Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142883 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Isti Amirtha
"ABSTRAK
Ekstrak kulit batang salam mengandung tanin dan flavonoid yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Kemampuan senyawa tanin dan flavonoid dapat diformulasikan menjadi gel hand sanitizer. Tujuan penelitian adalah menentukan konsentrasi hambat minimal KHM ekstrak kulit batang salam, memformulasikan dan mengevaluasi gel hand sanitizer, serta mengetahui efektivitas gel terhadap bakteri di telapak tangan. Basis gel dioptimasi dengan membuat tiga perbandingan antara karbomer dan trietanolamin. Kemudian dipilih basis gel terbaik, diformulasikan dengan ekstrak kulit batang salam. Uji stabilitas fisik dilakukan terhadap gel hand sanitizer yang mengandung ekstrak kulit batang salam 4,04 F1 dan 7,77 F2 , disimpan pada suhu 4 2 C, 27 2 C dan 40 2 C selama 12 minggu. Efektivitas gel hand sanitizer F1 dan F2 diujikan pada telapak tangan 30 responden. Dari penelitian diperoleh nilai KHM ekstrak kulit batang salam adalah 3,12 . Berdasarkan optimasi basis gel, basis gel terbaik diperoleh dari perbandingan karbomer dan trietanolamin 1 : 4 dengan pH 5,50. Gel hand sanitizer F1 dan F2 menunjukkan stabilitas yang baik selama 12 minggu. Uji efektivitas gel hand sanitizer menunjukkan F2 cenderung menurunkan jumlah bakteri P= 0,125 lebih banyak dibandingkan F1 P= 1,000 . Berdasarkan uji hedonik, responden lebih menyukai gel hand sanitizer F2 dibandingkan F1. Berdasarkan keseluruhan hasil, gel hand sanitizer F2 lebih baik dibandingkan F2.

ABSTRACT
Salam bark extract contains tannins and flavonoids that can inhibit the growth of Staphylococcus aureus. The ability of two compounds can be formulated into hand sanitizer gel. The objectives of study were determining minimum inhibitory concentration MIC of salam bark extract, formulating and evaluating the hand sanitizer gel, as well as studying the gel effectiveness against bacteria on the palms. Gel base was optimized by preparing three formulas containing carbomer and triethanolamine in different ratio. The best gel formula was mixed with salam bark extract. Physical stability of hand sanitizer gel containing 4.04 F1 and 7.77 F2 salam bark extract was carried out at 4 2 C, 27 2 C, and 40 2 C for 12 weeks. The effectiveness of F1 and F2 hand sanitizer gel were examined on palms of 30 respondents. The results showed that MIC of salam bark extract was 3.12 . Based on the gel base optimization, the best gel base was containing carbomer and triethanolamine in the ratio of 1 to 4 with pH of 5.50. The F1 and F2 hand sanitizer gel gave good stability for 12 weeks. The antibacterial effectiveness study showed that F2 hand sanitizer gel tended to decrease amount of bacteria P 0.125 better than that F1 P 1.000 . Based on the hedonic study, F2 hand sanitizer gel was more preferred than F1. According to all of the results, it could be concluded that the F2 hand sanitizer gel was much better than the F1."
2017
S69785
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Bonita
"Infeksi MRSA belum dapat ditangani secara efektif. Pilihan terapi yang saat ini digunakan adalah vankomisin, clindamycin, atau trimethoprim-sulfomethoxazole TMP-SMX . Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antimikroba ekstrak kulit batang Aleurites moluccana L. willd terhadap MRSA dengan harapan dapat dijadikan pengobatan alternatif untuk infeksi MRSA. Ekstrak kulit batang A. moluccana diketahui memiliki zat aktif 3-acetyl aleuritolic acid yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Ekstrak kulit batang A. moluccana dilarutkan dengan methanol, kemudian diencerkan dengan konsentrasi 50 g/mL, 100 g/mL, 200 g/mL, 400 g/mL, dan 800 g/mL. Pengujian dilakukan dengan metode difusi cakram, kemudian dibandingkan dengan clindamycin 20 g/mL sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Hasil penelitian menunjukkan tidak terbentuk zona hambat pada kelima konsentrasi ekstrak yang diuji. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak yang diuji serta karakteristik tanaman A. moluccana yang tempat tumbuhnya berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya sehingga mempengaruhi kandungan zat aktif dalam tanaman tersebut.

MRSA infection cannot be treated effectively. Treatments being used now are vancomycin, clindamycin, or trimethoprim sulfomethoxazole TMP SMX . This research was conducted to know the antibacterial activity of Aleurites moluccana L. willd stem bark extract against MRSA so it can be used as an alternative treatment for MRSA infection. A. moluccana stem bark extract is known to have 3 acetyl that showed antibacterial activity against Staphylococcus aureus. The extraction of A. moluccana stem bark used methanol as solvent, and then diluted to five different concentration, 50 g mL, 100 g mL, 200 g mL, 400 g mL, dan 800 g mL. The research was conducted with disc diffusion method, and then compared to clindamycin 20 g mL as positive control and aquadest as negative control. The result showed no inhibition zone for all concentration that were tested. This result could be affected by several factors, such as the extract concentration and the different characteristic of the plant according to the plant rsquo s habitat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Fathurrahman
"ABSTRACT
Infectious diseases still become of the main health problems in Indonesia and the treatment still rely on antibacterial drugs which possess wide range of side effects. Papaya leaves are predicted to contain antibacterial activity and can be developed as an alternative treatment against bacterial infection. This study objectives are to determine the antibacterial activity of papaya leaves extract on inhibition of Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA) growth and bactericidal activity against MSSA. Papaya leaves were extracted with Ethanol 96% then filtered and diluted with sterile distilled water until it reach 33%, 22%, 16.5%, and 11% concentration. Minimum Inhibition Concentration (MIC) is obtained if there is no turbidity found inside the microtiter plate and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) is tested using Blood agar and observed for colony growth after incubation in 37o Celsius for 24 hours. The result of this study are, MIC for papaya leaves extract starting at 8.25% concentration. MBC starts from 11% papaya leaves extract concentration. The study shown antibacterial activity of papaya leaves extract, especially against MSSA.

ABSTRACT
Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan penanganannya masih bergantung kepada obat antibiotik yang memiliki banyak efek samping. Ekstrak daun papaya (Carica Papaya) dengan sifat anti bakterinya dapat dikembangkan sebagai alternatif untuk melawan penyakit infeksi oleh bakteri. Studi ini bertujuan untuk mengetahui sifat antibakteri dari ekstrak daun pepaya (Carica papaya) dalam Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) bakteri Methicillin Sensitive Streptococcus Aureus (MSSA). Daun pepaya diekstrak menggunakan Ethanol 70% lalu di saring dan dilarutkan menggunakan aquades steril hingga mencapai konsentrasi 33%, 22%, 16.5%, dan 11%.
KHM ditentukan dengan ditidaktemukannya kekeruhan didalam plat microtiter, sedangkan untuk menentukan KBM dilakukan dengan menanam ulang hasil campuran plat mickrotiter ke agar darah lalu diinkubasi kembali dalam suhu 37o Celsius. Dalam studi ini didapatkan hasil KHM dari ekstrak daun papaya pada konsentrasi 8.25% Sedangkan untuk KBM mulai dari konsentrasi ekstrak 11%. Hasil dari studi ini mengkonfirmasikan kemampuan antibakteri dari daun pepaya terutama dalam melawan MSSA."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Larasati
"Acinetobacter baumannii dan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus merupakan dua dari sekian banyak bakteri yang menginfeksi manusia. Infeksi bakteri tersebut menjadi semakin berbahaya akibat tingginya kejadian resistensi bakteri tersebut terhadap antibiotik. Keterbatasan antibiotik yang tersedia menyebabkan perlunya penggunaan bahan alternatif sebagai antibiotik, antara lain tanaman herbal yang banyak djumpai di Indonesia sebagai kekayaan hayati. Kalanchoe pinnata merupakan salah satu tanaman herbal yang sering digunakan untuk menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun Kalanchoe pinnata terhadap Acinetobacter baumannii dan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Penelitian ini dilakukan di Departemen Mikrobiologi dan Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Daun Kalanchoe pinnata diekstraksi dengan etanol. Sampel bakteri diambil secara acak dari koleksi kultur bakteri yang diisolasi dari pasien. Uji kepekaan dilakukan dengan metode mikrodilusi. Kalanchoe pinnata mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Acinetobacter baumannii dan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minimum ekstrak daun Kalanchoe pinnata terhadap Acinetobacter baumannii sebesar 144,9 mg/ml dan 289,8 mg/ml, sedangkan terhadap Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus sebesar 144,9 mg/ml; dengan Konsentrasi Bunuh Minimum yang tidak dapat ditentukan.

Acinetobacter baumannii and Methicillin Resistant Staphylococcus aureus are two out of many human infecting bacteria. These bacterial infections are becoming more threatening due to their high resistance towards antibiotics. This condition leads to a challenge in searching alternative substances that can be utilized as antibiotics. One way to obtain the substance is from herbs that are found all around Indonesia as its national plant heritage. Cocor Bebek Kalanchoe pinnata is one of the herbs that is often used to treat infections. The aim of this study is to investigate the antibacterial activity of leaves extract of Kalanchoe pinnata against Acinetobacter baumannii and Methicillin Resistant Staphylococcus aureus. This study was conducted at The Department of Microbiology and Pharmacy, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. Leaves of Kalanchoe pinnata were extracted using ethanol as solvent. Bacterial samples were selected randomly from a culture collection isolated from patients. Susceptibility test was done by broth microdilution method. Kalanchoe pinnata has antibacterial activity against Acinetobacter baumannii and Methicillin Resistant Staphylococcus aureus. The Minimum Inhibitory Concentration and Minimum Bactericidal Concentration of Kalanchoe pinnata leaves extract against Acinetobacter baumannii are 144.9 mg ml and 289.8 mg ml, while for Methicillin Resistant Staphylococcus aureus is 144.9 mg ml unfortunately, its MBC cannot be determined.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erina Nindya Lestari
"Infeksi bakteri Methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi di Asia, khususnya Indonesia dengan kepadatan penduduk yang juga tinggi sehingga berpengaruh terhadap penyebaran penyakit infeksi ini. Hingga saat ini, vankomisin merupakan antibiotik yang dapat digunakan untuk menangani infeksi MRSA. Untuk itu, perlu dikembangkan alternatif antibiotik agar dapat mencegah peningkatan penyakit infeksi akibat MRSA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun kayu ulin Eusideroxylon zwageri terhadap MRSA dengan melihat konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM.
Penelitian menggunakan metode makrodilusi ekstrak daun kayu ulin Eusideroxylon zwageri dan antibiotik vankomisin sebagai pembanding. Konsentrasi bakteri MRSA dalam penelitian ini sesuai dengan Mc Farland 0,5. Hasil penelitian menunjukkan terjadi kekeruhan pada tabung di setiap konsentrasi dan tumbuh koloni bakteri pada agar Mueller Hinton yang menunjukkan adanya bakteri MRSA. Oleh karena itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun kayu ulin Eusideroxylon zwageri pada konsentrasi 1280 g/mL hingga 0,625 g/mL tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap MRSA.

Bacterial infection of Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA is one of the health problem with high prevalence in Asia, especially Indonesia with high population density that influence the spread of this infectious disease. Until now, vancomycin is an antibiotic that can be used to treat MRSA infection. It is necessary to develop alternative antibiotic in order to prevent the increase of infection due to MRSA. This study was conducted to determine the antibacterial activity of ironwood Eusideroxylon zwageri leaf extract against MRSA to see the minimum inhibitory concentration MIC and the minimum bactericidal concentration MBC.
This research used macrodilution method with ironwood Eusideroxylon zwageri leaf extract and vancomycin as a comparison. Concentration of MRSA in this study based on Mc Farland 0,5. The results showed turbidity occured in tubes at each concentrations and bacterial colonies grown on Mueller Hinton Agar that indicate the presence of MRSA. Therefore, from this study we can conclude that the ironwood Eusideroxylon zwageri leaf extract at concentration of 1280 g mL until 0,625 g mL do not have antibacterial activity against MRSA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sharon Hanandi
"Di Indonesia, penyakit infeksius, seperti diare memiliki prevalensi yang cukup tinggi, yaitu berada pada rentang 8–12,3% yang jika tidak ditangani dengan benar dapat menyebabkan kematian. Sabun cuci tangan cair antibakteri dapat digunakan untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit infeksius. Bahan aktif yang umum digunakan dalam sabun antibakteri adalah triklosan, tetapi triklosan memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dari sabun biasa serta dapat menyebabkan resistensi. Nanopartikel perak (AgNP) memiliki kemampuan antibakteri yang lebih baik karena dapat menghancurkan bakteri dengan merusak dinding sel. AgNP mudah beragregasi sehingga dibutuhkan penstabil, yaitu polivinil alkohol (PVA). Penelitian ini bertujuan untuk membuat sabun cuci tangan cair antibakteri dan membandingkan efektivitasnya dengan sabun yang telah beredar. AgNP dibuat dengan menggunakan metode reduksi kimia antara perak nitrat dengan natrium borohidrida. Karakterisasi AgNP dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, PS, TEM, dan AAS. Formulasi sabun dievaluasi, meliputi uji organoleptis, pH, viskositas, kadar Ag, ketinggian busa, dan bobot jenis yang kemudian dilihat stabilitasnya selama 28 hari. Diperoleh nanopartikel perak berukuran 65,4 nm dengan nilai indeks polidispersitas 0,543, serapan UV pada panjang gelombang 404,2 nm, kadar Ag 39,405 mg/Kg, dan zeta potensial sebesar -22,25 mV. Formulasi sabun yang dibuat memenuhi kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI) dan stabil selama 28 hari. Nilai koefisien fenol yang baik didapatkan pada F2, yaitu sebesar 0,1 pada S. typhi; 0,4 pada E. coli, dan 0,01 pada S. aureus dimana sabun ini memiliki efektivitas yang lebih tinggi pada E. coli dibandingkan dengan sabun yang telah beredar. Maka itu, F2 dapat dipertimbangkan sebagai alternatif sediaan sabun cuci tangan antibakteri.

In Indonesia, infectious diseases, such as diarrhea have a fairly high prevalence, in the range of 8–12.3% which if not handled properly can cause death. Antibacterial liquid hand soap can be used to prevent the spread of infectious diseases. The active ingredient commonly used in antibacterial soap is triclosan, but triclosan has the same abilities as ordinary soap and can cause resistance. Silver nanoparticles (AgNP) have better antibacterial ability because they can destroy bacteria by damaging its cell walls. AgNP is easy to aggregate, so a stabilizer is needed, namely polyvinyl alcohol (PVA). This study aims to made antibacterial liquid hand wash and compared its effectiveness with other hand wash that can be found in stores. AgNP was prepared using the chemical reduction between silver nitrate and sodium borohydride. AgNP characterization was carried out using UV-Vis spectrophotometer, PSA, TEM, and AAS. The soap formulations were evaluated, including organoleptic, pH, viscosity, Ag content, foam height, and density tests which were then examined for stability for 28 days. Silver nanoparticles size were 65.4 nm with a polydispersity index value of 0.543, UV absorption at a wavelength of 404.2 nm, Ag content 39.405 mg/Kg, and zeta potential of -22.25 mV. The soap formulation met the Standar Nasional Indonesia (SNI) criteria and was stable for 28 days. A good phenol coefficient value was obtained at F2, which was 0.1 on S. typhi; 0.4 on E. coli, and 0.01 on S. aureus. This sample has a higher effectiveness on E. coli compared to hand wash from stores. Therefore, F2 can be considered as an alternative for antibacterial hand wash."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfira Amalia Deborah
"Antibiotik ialah senyawa yang diproduksi oleh beberapa spesies mikroorganisme, yang memiliki kapasitas untuk menginhibisi pertumbuhan atau membunuh bakteri. Namun, dewasa ini penggunaan antibiotik sangat tidak terkendali dan menimbulkan resistensi. Resistensi antibiotik merupakan masalah yang menjadi serius. Antibiotik yang dahulunya efektif dalam mengobati berbagai penyakit, sekarang telah berkurang ataupun hilang efektifitasnya. Karena terlalu banyaknya kasus resistensi, maka diperlukan suatu senyawa baru yang bisa menghasilkan daya antibakteri. Penemuan antibakteri baru dari senyawa dalam tanaman merupakan salah satu solusi terhadap permasalahan ini. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan adalah tanaman Garcinia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, tanaman Garcinia memiliki aktivitas antibakteri. Pada penelitian ini diteliti potensi aktivitas antibakteri pada tanaman Garcinia latissima.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah daya antibakteri dari ekstrak-ekstrak Garcinia latissima menggunakan metode Konsentrasi Hambat Minimal KHM kemudian dilanjutkan dengan uji bioautografi pada Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak metanol buah dan ekstrak metanol kulit batang tanaman Garcinia latissima terbukti memiliki potensi daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus 2.000 g/mL dan 1.500 g/mL dan ekstrak metanol buah dan etil asetat buah tanaman Garcinia latissima memiliki potensi daya antibakteri terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa 3.000 g/mL . Untuk hasil bioautografi menunjukkan hasil positif dari masing-masing ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri.

Antibiotic is a compound that produced by some species of microorganisms, which have a capacity to inhibit or kill the bacteria. However, nowadays the using of antibiotic become very uncontrolled and caused resistances. Antibiotic resistance is a very serious problem. An antibiotic which is effective to cure the disease in the past, now has decreased and lost its effectivity. Therefore, the new compound is needed to help the resistance problem. The discovered of new antibiotic compound from herbal plants is one of the potential source of antibacterial compound to solve this problem. One of those plants is Garcinia plant. Based on previous research, Garcinia plant has an antibacterial activity.
This research aimed to determine and to investigate the potency of antibacterial activity from Garcinia latissima extracts with Minimal Inhibitory Concentration MIC and Bioautography assay in Pseudomonas aeruginosa and Staphylococcus aureus. Result indicated that the methanol fruit and cortex of Garcinia latissima have a potency of antibacterial in Staphylococcus aureus 2.000 g mL and 1.500 g mL , also methanol and ethyl acetate fruit extracts have a potency of antibacterial in Pseudomonas aeruginosa 3.000 g mL. For the bioautography assay, showed a positive antibacterial effectivity result in each extract.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69753
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Miyajima Anjani
"ABSTRAK
Prevalensi infeksi yang disebabkan oleh methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA sangat tinggi di Asia, salah satunya di Indonesia. Alternatif antimikroba untuk meminimalisasi kemungkinan resistensi terhadap antimikroba lain dari bakteri MRSA perlu dikembangkan, sehingga hasil terapi yang ditimbulkan dapat menjadi lebih efektif. Indonesia memiliki banyak tanaman tradisional yang kandungan fitokimianya terbukti memiliki aktivitas antimikroba, salah satunya adalah Sandoricum koetjape. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui potensi antimikroba dari crude ekstrak daun Sandoricum koetjape terhadap bakteri MRSA ini menggunakan metode makrodilusi dengan menentukan Konsentrasi Hambat Minimum KHM dan Konsentrasi Bunuh Minimum KBM . Ekstrak tanaman pada larutan Brain Heart Infusion BHI menunjukkan warna keruh dan pada Mueller Hinton Agar MHA menunjukkan pertumbuhan koloni bakteri pada konsentrasi 1280 ?g/mL, 640 ?g/mL, 320 ?g/mL, 160 ?g/mL, 80 ?g/mL, 40 ?g/mL, 20 ?g/mL, 10 ?g/mL, 5 ?g/mL, 2,5 ?g/mL, 1,25 ?g/mL, dan 0,625 ?g/mL. Hasil penelitian crude ekstrak daun Sandoricum koetjape tidak memiliki potensi antimikoba terhadap bakteri MRSA.

ABSTRACT
Prevalence of infection caused by methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA is very high in Asia, including Indonesia. Antimicrobial alternative for minimalizing the resistance probability of another antimicrobial for MRSA have to be developed so the result of therapy will be more effective. Indonesia has so many tranditional plants that its phytochemical content shown an antimicrobial activity, one of which is Sandoricum koetjape. This research, which aims to know the antimicrobial potency of crude leaf extract of Sandoricum koetjape to MRSA, used macrodillution method to determine the Minimum Inhibitory Concentration MIC and Minimum Bactericidal Concentration MBC . The crude extract on Brain Heart Infusion BHI solution showed turbid colour and on Mueller Hinton Agar MHA showed bacterial growth on 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2,5 g mL, 1,25 g mL, and 0,625 g mL concentration. The result is that crude leaf extract of Sandoricum koetjape has no antimicrobial potency to MRSA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dela Ulfiarakhma
"Penyakit infeksi masih menjadi masalah terbesar di banyak negara, salah satunya infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA . Meskipun vankomisin merupakan antibiotik standar dalam mengobati infeksi MRSA, terdapat kekhawatiran munculnya galur yang resisten terhadap vankomisin, sehingga diperlukan pengembangan antibiotik alternatif untuk pengobatan MRSA yaitu dengan ekstrak daun sukun Artocarpus communis yang telah terbukti memiliki efek antibakteri berdasarkan penelitian terdahulu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun A. communis terhadap MRSA.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vitro menggunakan metode makrodilusi. Uji aktivitas antibakteri ekstrak A. communis dilakukan dengan mencampurkan suspensi bakteri dan ekstrak kasar daun A. communis berkonsentrasi 1280 ?g/mL, 640 ?g/mL, 320 ?g/mL, 160 ?g/mL, 80 ?g/mL, 40 ?g/mL, 20 ?g/mL, 10 ?g/mL, 5 ?g/mL, 2,5 ?g/mL, 1,25 ?g/mL, dan 0,625 ?g/mL, kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Uji diulang sebanyak dua kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tabung menghasilkan cairan yang keruh. Setelah larutan dari masing-masing tabung dikultur pada agar Mueller-Hinton, ditemukan pertumbuhan koloni bakteri pada seluruh agar. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi hambat minimum KHM dan konsentrasi bunuh minimum KBM ekstrak daun A. communis terhadap MRSA tidak ditemukan pada konsentrasi 1280 ?g/mL hingga 0,625 ?g/mL.

Infectious disease still remains a major problem in many countries, one of which is Methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA infection. Although vancomycin is used to treat MRSA infection, there is concern about vancomycin resistant strain. Thus, the development of new alternative antibiotic such as breadfruit Artocarpus communis leaf rsquo s extract, which has antibacterial effect according to previous researches, is needed for more effective MRSA treatment. This research aims to know the antibacterial activity of A. communis leaf rsquo s extract towards MRSA.
This in vivo experimental research uses macrodilution method which is performed by mixing bacterial suspension and A. communis leaf rsquo s crude extract with concentration of 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2,5 g mL, 1,25 g mL, and 0,625 g mL, then incubated at temperature of 37o C for 24 hours.
The result shows that all tubes give cloudy solution. After all of concentration from each tubes is cultivated in Mueller Hinton agar, the growth of bacteria colony was found in all agar. In conclusion, minimum inhibitory concentration MIC and minimum bactericidal concentration MBC of A. communis leaf rsquo s extract towards MRSA cannot be obtained at the concentration range from 1280 g mL to 0,625 g mL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hiradipta Ardining
"ABSTRAK
Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus MRSA merupakan strain S aureus yang resisten terhadap antibiotik golongan beta-laktam. Antibiotik yang efektif untuk mengobati MRSA adalah vankomisin, yang bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel bakteri. Namun, strain yang resisten terhadap vankomisin mulai bermunculan, sehingga dibutuhkan obat alternatif untuk melawan infeksi MRSA. Pada penelitian ini, diteliti aktivitas antibakteri ekstrak daun Samanea saman KHM dan KBM terhadap MRSA karena tanaman ini sering digunakan untuk pengobatan herbal dan sudah diteliti memiliki aktivitas antimikroba terhadap organisme tertentu. Penelitian ini menggunakan metode makrodilusi, dimana ekstrak daun Samanea saman pada konsentrasi 1280 g/mL, 640 g/mL, 320 g/mL, 160 g/mL, 80 g/mL, 40 g/mL, 20 g/mL, 10 g/mL, 5 g/mL, 2.5 g/mL, 1.25 g/mL, dan 0,625 g/mL, dicampur dengan suspensi MRSA 0,5 McFarland didalam tabung reaksi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun Samanea saman tidak memiliki KHM maupun KBM terhadap MRSA dalam rentang konsentrasi didalam percobaan ini.

ABSTRACT
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus MRSA is one of S aureus strain which is resistant to beta lactam antibiotics. The effective antibiotic towards MRSA is vancomycin, which works by inhibiting the synthesis of bacteria rsquo s cell wall. However, vancomycin resistant strain starts to emerge, thus an alternative drug to cure MRSA infection is needed. In this research, the antibacterial activity of Samanea saman rsquo s leaf crude extract was assessed because this plant is usually used for herbal treatment and has antimicrobial activity towards several organisms. This research used macrodilution method, in which Samanea saman rsquo s leaf crude extract with concentration of 1280 g mL, 640 g mL, 320 g mL, 160 g mL, 80 g mL, 40 g mL, 20 g mL, 10 g mL, 5 g mL, 2.5 g mL, 1.25 g mL, and 0,625 g mL, were mixed with 0,5 McFarland MRSA suspension in reaction tubes. From this research, it can be inferred that Samanea saman rsquo s crude leaf extract does not have MHC and MIC toward MRSA in the concentration range of this research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>