Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138037 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Euis Purwanisari
"ABSTRAK
Keamanan pangan saat ini telah menjadi isu penting dalam kesehatan masyarakat.Sekitar 10-20 kejadian luar biasa pada penyakit akibat makanan disebabkan oleh terkontaminasinya makanan dan minuman oleh mikroorganisme pathogen melalui penjamah makanan.Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai bakteri patogen pada penjamah makanan di kantin ini.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kejadian infeksi bakteri patogen pada penjamah makanan di kantin sebuah kampus di Depok. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian dilakukan bulan Mei-Juni 2017 di kantin sebuah kampus di Depok.Populasi penelitian ini seluruh penjamah makanan yang berada di kantin sebuah kampus di Depok.Jumlah sampel 60 orang penjamah makanan.Data yang dikumpulkan merupakan data primer yaitu hasil wawancara dan observasi data karakteristik dan perilaku penjamah, serta data infeksi bakteri patogen melalui pemeriksaan feses di laboratorium.Hasil penelitian diketahui bahwa 60 penjamah makanan termasuk dalam kelompok umur tidak berisiko 30-50 tahun , proporsi penjamah makanan berjenis kelamin laki-laki sedikit lebih banyak dari perempuan 53,3 , mayoritas berpendidikan rendah 58,3 , setengahnya pernah mengikuti pelatihan kesehatan 50 , dan seluruhnya belum pernah melakukan imunisasi tifoid. Hasil pemeriksaan feses diketahui bahwa ada 3 penjamah makanan yang teridentifikasi mengandung bakteri E.coli O157 dalam fesesnya. Selain itu perilaku dan personal hygiene sebagian besar penjamah termasuk dalam kategori kurang baik, faktor lingkungan seperti fasilitas sanitasi kantin sebagian besar sudah memenuhi syarat, dan 83,3 penjamah tidak ada riwayat kontak dengan binatang. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara karakteristik, perilaku, personal hygiene, fasilitas sanitasi dan riwayat kontak dengan binatang terhadap infeksi bakteri patogen.Dengan melihat hasil penelitian ini, disarankan agar pihak kampus terus melakukan edukasi terhadap penjamah makanan terkait perilaku dalam pengelolaan makanan dan pengawasan secara rutin terhadap kualitas kesehatan penjamah, kualitas makanan dan kondisi sanitasi agar kantin dan penjamah tidak menjadi sarana penyebaran penyakit.

ABSTRACT
Current food security has become an important issue in public health. Approximately 10 20 of the extraordinary incidence of foodborne illness is caused by food and drink contamination by pathogenic microorganisms through food handlers. Until now there has been no research on pathogenic bacteria at food handlers in this canteen.The purpose of this study is to know the incidence of pathogenic bacterial infections in food handlers in the cafeteria of a campus in Depok. The research design used was cross sectional. The study was conducted in May June 2017 in the canteen of a campus in Depok. The population of this study is all food handlers located in the cafeteria of a campus in Depok. The sample size is 60 food handlers. The data collected are primary data that is the result of interview and observation of characteristic and behavioral data of the handler, and data of bacterial pathogen infection through stool examination in the laboratory.The results of the study revealed that 60 of food handlers were included in the non risk age group 30 50 years , the proportion of male sex food handlers was slightly higher than women 53.3 , the majority of them were low educated 58.3 , Half have attended health training 50 , and all have never done tifoid immunization. The results of faecal examination revealed that there are 3 food handlers identified contain bacteria E. coli O157 in fesesnya. In addition, the behavior and personal hygiene of most of the handlers are in poor category, environmental factors such as canteen sanitation facilities are largely eligible, and 83.3 of the handlers have no history of contact with animals. There was no statistically significant relationship between characteristics, behavior, personal hygiene, sanitation facilities and contact history with animals against pathogenic bacterial infections.By looking at the results of this study, it is suggested that the campus continue to educate food handlers related to behavior in food management and regular supervision on the quality of health of the handlers, food quality and sanitary conditions for canteen and handlers not be a means of spreading the disease."
2017
T47827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Wulan Kusuma Wardhani
"Makanan dapat terkontaminasi oleh hazard biologi, kimia, dan fisika. Bakteri Salmonella sebagai hazard biologi jika mengontaminasi makanan akan menyebabkan foodborne disease seperti demam tifoid. Indonesia menempati urutan ketiga insidens tertinggi kejadian demam tifoid di Asia 81,7 per 100.000/tahun. Kantin sebagai tempat pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi dan menjamin keamanan makanan yang dijajakan. Akan tetapi, masih ditemukan makanan yang positif mengandung Salmonella 0,18. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran higiene penjamah makanan, sanitasi makanan, dan sanitasi lingkungan serta kontaminasi Salmonella pada makanan yang disajikan di kantin-kantin Universitas Indonesia. Penelitian deskriptif dengan desain studi cross sectional ini menggunakan data primer. Data primer berupa hasil pengujian sampel makanan di laboratorium dengan metode Total Plate Count dan observasi terhadap higiene penjamah makanan, sanitasi makanan, dan sanitasi lingkungan kantin dengan bantuan check list. Penelitian menemukan bahwa sebagian besar makanan yang disajikan di kantin positif terkontaminasi Salmonella 53,0. Untuk setiap pengelola kantin fakultas hendaknya memberikan pelatihan kepada penjamah makanan terkait praktik cuci tangan yang benar, menyediakan fasilitas tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air mengalir, penyediaan lemari penyimpanan makanan matang yang tertutup, tempat sampah dan toilet yang memenuhi syarat.

Food can be contaminated by biological, chemical, and physical hazards. Salmonella bacteria as a biological hazard if contaminating food will cause foodborne diseases such as typhoid fever. Indonesia is the third highest incidence of typhoid fever in Asia 81.7 per 100,000 year. The canteen as a food processing place must meet the sanitary requirements and guarantee the security of the food being sold. Although there is still found the food that positively contains Salmonella 0.18. The aim of the study is to know the description of hygiene of food handler, food sanitation, and environmental sanitation and Salmonella contamination on food served in canteens of Universitas Indonesia. The study was descriptive research with cross sectional study design using primary data. Primary data is the result of food sample test in laboratory with Total Plate Count method and observation on hygiene of food handler, food sanitation, and environmental sanitation of canteen with the help of checklist. The study found most of the food served in the canteen was positively contaminated with Salmonella 53.0. For every faculty cafeteria manager should provide training on food handlers related to proper hand washing practices, provide hand washing facilities with soap and running water, provide closet covered of food storage, bins and sanitary toilets. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69012
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmah Afani
"Kontaminasi makanan terhadap mikroorganisme, terutama bakteri merupakan penyebab terbesar terjadinya keracunan makanan. Agen antibakteri dengan kandungan senyawa alami menarik perhatian, salah satunya mikroalga. Namun, informasi mengenai potensi antibakteri dari mikroalga masih terpaku pada beberapa spesies. Oleh karena itu, skrining aktivitas antibakteri dilakukan untuk menemukan potensi dari spesies baru. Ekstraksi metabolit mikroalga secara bertingkat menggunakan n-heksan, etil asetat, dan etanol. Kemudian, pengujian dilakukan dengan metode resazurin reduction (RR)assay untuk menentukan aktivitas antibakteri dan Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS) Shimadzu GCMS-QP 2010 Ultra dengan fase diam Rtx-5MS untuk analisis senyawa aktif. Hasil menunjukkan isolat Chlorella vulgaris InaCC M205 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli InaCC B5 dan Staphylococcus aureus InaCC B4, isolat Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus InaCC B4 dan Bacillus cereus InaCC B9, serta isolat Nannochloropsis oceanica InaCC M207 juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus InaCC B4 dan Bacillus cereus InaCC B9. Kandungan senyawa aktif yang ditemukan berupa methyl palmitate, methyl linoleate, methyl cis-7,10,13,16,19-docosapentaenoate, dan methyl cis-11,14,17-Icosatrienoate.

Food contamination of microorganisms, especially bacteria is the biggest cause of food poisoning. Antibacterial agents with the content of natural compounds attract attention, one of which is microalgae. However, information regarding the antibacterial potential of microalgae is still fixated on some species. Therefore, screening of antibacterial activity is carried out in order to discover the potential of new species. Extraction of microalgae metabolites in a serial using n-hexane, ethyl acetate, and ethanol. Then, testing was carried out using resazurin reduction (RR) assay method to determine antibacterial activity and Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GCMS) Shimadzu GCMS-QP 2010 Ultra with a stationary phase of Rtx-5MS for active compound analysis. The results showed that Chlorella vulgaris InaCC M205 inhibit the growth of Escherichia coli InaCC B5 and Staphylococcus aureus InaCC B4, Tetraselmis subcordiformis InaCC M206 inhibit the growth of Staphylococcus aureus InaCC B4 and Bacillus cereus InaCC B9, as well as Nannochloropsis oceanica InaCC M207 also inhibits the growth of Staphylococcus aureus InaCC B4 and Bacillus cereus InaCC B9. The active compounds found are methyl palmitate, methyl linoleate, methyl cis-7,10,13,16,19-docosapentaenoate, and methyl cis-11,14,17-Icosatrienoate."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bimo Adi Wicaksono
"Latar Belakang: Pada tanggal 12 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan penyakit Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai pandemi yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Infeksi virus dapat menyebabkan kolonisasi organ yang terinfeksi akibat penurunan respon imun oleh patogen akibat penurunan respons imun serta masuknya bakteri patogen melalui akses yang diperantarai oleh mikroorganisme oportunis. Hingga saat ini telah banyak studi yang membahas COVID-19 dari aspek epidemiologi dan karakteristik klinis namun informasi terkait infeksi sekunder akibat bakteri pada COVID-19 masih terbatas.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang dengan dengan menelusuri data rekam medis pasien yang memiliki riwayat perawatan pneumonia COVID-19 di ruang isolasi Pinere RSUP Persahabatan sejak 1 Januari 2021 - 31 Desember 2021. Total sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 111 pasien.
Hasil Penelitian: Total pasien pneumonia COVID-19 yang dirawat di ruang isolasi Pinere selama tahun 2021 yaitu sebanyak 718 pasien. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebanyak 111 pasien. Karakteristik pasien pneumonia COVID-19 didominasi oleh jenis kelamin laki-laki, median usia 53 tahun, lama rawat 11 hari, status gizi obesitas, belum divaksin, derajat keparahan sedang, penggunaan antivirus remdesivir, antibiotik levofloksasin, azitromisin dan kortikosteroid. Terdapat pertumbuhan bakteri pada 41,5% hasil biakan yang terdiri dari gram negatif (38,8%) dan gram positif (2,7%). Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri gram positif terbanyak yang tumbuh, sedangkan Enterococcus faecalis merupakan satu-satunya gram positif yang tumbuh. Tidak terdapat hubungan antara hasil biakan patogen saluran napas terhadap luaran pasien pneumonia COVID-19 (nilai p=0,738). Derajat keparahan tidak berhubungan dengan hasil biakan, tetapi berhubungan dengan luaran pasien pneumonia COVID-19.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara hasil biakan patogen saluran napas terhadap luaran pasien pneumonia COVID-19.

Background: World Health Organization (WHO) declared Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) as a pandemic caused by the Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) virus on March 12, 2020. Viral infections can cause colonization of infected organs due to decreased immune response and entry of pathogenic bacteria through access mediated by opportunistic microorganism. Until now, there have been many studies discussing COVID-19 from the aspect of epidemiology and clinical characteristics, but information regarding secondary infections caused by bacteria in COVID-19 is still limited.
Methods: The design of this study is cross-sectional by tracing the medical record data of patients who had a history of treatment for COVID-19 pneumonia in the Pinere isolation ward of Persahabatan General Hospital from January 1st 2021 to December 31st 2021. The total sample in this study was 111 patients.
Result: The total number of COVID-19 patients treated in the Pinere isolation room during 2021 is 718 patients. Patients who met the inclusion and exclusion criteria were 111 patients. The characteristics of COVID-19 patients were dominated by male, median age 53 years, length of stay 11 days obesity, not yet vaccinated, moderate severity, use of antiviral remdesivir, antibiotics levofloxacin, azithromycin and corticosteroid. There was bacterial growth in 41,5% of culture results consisting of gram negative (38,8%) and gram positive (2,7%). Klebsiella pneumoniae is the most gram positive bacteria that grows, while Enterococcus faecalis is the only gram positive that grows. There was no relationship between the results of respiratory tract cultures and the outcomes of COVID-19 patients (p value = 0.738). The severity of COVID-19 is not associated to culture results, but is associated to the patient’s outcome.
Conclusion: There was no relationship between the results of respiratory tract cultures and the outcomes of COVID-19 patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Trimurti Habazar
Padang: Fakultas Pertanian Universitas Andalas, 2000
576.165 HAB d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini Irma Susanti
"[ABSTRAK
Latar belakang. Kolitis infeksi adalah proses inflamasi pada usus besar yang disebabkan oleh infeksi bakteri patogen, seperti Shigella, Salmonella, E.coli, dan Campylobacter. Dibuktikan dengan pemeriksaan kultur tinja, tetapi biayanya cukup mahal, perlu waktu dan tidak selalu tersedia di semua fasilitas kesehatan. Rekomendasi WHO jumlah lekosit lebih dari 10 per LPB untuk Shigella disentriae dengan klinis disentri dan merupakan indikasi pemberian antibiotika. Sering ditemukan anak diare dengan lekosit kurang dari 10/LPB tetapi hasil kultur positif bakteri patogen. Mencari hubungan jumlah lekosit tinja dengan kejadian diare yang disebabkan infeksi bakteri patogen yang memerlukan terapi antibiotika.
Tujuan. Mengetahui prevalensi, sebaran bakteri patogen, nilai leukosit mikroskopik tinja pada anak dengan kolitis infeksi bakteri. Mengetahui hubungan leukosit tinja dengan kultur tinja dan pola sensitivitas antibiotika pada kolitis infeksi bakteri.
Metode. Penelitian deskriptif dengan metode potong lintang dan uji diagnostik untuk menilai sensitivitas hitung leukosit tinja untuk mendiagnosis kolitis infeksi bakteri. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dari bulan Januari- Juni 2015.
Hasil. Dari 45 subjek penelitian ditemukan kultur positif pada 19 subjek (42,2%). Bakteri terbanyak yang ditemukan adalah E.coli (79%), Salmonella sp. (10,5%), dan C.difficille (10,5%). Pada titik potong ROC ditemukan nilai lekosit >8 per LPB dengan sensitivitas 0,654 dan spesifisitas 0.632. E.coli masih memperlihatkan sensitivitas cukup tinggi terhadap kloramfenikol dan siprofloksasin tetapi tidak terhadap sefiksim. Salmonella sp. sensitif terhadap kloramfenikol, sefiksim, dan seftriakson, sedangkan C. difficile sensitif terhadap Seftriakson.
Simpulan. Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 19 (42,2%) subyek penderita diare hasil kultur tinja positif bakteri patogen dan pada titik potong ROC ditemukan nilai lekosit > 8 per LPB dengan sensitivitas 65.4% dan spesifisitas 63.2%. Pada pola sensitivitas antibiotika, E.coli sensitif terhadap kloramfenikol dan siprofloksasin dan Salmonella dan C.difficile sensitif terhadap seftriakson.

ABSTRACT
Background. Infective colitis is an inflammatory process in the colon caused by pathogenic bacterial infection, such as Shigella, Salmonella, E.coli, and Campylobacter. Diagnosis is made by fecal culture, but the cost is relatively expensive, time-consuming, and not readily available in every health facility. WHO recommends that fecal leukocyte more than 10 per HPF for the diagnosis of Shigella disentriae with clinical symptom of dysentriae and indicated for antibiotic treatment. Often there are diarrheic children with leukocyte less than 10/HPF but the culture is positive for pathogenic bacteria. This study would like to look for the relationship between fecal leukocyte and incidence of diarrhea caused by pathogenic bacteria infection that requires antibiotic therapy.
Objective. To study the prevalence, distribution of pathogenic bacteria, leukocyte count in fecal microscopic test in children with bacterial infective colitis. To study the relationship between fecal leukocyte and fecal culture with sensitivity pattern of antibiotics in bacterial infective colitis.
Methods. Descriptive, cross-sectional study and diagnostic test to study the sensitivity of fecal leukocyte count in diagnosing bacterial infective colitis. Study was performed in the Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, from January to June 2015.
Results. From 45 study subjects, positive culture was found in 19 subjects (42.2%), and the most common bacteria were E.coli (79%), Salmonella sp. (10.5%), and C. difficille (10,5%). At the ROC we found leukocyte count >8 per HPF as cutoff point with 0.654 sensitivity and 0.632 specificity. E. coli still showed relatively high sensitivity to chloramphenicol and ciprofloxacin, but not to cefixime. Salmonella sp. were sensitive to chloramphenicol, cefixime, and ceftriaxone, while C. difficile were sensitive to ceftriaxone.
Conclusion. In this study there were 19 (42.2%) subjects with diarrhea, with positive fecal culture for pathogenic bacteria. At the ROC cutoff point we found leukocyte count > 8 per HPF with 65.4% sensitivity and 63.2% specificity. On the antibiotic sensitivity pattern, E. coli was sensitive to chloramphenicol and ciprofloxacin, while Salmonella dan C.difficile were sensitive to ceftriaxone, Background. Infective colitis is an inflammatory process in the colon caused by pathogenic bacterial infection, such as Shigella, Salmonella, E.coli, and Campylobacter. Diagnosis is made by fecal culture, but the cost is relatively expensive, time-consuming, and not readily available in every health facility. WHO recommends that fecal leukocyte more than 10 per HPF for the diagnosis of Shigella disentriae with clinical symptom of dysentriae and indicated for antibiotic treatment. Often there are diarrheic children with leukocyte less than 10/HPF but the culture is positive for pathogenic bacteria. This study would like to look for the relationship between fecal leukocyte and incidence of diarrhea caused by pathogenic bacteria infection that requires antibiotic therapy.
Objective. To study the prevalence, distribution of pathogenic bacteria, leukocyte count in fecal microscopic test in children with bacterial infective colitis. To study the relationship between fecal leukocyte and fecal culture with sensitivity pattern of antibiotics in bacterial infective colitis.
Methods. Descriptive, cross-sectional study and diagnostic test to study the sensitivity of fecal leukocyte count in diagnosing bacterial infective colitis. Study was performed in the Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, from January to June 2015.
Results. From 45 study subjects, positive culture was found in 19 subjects (42.2%), and the most common bacteria were E.coli (79%), Salmonella sp. (10.5%), and C. difficille (10,5%). At the ROC we found leukocyte count >8 per HPF as cutoff point with 0.654 sensitivity and 0.632 specificity. E. coli still showed relatively high sensitivity to chloramphenicol and ciprofloxacin, but not to cefixime. Salmonella sp. were sensitive to chloramphenicol, cefixime, and ceftriaxone, while C. difficile were sensitive to ceftriaxone.
Conclusion. In this study there were 19 (42.2%) subjects with diarrhea, with positive fecal culture for pathogenic bacteria. At the ROC cutoff point we found leukocyte count > 8 per HPF with 65.4% sensitivity and 63.2% specificity. On the antibiotic sensitivity pattern, E. coli was sensitive to chloramphenicol and ciprofloxacin, while Salmonella dan C.difficile were sensitive to ceftriaxone]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Usman
"Latar Belakang: Patogenitas Corynebacterium pada infeksi difteri, sangat terkait dengan toksin yang dihasilkannya. Indonesia merupakan negara ke dua di dunia yang memiliki kasus difteri terbanyak dengan 1.665 kasus dan 29 kasus kematian di tahun 2018. Toksin difteri dapat dihasilkan oleh 3 spesies penyebab, yaitu C. diphtheriae, C. ulcerans, dan C. pseudotuberculosis yang sulit dibedakan secara mikroskopik dan kultur, sehingga diperlukan deteksi molekuler untuk membedakanya. Karakterisasi C. diphtheriae sebagai spesies penyebab utama, diperlukan untuk mengetahui hubungan kekerabatanya dengan spesies negara lain untuk mencari kemungkinan sumber infeksi.
Metode: Sebanyak 108 sampel klinis digunakan dalam penenlitian ini. Teknik kultur dilakukan untuk mendeteksi 3 Corynebacterium patogenik, sedangkan realtime PCR hanya dirancang untuk mendeteksi C. ulcerans dan C. pseudotuberculosis. Pengujian inhibitor, sensitifitas, dan spesifisitas dilakukan pada tahap optimasi. Karakterisasi C. diphtheriae dilakukan dengan metode sekuensing menggunakan gen rpoB parsial pada kultur sampel klinis.
Hasil: Limit deteksi real-time PCR untuk C. ulcerans dan C. pseudotuberculosis secara berurutan sebanyak 4,49 dan 1,06 DNA copy number. Uji spesifisitas terhadap 18 mikrorganisme menunjukkan tidak terdapat reaksi silang. Pengujian terhadap 108 sampel klinis memberikan hasil yang sama dengan kultur, tidak ditemukan C. ulcerans dan C. pseudotuberculosis. Pada kultur sampel klinis ditemukan C. diphtheriae sebanyak 10 sampel (9,26%), yang dapat dikelompokkan menjadi 4 clade yaitu clade I, III, IV dan V dengan similaritas 99,2 % sampai 99,7%.
Kesimpulan: Kasus suspek difteri dalam studi ini tidak berkaitan dengan infeksi C. ulcerans dan C. pseudotuberculosis, dan hanya positif C. diphtheriae . Hasil karakterisasi gen rpoB pada C. diphtheriae, memperlihatkan hubungan kekerabatan dengan beberapa negara.

Background: Pathogenicity of Corynebacterium in diphtheria infection is closely related to toxin production. Indonesia is the second highest country in the world that has the most diphtheria cases with 1,665 cases and 29 deaths in 2018. Diphtheria toxin can be produced by 3 species, such as C. diphtheriae, C. ulcerans and C. pseudotuberculosis which are difficult to distinguish microscopically and culture, therefor molecular detection is needed to differentiate them. Characterization of C. diphtheriae as the main causative species, is needed to determine its relationship with other countries to find possible source of infection.
Method: A total of 108 clinical samples were used in this study. Culture techniques were performed to detect 3 pathogenic Corynebacterium and real-time PCR was only designed to detect C. ulcerans and C. pseudotuberculosis. Inhibitor, sensitivity and specificity testing were carried out at the optimization stage. Characterization of C. diphtheriae from culture of clinical samples, was carried out by sequencing method using partial rpoB genes.
Result: The real-time PCR detection limits for C. ulcerans and C. pseudotuberculosis were 4.49 and 1.06 DNA copy number, respectively. Specificity test for 18 microorganism showed no cross reaction. Tested on 108 clinical samples gave the same results as culture, there were not found C. ulcerans and C. pseudotuberculosis. In clinical culture samples found 10 (9.26%) C. diphtheriae, which can be grouped into 4 clades namely clades I, III, IV and V with similarities of 99.2% to 99.7%.
Conclusion: Suspected diphtheria cases in this study were not related to C. ulcerans and C. pseudotuberculosis infections, and were only positive for C. diphtheriae. The results of the rpoB gene characterization test on C. diphtheriae showed a close relationship with several countries.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Rosadi
"Penjamah makanan memiliki peran penting dalam persebaran tifoid, kemungkinan penjamah tersebut carrier yang dapat menularkan bakteri S.typhi pada saat mengolah makanan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik individu, sanitasi lingkungan dan keberadaan Salmonella typhi pada penjamah makanan di lingkungan Sekolah Dasar Kota Tangerang. Penelitian deskriptif dengan desain cross sectional, besar sampel 208 penjamah makanan. Pengumpulan data menggunakan kusisioner dan pemeriksaan usap dubur penjamah makanan dengan reagen API 20E Biomeriux. Hasil uji laboratorium sampel usap dubur penjamah makanan menunjukkan bahwa seluruhnya negatif S.typhi 100. Berdasarkan hasil analisis pada variabel karakteristik penjamah makanan didapatkan responden dominan berumur 36-45 tahun 34,1, perempuan 51,9 ,berpendidikan rendah 50,5, tidak memiliki riwayat tifoid keluarga 70,7 ,berpengetahuan cukup tentang tifoid 73,6, berperilaku hidup bersih dan sehat cukup baik 91,8, memiliki kebersihan tangan kurang baik 56,3, tidak memiliki kebiasaan jajan di luar rumah 64,9, dan memiliki tempat sampah terbuka 73,6. Saran yang dapat diberikan kepada pemerintah Kota Tangerang yaitu penjamah makanan harus diperiksa kesehatan setiap 6 bulan sekali secara rutin dengan uji mikroorganisme berupa pemeriksaan sampel usap dubur atau tangan umtuk memastikan bahwa penjamah makanan tersebut bukanlah pembawa kuman patogen.

The food handlers have an important role for spreading typhoid. There is a possibility that the food handlers were typhoid carrier, who can pass the Salmonella typhi during the processing food. This research aims to know the description of the individual characteristics, environmental sanitation and the presence of Salmonella typhi at food handlers in the elementary school neighborhood of Tangerang city. The type of this research is a descriptive study with large samples as much as 208 food handlers by using cross sectional design study. Data collection was done using questionnaire and examination of food handlers rectal swab sample with reagent API 20E Biomeriux. The results of the laboratory test of rectal swab samples showed that all of them are entirely negative for S. typhi 100. Based on the analysis results of the individual characteristic variables were obtained that respondents aged 36 45 years 34.1, dominantly women 51.9, low educated 50.5, did not have a history of typhoid fever in their family 70.7, knowledgeable enough about typhoid 73.6, having a clean and healthy life behavior quite well 91.8, did not have the habit of eating outside the home 64.9, had a less good hand hygiene 56.3 and have the open trash cans 73.6. The suggestion that can be given for the Tangerang city goverment that the food handlers rsquo health should be checked once in every 6 months with microorganism test by getting examination from their rectal and hand swab to make sure that they are not the carriers of pathogens."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68346
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akmal Hadi
"Makanan yang sehat dan aman merupakan faktor penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia saat ini masih sering diketemukan kasus-kasus penyakit yang disebabkan oleh makanan yang tidak hygienis. Tempat penjualan makanan merupakan salah satu tempat dimana makanan diolah dan disajikan yang diperuntukkan bagi masyarakat dan perlu mendapat perhatian, karena masih banyak ditemukan tempat-tempat yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Disamping itu pengetahuan penjamah makanan sangat berpengaruh terhadap perlakuan makanan, sehingga makanan tersebut hygienis serta aman untuk dikonsumsi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran sejauh mama tingkat pengetahuan penjamah makanan pada kantin di lingkungan Kampus Universitas Indonesia Depok tentang praktek hygiene dan sanitasi makanan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tenaga penjamah makanan pada kantin di lingkungan Kampus Universitas Indonesia Depok, sudah cukup baik. Tingkat pengetahuan tenaga penjamah makanan yaitu 91 sangat baik, 38,2 % cukup baik, 18,2 % kurang baik dan 4,5 % sangat kurang. Walaupun masih ada 10 orang yang mempunyai pengetahuan kurang baik.
Untuk itu dirasa perlu untuk meningkatkan pengetahuan dari yang kurang baik tersebut dengan cara mengadakan pelatihan tentang praktek hygiene dan sanitasi makanan. Kualitas makanan yang dijual oleh pedagang makanan, berkualitas baik. Berdasarkan hasil penelitian, perlu ditingkatkan upaya pembinaan dan pengawasan terhadap tempat penjualan makanan agar makanan yang dihasilkan memenuhi syarat kesehatan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Yunaenah
"Makanan jajanan pada Kantin Sekolah Dasar memiliki potensi yang sangat besar dalam pemenuhan gizi anak sekolah, disamping itu juga memiliki tingkat kerawanan yang dapat menimbulkan kasus keracunan makanan apabila tidak dilakukan pembinaan yang maksimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kontaminasi E.coli pada makanan jajanan di Kantin Sekolah Dasar. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional pada 65 Kantin Sekolah Dasar Negeri dan Swasta di Wilayah Jakarta Pusat pada bulan April-Mei Tahun 2009.
Uji statistik yang digunakan adalah chi square. Kontaminasi E.coli positif pada makanan sebesar 37 (56,92%), pada minuman sebesar 40 (61,54%), pada makanan dan minuman sebesar 49 (75,4%), kualitas E.coli air bersih yang tidak memenuhi syarat sebesar 27 (41,5%). Terdapat hubungan yang bermakna antara kontaminasi E.coli dengan penyimpanan makanan matang dengan OR=6,783, penyajian makanan dengan OR=6,188, fasilitas sanitasi dengan OR=9,214 dan tenaga penjamah makanan dengan OR=7,407 dengan risiko sebesar 37,08 Disarankan untuk dilakukan peningkatan program usaha kesehatan sekolah (UKS), perilaku hidup bersih dan sehat kepada para pedagang dan anak sekolah, serta menyediakan fasilitas sanitasi dan penyajian makanan yang memenuhi syarat di Kantin Sekolah Dasar.

Nibbles food at the primary school's canteen has two differences side, in one hand, it has known as a potential role in fulfilling the nutrition of the school age children, but in another hand, it has also a potential role for the entry point to a food poisoning cases if a proper food management has not been maximally applied. The purpose of the study is to find out the factors related to E. coli contamination on nibbles food at the primary school's canteen. The study is using a cross-sectional design of 65 Public and Private Primary Schools at the area of Central Jakarta. Data are taken from April to May 2009.
Chi-square is used as the statistic's test. The study results are that a positive E. coli contamination found 37 (56.92%) on nibble's food, 40 (61.54%) on drinks, and on both food and drinks are 49 (75.4%). The quality of E. coli in the water that fails to meet a good requirement is 27 (41.5%). There is significant relationship between E. coli contamination and cooked food storage with an OR at 6.783, food presentation with OR at 6.188, sanitation provision with an OR at 9.214, and food service attendant with an OR at 7.407 with risk at 37,08. It is suggested an increasing on the programs of Health School Program (UKS) and the Healthy and Clean Life Behavior Program (PHBS) intended for the canteen's vendors and the students itself, as well as to provide the sanitation facility and food performance management which meet the requirements for Primary School's canteen.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T21801
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>