yang berhubungan di Unit Rawat Inap RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Metode: Studi ini adalah penelitian potong lintang dengan desain deskriptif dan pemilihan sampel secara consecutive sampling. Hasil: Didapatkan 14 dari 96 SP dengan kandidosis kutis. Spesies penyebab kandidosis kutis adalah C. albicans 61,7 , C. non albicans 17,6 dan C. campuran 20,5 . Subjek dengan imobilisasi memiliki kemungkinan 7,93 kali untuk terjadi kandidosis kutis. Perbedaan kelembapan udara sebesar 0,4 memiliki kemungkinan 1,49 kali untuk terjadi kandidosis kutis di atasnya. Simpulan: Ditemukan proporsi kandidosis kutis adalah 35,4 . Spesies penyebab kandidosis kutis terbanyak adalah C. albicans. Faktor yang meningkatkan kandidosis kutis adalah imobilisasi dan peningkatan kelembapan udara di ruang perawatan.

ABSTRACT
Background Candidiasis is a primary or secondary infection disease caused by the Candida especially C. albicans in 70 80 of cases. Previous research reports inpatients as a group at risk of cutaneous candidiasis infection. Objective To determine the proportion of cutaneous candidiasis, identify candida species, and the related risk factors of infection in Inpatient Unit of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Methods This is a cross sectional research of descriptive design using consecutive sampling technique. Results The study found that 14 out of 96 SP were 35,4 is cutaneous candidiasis, which caused by C. albicans 61.7 , Candida non albicans 17.6 and mixture candida 20.5 . The probabilty cutaneous candidiasis 7.93 times increased in subjects with immobilization and the difference of level air humidity above 0.4 increased 1.49 times. Conclusion The proportion of cutaneous candidiasis is 35.4 . The most common cause of candidiasis is C. albicans. Related risk factors that probability induce cutaneous candidiasis are immobilization and increasing level of air humidity. "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gestana Andru
"Latar Belakang. Gangguan tidur sering dijumpai pada penyakit autoimun seperti lupus eritematosus sistemik (LES). Tidur yang buruk berdampak pada kualitas hidup yang rendah serta eksaserbasi akut dari inflamasi akibat LES. Penelitian mengenai kualitas tidur yang buruk pada pasien LES serta faktor - faktor yang berhubungan di Indonesia masih terbatas.
Tujuan. Mengetahui proporsi kualitas tidur yang buruk pada pasien LES di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan.
Metode. Metode yang digunakan adalah studi potong lintang, melibatkan 166 subjek LES berusia minimal 18 tahun yang berobat ke poliklinik Alergi Imunologi RSCM sejak Januari 2019. Subjek mengisi secara mandiri kuesioner kualitas tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index(PSQI) dan kuesioner gejala depresi dan ansietas menggunakan Hospital Anxiety Depression Scale(HADS). Skala nyeri dinilai mengggunakan Visual Analogue Scale(VAS), aktivitas penyakit LES dinilai menggunakan Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index 2000(SLEDAI-2K). Subjek menjalani pemeriksaan imbalans otonom yang dinilai menggunakan rasio Low Frequency/High Frequency (LF/HF) dari Heart Rate Variability(HRV), dan pemeriksaan kadar high sensitivity C-Reactive Protein(hs-CRP).Analisis bivariat menggunakan uji Chi Squaredan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil. Rerata untuk skor PSQI global pada 166 subjek sebesar 9,36 (3,61) dengan proporsi kualitas tidur buruk sebanyak 82,5%. Pada analisis bivariat didapatkan dua variabel dengan hubungan bermakna dengan kualitas tidur yang buruk yaitu gejala depresi (OR: 5,95; p: 0,03) dan gejala ansietas (OR: 2,44; p: 0,05). Regresi logistik tidak menunjukkan variabel dengan hubungan bermakna dengan kualitas tidur yang buruk.
Simpulan.Proporsi kualitas tidur buruk pada pasien LES sebesar 82,5%. Tidak terdapat faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur buruk pada LES.

Background. Sleep disturbances are often seen in systemic lupus erythematosus (SLE). Poor sleep will lead to poor quality of life and frequent exacerbations of SLE. However, studies about poor sleep quality in SLE patients as well as the contributing factors are limited.
Objectives. The aim of this study is to determine the proportion of poor sleep quality in SLE patients in Cipto Mangunkusumo National General Hospital (RSCM) and to assess its contributing factors.
Methods. This study used a cross sectional design involving 166 subjects of SLE patients from Immunology clinic since January 2019. The Pittsburgh Sleep Quality Index was used to assess sleep quality of subjects. Depression and anxiety symptoms was assesed using the Hospital Anxiety Depression Scale (HADS). Pain scale was assesed using Visual Analogue Scale (VAS) and SLE activity was assessed using Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index 2000 (SLEDAI-2K). Autonomic imbalance was assesed using Low Frequency/High Frequency(LF/HF) ratio from Heart Rate Variability(HRV), and subjects went through high sensitivity C-Reactive Protein(hs-CRP) test. Bivariate analysis using Chi Square test and multivariate analysis using logistic regression.
Result.The mean global score for the PSQI among 166 subjects was 9,36 (3,61). The proportion of poor sleep quality was 82.5%. There were two variables with significant association including depressive symptoms (OR 5.95; p 0.03) and anxiety symptoms (OR 2.44; p 0.05). There were no variable with significant association through logistic regression.
Conclusion. The proportion of poor sleep quality from SLE patients in RSCM was 82.5%. This study did not find any factors associated with poor sleep quality in SLE patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi Ardian
"Latar Belakang: Mortalitas pasien dengan kandidiasis invasif cukup tinggi berkisar 30 ndash; 70. Perbedaan angka mortalitas pada tiap tiap studi erat kaitannya dengan desain penelitian dan sampel penelitian. Data tentang profil dan faktor faktor yang berhubungan dengan mortalitas pada pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif yang ada di Indonesia belum ada.
Tujuan: Memberikan informasi profil kandidiasis invasif pada pasien sakit kritis beserta faktor faktor yang berpengaruh terhadap mortalitas sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas tata laksana pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional, mengumpulkan data dari rekam medis pada seratus dua pasien sakit kritis dengan diagnosa kandidiasis invasif. Pasien kandidiasis invasif adalah pasien dengan hasil kultur darah dan atau kultur cairan tubuh normal steril positif jamur spesies Candida. Data yang dikumpulkan meliputi data usia, spesies jamur candida penyebab infeksi, faktor risiko kandidiasis invasif, serta faktor faktor yang diduga berpengaruh terhadap mortalitas yaitu ada tidaknya kondisi sepsis, nilai APACHE, ada tidaknya kondisi gagal nafas, ada tidaknya gagal ginjal, waktu pemberian terapi antijamur, Charlson Index, dan tempat perawatan ICU atau Non ICU. Uji analisa bivariat dengan uji chi square dilakukan terhadap masing masing faktor yang diduga dengan mortalitas, yang dilanjutkan dengan uji multivariat regresi logistik untuk menilai faktor yang paling berhubungan terhadap mortalitas 30 hari.
Hasil: Dari 102 sampel penelitian didapatkan laki laki 52,9 dan perempuan 47,1. Median usia 53 th. angka mortalitas 68,6. Spesies candida penyebab terbanyak adalah Candida Tropicalis 34,3 dan Candida Parapsilosis 29,4. Faktor risiko kandidiasis invasif terkait dengan penyakit dasar adalah sepsis 78,9. keganasan 42,15. diabetes melitus 29,4. sedangkan terkait terapi atau tata laksana yang diberikan adalah penggunaan antibiotik spektrum luas 99. kateter vena sentral 77,5. serta pemberian nutrisi parenteral 70,6. Dari uji multivariat regresi logistik diperoleh data faktor yang paling berpengaruh terhadap mortalitas 30 hari adalah sepsis berat. 0,001, OR 7,7, IK95 2,4 ndash; 24,6. Charlson Index ge;. p 0,022, OR 3,5, IK95 1,2 ndash; 10,2. dan gagal nafas. 0,066, OR 2,7, IK95 0,9 ndash; 8,0.
Simpulan: Pada pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif yang dirawat di RSCM laki laki lebih banyak dari perempuan, dengan median usia 53 tahun, dengan angka mortalitas 68,6. Spesies candida terbanyak penyebab infeksi adalah Candida Tropicalis dan Candida Parapsilosis. Faktor risiko kandidiasis invasif terkait penyakit dasar adalah sepsis, sedangkan terkait tata laksana perawatan yang terbanyak adalah penggunaan antibiotik spektrum luas. Sedangkan faktor faktor yang berhubungan dengan mortalitas 30 hari adalah kondisi sepsis berat, dan Charlson index ge;3.

Background: Mortality rate candidiasis invasive is still high, approximately 30 70. Every study has. variety mortality rate depend on study design and sample. There is no data in Indonesia about profile and mortality factors analysis in critically ill patients with candidiasis invasive.
Objectives: To give information about candidiasis invasive profile and to evaluate some factors relate to 30 days mortality in critically ill patients with candidiasis invasive in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Method: The Study design was Cross Sectional. We studied 102 hospitalized critically ill patients with candidiasis invasive. The demographic, clinical and laboratory data, the risk factors for candidiasis invasive and the outcome of each patient in 30 days were recorded. An analysis bivariate with chi square or Fisher's test was carried out to analyse some factors such as age 60 years old, severe sepsis, APACHE score 20, respiratory failure, renal failure, delayed antifungal treatment 72 hours after positive culture, Charlson index score, and ICU or Non ICU patients. The logistic regression of multivariate analysis was carried out to identify the most influence of all mortality factors.
Result; Among 102 identified sample, the majority was male 52.9. the median age was 53 years old and the mortality rate was 68,6. Laboratory candida findings came from blood sample candidemia 98,03. liquor cerebrospinal 1,5 and retina exudat 1,5. The most common candida species was Candida Non Albicans especially Candida Tropicalis 34,3 and Candida Parapsilosis 34,3. The risk factors for Candidiasis invasive from this study, relate to underlying disease were sepsis 78,9. malignancy 42,15. diabetes mellitus 29,4 and relate to therapy or treatment were the usage of broad spectrum antibiotic 99. catheter vena central 77,5. and parenteral nutrition 70,6. The result from multivariate analysis, severe sepsis. 0,001, OR 7,7, IK95 2,4 ndash 24,7. Charlson Index ge. p 0,022, OR 3,5, IK95 1,2 ndash 10,2. and respiratory failure. 0,066, OR 2,7 IK95 0,9 ndash 8,0 were independently asscociated with mortality.
Conclusion: Critically ill patients with candidiasis invasive in Cipto Mangunkusumo hospital, male was predominan than female, median age was 53 years old, and mortality rate was 68,6. The two most species candida caused infection were Candida Tropicalis and Candida Parapsilosis. The most risk factors of candidiasis invasive from underlying disease was sepsis and the one from the treatment was the usage of broad spectrum antibiotic. Severe sepsis, and Charlson index ge. were associated with. 30 day mortality in critically ill patients with candidiasis invasive.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie
"Meskipun inovasi kesehatan dan perawatan gizi telah maju, penurunan pertumbuhan tetap menjadi masalah penting pada bayi prematur selama perawatan di NICU. Demi mencegah terjadinya dampak merugikan di masa depan, faktor risiko dari penurunan pertumbuhan perlu dianalisis agar dapat meningkatkan kewaspadaan dan membantu petugas kesehatan dalam memberikan perawatan terbaik untuk pasien neonatus rawat inap.
Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengidentifikasi korelasi antara berat lahir, usia gestasi, durasi untuk mencapai pemberian full enteral feeding, dan lama rawat inap terhadap penurunan pertumbuhan pada pasien neonatus rawat inap. Sebanyak 47 rekam medis neonatus (berat lahir 1000-2500, usia gestasi 28-35 minggu) yang lahir di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo antara Januari hingga Desember 2018 dikumpulkan. Data kemudian diolah dengan SPSS Statistics 20. Dari 47 subjek, 18 (38.3%) mengalami penurunan berat badan, 4 (8.5%) mengalami penurunan tinggi badan, dan 3 (6.4%) mengalami penurunan lingkar kepala.
Dalam analisa bivariat, tidak ada faktor risiko (berat lahir, usia gestasi, durasi untuk mencapai pemberian full enteral feeding, dan lama rawat inap) yang secara signifikan berhubungan dengan penurunan berat badan, tinggi badan, ataupun lingkar kepala (p > 0.05). Hal ini dikarenakan pertumbuhan subjek dalam penelitian ini hanya diikuti selama dua minggu. Namun demikian, penurunan pertumbuhan paling banyak terlihat pada berat badan, diikuti oleh tinggi badan dan lingkar kepala. Penjelasan logis untuk ini adalah karena penurunan pertumbuhan individu sendiri dimulai dengan berat badan, lalu tinggi badan, dan dalam kondisi yang parah juga melibatkan lingkar kepala. 

Despite modern health innovations and nutritional care, growth deterioration remain as a significant issue in preterm neonates treated in the NICU. To prevent adverse long- term consequences, risk factors of growth deterioration should be analyzed to increase vigilance and assist health workers in providing the best care for neonatal inpatient.
This cross-sectional study aims to identify the correlation between birth weight, gestational age, duration to achieve full enteral feeding, and length of hospitalization with growth deterioration in neonatal inpatient. A total of 47 medical records of neonates (birth weight 1000-2500, gestational age 28-35 weeks) born in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital between January to December 2018 were collected. Data were then processed with SPSS Statistics 20. Out of 47 subjects, 18 (38.3%) experience weight deterioration, 4 (8.5%) experience height deterioration, and 3 (6.4%) experience head circumference deterioration.
In bivariate analysis, none of the risk factors (birth weight, gestational age, duration to achieve full enteral feeding, and length of hospitalization) is significantly associated with weight, height, or head circumference (p > 0.05). This is because the growth trajectories of the subjects in this study are only followed up to two weeks. However, it can be observed that growth deterioration was highest seen in weight, followed by height and head circumference. A logical explanation behind this is that a decrease in individual growth trajectory begins with weight, then height, and in severe condition head circumference. 
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Azzahra
"Latar Belakang. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien artritis reumatoid (AR) berpotensi menurunkan kapasitas fungsional, kualitas hidup, dan kepatuhan berobat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode. Penelitian dengan desain potong-lintang ini mengikutsertakan pasien AR berusia ≥18 tahun yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSCM pada periode Oktober-Desember 2021. Data demografik, klinis, terapi, dan laboratorium dikumpulkan. Status fungsi kognitif dinilai dengan kuesioner MoCA-INA. Analisis bivariat dan multivariat regresi logistik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif pada pasien AR: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, durasi penyakit, aktivitas penyakit, skor faktor risiko penyakit kardiovaskular, depresi, terapi kortikosteroid, dan methotrexate.
Hasil. Dari total 141 subjek yang dianalisis, 91,5% adalah perempuan, dengan rerata usia 49,89±11,73 tahun, sebagian besar tingkat pendidikan menengah (47,5%), median durasi penyakit 3 tahun (0,17-34 tahun), memiliki aktivitas penyakit ringan (median DAS-28 LED 3,16 (0,80-6,32)), dan skor faktor risiko penyakit kardiovaskular rendah (median 4,5% (0,2-30 %)). Sebanyak 50,4% subjek diklasifikasikan mengalami gangguan kognitif, dengan domain kognitif yang terganggu adalah visuospasial/eksekutif, atensi, memori, abstraksi, dan bahasa. Analisis regresi logistik menunjukkan usia tua (OR 1,032 [IK95% 1,001–1,064]; p=0,046) dan tingkat pendidikan rendah (pendidikan dasar) (OR 2,660 [IK95% 1,008–7,016]; p=0,048) berhubungan dengan gangguan kognitif pada pasien AR.
Kesimpulan. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di RSCM sebesar 50,4%, dengan faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif tersebut adalah usia tua dan tingkat pendidikan yang rendah.

Background. Cognitive impairment in rheumatoid arthritis (RA) patients could decrease functional capacity, quality of life, and medication adherence. The objective of this study was to explore the prevalence and possible predictors of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital, Jakarta.
Method. This cross-sectional study included Indonesian RA patients aged ≥18 years old, who visited rheumatology clinic at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, on October to December 2021. Demographic, clinical, therapeutic, and laboratory data were collected. Cognitive function was assessed using MoCA-INA questionnaire. Bivariate and multivariate logistic regression analysis were performed to identify predictive factors of cognitive impairment in RA patients: age, gender, education level, disease duration, disease activity, cardiovascular disease (CVD) risk factor scores, depression, corticosteroid, and methotrexate therapy.
Results. Of the total 141 subjects analysed, 91.5% were women, mean age 49.89±11.73 years old, mostly had intermediate education level (47.5%), median disease duration 3 (0.17-34) years. They had mild disease activity (median DAS-28 ESR 3.16 (0.80-6.32)), and low CVD risk factor score (median 4.5 (0.2-30) %). In this study, 50.4% of the subjects were classified as having cognitive impairment. The cognitive domains impaired were visuospatial/executive, attention, memory, abstraction, and language. In logistic regression analysis, old age (OR 1.032 [95%CI 1.001–1.064]; p=0.046) and low education level (OR 2.660 [95%CI 1.008–7.016]; p=0.048) were associated with cognitive impairment.
Conclusion. The prevalence of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital was 50.4%, with the its predictive factors were older age and lower education level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Asicha
"Latar Belakang Artritis reumatoid merupakan penyakit reumatik yang sering menyebabkan gangguan fungsional dan penurunan kualitas hidup. Faktor-faktor yang berbeda telah dilaporkan mempengaruhi kualitas hidup pasien AR. Penelitian ini bertujuan mengetahui rerata kualitas hidup pasien AR dan faktor-faktor yang berperan dalam kualitas hidup pasien AR.
Metode Penelitian Sebanyak 152 subjek direkrut dari Poliklinik Reumatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Data mengenai sosiodemografi, kondisi klinis dan laboratorium yang berkaitan dengan aktivitas penyakit, status fungsional, masalah psikologis, dan jumlah komorbiditas diambil dalam penelitian ini. Kualitas hidup diukur menggunakan kuesioner EuroQol five demensional (EQ-5D) and EQ global health visual analogue (VAS). Analisis dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat.
Hasil Penelitian Sebayak 90,8% perempuan dengan rerata usia 49,41 ± 12,31 tahun dengan tingkat pendidikan menengah serta tidak bekerja. Mayoritas subjek memiliki derajat aktivitas penyakit sedang (median 3.26 (1,03 – 6,89) dan status fungsional mandiri. Median durasi penyakit penyakit 3 (0 – 34) tahun. Gangguan psikologis seperti ansietas (11,2%) dan depresi (20,4%) juga ditemukan. Median nilai indeks 0,84 (0,170 – 1,000) dan median nilai EQ VAS 70 40 – 100). Faktor-faktor yang secara independen berperan dalam nilai indeks adalah disabilitas fungsional, aktivitas penyakit, dan depresi, sedangkan untuk EQ VAS disabilitas fungsional, aktivitas penyakit, depresi, ansietas dan komorbiditas untuk EQ VAS.
Kesimpulan Disabilitas fungsional, aktivitas penyakit, gangguan psikologis dan jumlah komorbiditas memiliki pengaruh negatif terhadap kualitas hidup pasien AR. Sehingga evaluasi terhadap faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam standar pelayanan pasien AR dan tatalaksana yang sesuai harus dioptimalkan.

Background. Rheumatoid arthritis (RA) is a rheumatic disease that often causes functional disorders and decreased health related quality of life (HRQoL). Different factors have been reported affecting HRQoL of RA patients. This study aims to evaluate the HRQoL and related factors in patients with RA.
Methods. One hundred and fifty-two patients from Reumatology polyclinic at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta were enrolled. Data about sosiodemographic, clinical and laboratory data related to disease activity, functional status, psyological problem, and number of comorbidities were collected. HRQoL was assessed using the Indonesian EuroQol five demensional questionnaire (EQ-5D) and EQ global health visual analogue (VAS). Univariate analysis, bivariate and multivariate analysis were employed to identify factors related to HRQoL.
Results. Ninety percent were female with a mean age ± Sof 49.41 ± 12.31 years with a secondary education level and unemployed. Majority of subjects had moderate disease activity (median 3.26 (1.03 – 6.89) and independent functional status. Median duration of illness was 3 (0 – 34) years. Psychological disorders such as anxiety (11.2%) and depression (20 .4%) were also found, the median index value 0.84 (0.170 – 1,000) and the median EQ VAS 70 40 – 100). The factors that independently played a role in the index score were functional disability, disease activity, and depression, while for the EQ VAS were functional disability, disease activity, depression, anxiety, and number of comorbidities.
Conclusion. Functional disability, disease activity, psychological disorders and the number of comorbidities have a negative influence on the HRQoL of RA patients. So, the evaluation of these factors must be considered in the standard of care for RA patients and the appropriate management must be optimized
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulya Qoulan Karima
"Kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak diantara wanita Indonesia. Pada tahun 2013, belum diketahui faktor apa yang berhubungan dengan kanker payudara pada pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) dr. Cipto Mangunkusumo. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan kanker payudara. Desain studi yang digunakan adalah kasus kontrol. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang diambil dari pasien rawat jalan RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo khususnya dari poli bedah. Sampel terdiri dari 117 kasus kanker payudara dan 119 kontrol (pasien lain di poli bedah yang tidak menderita kanker payudara). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko kanker payudara pada umur 35-44 tahun (OR=3,370, 95% CI=1,390-8,170), dan 45-54 tahun (OR= 3,690, 95% CI=1,558-8,739) dibandingkan umur <35 tahun, umur menarche <12 tahun (OR=2,962, 95% CI=1,352-6,488) dibandingkan ≥12 tahun, adanya riwayat keturunan kanker payudara (OR=3,035, 95% CI=1,286-7,165) dan adanya keluarga tingkat 1 yang menderita kanker payudara (OR=3,854, 95% CI= 1,031-14,411) dibandingkan tidak ada riwayat keturunan kanker payudara sama sekali. Sementara itu efek protektif yang signifikan melindungi kanker payudara adalah menyusui anak selama ≥6 tahun (OR= 0,419, 95% CI=0,202-0,868) dibandingkan menyusui anak selama <2 tahun. Perlu adanya peningkatan promosi kesehatan mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kanker payudara kepada masyarakat.

Breast cancer is the most common cancer among women in Indonesia. In 2013,it remains unknown factors that cause breast cancer on patients of Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) dr. Cipto Mangunkusumo. The purpose of this study is to determine what factors are associated with breast cancer. Study design was case-control. Data were collected using questionnaires from the unhospitalized patients RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo especially in Department of Surgery. Sample of 117 breast cancer cases and 119 control (other unhospitalized patients in Department of Surgery does not have breast cancer) were recruited. The results found increasing risk due to age of 35-44 (OR=3,370,95% CI=1,390-8,170), and age of 45-54 (OR= 3,690, 95% CI=1,558-8,739) compared to age of <35, age at menarche of <12 (OR=2,962, 95% CI=1,352-6,488) compared to age at menarche of ≥12, family history of breast cancer(OR=3,035, 95% CI=1,286-7,165) and family history of breast cancer in first degree relatives (OR=3,854, 95% CI= 1,031-14,411) compared to them with no family history of breast cancer. Meanwhile the significant protective effect that protect breast cancer is breastfeeding for ≥6 years (OR= 0,419, 95% CI=0,202-0,868) compared to breastfeeding for <2 years.There is need to increase health promotion regarding the factors associated with breast cancer to the public.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45737
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Vonky Rebecca
"Latar Belakang : Kejadian AKI di unit perawatan intensif berhubungan dengan peningkatan mortalitas, morbiditas pasca AKI dan biaya perawatan tinggi. Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan mortalitas pasien AKI di unit perawatan intensif di Indonesia khususnya RSUPN dr. Cipto Mangungkusumo belum pernah dilakukan.Tujuan: Mengetahui prevalensi AKI, angka mortalitas pasien AKI, dan faktor- faktor yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas pasien AKI di unit perawatan intensif di ICU RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.Metode : Penelitian kohort retrospektif terhadap seluruh AKI di unit perawatan intensif di RSUPN Cipto Mangunkusumo periode Januari 2015 ndash; Desember 2016. Dilakukan analisis hubungan bivariat saampai dengan multvariat dengan STATA Statistics 15.0 antara faktor usia >60 tahun, sepsis, ventilator, durasi ventilator, dialisis, oligoanuria, dan skor APACHE II saat admisi dengan mortalitas. Hasil : Prevalensi pasien AKI di unit perawatan intensif didapatkan 12,25 675 dari 5511 subjek dan sebanyak 220 subjek 32,59 dari 675 subjek yang dianalisis meninggal di unit perawatan intensif. Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada analisis multivariat adalah sepsis OR 6,174; IK95 3,116-12,233 , oligoanuria OR 4,173; IK95 2,104-8,274 , ventilator OR 3,085; IK95 1,348-7,057 , skor APACHE II saat admisi 1/2 [OR 1,597; IK95 1,154-2,209], dan durasi ventilator OR 1,062; IK95 1,012-1,114 . Simpulan : Prevalensi pasien AKI dan angka mortalitasnya di unit perawatan intensif RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo didapatkan sebesar 12,25 dan 32,59 . Sepsis, oligoanuria, ventilator, skor APACHE II saat admisi 1/2, dan durasi ventilator merupakan faktor-faktor yang berhubungan bermakna dengan peningkatan mortalitas pasien AKI di unit perawatan intensif. Kata Kunci : Acute Kidney Injury, Faktor Risiko, Mortalitas, Unit Perawatan Intensif

Background Acute kidney Injury AKI in ICU associated with increased mortality rate, morbidity post AKI, and high health care cost. There is no previous study about factors associated with mortality of AKI patients in ICU in Indonesia, especially at dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.Aim To identify prevalence, mortality rate, and factors associated with mortality of AKI patients in ICU.Method This is a retrospective cohort study. Data were obtained from all of medical records of AKI patients period January 2015 until December 2016 in ICU at Cipto Mangunkusumo hospital. Association of risk factors age 60 years old, sepsis, ventilator, duration of ventilator, oligoanuria, and APACHE II score at admission and mortality will be analyzed using STATA Statistics 15.0. Results AKI prevalence in ICU was 12,25 675 subjects from total 5511 subjects . A total of 220 subjects out of 675 subjects AKI died at ICU. Sepsis OR 6,174 95 CI 3,116 12,233 , oligoanuria OR 4,173 95 CI 2,104 8,274 , ventilator OR 3,085 95 CI 1,348 7,057 , APACHE II score at admission 1 2 OR 1,597 95 CI 1,154 2,209 , and duration of ventilator OR 1,062 95 CI 1,012 1,114 . were significant factors associated with mortality of AKI patients in ICU. Conclusion AKI prevalence and mortality rate in ICU at dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital were 12,25 and 32,59 . Sepsis, oligoanuria, ventilator, APACHE II score at admission 1 2, and duration of ventilator were significant factors associated with mortality of AKI patients in ICU. Keywords Acute Kidney Injury, Intensive Care Unit, Mortality, Risk Factor "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sammy Yahya
"Latar belakang dan tujuan: Akne vulgaris AV merupakan inflamasi kronik pada unit pilosebasea. Beberapa penelitian telah meneliti kadar 25-hydroxyvitamin D [25 OH D] serum pada pasien AV dengan hasil bervariasi, namun umumnya rendah. Kadar vitamin D diduga terpengaruh oleh pajanan sinar matahari, letak geografis, ras/tipe kulit, dan asupan makanan, sehingga mungkin temuan di Indonesia akan berbeda daripada penelitian terdahulu di luar negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar 25 OH D serum dan hubungan dengan derajat keparahan, lesi inflamasi, noninflamasi, dan total lesi AV.
Metode: Penelitian potong lintang ini melibatkan 30 subjek penelitian SP, direkrut secara consecutive sampling, terbagi rata ke dalam kelompok AV ringan AVR, AV sedang AVS, dan AV berat AVB berdasarkan klasifikasi Lehmann. Faktor risiko AV yang berkaitan dengan vitamin D pajanan sinar matahari, penggunaan tabir surya, suplementasi, jumlah lesi, dan kadar 25 OH D serum dinilai pada seluruh SP.
Hasil : Median kadar 25 OH D serum pada kelompok AVR, AVS, dan AVB yaitu 16,3 9,1- 17,8 ng/mL, 12,7 9,6-15,6 ng/mL, dan 9,35 4,9-10,9 ng/mL Median pada kelompok AVR dan AVS lebih tinggi dibandingkan AVB.

Background and objective: Acne vulgaris AV is chronic inflammation of pilosebaceous units. Several studies have investigated the levels of serum 25 hydroxyvitamin D 25 OH D in AV patients with varying outcomes, but mostly decreased. Vitamin D levels are thought to be affected by sun exposure, geographical location, race skin type, and food intake, that research in Indonesia may yield different results. This study aimed to determine the level of serum 25 OH D and its association with the severity and the number of inflammatory, noninflammatory, and total AV lesions.
Methods: This cross sectional study included 30 patients. Subjects were recruited by consecutive sampling, grouped equally into mild, moderate, and severe AV based on Lehmann's classification. The risk factors for inadequate vitamin D such as sun exposures, sunscreen, and suplements, the number of lesions, and serum 25 OH D levels were assessed on all subjects.
Results: The median concentrations of serum 25 OH D in the three groups were respectively 16.3 9.1 17.8 ng mL, 12.7 9.6 15.6 ng mL, and 9.35 4.9 10.9 ng mL p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>