Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107263 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juliandy Dasdo P Tambun
"ABSTRAK
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dengan perkembangan dari produk olahan pangan semakin maju, sehingga tidak jarang demi mencapai tujuan tertentu pelaku usaha melakukan pencampuran/pengoplosan terhadap produk olahan pangan. Kebijakan dari pengoplosan atau pencampuran suatu produk olahan pangan mempunyai kriteria tersendiri apabila ditinjau dari sudut pandang hukum perlindungan konsumen, hal ini sehubungan dengan kepentingan konsumen guna mendapatkan pangan yang layak serta sesuai dengan standar kesehatan yang memadai. Pelaku usaha sendiri memiliki tanggung jawab terhadap produk olahan pangan yang dicampur atau dioplos, dalam hal ini peran pemerintah sebagai fungsi kontrol di antara pelaku usaha dan konsumen memegang peranan yang sangat signifikan. Guna menjawab permasalahan di dalam tesis ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkaji tentang hukum normatif doktrinal , dalam hal ini Undang-Undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, maupun peraturan hukum lainnya. Kebijakan dari pengoplosan atau pencampuran suatu produk olahan pangan ditinjau dari sudut pandang hukum perlindungan konsumen tidak terlepas dari inti utama fungsi dari pangan itu sendiri, dimana suatu produk olahan pangan merupakan pangan yang telah diberikan BTP Bahan Tambahan Pangan dalam proses produksi. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk olahan pangan yang dicampur atau dioplos mengacu kepada ketentuan perubahan/pengoplosan yang dimaknai dengan Perubahan atas barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau Barang dan/atau jasa tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi. Dengan demikian pengoplosan yang bersifat negatif merupakan kegiatan memproduksi dan memperdagangkan pangan yang tidak sesuai dengan standar keamanan pangan dan menyebabkan berubahnya mutu pangan.

ABSTRACT
Food is a basic need for human survival, along with the development of food processing products, it is common for achieving certain objectives of business executors to mixing the processed food products. The policy of mixing processed food products has its own criteria when viewed from the perspective of consumer protection law, and it is in line with the interest of consumers to obtain good standards for food and also health. The business executors have responsibility for the processed food product which has mixed, and in this case the government plays a significant role as a controller for the business executors and consumers. In order to answer the problem in this thesis, the writer uses normative juridical research method, which is research that examines about normative law doctrinal , in this case Law no. 8 of 1999 on Consumer Protection, Law No. 18 of 2012 on Food, as well as other legal regulations. From the point of view of consumer protection law, the policy of mixing a processed food product is inseparable from the main core of the function of the food itself, where a processed food product has been given food additives in the production process. The responsibility of the business executors on processed food products that are mixed refers to the provisions of change, which is the change of goods and or services performed by business execitors or goods and or services not in accordance with the example, quality, and composition. Therefore, a negative mixing is an activity to produce and trade food that is not in accordance with the food safety standards dan cause changes in the food quality. "
2017
T50258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Faizil Akbar
"Berdasarkan data statistik BPOM (2021), masih terdapat 100 sarana produksi dan 778 sarana distribusi kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan, bahkan terdapat 482 laporan efek samping penggunaan kosmetik yang menandakan rendahnya ketaatan pelaku usaha terhadap ketentuan produksi dan peredaran kosmetik. Kemudian, dalam memasarkan produknya, pelaku usaha melakukan promosi di berbagai media sosial dengan mekanisme endorsement. Terhadap promosi kosmetika, hanya 72,15% yang memenuhi ketentuan dari target sebesar 86%. Salah satu kasus yang sampai ke Mahkamah Agung ialah kasus produksi, peredaran, dan promosi kosmetika dengan Nomor Putusan 3818 K/Pid.Sus/2022 yang memproduksi kosmetik dengan bahan berbahaya, tidak memiliki izin edar, dan melakukan promosi di media sosial yang dibantu oleh endorser. Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai pengaturan produksi, peredaran dan promosi kosmetik terutama dalam Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Pelindungan Konsumen, Etika Pariwara Indonesia, serta peraturan-peraturan terkait lainnya mengenai produksi, peredaran, dan promosi kosmetik yang berlaku di Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif dan menganalisisnya berdasarkan ketentuan yang berlaku serta memberikan rekomendasi agar dibuatnya pengaturan khusus mengenai endorsement di Indonesia. Hasil dari penelitian ini ialah diperlukan pengaturan lebih lanjut mengenai promosi produk kosmetika, khususnya mengenai tata cara dan prosedur endorsement. Selain itu, dalam Putusan a quo, seharusnya tidak hanya Karina sebagai pelaku usaha yang dapat dikenakan pertanggungjawaban tetapi juga para pengurus usaha kosmetik dan endorser yang mengiklankan kosmetik tersebut dalam sosial media mereka.

According on National Agency of Drug and Food Control (BPOM) statistical data of 2021, there are still 100 manufacture facilities and 778 distribution facilities that don't adhere to the rules. In addition, there have been 482 reports of cosmetics side effects indicating the low rate compliance of business actors to the provisions of cosmetics manufacture and distribution rules. Business actors use and endorsement mechanism to promote the products on numerous social media platforms. In terms of cosmetics promotion, there only 72.15% that was met the target which is at 86%. One of the cases that reached the Court was the case for the manufacturing, distribution, and promotion of cosmetics with Decision Number 3818 K/Pid.Sus/2022 which manufactured cosmetics with hazardous ingredients, did not obtained a distribution permit, and conducted promotions on social media assisted by endorser. Therefore this research discuss the implementation of manufacturing and promotion regulations of cosmetics according to the Health Law and Consumer Protection Law. Furthermore this research also discuss the cosmetics promotion regulation based on Consumer Protection, EPI Law and other related regulations that apply in Indonesia. This study used descriptive analytical research with a qualitative approach and analyzed according to applicable regulations. Also the writer stipulate the recommendations for making special regulation regarding endorsements in Indonesia. The study resulted that it should not only be Karina as a business actor who can be held accountable in the a quo decision, but also cosmetic business managers and endorsers who advertise these cosmetics on their social media."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adil Rahmat Yulian
"Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai tanggung jawab pelaku usaha atas barang yang memiliki cacat tersembunyi berkaitan dengan kasus pada putusan Mahkamah Agung No.848 K/Pdt/2016 dan putusan Mahkamah Agung No. 265 K/Pdt.Sus-BPSK/2013. Bentuk penelitian pada skripsi ini adalah penelitian hukum normative dengan Metode penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur secara khusus mengenai cacat tersembunyi serta membedakan antara cacat tersembunyi yang diketahui penjual dan cacat yang tidak diketahui penjual, sedangkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak membedakan hal itu melainkan atas semua produk cacat pelaku usaha wajib bertanggungjawab. Menurut KUH Perdata Pengecualian tanggung jawab untuk cacat tersembunyi dimungkinkan sepanjang telah diperjanjikan sebelumnya namun menurut UUPK hal ini tidak diperbolehkan. Dalam kasus I terdapat beberapa poin dalam putusan yang tidak sesuai menurut KUH-Perdata dan/atau UUPK, sedangkan pada kasus II Putusan telah sesuai, dari hasil penelitian ini penulis menyarankan kepada setiap orang yang mengikatkan diri dalam perjanjian untuk menghargai apa yang telah diperjanjikan; jika konsumen mendapatkan produk yang dimilikinya terdapat cacat tersembunyi sehingga merasa dirugikan maka tetaplah mempertahankan hak-haknya salah satunya dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

The focus of this study is the liability of business actors for products containing hidden defects related to the case of the Supreme Court's decision No. 848 K/Pdt/2016 and the Supreme Court's decision No. 265 K/Pdt.Sus-BPSK/2013. The form of study in this thesis is normative legal with qualitative methods. Based on the results of the study, it can be concluded that Indonesia Civil Code specifically regulates hidden defects and distinguishes between hidden defects known to the seller and defects unknown to the seller, while the Consumer Protection Law does not distinguish this, but for all defective products of business actors must be responsible. According to the Civil Code, the exception of liability for hidden defects is possible as long as it has been previously agreed, but according to the consumer protection act, this is not allowed. In the first case, there are several points in the decision that is not in accordance with the Civil Code and/or the consumer protection law, while in the second case the decision is appropriate, from the results of this study the author suggests to everyone who binds themselves in the agreement. to honor what has been promised; if the consumer gets a product that has a hidden defect so that he feels aggrieved, then he must continue to defend his rights, one of which is by filing a lawsuit to the Court or through the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citanangdya Salsabila Tyaradio Prameswari
"Penggunaan nitrogen cair dalam industri pangan semakin populer karena efek dramatis yang dihasilkannya. Namun, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait aspek keamanan dan perlindungan konsumen. Skripsi ini membahas mengenai pelindungan hukum terhadap konsumen yang mengonsumsi pangan olahan siap saji dengan nitrogen cair “Chiki Ngebul” atas hak-haknya yang terlanggar dengan meninjau mengenai nitrogen cair beserta kegunaannya dalam pangan, pengaruh penggunaannya terhadap kesehatan, pelanggaran regulasi oleh pelaku usaha berdasarkan masalah hukum tersebut, sanksi yang dapat dikenakan pada pelaku usaha, dan peran pengawasan serta pembinaan dari pemerintah terhadap kasus ini. Bentuk penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan metode analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder dan primer yang diperoleh melalui literatur, peraturan perundang-undangan terkait, serta wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan nitrogen cair dalam produk pangan olahan siap saji hingga saat ini belum diatur melalui regulasi yang khusus. Terhadap penggunaannya pada pangan olahan siap saji seperti “Chiki Ngebul” dapat menimbulkan beberapa risiko dan permasalahan kesehatan. Diperlukan upaya yang terus-menerus dalam mengawasi dan mengontrol penggunaan nitrogen cair pada produk pangan olahan siap saji. Regulasi yang jelas dan ketat, termasuk pemantauan produksi dan inspeksi produk, serta penyuluhan kepada produsen dan konsumen tentang risiko dan tindakan pencegahan yang tepat, sangat penting dalam menjaga keselamatan dan kepuasan konsumen.

The use of liquid nitrogen in the food industry has become increasingly popular due to its dramatic effects. However, it also raises concerns regarding safety and consumer protection. This thesis discusses the legal protection of consumers who consume ready-to-eat processed food products with liquid nitrogen, specifically focusing on the case study of "Chiki Ngebul". This research adopts a juridical-normative approach with qualitative data analysis methods based on secondary and primary data obtained from literature, relevant legislation, and interviews. The analysis examines the use of liquid nitrogen in food, its impact on health, violations of regulations by business operators related to legal issues, sanctions that can be imposed on these operators, and the role of government supervision and guidance in addressing this case. The research findings indicate that the use of liquid nitrogen in ready-to-eat processed food products, such as "Chiki Ngebul," is not currently regulated specifically. This lack of regulation poses risks and health issues for consumers. Continuous efforts are needed to monitor and control the use of liquid nitrogen in ready-to-eat processed food products. Clear and strict regulations, including production monitoring and product inspection, as well as education for both producers and consumers about the risks and proper preventive measures, are crucial in ensuring the safety and satisfaction of consumers. The government plays a significant role in supervision and guidance regarding this case. Effective oversight and enforcement of sanctions against business operators who violate regulations can promote compliance. Guidance and support should also be provided to producers to enhance their awareness and knowledge of the proper use of liquid nitrogen in food products. In conclusion, this thesis emphasizes the legal protection of consumers who consume ready-to-eat processed food products with liquid nitrogen, particularly focusing on the case of "Chiki Ngebul." The research highlights the need for clear and strict regulations, monitoring and inspection of production, as well as education for producers and consumers to address the risks and ensure consumer safety and satisfaction in consuming ready-to-eat processed food products using liquid nitrogen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emi Anggreani Masjur
"Konsep sistem penjualan skema piramida hampir menyerupai konsep sistem penjualan multi level marketing (MLM), sehingga dapat menjadi celah bagi perusahaan untuk menjalankan prakrek skema piramida dengan menamakan dirinya sebagai perusahaan multi level marketing agar terkesan legal. Skema piramida dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan adalah kegiatan usaha yang bukan dari hasil penjualan barang. Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk senantiasa beriktikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya. Ketentuan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ini bermaksud mengarahkan pelaku usaha menyukseskan pembangunan ekonomi nasional, khususnya dibidang usaha. Pelaku usaha PT. Wandermind dalam konsep distribusi telah menerapkan sistem skema piramida karena telah melakukan kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan barang dan kegiatan penjualan account tersebut memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha/member untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama biaya pertisipasi orang lain/member baru yang bergabung. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat normatif. Diterapkannya product libility dalam UUPK terhadap para pelaku usaha yang memproduksi barang dan kemudian ternyata barang tersebut menimbulkan kerusakan, pemcemaran, dan/atau kerugian pada badan, jiwa dan barang milik konsumen, maka konsekuensi diterapkannya product libility pelaku usaha dapat dikenakan sanksi perdata berdasarkan Pasal 19 UUPK, pelaku usaha (hal ini produsen) yang produknya merugikan konsumen, harus memberikan ganti rugi, ganti rugi berupa pengembalian uang, penggantian barang yang sejenis atau yang setara nilainya, perawatan kesehatan, pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

The concept of a pyramid scheme sales system almost resembles the concept of a multi-level marketing (MLM) sales system, therefore, it can be a gap for companies to run a pyramid pre-manufacturing scheme by considering themselves as a multi-level marketing company to be impressed legally. According to the constitution article 9, No 7 of 2014 concerning the trade is that the trade is a business activity that is not about selling the goods. The businessmen have an obligation to always have good intentions in carrying out their business activities. Moreover, the consumer protection provisions are intended directly the businessmen to succeed in national economic development particularly in the field of business. Thus, PT. Wandermind in terms of the distribution concept has implemented a pyramid scheme system because it has carried out business activities that are not from the results of goods activities. Furthermore, the account sales activities take advantage of opportunities for the participation of business partners or members to get compensation or income particularly the participation of both other and new members who join the business. This current research is a normative study. By applying the product libility in UUPK to the businessmen who are producing goods and if it turns out that the item causes damage, pollution, and or get lost of the consumers property, as the consequence of the application of product libility, the businessmen can be the subjects to civil sanctions referring to the law in article 19 of UUPK, the businessmen (as the producers) whose products harm consumers, must provide the compensation. It is in the form of refunds, replacement of similar or equivalent goods, health care, compensation in accordance with the provisions of applicable laws and regulations. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adila Sabrina Said
"Perlindungan konsumen mengenai tanggung jawab yang dimiliki oleh beberapa pelaku usaha atas layanan akomodasi yang diiklankan oleh online travel agent harus dipastikan. Dalam suatu transaksi, baik konsumen maupun pelaku usaha mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Jika terjadi ketidakpuasan konsumen, pelaku usaha wajib meresponsnya. Namun yang lebih kompleks adalah transaksi yang terjadi di online travel agent, karena transaksi yang terjadi terdiri dari beberapa pelaku usaha. Adanya beberapa pelaku usaha dalam satu transaksi akan memperluas penempatan tanggung jawab – karena terdapat berbagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pelaku usaha, sekaligus cakupan akuntabilitas yang lebih luas yang harus dihadapi dalam memuaskan konsumen atas produk yang dijual. Penelitian ini menguraikan dan mengkaji peraturan-peraturan yang ada di Indonesia mengenai perlindungan konsumen, khususnya pada agen perjalanan online, serta untuk mendalami lebih jauh pengaruh agen perjalanan online terhadap perlindungan konsumen, dan yang terakhir adalah untuk mengidentifikasi implikasi tanggung jawab terhadap pelaku usaha yang berbeda dalam fase transaksi yang berbeda. Penulis berpendapat adanya wilayah abu-abu dalam identifikasi tanggung jawab terhadap beberapa pelaku usaha dalam suatu transaksi berdampak pada akuntabilitas yang harus dibebani terhadap masing-masing pelaku usaha. Penelitian ini menguraikan berbagai peraturan perundang-undangan untuk mencari legalitas online travel agent di Indonesia. Penulis melakukan wawancara dengan grup hotel holding multinasional dan asosiasi hotel dan restoran di Indonesia. Penelitian tersebut menghasilkan penegasan betapa adanya kekosongan hukum mengenai sejauh mana akuntabilitas yang harus dibebani oleh masing-masing pelaku usaha ketika menghadapi konsumen. Lebih lanjut, hal ini menyoroti kurangnya syarat-syarat khusus yang dapat diatur dalam perjanjian antar pelaku usaha sekaligus kurangnya dukungan hukum dari produk hukum Indonesia.

Consumers protection concerning liability held by multiple business actors on an accommodation service advertised by online travel agent should be ensured. In a transaction, both the consumers and the business actors holds their specific rights and obligations. If there were dissatisfaction the consumer, business actors are obliged to respond. However, it is more complex in a transaction that happened in an online travel agent, as the transaction happening consists of multiple business actors. Having multiple business actors in one transaction expands the liability placements – as there are various obligations that must be fulfilled by respective business actor, and at the same time a wider scope of accountability to be faced when satisfying the consumer regarding the product sold. This research elaborates and researches regarding the existing regulations in Indonesia regarding consumers protection, specifically on online travel agent, as well as to further delve on the effect an online travel agent has towards consumers protection, and lastly is to identify the implication of the liability to different business actors in different phases of the transaction. The Author believes the grey area in the identification of liabilities towards multiple business actors in a transaction impacts the accountability that shall be burdened towards respective business actors. This research breaks down various laws and regulations to seek the legality and recognition of online travel agent in the country. The Author conducted interviews with a multinational holding hotel group and the association of hotels and restaurant in Indonesia. The research has resulted in confirmation of how there is a legal vacuum regarding the extent of accountability that should be burdened by each business actors when facing the consumer. Furthermore, it highlights the lack of special conditions that may be stipulated in the agreement between the business actors while at the same time lack of legal support from Indonesia’s legal products shall."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resha Maulana
"Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat manusia tidak akan pernah lepas dari kegiatan ekonomi. Di dalam kegiatan ekonomi ini secara garis besar terdapat dua pihak, yaitu pelaku usaha dan konsumen. Pelaku usaha adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi, sedangkan konsumen adalah pihak yang menikmati hasil kegiatan ekonomi pelaku usaha tersebut. Kedua pihak tersebut saling membutuhkan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masing-masing, sehingga kedudukan antara pelaku usaha dengan konsumen pada dasarnya adalah sama atau sederajat. Namun pelaku usaha yang bertujuan untuk mendapat keuntungan dalam menjalankan usahanya terkadang ingin mengeruk keuntungan yang lebih besar lagi dengan cara yang dapat merugikan konsumen, diantaranya dengan mencantumkan klausula baku dalam nota penjualan barang . Klausula baku ini mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha, sehingga konsumen sendiri yang harus menanggung kerugian yang dideritanya. Hal ini mengakibatkan keadaan yang tadinya sejajar menjadi timpang karena kedudukan pelaku usaha menjadi lebih tinggi dari kedudukan konsumen. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, dapat diketahui dasar hukum yang mengatur tentang klausula baku dalam nota penjualan barang dan tanggung jawab pelaku usaha yang mencantumkannya. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata dijadikan acuan untuk memecahkan masalah ini. Ketentuan mengenai pencantuman klausula baku telah diatur dalam UUPK, dan jika dihubungkan dengan KUH Perdata, larangan pencantuman klausula baku dalam UUPK akan membawa konsekuensi hukum terhadap pencantuman klausula baku dalam nota penjualan barang. Dalam UUPK juga diatur mengenai kewajiban pelaku usaha, sehingga dapat diketahui hal-hal apa saja yang menjadi tanggung jawab pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku dalam nota penjualan barangnya. Untuk mengatasi masalah pencantuman klausula baku yang merugikan ini diperlukan sosialisasi mengenai ketentuan dalam UUPK kepada konsumen dan pelaku usaha melalui berbagai media massa agar klausula baku yang merugikan konsumen ini tidak meluas pemakaiannya di masyarakat. Selain itu, diperlukan adanya pengetatan pengawasan serta pemberian sanksi hukum secara tegas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rashieka Putri Amara
"Perkembangan perusahaan ekspedisi menawarkan berbagai pilihan jasa pengiriman kepada konsumen. Pelaku usaha ekspedisi berusaha mempromosikan produknya melalui berbagai strategi agar menarik minat konsumen. Strategi promosi tersebut dapat berupa positioning, iklan, maupun klausula baku sebagai bentuk pengaturan atas barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Pada umumnya, pelaku usaha akan mengedepankan keunggulan dan mutu produk dengan tujuan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Menurut fungsinya, promosi berkedudukan sebagai janji pelaku usaha yang harus diwujudkan kepada konsumen. Namun, beberapa keluhan konsumen di media sosial menunjukkan adanya ketidaksesuaian jasa dengan jaminan mutu pengiriman esok hari sampai yang dijanjikan pada promosi produk JNE YES dan SiCepat BEST. Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum atas ketidaksesuaian jasa dengan jaminan mutu produk dengan meninjau alasan konsumen harus mendapatkan kualitas sesuai janji promosi, perbandingan promosi dan pengaturannya dari tiga pelaku usaha ekspedisi, dan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan oleh pelaku usaha berdasarkan permasalahan hukum tersebut. Bentuk penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan metode analisis data secara kualitatif berdasarkan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Hasil dari penelitian adalah informasi-informasi pada positioning, iklan, dan klausula baku harus diwujudkan oleh pelaku usaha mengingat fungsi promosi sebagai janji kepada konsumen. Hal ini juga sebagai bentuk penghormatan dan perlindungan hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur.

The development of expedition companies offers a wide selection of delivery services to consumers. Expedition business actors try to promote their products through various strategies to attract consumer interest. The promotional strategy can be in the form of positioning, advertising, or standard clauses as a form of regulation of goods and/or services traded. In general, business actors will prioritize product excellence and quality with the aim of influencing consumer purchasing decisions. According to its function, promotion serves as a promise of business actors that must be realized to consumers. However, several consumer complaints on social media indicate that there is a mismatch between the service and the quality assurance of next-day delivery promised in the JNE YES and SiCepat BEST product promotions. This thesis discusses the legal protection of service discrepancies with product quality assurance by reviewing the reasons consumers must get quality according to promotional promises, comparison of promotions and their arrangements from three expedition business actors, and violations of statutory provisions by business actors based on these legal issues. The form of this research is juridical-normative with qualitative data analysis method based on secondary data obtained through literature study. The result of the research is that information on positioning, advertisements, and standard clauses must be realized by business actors considering the function of promotion as a promise to consumers. This is also a form of respect and protection of consumer rights to correct, clear, and honest information. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninta Sagitaria
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk memaparkan pengaturan hukum terkait tanggung jawab pelaku usaha yang diberikan oleh pemerintah Indonesia serta bentuk pertanggungjawaban kerugian yang diberikan kepada konsumen atas produk cacat tersembunyi oleh pelaku usaha. Selain itu, penelitian ini akan menganalisa kesesuaian Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. dengan hukum perlindungan konsumen. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan dua tahapan, yaitu mengkaji hukum normatif yang berlaku dan melihat kesesuaian antara hukum normatif yang dikaji dengan suatu peristiwa atau obyek penelitian tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji UU Perlindungan Konsumen dan melihat kesesuaian antara UU Perlindungan Konsumen dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. yang berkaitan dengan kerugian yang dialami konsumen karena penggunaan produk mobil BMW dengan cacat tersembunyi dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. yang berkaitan dengan kerugian yang dialami oleh konsumen ketika menggunakan produk mobil Nissan Navara 2018. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat gugatan penggantian kerugian Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. yang seharusnya dikabulkan menurut Hukum Perlindungan Konsumen namun tidak dikabulkan dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. sudah sesuai dengan Hukum Perlindungan Konsumen.

This study aims to explain the legal arrangements related to the responsibilities of producers given by the Indonesian Government and the forms of liability provided by producers for losses given to consumers for hidden defective products. In addition, this study will analyze the suitability of the West Jakarta District Court Decision Number 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. and North Jakarta District Court Decision Number 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. with Consumer Protection Law in Indonesia. This study uses normative juridical research method using two stages, namely examining the applicable normative law and seeing the conformity between the normative law and a particular event or object of research. In this study, researcher examine the Consumer Protection Law and see its compatibility with the West Jakarta District Court Decision Number 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. relating to the losses suffered by consumers due to the use of BMW car products with hidden defects and North Jakarta District Court Decision Number 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. relating to the losses suffered by consumers due to the use of Nissan Navara 2018 car products with hidden defects. The results of this study indicate that there is a claim for compensation for the West Jakarta District Court Decision Number 336/PDT.G/2013/PN Jkt. Bar. which should have been granted according to the Consumer Protection Law but was not granted and North Jakarta District Court Decision Number 193/PDT.G/2019/PN Jkt. Utr. is already aligned with Consumer Protection Law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nenny Febriyanti
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai iklan menyesatkan pada iklan multivitamin.
Multivitamin merupakan sesuatu yang dibutuhkan untuk mengimbangi kegiatan
manusia yang semakin sibuk sehingga dibutuhkan multivitamin untuk menjaga daya
tahan tubuh maupun untuk berbagai manfaat lainnya. Pelaku usaha akan berlombalomba
untuk mengiklankan produk multivitaminnya. Iklan ini sangat berperan dalam
pengambilan keputusan apakah akan membeli suatu produk atau tidak. Oleh karena
itu, sudah seharusnya iklan memberikan informasi yang sebenar-benarnya agar tidak
menipu konsumen. Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban terhadap
iklan yang menyesatkan tersebut.

Abstract
This thesis investigates the misleading multivitamin advertisement. Multivitamin is
necessary to balance the daily activities of human who are more busy nowadays, thus
vitamin is needed to keep the immune system and as well as the other benefits.
Businessmen will compete to advertise their multivitamin products. These
advertisements have a significant role in whether to buy or not to buy a product.
Therefore, an advertisement should provide correct information in order not to
deceive the consumers. This thesis discusses the responsibility of those misleading
advertisements.;"
Universitas Indonesia, 2012
S43310
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>