Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56554 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farina Chairunnisa
"ABSTRAK
Tulisan ini merupakan penelitian terhadap keputusan Amerika Serikat menerima 10.000 pengungsi Suriah di tahun fiskal 2016 di tengah kekhawatiran potensi ancaman keamanan yang dibawa para pengungsi. Penelitian terdahulu seputar kebijakan penerimaan pengungsi di Amerika Serikat umumnya fokus pada kepentingan keamanan politik, sementara keputusan penerimaan pengungsi Suriah mencerminkan adanya kepentingan lain yang menjadi pertimbangan. Aspek ideasional sebagai nation of immigrants, aspek yang umumnya terabaikan dalam kajian penerimaan pengungsi di Amerika Serikat, menjadi patut diperhatikan dalam memahami keputusan ini. Dengan menggunakan analisis diskursus terhadap pidato dan pernyataan resmi para aktor pemerintahan Amerika Serikat, penelitian ini menawarkan perspektif alternatif dalam memahami bagaimana Amerika Serikat mengambil keputusan yang tidak sejalan dengan kepentingan keamanan tradisional namun didorong pertimbangan lain, yaitu keamanan ontologis atau keamanan akan identitas diri. Dalam mengkaji keputusan tersebut, penelitian ini menggunakan kerangka analisis yang ditetapkan oleh Brent J. Steele dengan mengkaji empat komponen keamanan ontologis, yaitu kapabilitas material dan refleksif, penilaian krisis, narasi biografis negara, dan strategi diskursus sesama aktor. Tulisan ini menemukan bahwa kesadaran Amerika Serikat akan kapabilitasnya, disertai oleh ingatan masa lalu akan identitas sebagai bangsa imigran dan imbauan aktor-aktor internasional mendorong Amerika Serikat mencapai keputusan menerima pengungsi Suriah. Upaya melanggengkan identitas ini tidak dapat lepas dari kekhawatiran akan ancaman keamanan nasional yang diutarakan berbagai aktor dalam negeri, sehingga jumlah pengungsi yang diterima dapat dilihat sebagai kompromi antara keamanan ontologis dan keamanan tradisional.

ABSTRAK
This paper is a research on the United States of America rsquo s decision to admit 10.000 Syrian refugees in the fiscal year of 2016 amidst potential national security concerns brought by the incoming refugees. Past studies on the United States rsquo policies of refugee admission mainly focus on the security and political interests, while this particular admission decision reflects a different interest consideration. The ideational aspect of the United States as a nation of immigrants has largely been overlooked by past studies, whereas this aspect plays a role in understanding the decision to admit Syrian refugees. Through discourse analysis on the speeches and remarks made by government actors of the United States, this research offers an alternative perspective on understanding how the United States came to a decision that may not reflect traditional security interests but reflects its ontological security needs or its security of being. In studying the decision, this research adopts the framework of analysis offered by Brent J. Steele by focusing on four components of ontological security, namely material and reflexive capabilities, crisis assessment, state biographical narrative, and co actor discourse strategies. This research finds that the United States rsquo awareness of its capabilities, along with past memory as a nation of immigrants and urgings from fellow international actors affect the United States in reaching the decision to admit Syrian refugees. This effort to preserve its identity, however, is still limited by security worries voiced by internal actors, thus resulting in the small number of refugees admitted as a compromise between the needs to ensure both ontological and traditional security."
2017
S69648
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhyaksa Krisdananjaya
"Penelitian ini beranjak dari latar belakang adanya krisis pengungsi Suriah di Turki dan peranan UNHCR dalam membantu pemerintah Turki pada permasalahan ini. Tujuan dari tesis ini adalah menganalisis peran UNHCR dalam menangani krisis pengungsi Suriah di Turki dari tahun 2015 hingga 2019, lalu melihat kerjasama antara UNHCR dan pemerintah Turki dalam mengatasi masalah sosial yang terjadi akibat pengungsi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan sumber data sekunder berupa kajian pustaka dan sedikit data primer dengan teknik wawancara sebagai sumber data primer. Untuk metode analisis data menggunakan metode analisis data mengalir dengan mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Data yang diperoleh dikaitkan dan dianalisis dengan menggunakan konsep peran organisasi internasional dan konsep kerjasama internasional, yang pada akhirnya penulis dapat menyimpulkan bahwa organisasi internasional UNHCR memiliki satu peran yang dominan dari tiga peran yang dikemukakan oleh Clive Archer, yaitu organisasi internasional sebagai instrumen bagi negara-negara untuk memajukan kepentingan mereka, yang dilatarbelakangi oleh donor atau dana sumbangan. Selanjutnya, koordinasi kebijakan antara pemerintah Turki dan UNHCR terkait masalah sosial yang terjadi di Turki karena pengungsi direpresentasikan dengan program 3RP yang pada realisasinya mengalami kesulitan di berbagai pihak, sehingga tidak bisa menjangkau seluruh komunitas pengungsi.

This research are based from the background of the Syrian refugee crisis in Turkey and the role of UNHCR in assisting the Turkish government on this issue. The purpose of this thesis is to analyze the role of UNHCR in dealing with the Syrian refugee crisis in Turkey from 2015 to 2019, furthermore the cooperation between UNHCR and the Turkish government in overcoming social problems caused by refugees. This study uses descriptive qualitative research methods with secondary data sources in the form of literature review and interview techniques as primary data sources. For the data analysis method, the data flow chart analysis method is used by reducing data, presenting data, and drawing conclusions. The data obtained are linked and analyzed using the concept of the role of international organizations and the concept of international cooperation. Finally, the author can conclude that the international organization UNHCR has one dominant role out of the three roles proposed by Clive Archer, namely international organizations as instruments for countries to advance their interests, motivated by donors or donated funds. Furthermore, policy coordination between the Turkish government and UNHCR related to social problems that occurred in Turkey because refugees were represented by the 3RP program which in reality experienced difficulties in various parties, so it could not reach the entire refugee community."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Ramawan Adipura
"Foreign-Imposed Regime Change (FIRC) atau intervensi perubahan rezim merupakan salah satu instrumen kebijakan keamanan Amerika Serikat (AS) dalam mengejar kepentingannya. Dalam Perang Sipil Suriah, AS menjadi salah satu negara pengintervensi dan dengan tujuan untuk mengganti pemerintahan Suriah. AS menggunakan intervensi perubahan rezim tertutup di Suriah. Kajian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan “mengapa AS menggunakan intervensi perubahan rezim tertutup alih-alih terbuka di Suriah?” Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi dokumen. Kerangka analisis yang digunakan adalah Logika Strategi Perubahan Rezim oleh Lindsey O’Rourke (2018) yang terdiri dari pertimbangan taktis dan keuntungan strategis intervensi. Peneliti berargumen bahwa AS menggunakan intervensi perubahan rezim tertutup karena pertimbangan taktis AS di Suriah dan rekam jejak di negara-negara target sebelumnya dan pertimbangan keuntungan strategis akan hasil yang didapat di Suriah serta posisi negara-negara rival membuat AS enggan menggunakan operasi terbuka dan memilih operasi tertutup.

Foreign-Imposed Regime Change is one of the United States’ (US) security policy instruments to pursue their national security interests. During the Syrian Civil War, the US intervenes with a purpose of overthrowing the incumbent Syrian government. The US uses a covert regime change for that purpose. This research is aiming at answering the question of “why does the US use a covert regime change instead of an overt regime change in Syria?” This research relies on qualitative approach to answer the research question and uses primary and secondary data collected from official documents and open-source information. This research employs the concept of the strategic logic of regime change developed by Lindsey O’Rourke (2018; 2019) to analyze the case. This research focuses on the tactical considerations and strategic benefits of an intervention and argues that US uses covert regime change operation because of the heavy cost of their previous overt regime change polices in Afghanistan, Iraq, and Libya as well as the fear of rival states’ intervention, especially from Russia, in Syria that might endanger their current geopolical standing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizky Nur Kamrullah
"ABSTRAK
Peran aktor non-negara di dalam politik dunia kontemporer semakin penting bagi dinamika politik global. Pasca peristiwa 9/11, perhatian para akademisi maupun praktisi dalam bidang studi-studi keamanan internasional tertuju pada aktor non-negara yang sering diklasifikasikan sebagai kelompok atau organisasi teroris. Karakter penggunaan kekerasan yang erat kaitannya dengan aktor ini membuat mereka dapat di klasifikasikan sebagai violent non-state actor VNSA . Tak dapat dipungkiri, bahwa aktor ini juga mampu berperan membentuk kebijakan keamanan aktor negara dan memprovokasi negara untuk berperang. Oleh karena itu, artikel ini akan menjadikan kasus keterlibatan Jabhat al Nusra; salah satu aktor non-negara yang berafiliasi dengan Al Qaeda; pada konflik sipil bersenjata di Suriah, sebagai salah satu fenomena yang menggambarkan peran dan pengaruh aktor non-negara yang berkekerasan dalam mempengaruhi sikap atau perilaku negara. Tulisan ini berusaha untuk menunjukkan faktor-faktor apa saja yang memungkinkan Jabhat al Nusra mampu menjadi aktor penting dalam pusaran konflik bersenjata di Suriah sehingga mempengaruhi dinamika kebijakan luar negeri aktor negara; khusunya intervensi Amerika Serikat dalam konflik tersebut. Artikel ini berargumen bahwa kondisi lingkungan kenegaraan di Suriah yang rentan fragile statehood dan karakter dari aktor non-negara itu sendiri yang memiliki potensi politik global global actorness , merupakkan faktor-faktor yang menjadikan Jabhat al Nusra mampu berkembang menjadi aktor yang utama di dalam jajaran pemberontak, sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap strategi Amerika Serikat mendukung gerakan oposisi terhadap pemerintahan Bashar al Assad di Suriah.

ABSTRACT
The role of non state actor in contemporary world politics is increasingly important. After 9 11, scholars of security study and security practitioners begin to concern about the non state actors which usually called as terrorist group or terrorist organization. The use of violence by those actors makes them can be classified as Violent Non state Actor VNSA . It cannot be denied that VNSAs activity can affect the state security policy and provoke state to war against them. Therefore, this paper will examine Jabhat al Nusra mdash as an actor with tied to Al Qaeda mdash involvement in the Syrian armed conflict, as a phenomenon that illustrates the role and influence of VNSA in affecting state behavior. This paper will try to show any factors that allow Jabhat al Nusra capabilities to be an important actor on the conflict dynamics. This paper argue that statehood condition in Syria mdash which is encourage the development of VNSA mdash and VNSA global politics potential character, were the factors that made Jabhat al Nusra can grow to be a main actor in the rebel ranks and affecting the United States policy to support the opposition in the Syrian armed conflict. "
2017
T49609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsam
"Tesis ini bertujuan untuk mengeksplorasi keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik Suriah. Adapun fokus penelitian dalam tesis ini adalah intervensi yang dilakukan AS dalam konflik Suriah 2011-2016 serta kepentingan yang hendak dicapai AS di Suriah. Sehingga ada tiga konsep teori yang digunakan yakni teori konflik, intervensi dan kepentingan nasional. Menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian Library Research, maka penelitian ini menemukan bahwa konflik Suriah telah menjadi konflik berkepanjangan akibat keikutsertaan negara regional maupun internasional seperti AS. Dimulai dikota Deraa hingga hampir seluruh wilayah Suriah. Dimulai dari konflik pertentangan rezim hingga perebutan pengaruh dan unjuk kekuasaan. Keikut sertaan AS dalam mengintervensi Suriah dengan jalan HAM yang diawali dengan upaya-upaya diplomatik, kemudian AS melakukan intervensi dalam bentuk tindakan yang terselubung, hingga berujung pada Intervensi untuk unjuk kekuasaan dan Intervensi dalam bentuk dukungan kepada pemberontak serta jalan terakhir adalah Intervensi militer. Adapun penyebab AS melakukan intervensi di Suriah disebabkan karena adanya kepentingan diantaranya adalah Defence Interest, Ekonomi Interest, World Order Interest dan Ideologi Interest.

The aim of this thesis is to explore the involvement of the United States in Syria conflict. The focus of research in this thesis is the intervention of the United States on Syria conflict in 2011-2016. So, this thesis employs three theoretical concept namely conflict theory, intervention theory, national interest theory. In this research, descriptive qualitative analytical method is used to obtain the data through the library research, this study found out that the Syria conflict has been a prolonged conflict due to the participation of regional and international countries such as United States. The conflict starting in the city of Deraa to almost the entire territory of Syria. Starting from conflict of regime to struggle for influence and show of power. The United States who participated in intervening of Syria by the human rights beginning with diplomatic efforts, and the United States intervene with the form of a veiled act, until it culminates in an intervention for a show of power, and intervention in the form of support to the rebels and the last intervention is military intervention. The intervention of United States in Syria is caused by the interests of which are defense interest, interest economics, world order interest and interest ideology.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T49024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Laili Marwansyah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan di balik kerja sama Turki dan Uni Eropa dalam mengatasi pengungsi Suriah. Selain beberapa alasan yang mendasari terjadinya kerja sama antar keduanya, penelitian ini juga memaparkan mengenai bentuk-bentuk kerja sama yang dilakukan oleh Turki dan Uni Eropa untuk menanggulangi permasalahan pengungsi Suriah tersebut. Berdasarkan data UNHCR tahun 2018, Turki menjadi negara yang menerima pengungsi Suriah paling banyak dibandingkan negara tetangga Suriah lainnya. Akibat penerapan kebijakan pintu terbuka (Open Door Policy) yang dilakukan Turki, jumlah pengungsi Suriah semakin bertambah setiap tahun hingga akhirnya masuk ke negara-negara di kawasan Uni Eropa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Turki menjalin kerja sama bilateral dengan Uni Eropa salah satunya dengan cara meminta bantuan luar negeri kepada Uni Eropa. Kesediaan Uni Eropa memberikan bantuan kepada Turki disertai dengan beberapa motif demi menguntungkan pihak Uni Eropa. Penjabaran mengenai alasan dan bentuk kerja sama antara Turki dan Uni Eropa dianalisis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Untuk mengetahui apa saja bentuk bantuan yang diberikan sebagai upaya kerja sama antara Turki dan Uni Eropa, maka digunakan teori kerja sama internasional (international cooperation). Sementara untuk mengetahui alasan di balik kerja sama tersebut digunakan konsep pendekatan berupa motif (motives). Data diperoleh melalui literatur yang sudah tersedia karena termasuk dalam penelitian kepustakaan. Penelitian ini menemukan hasil bahwa bentuk kerja sama Turki dan Uni Eropa dalam upaya mengatasi pengungsi Suriah meliputi dikeluarkannya kebijakan untuk mengontrol laju arus pengungsi Suriah yang masuk ke wilayah Turki dan Uni Eropa. Selain itu, bentuk kerja sama lainnya ialah pemberian bantuan luar negeri oleh Uni Eropa kepada Turki untuk para pengungsi Suriah. Sementara alasan dilakukannya kerja sama di antara keduanya ialah mencakup enam kategori motif: kemanusiaan, ekonomi, stratejik, identitas, ideologi, dan kondisi lingkungan.

The aim of this study is to find out the motives behind Turkey and European Union cooperation in dealing with Syrian refugees. In addition, this study also explained the forms of cooperation carried out by Turkey and European Union in dealing with the problems of Syrian refugees. Based on UNHCR data in 2018, Turkey was the country that hosted Syrian refugees the most, compared to other neighboring Syrian countries. As a result of the implementation of the Open Door Policy carried out by Turkey, the number Syrian refugees continued to increase every year as they finally reached some other countries in the European Union. To overcome this problem, Turkey has made a bilateral cooperation with the European Union one of which is by requesting foreign aid to the European Union. The willingness of the European Union to provide assistance to Turkey is accompanied by several motives to benefit the European Union. The description of the reasons and forms of cooperation between Turkey and the European Union is analyzed using qualitative research methods with a descriptive analysis approach. To find out what forms of assistance are provided as collaborative efforts between Turkey and the European Union, the theory of international cooperation is used. While to find out the reasons behind this cooperation, the concept of approach is used in the form of motives. Data is obtained through literature that is already available because it is included in library research. This study found results that form the cooperation of Turkey and the European Union in an effort to overcome Syrian refugees including the issuance of policies to control the flow of Syrian refugees entering the territory of Turkey and the European Union. In addition, another form of cooperation is the provision of foreign aid by the European Union to Turkey for Syrian refugees. While the reason for the cooperation between both of them contained six categories of motives: humanitarian, economical, strategic, ideology, identity, and environment."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Abigail Natalia
"Perang AS di Afghanistan diawali oleh peristiwa terorisme 9/11 yang menyerang AS. Sebagai respons, AS melakukan invasi terhadap Afghanistan sebagai tempat bernaung dari organisasi pelaku utama aksi terorisme tersebut, al-Qaeda. Perang tersebut kemudian berlangsung selama hampir 20 tahun hingga AS akhirnya menarik mundur pasukannya secara penuh dari Afghanistan pada tahun 2021, dibawah pemerintahan Joe Biden. Keputusan penarikan mundur ini merupakan bentuk komitmen AS dalam menepati Perjanjian Doha, perjanjian damai AS-Taliban, yang telah ditandatangani oleh AS pada masa pemerintahan Trump. AS tetap memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari Afghanistan meskipun Taliban tidak menunjukkan komitmennya dari Perjanjian Doha. Dengan demikian, penelitian ini berupaya untuk menjelaskan dan menganalisis faktor-faktor yang melandasi keputusan penarikan mundur AS dari Afghanistan pada tahu 2021. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan kerangka teori realisme neoklasik. Argumen utama dari penelitian ini adalah faktor yang melandasi keputusan AS untuk mundur dari Afghanistan ditentukan oleh faktor sistem internasional dan faktor domestik. Pada tingkat sistem internasional, distribusi kekuatan relatif, clarity, dan sifat lingkungan strategis AS menentukan tekanan dari sistem internasional bagi AS. Pada tingkat domestik, keputusan AS dilatarbelakangi oleh persepsi pemimpin, yaitu Joe Biden dan institusi domestik AS. Ketidakpastian yang ditunjukkan oleh variabel sistem internasional kemudian diintervensi oleh variabel domestik sehingga menghasilkan keputusan akhir, yaitu penarikan tentara AS dari Afghanistan secara penuh pada tahun 2021.

The US war in Afghanistan was initiated by the 9/11 terrorist attacks on the US. In response, the US invaded Afghanistan as the home of the main perpetrator organization of the terrorist acts, al-Qaeda. The war then lasted for almost 20 years until the US finally fully withdrew its troops from Afghanistan in 2021, under the Joe Biden administration. The withdrawal decision was a commitment by the US to fulfill the Doha Agreement, the US-Taliban peace deal, which was signed by the US during the Trump administration. The US still decided to withdraw its troops from Afghanistan despite the Taliban's lack of commitment to the Doha Agreement. Thus, this study seeks to explain and analyze the factors underlying the decision to withdraw US troops from Afghanistan in 2021. This study uses a qualitative research methodology with the theoretical framework of neoclassical realism. The main argument of this study is that the factors underlying the US decision to withdraw from Afghanistan are determined by international system factors and domestic factors. At the international system level, the distribution of relative power, clarity, and the nature of the US strategic environment determine the pressure from the international system for the US. At the domestic level, the US decision was motivated by the perception of the leader, Joe Biden, and US domestic institutions. The uncertainty indicated by international system variables is then intervened by domestic variables to produce the final decision, which is the full withdrawal of US troops from Afghanistan in 2021."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angle Caroline
"Sanksi merupakan alat kebijakan luar negeri yang digunakan ketika diplomasi tidak lagi efektif. Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu negara yang sudah menggunakan sanksi sejak abad ke-19, salah satunya terhadap Kuba. Secara historis, AS dan Kuba merupakan dua negara yang telah menjalin hubungan, terutama dalam bidang ekonomi. Namun, semua ini berubah ketika Fidel Castro memerintah Kuba pada tahun 1961 yang melancarkan Revolusi Kuba dan tidak lagi sejalan dengan kepentingan  AS, yaitu mengikuti nilai-nilai liberal. Sebagai respon, AS memberlakukan sanksi ekonomi di bawah sepuluh pemerintahan yang berbeda. Kendati demikian, 17 Desember 2014 menjadi titik balik hubungan kedua negara dengan diumumkannya normalisasi hubungan oleh kedua belah pihak. Dengan demikian, penelitian ini berupaya menjelaskan dan menganalisis faktor-faktor yang membawa AS pada keputusan normalisasi hubungan dengan Kuba. Penelitian ini pun menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan kerangka teori realisme neoklasik. Argumen utama dari penelitian ini adalah keputusan AS melakukan normalisasi hubungan dengan Kuba ditentukan oleh faktor sistemik dan domestik. Pada tingkat sistemik, distribusi kapabilitas relatif AS, sifat lingkungan strategis AS, dan  menentukan tekanan sistem bagi AS. Kemudian, pada tingkat domestik, keputusan tersebut dipengaruhi oleh aktor domestik, polarisasi politik domestik dan tantangan politik pada pemerintahan Obama, serta respon pemerintahan Obama terhadap dinamika politik domestik terkait hubungan AS dan Kuba.

Sanction is a foreign policy tool used when diplomacy fails to be effective. The United States (US) is one of the countries that has been using sanctions since the 19 century, including against Cuba. Historically, US and Cuba had established relations, particularly in the economic field. However, this all changed when Fidel Castro became the leader of Cuba in 1961 and carried out the Cuban Revolution. Such action was not in line with the US interest which aimed to promote liberal values. In response, US imposed economic sanctions under ten different administrations. Nevertheless, December 17, 2014, marked a turning point of the relationship between these two countries with the announcement of the normalizations of relations. Therefore, this study aims to explain and analyze the factors that led US to the decision of normalizing relations with Cuba. This research utilizes a qualitative research methodology with a framework of neoclassical realism theory. The main argument of this study is that the decision of US to normalize relations with Cuba is determined by systemic factors that are intervened by domestic factors, resulting in the decision of normalization. At the systemic level, the relative distribution of power, the geographic proximity between US and Cuba, as well as the geopolitical context and international events, exert structural pressure on US. At the domestic level, the decision is influenced by domestic actors, political polarization and challenges within the Obama administrations, as well as the Obama administration’s response to the domestic political dynamics related to US-Cuba relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazilah Qothrunnada
"Latar belakang penulisan karya ilmiah ini berawal dari ketertarikan penulis tentang fenomena Arab Spring yang menjadi awal kemunculan dari konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah, khususnya Suriah. Konflik-konflik ini mengakibatkan penduduk Suriah harus mengungsi di negara lain. Jerman menjadi negara Eropa pertama yang menerima para pengungsi Suriah dengan tangan terbuka. Hal ini berbeda dengan tanggapan negara-negara Timur Tengah yang tidak terlalu terbuka dalam menerima para pengungsi Suriah. Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Penulis menggunakan metode ini dengan pendekatan studi pustaka yang bersumber dari surat kabar, jurnal, dan buku mengenai pengungsi Suriah di Jerman. Temuan sementara yang penulis dapat sampaikan bahwa alasan penduduk Suriah mengungsi di Jerman antara lain karena perang saudara dan juga fenomena ISIS yang muncul di negara tersebut. Para pengungsi ini memilih negara Jerman untuk dijadikan tempat mengungsi karena Jerman sangat terbuka dalam menerima pengungsi. Hal ini dilakukan Jerman karena pengalaman di masa lalu yang pernah merasakan menjadi pengungsi dan juga pernah menampung pengungsi dalam jumlah besar. Para pengungsi Suriah di Jerman tidak hanya ditangani oleh pemerintah Jerman saja, akan tetapi lembaga UNHCR juga turut berperan dalam menangani para pengungsi. Hingga saat ini terdapat beberapa masalah yang dirasakan oleh para pengungsi Suriah di Jerman, namun tidak menghalangi mereka untuk tetap tinggal di sana.

This journal is written based on Arab Spring phenomenon around the Middle East. This phenomenon became the beginning of the conflicts in the Middle East especially in Syria. These conflicts led to Syrian people must be fled in other countries. Germany became the first European country that receives Syrian refugees with an open arms. Contrast with the responses of the Middle Eastern countries that are not too open in accepting Syrian refugees. This journal uses descriptive method. The author uses this method with the approach of literature sourced from newspapers, thesis, and books about the Syrian refugees in Germany. The research results in the hypothesis that the Syrian refugees reasons to flee in Germany are because the civil war and ISIS phenomenon in that state. The Syrian people choose Germany to be an assylum for them is because Germany accepting them with open arms. Germany did that based on their history and experience in accepting refugees. Syrian refugees in Germany are not only handled by the government, but UNHCR also played a role in handling the refugees. Until now there are some problems perceived by the Syrian refugees in Germany, but it did not deter them to stay there.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Meidy Amanda
"ABSTRAK
Studi ini menganalisis tindakan Amerika Serikat yang tidak menunjukkan komitmen yang kuat dalam aliansinya dengan Jepang. Studi ini menggunakan teori dilema aliansi yang dapat mempengaruhi perilaku negara sehingga mempengaruhi komitmen negara dalam aliansi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelusuran causal-process tracing (CPT) dengan pengambilan data melalui studi kepustakaan. Analisis tersebut memberikan hasil bahwa komitmen Amerika Serikat yang samar dipengaruhi oleh dilema aliansi yang dialami Amerika Serikat. Lima faktor penentu dilema aliansi oleh Snyder secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu ketergantungan langsung dan tidak langsung. Ketergantungan langsung adalah tingkat ketergantungan yang meliputi empat hal. Pertama, ketergantungan militer Amerika Serikat yang rendah terhadap Jepang; kedua kemampuan Jepang dalam memberikan bantuan; ketiga tingkat ketegangan dan konflik dengan musuh; dan keempat alternatif yang dimiliki Amerika Serikat untuk beraliansi kembali. Sedangkan ketergantungan tidak langsung yaitu, kepentingan strategis Amerika Serikat, tingkat kejelasan dalam perjanjian, perbedaan kepentingan aliansi dalam konflik, dan perilaku aliansi (behavioral record) Jepang. Analisis tersebut menunjukan Amerika Serikat memiliki ketergantungan langsung dan tidak langsung yang rendah. Akibatnya, Amerika Serikat lebih takut terjebak (entrapped) dalam aliansinya dengan Jepang. Untuk menghindari hal tersebut Amerika Serikat memberikan komitmen yang lemah (defect) dengan cara mendorong peningkatan kapabilitas militer Jepang.

ABSTRACT
This study analyzes the actions of the United States which show a vague commitment in its alliance with Japan. Using alliance dilemma theory which can influence the behavior of the state, particularly the commitment of the state in the alliance. This research is a qualitative study using a causal-process tracing (CPT) method by collecting data through literature studies.. The analysis shows that the United States' commitment is vaguely influenced by the dilemma of alliance experienced by the United States. The five determinants of the alliance dilemma by Snyder are broadly divided into two categories: direct and indirect dependence. Direct dependence is the level of dependency which includes four things. First, the US military's low dependence on Japan; second Japanese ability to provide assistance; third level of tension and conflict with the enemy; and fourth, an alternative owned by the United States to realignment. Indirect dependence are; the strategic interests of the alliance, the degree of explicitness in the alliance agreement, the degree to which the allies' interests that are in conflic, and behavior record of alliances. The analysis shows that the United States has a low direct and indirect dependence to Japan. As a result, the United States is more afraid of being trapped in its alliance. To avoid this, the United States has a strategy of defect by encouraging an increase in Japanese military capabilities."
2019
T54148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>