Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204223 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gladys Dwiani Tinovella Tubarad
"Latar Belakang : Pembelajaran keterampilan komunikasi pada tahap akademik seringkali tidak diterapkan di tahap klinik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi proses komunikasi mahasiswa dalam melakukan anamnesis di Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta PSKD FKK UMJ secara mendalam.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan terhadap mahasiswa yang sedang melakukan anamnesis dengan pasien di klinik penyakit dalam, dan focus group discussion FGD dengan mahasiswa di stase penyakit dalam. Triangulasi data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dengan staf pengajar di stase penyakit dalam. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan The Calgary Cambridge Observation Guide. Hasil FGD dan wawancara dituliskan dalam bentuk transkrip verbatim lalu dilakukan analisis tematik dan koding. Selanjutnya dilakukan reduksi dan penyajian data.
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kekurangan dalam mengumpulkan informasi, membangun struktur anamnesis, membangun hubungan, dan mengakhiri anamnesis, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan mahasiswa seperti pelatihan keterampilan komunikasi yang meliputi pelatihan pada tahap klinik dan tahap akademik, faktor pesonal, role model, faktor kepercayaan diri, faktor pengetahuan, faktor psikologis, faktor waktu, dan faktor yang berhubungan dengan pasien. Hal ini juga disebabkan karena belum adanya panduan khusus yang digunakan untuk melakukan keterampilan komunikasi.
Kesimpulan : Pembelajaran keterampilan komunikasi di PSKD FKK UMJ sudah diberikan sejak awal pendidikan sampai tahap klinik dan terintegrasi dalam keterampilan anamnesis, namun masih banyak mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak melakukan proses komunikasi dengan baik, yang dipengaruhi oleh faktor mahasiswa dan faktor pasien.

Background: Learning communication skill in undergraduate medical student are not applied into the clinical phase. This study is aimed to explore of clinical clerkship student rsquo s communication process during the medical interview at Faculty of Medicine Muhammadiyah University of Jakarta.
Method: This study used qualitative research methods with phenomenological approach. Data was collected through observation to student clinical clerkship during the medical interview with patient rsquo s polyclinic in internal medicine and focus group discussion with students in internal medicine. Triangulation data through in depth interview with faculty polyclinic in internal medicine. Observation used The Calgary Cambridge Observation Guide. The result of FGD and interview were transcribed verbatim, analysed thematically and coded, to reduce and present the data.
Result: The results obtained in this study indicate that the student has some weakness in gathering information, providing structure, building relationship, and closing the session which can be caused doctor related factors such as communication skill training in academic phase and clinical phase, personality, role model, self confidence, knowladge factors, psychological factors, time factors, and patient related factors. It can also be caused due to the absence of spescific guidelines that are used to perform communication skills.
Conclusion: Communication skill learning in PSKD FKK UMJ were conducted since in undergraduate and clinical phase by integrated in medical interview skills, but students rsquo performance during clerkship showed that their communication skill still need improvement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malisi, Sibroh
"Dalam proses pendidikan tenaga medis melalui fakultas kedokteran diperlukan suatu wadah sebagai rumah sakit lahan pendidikan. RS Islam Jakarta di pilih sebagai salah satu lahan pendidikan tenaga kedokteran oleh Fakultas Kedokteran Universitas YARSI sejak tahun 1996 melalui suatu kerjasama dengan menggunakan Piagam Kesepakatan.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif melalui pendekatan studi kasus Piagam Kesepakatan dengan melakukan telaah dokumen, pengisian kuesioner wawancara mendalam, dan obervasi pada 4 (empat) SMF, yakni SMF Anak, Bedah, Interna dan Kebidanan dan Kandungan, Pimpinan Rumah Sakit dan Pimpinan Fakultas Kedokteran. Fokus analisis penelitian ini adalah pada Piagam Kesepakatan Peserta PSPD, Dosen, Organisasi, buku Panduan, Pelaksanaan dan Evaluasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Piagam Kesepakatan pada dasarnya sudah memadai dari aspek isi. Analisis peserta menunjukkan bahwa jumlah peserta sudah memadai untuk tiap bagian, hanya terlihat kecenderungan peserta yang makin lama makin menurun. Sedangkan analisis dosen menunjukkan bahwa ratio peserta dosen sudah sangat memadai. Analisis organisasi menunjukkan kurangnya kooordinasi dan tumpang tindihnya uraian Analisis organisasi menunjukkan kurangnya koordinasi dan tunpang tindihnya uraian tugas. Perlunya sosialisasi buku panduan, perlunya dilakukan evaluasi secara berkala selama tiap 6 bulan dalam menilai kerjasama yang telah berlangsung selama ini.
Di sarankan agar Piagam Kesepakatan ini dapat segera di perbaharui, melengkapi SMF untuk pendidikan kedokteran sambil meningkatkan koordinasi dan evaluasi proses PSPD di RS Islam Jakarta.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai masukan untuk RS Islam Jakarta dan FK Universitas YARSI, dalam mengembangkan fungsi serta peranannya untuk pendidikan dan pelayanan kepada masyarakat.

A teaching hospital is needed by a Medical Faculty to provide education for medical students in a clerkship stage. Jakarta Islamic Hospital is among one of the teaching hospital of Medical Faculty YARSI University, since 1996 through a cooperation agreements using a Memorandtun of Understanding (MoU).
The design of the research is a qualitative with systematic approach through a case study of the MoU, document reviews, using in-depth interview, andobservation on 4 (four) SMF i.e.: Pediatrics, Surgery, Intern, Obstetrics & Gynecology, Hospital director and Dean of the Medical Faculty.. The focus of this analysis is on the MoU, the students, the lecturer, Organization, Medical Guidance Book, Implementation and Evaluation.
The result of this study showed that the analysis of the MoU and the students basically are suitable, although there were a decreasing trend toward less number. The radio between students and the lecturers were appropriate. And the organizational analysis showed that it needs more, the socialization ofthe Medical guidance book, and periodic evaluation.
The author suggested that the Memorandum of Understanding should be revised soon, to complete the mimber of the SMFs for clerkship, while increasing the coordination and evaluation of the clerkship process in Jakarta Islamic Hospital.
The result of this study hopefully could be used as an input to the Jakarta Islamic hospital and the Medical Faculty of YARSI University in improving its function and role for education and services towards the people.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfina Kharisma Wibowo
"Laboratorium memiliki potensi bahaya dan risiko yang cukup tinggi karena dalam aktivitas pekerjaannya terkait dengan penggunaan bahan-bahan dan peralatan yang berbahaya. Tidak terkecuali di Laboratorium FKUI yang dalam proses kerjanya sering menggunakan bahan-bahan kimia dan biologi. Terdapat berbagai macam upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi risiko K3 di tempat kerja, salah satunya adalah dengan cara memberikan pelatihan K3 guna meningkatkan skill dan pengetahuan para pekerja tentang K3. Sebelum melaksanakan suatu pelatihan maka terlebih dahulu perlu dilakukan analisis kebutuhan pelatihan.
Analisis kebutuhan pelatihan terdiri dari tiga tahap analisis, yaitu analisis organisasi, analisis personal dan analisis tugas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebutuhan pelatihan K3 yang diperlukan oleh para Laboran sehingga pelatihan K3 yang akan diberikan dapat berjalan efektif dan efisien serta dapat menjawab permasalahan terkait K3 di Laboratorium. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif kualitatif. Terdapat 8 informan yang diambil dari 6 Departemen-departemen preklinik FKUI. Metode pengambilan data dilakukan dengan mewawancarai 8 informan, observasi di Laboratorium dan telaah dokumen dari Laboratorium atau Departemen.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa organisasi telah mendukung pelaksanaan K3 di Laboratorium meskipun belum secara maksimal dan merata di semua Laboratorium. Terdapat 4 jenis tugas utama Laboran yaitu membantu praktikum mahasiswa, maintenance rutin alat, administrasi dan membantu penelitian Dosen atau Departemen serta sudah dapat menggambarkan jenis pelatihan yang dibutuhkan. Terkait aspek personal didapatkan bahwa pengetahuan dan keterampilan Laboran akan bahaya dan risiko yang ada di Laboratorium sudah cukup baik. Berdasarkan ketiga hal tersebut, pelatihan yang harus segera dilaksanakan adalah Chemical Hazards, Chemical Hygiene Plan, Develop Controls, General Laboratory Safety, Hazardous Materials, Job Safety Analysis, Laboratory Hygiene, Material Safety Data Sheet (MSDS), dan Safe Storage.

Laboratory has a potential of occupational health and safety (OHS) hazards and risks because of the usage of hazardous materials and dangerous equipments. Laboratories of Faculty of Medicine University of Indonesia (FKUI) for instance use number of chemicals and biological materials and thus reduction of OHS risks is necessary. Training is one method of risk control by improving the OHS skills and the OHS knowledge of the workers. Prior to the training implementation, assessing the need of training is necessary.
Training needs analysis consists of three stages which are organizational, personal and task analysis. The purpose of this study was to analyze the need of OHS training for the Laboratory Assistants in order to have an effective and efficient training programs that can address the OHS related issues in the Laboratory. The research design was descriptive qualitative. There were 8 informants sampled from 6 FKUI preclinical Departments were interviewed . Observation and document analysis were also done to collect data.
The results of this study was shown that the organization has supported the OHS implementation in the Laboratories although not optimally and evenly distributed in all Laboratories. There were 4 Laboratory Assistant main types of tasks that consists of help students practice, routine maintenance tools, administration and assist Departments and Lecturer’s research and was able to describe the type of training required. Related to personal aspects obtained that Laboratory Assistant’s knowledge and skills about hazards and risks in the Laboratories were good enough. Based on those three, the training must be implemented was Chemical Hazards, Chemical Hygiene Plan, Develop Controls, General Laboratory Safety, Hazardous Materials, Job Safety Analysis, Laboratory Hygiene, Material Safety Data Sheet (MSDS) and Safe Storage.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55181
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Irawaty
"ABSTRAK
Latar belakang: Keterampilan klinis mutlak diperlukan dokter dalam melakukan pelayanan kesehatan. Dokter yang tidak terampil melakukan keterampilan klinis tentu membahayakan keselamatan pasien. Oleh sebab itu, fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara (FK Untar) melaksanakan pembelajaran keterampilan klinis dasar (KKD) pada tahap pendidikan pre-klinik melalui fasilitas skills lab yang memadai. Meskipun demikian, angka ketidaklulusan ujian KKD pada beberapa blok masih tinggi. Stres menghadapi ujian dianggap berperan terhadap kegagalan tersebut. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan tingkat stres dalam menghadapi ujian dengan hasil belajar KKD.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan di FK Untar dengan responden berjumlah 196 orang mahasiswa semester tujuh pada blok sistem penginderaan. Penelitian menggunakan kuesioner Westside Test Anxiety Scale untuk menilai tingkat stres dan data nilai ujian KKD untuk melihat hasil belajar KKD. Faktor lain yang berhubungan dengan hasil belajar KKD juga diteliti yaitu strategi coping dan lama waktu persiapan belajar. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi-square. Selanjutnya, analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang lebih berperan terhadap hasil belajar KKD. Kuesioner juga memuat data kualitatif tentang penyebab stres pada ujian KKD (stressor) dan cara persiapan belajar.
Hasil: Tingkat stres sedang paling banyak dialami mahasiswa saat menghadapi ujian KKD (50.0%), diikuti dengan tingkat stres berat (28.1%) dan stres ringan (21.9%). Stressor yang paling banyak dilaporkan adalah ketakutan tidak lulus ujian KKD (46.9%). Belajar bersama teman merupakan cara persiapan belajar yang paling banyak dilaporkan (89.3%). Mahasiswa dengan tingkat stres berat cenderung tidak lulus ujian KKD dibandingkan mereka dengan tingkat stres ringan (nilai p= 0.019, OR= 2.809). Di antara berbagai strategi coping, active coping mempunyai hubungan bermakna dengan hasil belajar KKD (nilai p= 0.033, PR= 1.345). Lama waktu persiapan belajar tidak berhubungan dengan hasil belajar KKD (nilai p>0.05). Hasil analisis multivariat menunjukkan ketidaklulusan ujian KKD berhubungan dengan tingkat stres berat (nilai p= 0.022, OR= 2.805) dan penggunaan active coping yang rendah (nilai p= 0.025, OR= 3.590).
Kesimpulan: Tingkat stres berat dan penggunaan active coping yang rendah berperan terhadap ketidaklulusan pada ujian KKD. Mahasiswa dengan tingkat stres berat berisiko lebih besar untuk tidak lulus ujian KKD dibandingkan mahasiswa dengan tingkat stres ringan. Penggunaan active coping yang rendah, dalam hal ini persiapan belajar yang kurang memadai, berisiko bagi mahasiswa untuk tidak lulus ujian KKD.

ABSTRACT
Background: Clinical skills is an absolute necessity for doctor in conducting health services. Doctors who are not skillful in clinical skills will endanger patient safety. Therefore, the Faculty of Medicine of Tarumanagara University (FM Untar) conduct teaching and learning of basic clinical skills (BCS) at academic education level through adequate skills lab facility. Nonetheless, rate of failure in BCS exams are still high on some modules. Stress is considered as a factor that contributes to this failure. This study aims to determine the relationship of stress level and BCS learning outcomes.
Method: This is a cross sectional study, conducted in FM Untar with 196 students from the 7th semester who took sensory system module. This study use Westside Test Anxiety Scale questionnaire to assess stress level and student?s BCS test scores in order to find out the BCS learning outcomes. Other factors associated with BCS learning outcomes such as coping strategy and duration of preparation in studying are also observed. Bivariate analyses were conducted by chi-square. Multivariate analysis was also conducted to determine the factors that contribute more to the learning outcomes KKD. Qualitative data about the cause of stress (stressor) on BCS exam and preparation method in studying were also collected.
Results: Moderate stress is the stress level that students experienced the most (50.0%), followed by severe stress (28.1%) and mild stress (21.9%). The most dominant stressor is the fear of not passing the BCS exam (46.9%). In the case of preparation method in studying, it is reported that learning with friends is the most dominant (89.3%). Students with severe stress tend to fail the BCS exam than those with mild stress (p value= 0.019, OR= 2.809). Among the various coping strategies, active coping has a significant relationship with BCS learning outcomes (p value= 0.033, PR= 1.345). The duration of preparation in studying is not related to the BCS learning outcomes (p value>0.05). The multivariate analysis shows that the failure in BCS test is related to severe stress (p value= 0.022, OR= 2.805) and low usage of active coping strategy (p value= 0.025, OR= 3.590).
Conclusion: Severe stress and the low usage of active coping contribute to failure in BCS exam. Students with severe stress level have greater risk of not passing the BCS exam than students with mild stress level. Low usage of active coping, which means less preparation in studying, can cause the students to fail the BCS exam.
"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tarine Aru Ariadno
"Latar Belakang: Epidemi HIV/AIDS masih menjadi salah satu sorotan di
masalah kesehatan di dunia, khususnya Indonesia menduduki peringkat
5 sebagai negara paling berisiko HIV/AIDS di benua Asia. Level tinggi
Replikasi virus HIV secara terus menerus akan menurunkan jumlah limfosit T CD4 dalam tubuh, hingga suatu saat sistem kekebalan tubuh akan menurun drastis yang memudahkan terjadinya gejala infeksi oportunistik hingga berakhir dengan kematian. Memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan gigi primer yang diperoleh melalui pengenalan Manifestasi oral tertentu menjadi tolak ukur dalam menegakkan diagnosis dini infeksi HIV yang nantinya akan menunjang kualitas hidup ODHA. Penguasaan pengetahuan serta sikap komprehensif yang dibutuhkan oleh dokter gigi dalam memberikan perawatan pada ODHA. Tujuan: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan siswa klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKGUI) tentang HIV/AIDS. Metode: Penelitian statistik deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dengan mengambil data primer secara langsung pada keseluruhan responden siswa klinik FKGUI. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang menilai tiga komponen HIV/AIDS, meliputi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan perawatan gigi. Hasil Penelitian: Dari total 275 responden, mayoritas dalam populasi penelitian (84,4%)
adalah perempuan. Tingkat pengetahuan mahasiswa klinik FKGUI cukup baik (70,2% responden) dengan kecenderungan meningkat seiring bertambahnya usia serta meningkatkan tingkat studi di klinik dilihat dari angkatan masuk. Dari total tujuh indikator pada komponen pengetahuan, hanya indikator penularan dan cara penularan HIV/AIDS menunjukkan tingkat pengetahuan yang rendah, dengan jumlah lebih dari setengah dari responden. Berbeda dengan tingkat pengetahuan, sikap mahasiswa klinis FKGUI tentang HIV/AIDS cukup memadai dengan persentase 84% responden total ke dalam kategori sikap netral. Kemudian, sikap negatif hanya dimiliki oleh responden wanita dengan rentang usia 21-23 tahun yang memasuki tahun 2017- 2018. Tindakan responden terhadap HIV/AIDS tergolong positif (91,6%) dan tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan, baik berdasarkan jenis kelamin, usia dan generasi dalam variabel tindakan. Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun tingkat pengetahuan dan tindakan responden tentang HIV/AIDS baik, sikap responden masih tergolong netral terhadap ODHA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rizka
"Latar belakang: Chief resident merupakan bagian penting dalam proses pendidikan di program studi pendidikan dokter spesialis (PPDS). Salah satu kompetensi chief resident adalah membimbing residen juniornya, namun kompetensi ini jarang diajarkan secara formal. Telah dilakukan program pelatihan Resident as Teacher dengan durasi 5 jam untuk 20 chief resident di PPDS Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efek pelatihan tersebut terhadap kemampuan membimbing chief resident.dengan menggunakan metode Kirkpatrick tingkat 1 hingga 3.
Metode: Penelitian kualitatif dengan dengan rancangan fenomenologi. Rancangan fenomenologi ini berupa deskripsi perspektif chief resident dan senior mengenai peningkatan kemampuan membimbing chief resident PPDS IPD FKUI setelah mengikuti pelatihan RaT. Sesuai dengan metode evaluasi Kirkpatrick, dilakukan evaluasi kepuasan peserta pelatihan, peningkatan pengetahuan pasca pelatihan, dan Focus Group Discussion untuk chief dan residen junior. Dilakukan pula triangulasi berupa observasi ronde chief dan observasi acara ilmiah siang serta analisis kasus negatif berupa in depth interview serta studi dokumen.
Hasil: Berdasarkan hasil kuesioner kepuasan peserta pelatihan, materi pelatihan RaT bermanfaat untuk chief, praktis untuk diterapkan, sesi dalam pelatihan menarik dan instruktur dapat membawakan materi dengan baik. Hasil pre dan post test serta FGD menunjukkan peningkatan pengetahuan chief resident mengenai teknik microskills dan pemberian umpan balik efektif. Materi pelatihan RaT mampu laksana namun hambatan yang didtemui adalah kesulitan mencari waktu membimbing di antara beban pelayanan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan kesulitan memberi umpan balik positif.
Simpulan: Pelatihan RaT yang telah dilakukan sesuai dengan kebutuhan chief resident dan mampu meningkatkan pengetahuan serta keterampilan membimbing chief resident. Sebagian besar chief resident belum dapat memberi umpan balik positif. Selain itu, waktu membimbing terbatas karena tugas pelayanan yang banyak di RSCM.

Background: Teaching junior resident and medical student is one of the responsibilities of chief resident. However, teaching skill is rarely trained formally to them. A format of Resident as Teacher (RaT) training program was developed and conducted for 20 chief residents in Internal Medicine Residency Program. The aim of this study is to evaluate the improvement of chief?s teaching skill after joining this training program, based on the first three steps of Kirkpatrick evaluation program.
Methods: Qualitative research based on phenomenology study was performed within two months after the training. Program questionnaire and pre-post test were conducted to evaluate the first (reaction) and second (learning) step of Kirkpatrick evaluation method respectively. The third step (behavior change) was evaluated by performing Focus Group Discussion for chief residents and junior residents. To increase the validity of the study, triangulation by doing indirect observation or rounds, classroom based activities and document study were done. Negative case analysis was also performed to explore further about the result of FGD.
Result: Based on the questionnaire, the participants were satisfied by the RaT program. Pre and post test evaluation and FGD show that there is improvement of knowledge about teaching and giving effective feedback. FGD results supported by observations and document study show that chiefs applied the microskills technique but had difficulty in giving positive feedback, as well as finding appropriate time for discussion within very busy schedule of junior resident in the main teaching hospital.
Conclusion: The training fulfills the need of chief resident, improves knowledge of teaching method and giving constructive feedback. However the chief residents was not used to give positive feedback to the junior residents and the busy clinical situation was identified as barrier to effective chief to junior resident learning process.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Sagung Ayu Santhi Sueningrum
"

Pendahuluan: Tahap pendidikan klinik adalah fondasi penting dalam pendidikan kedokteran karena pada tahap ini pengembangan identitas profesional peserta didik terjadi. Peran pengajar klinis pun menjadi salah satu determinan penting dalam menentukan kualitas pembelajaran di tahap pendidikan klinik. Oleh karena itu, kualitas pengajar klinis harus dijaga dan ditingkatkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kualitas pengajar klinis adalah memahami pengembangan identitas profesional sebagai pengajar klinis. Integrasi identitas profesional pengajar klinis ke dalam identitas profesional klinisi dianggap penting dalam menjaga well-being dan resistensi dalam menjalankan peran sebagai pengajar klinis. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Responden penelitian adalah pengajar klinis yang dipilih menggunakan strategi maximum variety sampling dengan mempertimbangkan lama menjadi pengajar klinis, jenis kelamin, peran sebagai koordinator, dan rotasi pendidikan klinik.Terdapat tiga focus group discussion dengan jumlah peserta 5-6 orang pengajar klinis untuk setiap kelompok dan tiga belas wawancara mendalam terhadap tiga belas orang pengajar klinis untuk mengeksplorasi proses pengembangan identitas profesional pengajar klinis. Hasil penelitian: Dalam penelitian ini teridentifikasi faktor-faktor yang berkaitan dengan self, situation, support, dan strategy sebagai faktor yang berpotensi mempengaruhi pengembangan identitas profesional. Diketahui bahwa kemampuan reflektif dan peran community of practice merupakan faktor esensial dalam menjalani masa transisi dan pengembangan identitas profesional. Ditemukan tiga narasi integrasi identitas profesional oleh responden, yaitu koalisi I-position pengajar klinis dan klinisi, bertahan pada I-position klinisi, serta metaposisi antara I-position profesional dan personal. Simpulan: Faktor-faktor yang terkait dengan self, situation, support, dan strategy berpotensi mendukung atau pun menghambat pengajar klinis dalam masa transisi. Selain itu gambaran proses integrasi identitas profesional pengajar klinis mencerminkan refleksi responden terhadap pengalaman dan peran mengajar.

 


Introduction: Clinical clerkship is an important foundation in medical education because at this stage the development of students professional identity occurs. Clinical teachers play an important role in determine the quality of learning in clinical rotation. Therefore, the quality of clinical teachers should be maintained and improved. One of the strategies to maintain and improve the quality of clinical teachers is to understand the clinical teachers professional identity development. The integration of clinical teachers professional identity into clinicians identity is considered important to maintain the well-being and resistance in carry on the role as clinical teacher. Method: This is a qualitative study with phenomenological approach. Respondents were clinical teachers who were selected using maximum variety sampling strategy by considering the length of time being clinical teacher, gender, role as coordinator, and clinical rotation. There were three focus group discussion in which each group consists of 5-6 clinical teachers and thirteen in-depth interviews with thirteen clinical teachers to explore the development of clinical teachers professional identity. Result: This study identified factors related to self, situation, support, and strategy that could influence the development of clinical teachers professional identity. It was found that reflective abilities and community of practice were essential factors in undergoing a period of transition and the development of professional identity. Three narratives of integration of professional identity by respondents were found, namely the coalition of I-position as clinical teachers and clinicians, holding on to the clinicians I-position, and meta-position between professional and personal I-positions. Conclusion: Factors related to self, situation, support and strategy were identified as potential factors to support or hinder clinical teacher in transition. In addition, the narration of the integration process reflects the clinical teachers reflection upon their teaching roles and experiences.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashari Priyadi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem reward terhadap kinerja pegawai. Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas XYZ PSPD FKK Universitas XYZ dengan jumlah responden sebanyak 55 pegawa. Teknik sampling yang digunakan adalah sensus. Berdasarkan hasil dari analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial dengan menggunakan generalized linier model diperoleh hasil bahwa sistem reward yang digunakan di PSPD FKK Universitas XYZ secara umum mendapatkan penilaian sedang dari pegawai yang menjadi responden. Kinerja pegawai secara umum juga berada dalam kategori sedang sedangkan untuk aspek seperti keterampilan interpersonal memiliki nilai baik. Variabel sistem reward terdiri dari dimensi sistem gaji bonus manfaat promosi pengembangan diri interaksi sosial lingkungan kerja keamanan pekerjaan kewenangan kendali kebebasan variasi kerja beban kerja kepentingan kerja pengakuan dan umpan balik. Sedangkan untuk variabel kinerja terdiri dari dimensi pengetahuan komunikasi kualitas kerja manajerial inisiatif keterampilan interpersonal kreatifitas kemampuan dalam mengambil keputusan dan pemecahan masalah. Dimensi pada sistem reward yang berpengaruh terhadap dimensi kinerja yaitu dimensi interaksi sosial terhadap dimensi kemampuan manajeria.l Dimensi variasi kerja terhadap dimensi pengetahuan komunikasi dan kemampuan manajerial. Dimensi beban kerja terhadap inisiatif Dimensi pengakuan dan umpan baik terhadap pengetahuan.

The aim of this study is to describe the effect of reward system on employee's performance. The research was conducted at the Medical Education Program Faculty of Medicine and Health University of XYZ Jakarta. Census method was used to collect 55 employees as respondents. Reward system dimensions consist of salary bonus benefits promotion development opportunity social interaction work condition job security authority control autonomy work variety workload work importance recognition and feedback. Employee's performance dimensions consist of knowledge communication quality performance managerial skill initiative interpersonal skill creativity judgment and problem solving. Based on the results of statistical analysis it can be concluded that Social interaction effect the managerial skills dimension. Dimension of work variety which influence knowledge communication and managerial skills dimensions. Dimension of workload effect the dimensions of initiative as well as the dimensions of recognition and feedback influence the dimensions of knowledge."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S44180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hidayati Nosi Prastiyani
"ABSTRAK
Latar Belakang: Chairside teaching merupakan salah satu metode pembelajaran di tahap klinik pendidikan dokter gigi yang memberikan perawatan secara langsung pada pasien. Meskipun telah dinyatakan kompeten dalam melakukan tindakan pada phantom gigi, namun mahasiswa tetap membutuhkan pengalaman klinis dengan bimbingan dan umpan balik konstruktif dari staf pengajar. Umpan balik konstruktif merupakan media pembelajaran yang penting dalam membantu mahasiswa menganalisis hal baik dan buruk dalam performanya sehingga dapat mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi praktik pemberian umpan balik konstruktif pada chairside teaching
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus di FKG Universitas YARSI. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam pada pemangku kebijakan, FGD Focus Group Discussion) dengan dosen klinik dan mahasiswa tahap profesi. Triangulasi data dilakukan dengan observasi pelaksanaan pemberian umpan balik konstruktif pada chairside teaching, serta studi dokumen selama bulan Januari sampai dengan April 2019. Hasil wawancara mendalam dan FGD dituliskan dalam bentuk transkrip verbatim lalu dilakukan analisis tematik.
Hasil: Pengambilan data melalui FGD staf pengajar terlaksana dalam 2 kelompok (8 dan 6 staf), FGD mahasiswa profesi sebanyak 2 kelompok (masing-masing 8 mahasiswa), dan wawancara mendalam pada 5 staf pemangku kebijakan. Tiga tema utama disepakati oleh seluruh informan pada penelitian ini. Tema pertama yaitu peran staf dalam pendidikan profesi di kedokteran gigi. Staf pengajar klinik merasa memiliki peran sebagai pengelola pendidikan, membimbing dan melakukan supervisi, mendidik profesionalisme, dan mengevaluasi pekerjaan mahasiswa. Kedua, pembelajaran klinik dengan pasien di kedokteran gigi chairside teaching. Pada pembelajaran ini terdapat supervisi, kurikulum tahap klinik dan mahasiswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Ketiga, proses pemberian umpan balik dalam pembelajaran klinik dengan pasien. Proses pemberian umpan balik dilakukan dengan berbagai cara serta ditemukan tantangan dalam pemberian dan tindak lanjut terhadap umpan balik.
Diskusi: Proses pemberian umpan balik pada chairside teaching merupakan suatu siklus interaksi antara mahasiswa, dosen klinik, dan pasien. Siklus interaksi ini membentuk suatu sistem yang langsung berhubungan dengan mahasiswa (microsystem). Menurut Teori sistem ekologi, beberapa microsystem akan saling berhubungan membentuk mesosystem yang akan memengaruhi penerimaan dan tindak lanjut mahasiswa terhadap umpan balik yang diberikan. Berbagai sistem lain seperti kurikulum pendidikan profesi kedokteran gigi exosystem), budaya institusi macrosystem), serta berbagai pengalaman belajar yang diterima oleh mahasiswa selama pendidikannya (chronosystem) akan turut memengaruhi proses pemberian dan penerimaan umpan balik.
Simpulan: Perbedaan persepsi antara pemangku kebijakan, staf pengajar dan mahasiswa terkait proses pemberian umpan balik konstruktif pada chairside teaching diidentifikasi terutama penerimaan mahasiswa dan upaya tindak lanjut terhadap umpan balik yang diberikan. Perbedaan persepsi ini dipengaruhi oleh interaksi mahasiswa dengan berbagai sistem yang ada dalam lingkungan pembelajarannya sehingga dibutuhkan intervensi yang melibatkan dosen, mahasiswa, institusi serta intervensi terhadap interaksi antara ketiganya.

ABSTRACT
Background: Chairside teaching is one of the teaching-learning methods used in clinical stage of dentistry that enable students to provide direct care to patients under supervision. Despite being deemed competent after training with phantom head, real clinical experiences are still needed in which one of the roles of teachers is to give constructive feedback. Constructive feedback is an essential and powerful learning tool that gives opportunity for students to analyze what went well and what to improve. This study aimed to explore the practice of giving constructive feedback in the chairside teaching.
Methods: This qualitative study, adopting a case study design, obtained participants' perspectives on feedback through in-depth interview with leaders and focus group discussion (FGD) with students and clinical teachers. Data triangulation was carried out by observing the implementation of chairside teaching, as well as document analysis in January to April 2019. A thematic analysis was conducted to identify recurrent themes in relation to experiences of giving or receiving constructive feedback during chairside teaching.
Results: A total of 5 in-depth interviews, 2 FGDs with clinical teachers (8 and 6 teachers), and 2 FGDs with clinical students (8 students per group), were completed. Three main themes were identified. The first theme was the role of clinical teacher in dentistry. Clinical teachers realized the role as manager, giving guidance and supervision, teaching professionalism, and evaluating students' performance. Second, clinical learning with patients in dentistry. Supervision, the curriculum of clinical phase, and active involvement of students in the learning process, were discussed. Third theme was on feedback provision in chairside teaching. The feedback was provided in various ways and various challenges were identified in giving and receiving feedback.
Discussion: The process of giving feedback on chairside teaching is a cyclical interaction between students, clinical teachers, and patients. This interaction forms a system that is directly related to students (microsystem). According to the ecological system theory, several microsystems will be interconnected to form a mesosystem that will affect the acceptance and students' follow-up to the feedback. The other systems such as the curriculum of dental clinical stage (exosystem), institutional culture (macrosystem), and various learning experiences received by students during their education (chronosystem) might also influence the process of giving and receiving feedback.
Conclusion: There were differences in perceptions among respondents regarding the process of providing constructive feedback, especially on students' acceptance and follow-up efforts on the feedback given. It is influenced by student interaction with various systems that exist in the clinical learning environment so that a comprehensive intervention involving lecturers, students, institutions and interventions for interactions between those three aspects, is needed."
2019
T55518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>