Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29570 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Todd T. Ames
"Tulisan ini mengulas cara-cara perubahan sosial dan pembangunan ekonomi mempengaruhi kehidupan orang Toraja di Sulawesi. Perubahan-perubahan yang diawali pada masa penjajahan Belanda telah menjadi semakin intens semenjak tahun 1970-an. Beberapa perubahan yang menonjol ialah peralihan dari kegiatan subsistensi menjadi buruh upahan, berlangsungnya migrasi dan pemindahan dana secara besar-besaran, serta perkembangan industri pariwisata. Semua bentuk perubahan ini disebabkan oleh berbagai kekuatan ekonomi-politik yang saling terkait. Yang terpenting dari kekuatan tersebut ialah pembentukan kaum proletar, perekonomian uang, serta program pemerintah nasional dalam memodernisasi ekonomi dan mengomersialkan kebudayaan Toraja. Penelitian sebelumnya yang dilaksanakan pada tahun 1994 menunjukkan bahwa orang-orang Toraja telah berhasil dengan sukses melibatkan diri dalam berbagai kegiatan ekonomi di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Hal yang juga menonjol ialah munculnya suatu status baru dalam jenjang hirarkhi berdasarkan keberhasilan ekonomi yang telah mengubah sistem kasta tradisional dan cara memanfaatkan upah atau penghasilan untuk mendanai kegiatan usaha, membayar biaya pendidikan, dan meningkatkan taraf hidup. Pada bulan November dan Desember 2000 dilaksanakan penelitian lebih lanjut. Tulisan ini mengkaji beberapa dampak krisis ekonomi dan politik tahun 1997/1998, pengaruhnya pada proses perubahan yang terjadi, dan cara-cara orang-orang Toraja menanggapi kekuatan ekonomi dan politik yang dihadapi. Secara khusus akan diulas dampak dari krisis itu pada aktivitas ketenagakerjaan orang-orang Toraja, usaha kecil dan menengah, tingkat penghasilan dan pengeluaran, produksi tanaman pangan/palawija, pariwisata, serta migrasi tenaga kerja dan dana."
2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Martin Rössler
"Selama 4 dasawarsa kehidupan penduduk Sulawei Selatan mengalami perubahan-perubahan yang radikal karena pengaruh pemerintah kolonial maupun perubahan administratif. Seperti terlihat pada komunitas desa yang diteliti penulis di daerah dataran tinggi Gowa, masuknya Islam setelah 1910 turut mengubah kehidupan keagamaan dan paling penting adalah pemukiman kembali seluruh penduduk desa dari lembah sungai ke jalan utama pada sekitar tahun 1970. Penulis mengkaji tentang prinsip organisasi sosial dan keagamaan setempat, serta berbagai perubahan sosial pada tingkat makro dan mikro. Struktur normatif yang fundamental dari masyarakat setempat dapat dipahami sebagai model abstrak yang didasarkan atas beragam hubungan simbolis antara organisasi sosial dan dunia gaib (supernatural). Model apapun dari suatu komunitas sosial - apakah di formulasikan oleh antropolog atau informan lokal - dalam kenyataan merupakan sutau konstruksi yang didasarkan atas pengamatan dan panafsiran serta diekspresikan dalam bentuk verbal atau tulisan. Model budaya seperti itu dapat tidak sesuai dengan realitas sosial karena kehidupan sosial untuk sebagian besar ditentukan oleh norma-norma yang berbeda, konflik kepentingan dan ketidaksamaan pengetahuan yang dimiliki anggota masyarakat. Penulis berpendapat perlunya mengganti model yang dibentuk oleh anggota-anggota masyarakat dengan suatu model yang lebih terbuka sebagai titik tolak analisis bagi etnografer, yaitu apa yang disebutnya "open cultural model"."
1991
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Goh, Beng Lan
"Dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan yang melakukan kajian ulang tentang hubungan-hubungan antara pusat dan periferi, memunculkan pandangan baru yang melihat hubungan keduanya sebagai hubungan yang saling terkait dan tergantung. Pandangan yang mematahkan pemikiran tentang hubungan keduanya sebagai hubungan bersifat hirarkis dan satu arah itu memungkinkan berkembangnya konseptualisasi global dan lokal sebagai proses yang berkelanjutan, tanpa mengutamakan yang satu di atas yang lain. Perkembangan ini memiliki implikasi yang signifikan pada studi tentang masyarakat-masyarakat nonbarat, karena pemikiran-pemikiran itu membuka ruang teoretis yang mengakui nonbarat sebagai pencipta teori dan pengetahuan, daripada hanya sebagai perangkat-perangkat respons terhadap bentuk-bentuk universal. Dalam usaha untuk bertumpu pada orientasi itu, berbagai penelitian masa kini pada masyarakat dan kebudayaan di Asia Tenggara telah mengemukakan perlunya meninggalkan perspektif berorientasi barat dan kapitalisme. Sebaliknya, fokus perhatian ditujukan pada hal-hal khusus tentang ekonomi, kebudayaan, dan kebutuhan-kebutuhan nasional yang menjadi prioritas masyarakat dan kebudayaan itu sendiri. Berkembang minat perhatian yang semakin besar pada sejarah lokal, kebudayaan, dan struktur-struktur sosial, serta kaitannya dengan kekuatan-kekuatan nasional dan global. Kajian ini bertujuan untuk memahami pandangan yang berbeda tentang rasionalitas dan kapitalisme dalam upaya mereproduksi, menerjemahkan, dan mengubah bentuk-bentuk barat/eksternal. Tulisan ini mendiskusikan debat yang muncul dari pendekatan-pendekatan baru tersebut untuk mengkaji ulang lokal dan global sebagai kategori-kategori yang simultan dan saling terkait, yang menjadikan apa yang lokal dan spesifik itu juga sebagai yang global dan komparatif."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Christoph Antweiler
"Tulisan ini membahas situasi etnis yang khas di Sulawesi Selatan. Tradisi pertukaran antaretnis yang sudah lama berlaku, dan konflik terbuka yang relatif jarang terjadi, menjadi fokus kajian tulisan ini. Di lain pihak, secara politis, kota dan daerah sekitarnya baru saja terintegrasi ke dalam negara Indonesia. Karena itu, secara historis Sulawesi Selatan masih terkenal dengan jelas atas kecenderungannya untuk memisahkan diri dari, atau tidak sepenuhnya terintegrasi ke dalam negara Indonesia. Jika konsep dan gagasan otonomi daerah akan sungguh-sungguh diterapkan, Sulawesi Selatan merupakan tempat yang sangat tepat untuk uji coba. Bagian lain dari tulisan ini mengulas metode-metode untuk meningkatkan partisipasi lokal dalam pembangunan. Beberapa metode elicitation yang sederhana, namun dapat diandalkan, digambarkan dengan menggunakan contoh pengetahuan perkotaan dalam konteks pengambilan keputusan mengenai tempat tinggal di Makassar sebagai sebuah kota propinsi yang multietnis. Sebuah metode yang hampir tidak dipergunakan di Indonesia dan dalam program pembangunan, yakni repertory grid technique yang berasal dari Kelly's psychology of personal constructs, digambarkan dengan rinci. Metode tersebut terdiri dari perbandingan triadik yang dikombinasikan dengan prosedur peringkat (ranking procedure) yang menunjukkan suatu pola kognitif dari konstruk mental (a cognitive pattern of mental constructs). Dideskripsikan pula penyesuaian secara teknis dan budaya dari metode dan masalah-masalah praktis yang berkaitan dengan wawancara."
2001
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lany Probojo
"
'Islam Lokal' orang Tidore, atau kebudayaan, hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan roh personal, jin. Kepercayaan ini dianggap sebagai bukan Islam, terbelakang dan bukan orang Indonesia; bahkan sebagai penyembah berhala, alfuru, oleh beberapa pegawai pemerintah sipil Tidore yang berpengaruh, dan terlibat di dalam program pembangunan pemerintah. Program pembangunan tersebut mencakup aspek-aspek seperti perubahan industri perikanan regional yang bersifat tradisional menjadi industri perikanan yang bersifat modern dan melibatkan masyarakat ke dalam gotong royong desa. Perusahaan-perusahaan baru di bidang industri perikanan dan pertanian menghasilkan sebuah sistem moneter baru yang berpengaruh besar pada struktur sosial dan kebudayan lokal. Ideologi negara, Pancasila, menjadi sangat relevan dalam konteks ini. Masyarakat mulai memperdebatkan istilah Islam Pancasila, yang hanya menyembah Allah, dan Muslim yang hanya pergi ke mesjid. Menjadi modern tidak hanya berarti menjadi kaya. Ini adalah satu contoh kasus berimbasnya globalitas terhadap lokalitas. Di sisi lain, globalitas dapat memperkuat kesadaran lokalitas. Terdapat pula serangan-serangan terbuka terhadap kebudayaan sendiri yang diorganisasikan oleh para mubaliq di sekitar Ternate, yang mendukung gerakan keagamaan dalam melenyapkan rumah-rumah dan artefak-artefak roh,yang sangat menyinggung harga diri orang Tidore. Tetapi, keadiluhungan Orang Tidore lainnya yang bersifat tradisional menggarisbawahi 'bhinneka tunggal ika', serta 'menggali dan melestarikan kebudayaan setempat'. OrangTidore mendeklarasikan secara resmi bahwa 'Islam' di Tidore tidak akan pernah dapat dipisahkan dari Jin mereka. Tulisan ini mengulas perdebatan tersebut. Menyikapi hal ini, penulis berargumentasi bahwa ideologi pembangunan nasional dan negara bangsa telah mendorong masyarakat Tidore ke dalam kancah konflik dengan kebudayaannya sendiri. Gagasan 'kesatuan dalamkeragaman' hanya dapat direalisasikan, jika perbedaan dihormati dan diterima sebagai sebuah representasi sosial yang sahih dari setiap lokalitas."
2000
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eriko Aoki
"Based on data from fieldwork in Flores, this article suggests an indigenous form of tolerance and suppleness as the model for a new form of multiculturalism in Indonesia. Many studies of nationalism have criticized the perspective that developing nation-states need 'strong nationalism. However, if we step out of this hegemonic preoccupation, we come to realize that the relevant question is not how Indonesia can keep its unity but on what conditions Indonesia can function well as a politico-economic system, keeping diverse areas incorporated in the post-modern and global contexts at present and in the future. In Flores, people have been traversing real and imagined borders since the time of the Austronesian migration and the age of Southeast Asian maritime commerce. Even after independence, Flores has had direct transnational linkage through the Catholic network and recently quite a few Catholic priests and candidates from Flores have been sent abroad. Due to the development of global capitalism, many people from mountainous areas in central Flores also go to Malaysia as low-paid labourers, and they accommodate well to the new situations. As illegal labourers, Florenese people develop social ties with the people whom they meet overseas. Even when they are arrested and forced to come home from Malaysia, they are never stigmatized in their home village. I would like to name tentatively this principle of social adaptability and political flexibility, which also orders life in Florenese villages, 'Austronesian cosmopolitanism'. I further suggest that this Austronesian principle of political flexibility could prove a useful model for the Indonesian nation-state as it struggles to adopt a new political model that prevents the escalation of retaliatory violence and allows the country to continue as a politico-economic unit"
2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Horstmann, Alexander
"Walau merupakan kajian yang relatif baru, para ahli antropologi semakin menyadari bahwa perbatasan merupakan laboratorium perubahan sosial dan kebudayaan yang penting. Tidak ada kawasan lain tempat berlangsungnya kontradiksi yang tajam dalam hal representasi komuniti lokal. Seperti di kawasan perbatasanlah ditemukan kelompok-kelompok minoritas. Para ahli antropologi yang mempelajari perbatasan, termasuk di Borneo dan Laut Sulu, sangat menaruh perhatian pada proses inkorporasi komuniti-komuniti perbatasan itu kedalam negara-bangsa, dan masyarakat-global. Tulisan ini bermaksud mendiskusikan sebuah konsep yang koheren tentang batas dan daerah perbatasan, serta mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan penelitian dan agenda studi perbatasan di masa depan. Penulis mengemukakan sebuah argumentasi bahwa masa depan dari studi perbatasan bertumpu pada kajian tentang sejarah komuniti-komuniti yang terpinggirkan, misalnya masyarakat Iban, Bugis, dan Orang Laut. Diulas pula cara komuniti-komuniti perbatasan itu memberikan makna dan bentuk pada transformasi ruang di kawasan perbatasan. Dimensi kesejarahan dan sejarah lisan perlu pula memperoleh perhatian dalam studi komuniti-komuniti perbatasan."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Benda-Beckman, Franz von
"Keamanan sosial merupakan satu bidang yang kini banyak menjadi perhatian ahli antropologi hukum. Dalam artikel ini, penulis menyajikan hasil penelitiannya tentang studi perbandingan pada sistem-sistem keamanan nasional dari penduduk Maluku Tengah yang memiliki latar belakang kebudayaan dan agama yang sama, tetapi yang bermukim di dua Negara yang berbeda: Indonesia dan Belanda. Keamanan sosial mengacu pada mekanisme yang menjamin diperolehnya kesempatan untuk hidup yang layak, baik bagi orang-orang dewasa yang sehat dalam satu komuniti maupun bagi mereka yang tidak dapat menyajikan hal itu untuk dirinya sendiri. Dalam artikel ini penulis menunjukkan bagaimana bentuk-bentuk keamanan sosial dalam komuniti yang berbeda terwujud karena pengaruh kondisi sosial dan ekonomi yang berbeda pula."
1989
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Vayda
"Bertolak dari pengalaman penulis dalam mengamati pelaksanaan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) di Jawa Tengah, penulis berargumentasi bahwa tingkah laku penduduk setempat dan pengetahuan yang melandasinya - yang dinilai relevan bagi suatu program pembangunan yang khusus atau suatu program aksi yang praktis - dapat merupakan hal yang bermanfaat untuk menjadi pokok kajian Antropologi. Dalam argumentasinya penulis menekankan bahwa tingkah laku dan pengetahuan itu dapat menjadi fokus kajian sekali pun tidak dikenali sebelumnya sebagai hal yang secara budaya dinilai tepat, secara sosial diterima atau, dalam cara-cara yang penting, dipengaruhi oleh model-model budaya yang spesifik tentang dunia yang melingkupinya. Dengan tetap menaruh perhatian pada pengaruh-pengaruh budaya, ahli-ahli antropologi dapat memberikan sumbangsihnya secara lebih baik pada program-program pembangunan seperti program Pengendalian Hama Terpadu, bila mereka tidak terperangkap pada pertimbangan-pertimbangan yang dibatasi hanya pada hal-hal yang terkait erat dengan budaya dalam menentukan pokok kajian. Sebaliknya, mereka dapat mencurahkan perhatiannya untuk secara seksama mengamati situasi-situasi khusus dalam upaya menelusuri faktor-faktor apa saja, baik faktor-faktor budaya atau lainnya, yang beroperasi sebagai faktor-faktor yang berpengaruh pada pengetahuan dan tingkah laku penduduk setempat yang relevan."
1998
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>