Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 224200 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moh Faruk Rozi
"Tesis ini menggambarkan perlindungan hukum, dan upaya penyidik dalam hal ini Unit PPA Polrestro Jakarta Utara terhadap praktek-praktek tindak kejahatan kejahatan seksual yang terjadi atas anak dalam hal ini perbuatan cabul yang dilakukan oleh Syanwani alias Iwan seorang marbot penjaga mushollah Al-Barkah di Kelapa Gading Jakarta Utara. Perlakuan cabul yang dilakukan tersangka terhadap 26 orang anak laki-laki itu dilakukan di dalam kamar yang ada di mushollah tersebut. Selain itu dijabarkan dan dijelaskan pula dalam tesis ini mengenai kendala apa saja yang dialami penyidik dalam penanganan kasus pelecehan dan kekerasan seksual di wilayah hukum Polrestro Jakarta Utara. Penyidikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual pelecehan, pencabulan dan atau pemerkosaan harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak demi tercapainya hak anak sebagai korban. Kurangnya jumlah personil unit PPA Polrestro Jakarta Utara, ditambah dengan minimnya penyidik dan penyidik pembantu yang sudah mengikuti pendidikan kejuruan PPA. Aggaran unit PPA yang belum memadai dan masih harus menginduk pada Satreskrim Polrestro Jakarta Utara ini menjadikan penanganan kasus-kasus yang masuk ke unit PPA mengalami kendala. Termasuk didalamnya adalah anggaran visum untuk korban dari keluarga tidak mampu yang memang tidak sedikit. Sarana dan prasarana yang minim. Seperti belum terpisahnya ruang penanganan anak dari Polres dalam hal ini perlunya shelter atau save house yang lokasinya di luar Polres atau Polsek dan dibuat senyaman mungkin dan ramah bagi anak. Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah perlunya pendamping yakni psikolog anak untuk menangani trauma anak pasca pelecehan atau kekerasan seksual yang terjadi, dan juga peran serta masyarakat atau keluarga untuk berkerjasama melaporkan segala sesuatunya jika terdapat anak atau anggota keluarga yang menjadi korban pelecehan dan tindak kekerasan seksual. Sehingga proses penyidikan bisa langsung dilakukan oleh polisi.

This thesis describes the legal protection and investigation efforts particularly of the Women and Child Protection Unit (PPA Unit) of the North Jakarta Metro Police, in handling sexual crimes against children, which in this case are the obscene acts committed by Syanwani alias Iwan, keeper of Musholla Al-Barkah in Kelapa Gading, North Jakarta. The obscene acts committed by the suspect against 26 boys were conducted inside a room in the musholla. Furthermore, this thesis also elaborates and explains the obstacles faced by the investigators in handling cases of sexual harassment and violence in the North Jakarta Metro Police jurisdiction. Investigation as a form of legal protection for child victims of sexual violence (harassment, obscenity and/or rape) must refer to Law No. 35 of 2014 on Child Protection in order to fulfill children's rights as victims. The lack of personnel in the PPA Unit of the North Jakarta Metro Police, as well as the inadequate number of investigators and investigative assistants who have undertaken vocational education in Women and Child Protection, and also the PPA Unit budget which is insufficient and still under the Criminal Investigation Unit of North Jakarta Metro Police cause obstacles in handling the PPA Unit cases. This includes medico-legal examination budget for victims from poor families which is quite considerable. The facilities and infrastructure are sparse. For example, the room for handling children is not separated from the police station. Thus a shelter or safe house located outside the station is needed, providing maximum comfort and ease for children. Another point that requires attention is the need for the accompaniment of a child psychologist to handle the child's trauma after sexual harassment or violence, and also community or family participation to work together and report any events in which children or family members fall victim to sexual harassment and violence. In this way, the police can immediately conduct the investigation process."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mazumah
"Tulisan ini membahas tentang konsep restitusi bagi korban tindak pidana kekerasan seksual sebelum dan sesudah peraturan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). UU TPKS hadir dalam rangka memberikan jaminan pencegahan, pelindungan, akses keadilan, dan pemulihan, serta pemenuhan hak-hak korban secara komprehensif yang selama ini tidak pernah didapatkan oleh korban kekerasan seksual yang kerap kali menjadi korban kembali dalam sistem hukum di Indonesia. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pemenuhan hak korban kekerasan seksual, terutama restitusi, dalam sistem hukum di Indonesia. Data yang dipergunakan dalam tulisan ini diperoleh melalui metode penelitian yang bersifat sosiolegal. Hal ini dilakukan dengan menganalisis implementasi peraturan perundang-undangan tentang restitusi berdasarkan penerapannya sebagaimana disampaikan dalam wawancara pendamping dari Women Crisis Center (WCC) Dian Mutiara Malang dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sementara itu, analisisnya menggunakan teori restoratif dan teori hukum feminis.
Hambatan penelitian ini adalah Penulis tidak banyak menemukan praktik restitusi bagi korban kekerasan seksual baik sebelum atau setelah UU TPKS disahkan pada 2022 lalu. Kelemahan penerapan restitusi sebagai pidana pokok bagi pelaku kekerasan seksual yang diancam pidana penjara 4 (empat) tahun masih terjadi. Dalam implementasinya, restitusi masih belum menjadi hak korban yang harus dipenuhi oleh pelaku tindak pidana. Sebagai hak, korban juga memiliki kewenangan menolak atau menerima dengan beragam alasan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemenuhan hak korban kekerasan seksual belum optimal, khususnya restitusi. Kemudian terdapat tantangan pula berupa perspektif Aparat Penegak Hukum yang masih beragam dalam implementasi restitusi sebagai hak korban sehingga dibutuhkan layanan terpadu antar pihak agar restitusi menjadi hak bagi korban dalam upaya pemenuhan pemulihan akibat dari kasus yang dialami.

This paper discusses the concept of restitution for victims of sexual violence before and after the regulation of the Law Number 12 of 2022 on the Crime of Sexual Violence. The Crime of Sexual Violence Law is present in order to provide guarantees of prevention, protection, access to justice, and recovery, as well as the comprehensive fulfillment of victims' rights that have never been obtained by victims of sexual violence who often become victims again in the legal system in Indonesia. This research wants to find out how the fulfillment of the rights of victims of sexual violence, especially restitution, in the legal system in Indonesia. Data used in this paper was obtained through sociolegal research method. This is done by analyzing the implementation of laws and regulations on restitution based on its implementation as conveyed in an accompanying interview from the Women Crisis Center (WCC) Dian Mutiara Malang and the Witness and Victim Protection Agency (LPSK). Meanwhile, the analysis uses restorative theory and feminist legal theory.
The obstacle for this research is that the author did not find many restitution practices for victims of sexual violence both before and after the Crime of Sexual Violence Law was passed in 2022. The weak application of restitution as the main punishment for perpetrators of sexual violence who are sentenced to 4 (four) years imprisonment still occurs. In its implementation, restitution is still not a victim's right that must be fulfilled by the perpetrator of the crime. As a right, victims also have the authority to refuse or accepts for various reasons. The results of this study conclude that the fulfillment of the rights of victims of sexual violence has not been optimal, especially restitution. Then there are also challenges in the form of perspectives of law enforcement officials that are still diverse in the implementation of restitution as a victim's right, hence integrated services are needed between parties so that restitution becomes a right for victims in an effort to fulfill recovery from the cases they experience.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meyzia Ellena Ayuningtyas
"Tesis ini membahas mengenai pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja oleh pemberi kerja setelah berlakunya Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 88 Tahun 2023 dimana pemberi kerja wajib untuk membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut bagaimana implementasi Keputusan Menteri ini pada pelaksanaannya. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual, dampaknya terhadap korban, dan bagaimana implementasi Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 88 Tahun 2023. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dan non-doktrinal. Setiap pekerja memiliki hak atas perlindungan terhadap moral dan juga kesusilaan serta diperlakukan sebagaimana harkat dan martabat manusia dan juga nilai-nilai agama, namun tindak kekerasan seksual dapat terjadi kepada siapa pun sehingga penting untuk dibentuk pihak yang khusus untuk menangani pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja.

This thesis discusses the formation of a Task Forces for the Prevention and Handling of Sexual Violence Within the Workplace by employers after the issuance of the Minister of Manpower Decree Number 88 of 2023 where employers are required to form a Task Forces for the Prevention and Handling of Sexual Violence Within the Workplace, but further research needs to be done on how the implementation of this Ministerial Decree is implemented. This thesis aims to find out what is meant by sexual violence, its impact on victims, and how the the Minister of Manpower Decree Number 88 of 2023 is implemented. The research methods used are doctrinal and non-doctrinal. Every worker has the right to protection of morals and decency and to be treated according to human dignity and religious values, however sexual violence can happen to anyone so it’s important to establish a special party to handle the prevention and handling of sexual violence in the workplace."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Febrianto
"Tugas karya akhir ini membahas pelecehan seksual yang dialami perempuan pekerja dalam ruang kerja online saat work from home pada masa pandemi COVID-19. Dengan menggunakan teori feminis radikal, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana terjadinya kekerasan seksual berbasis jenis kelamin/gender yang difasilitasi teknologi terhadap perempuan pekerja selama WFH, apa yang menjadi latar belakangnya, dan menjelaskan perbedaan kekerasan seksual berbasis sex/gender di ruang fisik dengan ruang cyber. Tugas karya akhir ini menggunakan secondary data analysis untuk menganalisis data dari Never Okay Project dan South East Asia Freedom of Expression Network (2020) dan ditemukan bahwa kekerasan seksual berbasis gender terhadap perempuan pekerja dalam ruang cyber memiliki penyebab dasar yang sama dengan yang terjadi di ruang fisik karena teknologi mereproduksi hubungan hierarki gender. Meski begitu, pelecehan seksual yang dialami perempuan pekerja dalam ruang cyber saat pandemi COVID-19 menghasilkan dampak, kerentanan, dan ketidakberdayaan yang lebih buruk daripada pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja fisik pada umumnya.

The work of this final paper discusses sexual harassment experienced by women workers in the online workspaces when working from home during the COVID-19 pandemic. Using radical feminist theory, this paper aims to explain how technology-facilitated gender/gender-based sexual violence occurs against women workers during WFH, what is the background, and also explain the difference between sex/gender-based sexual violence in physical space and cyberspace. This final paper uses secondary data analysis to analyze the data from Never Okay Project and South East Asia Freedom of Expression Network (2020) and it is found that gender-based sexual violence against women workers in cyberspace has the same basic causes as those that occur in physical space because technology reproduces hierarchical gender relations. Even so, the sexual harassment experienced by women workers in cyberspaces during the COVID-19 pandemic resulted in a worse impact, vulnerability and helplessness that sexual harassment that occurred in the physical workplace in general."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dararima Sani
"Konser musik underground (MUG), sebagai ruang alternatif bagi individu yang menentang budaya arus utama, belum menjadi ruang aman dan bebas dari kekerasan seksual bagi perempuan. Skripsi ini bertujuan untuk memahami kontrol tubuh dan seksualitas yang dilakukan terhadap perempuan dalam konser MUG melalui kekerasan seksual oleh laki-laki. Teori yang digunakan adalah teori feminisme radikal dan carnival of crime. Data dikumpulkan dengan metode penelitian wawancara mendalam,focus group discussion, observasi partisipan, dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konser MUG mempertahankan nilai patriarkis melalui superioritas laki-laki, stereotip gender, dan hegemoni maskulinitas sebagai transgresi maskulin yang memarjinalkan, mensubordinasikan, dan mengobjektifikasi perempuan. Hal tersebut menciptakan rape culture di mana kekerasan seksual oleh laki-laki menjadi alat kontrol sosial yang menanamkan rasa takut dan membebankan tanggung jawab untuk menghindari kekerasan seksual pada perempuan. Kontrol terhadap tubuh dan seksualitas perempuan tersebut menimbulkan perlukaan pada perempuan dan membangkitkan resistensi oleh perempuan. Dengan begitu, kontrol tubuh dan seksualitas yang dilakukan laki-laki melalui kekerasan seksual terhadap perempuan dalam konser MUG memengaruhi perbedaan pengalaman perempuan dalam konser MUG.

Underground music (MUG) concerts, as an alternative space for individuals who oppose mainstream culture, have not yet become safe spaces free from sexual violence for women. This thesis aims to understand the control of women's bodies and sexuality in MUG concerts through sexual violence by men. The theories used are radical feminism and the carnival of crime. Data were collected using research methods such as in-depth interviews, focus group discussions, participant observation, and literature studies. The research findings indicate that MUG concerts uphold patriarchal values through male superiority, gender stereotypes, and the hegemony of masculinity as a masculine transgression that marginalizes, subordinates, and objectifies women. This creates a rape culture where sexual violence by men becomes a tool of social control that instills fear and places the responsibility for avoiding sexual violence on women. Control over women's bodies and sexuality causes harm to women and provokes resistance from women. Thus, the control of women's bodies and sexuality by men through sexual violence at the MUG concert affects the differing experiences of women at the MUG concert.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Paramesti Putri Widiyanto
"Artikel ini membahas peran media sosial dalam mendukung dan membela korban kekerasan seksual secara virtual. Pada Januari 2024, terdapat 139 juta pengguna media sosial aktif di Indonesia. Angka ini setara dengan 49.9% dari total penduduk Indonesia (We Are Social, 2024). Sejalan dengan itu, seiring bertambahnya jumlah pengguna media sosial di Indonesia, konstruksi budaya partisipatif masyarakat semakin kokoh. Anggota budaya partisipatif percaya bahwa kontribusi mereka penting dan mereka mengedepankan hubungan sosial satu sama lain (Jenkins et al., 2009). Memanfaatkan teori budaya partisipatif Jenkins dan mengaitkannya dengan keterlibatan pengguna aktif media sosial di Indonesia, khususnya Instagram, kajian ini membahas tentang dukungan dan pembelaan komunitas daring terhadap korban kekerasan seksual. Artikel ini berpendapat bahwa budaya partisipatif pengguna Instagram di Indonesia menyediakan edukasi bagi para korban kekerasan seksual, yang secara tidak langsung mendukung dan membela korban kekerasan seksual secara virtual.
This article discusses the role of social media in virtually supporting and defending victims of sexual violence. In January 2024, there are 139 million active social media users in Indonesia, which amounts to 49.9% of Indonesia’s population (We Are Social, 2024). Accordingly, as the number of social media users in Indonesia grows, the construction of a participatory culture in society becomes more robust. Participatory culture is where members believe their contributions matter and feel some degree of social connection with one another (Jenkins et al., 2009). Utilizing Jenkins’ participatory culture theory and connecting it to the engagement of active users of social media in Indonesia, particularly Instagram, this study concerns the online community’s support and defense for victims of sexual violence. This article argues that the participatory culture of Instagram users in Indonesia provides education for victims of sexual violence, indirectly supporting and defending victims of sexual violence virtually."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fiana Dwiyanti
"Skripsi ini membahas mengenai pelecehan seksual pada perempuan di tempat kerja dengan lokasi studi kasus di Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta. Ditulis dengan menggunakan perspektif kriminologi feminis, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi-partisipatoris yang memungkinkan peneliti untuk ikut merasakan apa yang dialami oleh subjek penelitian dan memahami langsung fenomena yang terjadi di dalamnya. Penelitian ini menggambarkan bentuk-bentuk pelecehan yang terjadi di Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta, faktor-faktor penyebab pelecehan seksual di Kantor Satpol PP Provinsi DKI Jakarta, dan resistensi dari para korban pelecehan seksual di kantor tersebut.

This thesis described the sexual harassment in the workplace with the Office of Study Sites in Jakarta municipal police. Written using feminist criminology perspective, this study used a qualitative approach with participatory observation method which enables researchers to come to feel what is experienced by the subject of research and understanding the phenomena that occurs directly in it. This study describes the forms of abuse that occur in the Office of DKI Jakarta municipal police, the factors that cause sexual harassment in the Office of DKI Jakarta municipal police, and the resistance of the victims of sexual harassment in the office."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Putrinara
"Persoalan victim blaming terhadap perempuan korban kekerasan seksual dipicu oleh stereotip tentang perempuan dalam masyarakat patriarki. Budaya patriarki mengonstruksi stereotip tentang perempuan yang menjadi dasar penilaian seorang perempuan. Cerpen “Kuping” karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie menggambarkan isu victim blaming yang dialami oleh perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan perilaku victim blaming dan diskriminasi yang terjadi pada tokoh perempuan dalam cerpen “Kuping”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa victim blaming pada perempuan korban kekerasan seksual terjadi karena masyarakat patriarkis lebih percaya dengan pernyataan dari laki-laki serta adanya stereotip tentang perempuan. Perlakuan diskriminatif yang diterima oleh perempuan korban kekerasan seksual berupa pengucilan dan pengabaian. Melalui cerpen ini, pengarang memperlihatkan bahwa victim blaming dan diskriminasi merupakan persoalan yang memberikan penderitaan bagi korban kekerasan seksual. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perempuan korban kekerasan seksual mendapatkan perlakuan diskriminasi berlapis dan masyarakat patriarkis yang tidak dapat memberikan keadilan bagi mereka. Karya ini juga menunjukkan pandangan dan kritik pengarang tentang victim blaming dan diskriminasi yang dapat menyadarkan masyarakat tentang dampak yang ditimbulkan dari persoalan sosial tersebut.
Blaming the victim towards female victim of sexual violence is stimulated by stereotypes about women in a patriarchal society. Patriarchal culture constructs stereotypes and become the basis for judging women. The short story “Kuping” by Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie contains the issue of victim blaming experienced by women. This study aims to describe victim blaming and discriminatory behavior that occurs to female characters in the short story “Kuping”. This study uses a qualitative method with a sociology of literature approach. The results of this study indicate that the victim blaming towards female victim of sexual violence occurs because of patriarchal society that believes more in men and there are stereotypes about women. The discriminatory treatment received by female victims of sexual violence is exclusion and disregard. Through the short story, the author shows that victim blaming cause suffering to victims of sexual violence. From this study, it can be concluded that women victims of sexual violence receive multiple forms of discrimination and patriarchal society unable to provide justice for them. This short story also shows the author’s point of view and criticisms about victim blaming and discrimination which can raises an awareness about the impacts of these social issues.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Annisa Rahma
"Meskipun perempuan dan laki-laki dapat menjadi korban maupun pelaku pelecehan seksual, penelitian ini menyoroti keterbatasan diskusi terkait pelecehan seksual dimana laki-laki sebagai korbannya. Pelecehan seksual merupakan tindakan verbal dan fisik yang mengandung unsur seksual tidak diinginkan, berdampak pada individu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan Systematic Literature Review (SLR) sebagai metode. Artikel-artikel dari Google Scholar dan Scopus yang dipublikasikan antara 2020-2024 diseleksi menggunakan platform web Covidence, serta pencarian manual dari database relevan. Hasilnya mengungkapkan bahwa pola bentuk dan faktor-faktor penyebab pelecehan seksual, termasuk dinamika kekuasaan, stereotip gender, kurangnya pemahaman masyarakat, dan pengalaman individu dapat mempengaruhi pelecehan seksual dimana laki-laki menjadi korbannya serta dapat pula mempengaruhi korban dalam merespon dan melaporkan kejadian yang mereka alami. Penelitian ini juga menemukan dampak dari pelecehan seksual yang dialami oleh laki-laki meliputi stigma, penolakan sosial, dampak professional dan karir, kesulitan mendapatkan bantuan sosial, dan keraguan identitas. Temuan ini menekankan pentingnya meningkatkan pemahaman terhadap pelecehan seksual dimana laki-laki sebagai korbannya

Although both women and men can be victims and perpetrators of sexual harassment, this research highlights the limited discussion regarding sexual harassment where men are the victims. Sexual harassment consists of unwanted verbal and physical actions with sexual elements, impacting individuals. This study uses a qualitative approach with a Systematic Literature Review (SLR) as the method. Articles from Google Scholar and Scopus published between 2020-2024 were selected using the Covidence web platform, along with manual searches from relevant databases. The results reveal that patterns and causal factors of sexual harassment, including power dynamics, gender stereotypes, lack of public understanding, and individual experiences, can influence sexual harassment where men are the victims and also affect how victims respond to and report incidents they experience. This research also finds that the impacts of sexual harassment experienced by men include stigma, social rejection, professional and career impacts, difficulties in obtaining social support, and identity doubts. These findings emphasize the importance of increasing understanding of sexual harassment where men are the victims."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>