Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94701 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulkifli Amsyah
"ABSYTRAK
Masalah pokok disertasi ini adalah mengenai persepsi dosen di wilayah Jakarta terhadap perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan dalam 0rganisasi. 0rganisasi terdiri dari tiga kelompok yaitu organisasi kenegaraan, niaga, dan kemasyarakatan. Yang menjadi rumusan masalah penelitian adalah bagaimana hubungan antara masing-masing elemen internal dan linglcungan ekstemal organisasi dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan dalam organisasi.
Perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan dalam organisasi (dalam disertasi digunakan juga istilah korupsi) merupakan perilaku karyawan yang bekerja dalam organisasi, karena itu teori dasar yang penulis gunakan adalah teori perilaku keorganisasian Teori yang sesuai antara lain adalah teori perilaku keorganisasian Keith Davis dan John W. Newstrom dalam bukunya Human Behavior at Work: Organizaiional Behavior. Dinyatakan bahwa perilaku keorganisasian adalah studi dan aplikasi
pengetahuan mengenai bagaimana karyawan bertindak dalam organisasi. Perilaku keorganisasian dipengaruhi oleh elemen-elemen internal yaitu manusia (people), struktu (structure), dan teknologi (technology), serta elemen-elcrnen lingkungan eksternal yaitu suprastruktur dan kemasyarakatan. Di dalam penelitian kelima elemen tersebut merupakan variabel-variabell yang berhubungan dengan variabel penyalahgunaan wewenang keuangan dalam organisasi. Berdasarkan variabel-variabel tersebut penulis tentukan indikator-indikator penelitian yang akan menjadi butir-butir pertanyaan kuesioner.
Populasi penelitian adalah pengajar perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) yang berjumlah sekilar 8000 orang di wilayah Jakarta. Dengan menggunakan tabel Rea dan Parker, penulis tentukan jumlah sampel sebanyak 360 orang. Secara purposive penulis pilih bidang/jurusan administrasi, hukurn, manajemen, ilmu po1itik, dan psikologi yang ada pada 12 (dua belas) Universitas dan sekolah tinggi yang menjadi kelompok rcsponden Dari 360 lembar kuesioner yang didistribusikan, kucsioner yang kembali sejumlah 329 lembar.
Tcmuan penclitian menunjukkan bahwa terjadi dan meluasnya penyahgunaan wewenang keuangan dalam organisasi adalah berhubungan erat dengan permasalahan-permasalahan internal dan eksternal organisasi, yailu: kepuasan kerja, disiplin, nilai-nilai, kepemimpinan atasan, penghargaan, golongan kepangkatan, budaya organisasi, karir, karakteristik pekerjaan, tertib administrasi, teknologi informasi jaringan, sistcm infomasi keuangan, kepemimpinan presiden, pengawasan fungsional, pengawasan dan hukum, birokrasi publik, pengawasan eksternal, pengawasan internal, kesenjangan ekonomi, pencucian uang, dwifunngsi, dan feodalisme.
Implikasi teoritis penelitian ini adalah bahwa korupsi atau penyalahgunaan wewenang keuangan dalam organisasi adalah tcrmasuk bidang perilaku keorganisasian yang dapat dikembangkan melalui penelitian-penelirian bidang lain. Permaslahan korupsi memang merupakan permasalahan yang luas dan rumit, karena itu sesuai dengan pendekatan bidang perilaku keorganisasian yang merupakan kombinasi antardisiplin yaitu: Psikologi (Psikologi Keorganisasian), Sosiologi (Sosiologi Keorganisasian), Antropologi (Budaya Organisasi), llmu Politik (Kekuasaan), Sojarah (Sejarah Organisasi dan Manajemen), dan Ekonomi (Teori Keputusan).
Dalam hal implikasi kebijakan, hasil penelitian dapat digunakan untuk keperluan penyusunan kebijakan agar dapat dilakukan pcngelolaan organisasi yang baik (goodgovernance) pada organisasi kenegaraan, niaga, maupun kcmasyarakatan."
2002
D505
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septi Mustika Rini
"ABSTRAK
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan seharusnya memberikan perlindungan bagi Pejabat Pemerintahan dari kriminalisasi terkait penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugasnya. Karena di dalam ketentuan pasal 21 terdapat pengaturan mengenai pengujian penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selama ini jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan langsung ditarik ke ranah hukum pidana, padahal banyak kasus yang sudah diadili di pengadilan tindak pidana korupsi sejatinya hanyalah kesalahan administrasi. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat deskriptif dan menggunakan data sekunder. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah statute approach, conceptual approach, case approach. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua perbuatan penyalahgunaan wewenang dalam hukum administrasi Negara bersifat melawan hukum pidana. Kemudian hakim telah keliru dalam menerapkan hukum pasal 3 Undang-undang Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dalam putusan Nomor 17/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt.Pst. Untuk itu saran yang diberikan penulis adalah terhadap kasus dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan harus mengedepankan prinsip premium remidium yaitu dengan mendahulukan proses hukum dalam hukum administrasi Negara sebagaimana ditentukan oleh pasal 20 dan 21 UUAP. Sedangkan hukum pidana diletakkan sesuai dengan khittahnya yaitu sebagai senjata pamungkas yang harus dipergunakan dalam upaya penegakan hukum sesuai dengan asas ultimum remidium. Selain itu dalam proses pembuktian unsur menyalahgunakan kewenangan pasal 3 Undang-undang Tipikor hakim harus mempertimbangkan parameter-parameter penyalahgunaan wewenang dalam hukum administrasi Negara agar hakim tidak prematur menentukan bahwa suatu perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai perbuatan penyalahgunaan wewenang yang berujung pada jatuhnya pemidanaan, akan tetapi harus mempertimbangkan apakah ada unsur niat jahat (mens rea) yang mendahului perbuatan tersebut.

ABSTRACT
Law Number 30/2014 on Government Administration should provide protection for Government Officials from criminalization related to abuse of power in carrying duties out. Because in the Article 21, there are arrangements the authority to investigate abuse of power carried out by civil servants through the State Administrative Court (PTUN). To date, if there are alleged abuse of power in official, it is directly drawn to the realm of criminal law, even though many cases that have been tried in the corruption court are actually administrative errors. This study is a descriptive normative research using secondary data. The approach use statute approach, conceptual approach, and case approach. The result shows that not all acts of abuse of power in administrative law oppose criminal law. Then the judge has mistakenly applied the law of Article 3 of the Corruption Law in conjunction with article 55 paragraph (1) of the first Criminal Code in conjunction with article 64 paragraph (1) of the Criminal Code in the decision Number 17 / Pid.Sus / TPK / 2015 / PN.Jkt.Pst. For this reason, the author advises that cases of alleged abuse of power by civil servant must prioritize the premium remidium principle by prioritizing legal processes in state administrative law as determined by Article 20 and 21 Law No. 30/2014 on Government Administration (UUAP). Whereas the criminal law is placed in accordance with its principles as the ultimate weapon that must be used in law enforcement efforts in accordance with the principle of ultimum remidium. In addition, in the process of proving the element of abusing power Article 3 of the Law Corruption judge must consider the parameters of abuse of power in state administrative law so that the judge does not prematurely determine that an act violates the provisions of legislation as an act of abuse of power leading to the fall of punishment, but must consider whether there is a mental element of the crime (mens rea) that precedes the action."
2019
T54519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Masbudi
"Penanganan penyalahgunaan wewenang petugas Polantas dalam penindakan terhadap pelanggar lalu-lintas dengan menerapkan sanksi disiplin, sanksi pidana serta sanksi kode etik merupakan babak baru dalam proses penegakan hukum bagi anggota Po1ri. Sebagai hal yang bersifat baru, masih perlu dilakukan pembenahan terhadap sistem pelaksanaannya. Melalui penulisan tesis ini, penulis akan menggambarkan bagaimana penanganan penyalahgunaan wewenang petugas Polantas dalam penindakan terhadap pelanggar lalu-lintas oleh Bidpropam Polda Metro Jaya.
Dalam penulisan tesis ini pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif.teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan terlibat wawancara, pemeriksaan dokumen,dan pemilihan kasus yang diteliti. Penelitian ini difokuskan kepada penanganan penyalahgunaan wewenang petugas Polantas dalam melakukan penindakan terhadap pelanggar lalu-lintas yang dilakukan oleh Bidpropam Polda Metro Jaya, baik secara preventif maupun represif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk penyalahgunaan wewenang petugas Polantas dalam melakukan penindakan terhadap pelanggar lalu-lintas, baik dalam bentuk Pungli denda damai menerima setoran maupun pemalsuan Tilang adalah merupakan penyimpangan pekerjaan polisi yang juga merupakan korupsi polisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penanganan penyalahgunaan wewenang tersebut adalah merupakan wujud dan ciri-ciri dari pelaksanaan Birokrasi Patrimonial dimana pimpinan dari petugas Polantas yang melakukan penyalahgunaan wewenang yang karena jabatannya diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin kepada bawahan yang dipimpinnya. Disamping itu dalam penanganannya juga ada terkesan diskriminasi,yaitu dalam arti masih memandang bahwa siapa yang melanggar, perbuatan apa yang dilanggar serta adakah hubungan yang saling menguntungkan antara penyidik Bidpropam dengan petugas yang melangggar serta kebijakan dan pimpinan juga turut mewarnai penanganan penyalahgunaan wewenang petugas Polantas tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penanganan ,antara lain adalah faktor pengorganisasian, ketentuan hukum yang berlaku, kebijakan pimpinan,dan budaya yang berkembang dalam organisasi Polri.
Dalam rangka mencapai tujuan sistem penegakan hukum terhadap penanganan penyalahgunaan wewenang tersebut, maka diperlukan adanya organisasi atau unit khusus yang bertugas untuk melakukan penanganan/penyidikan terhadap pelanggaran hukum,disiplin maupun kode etik yang dilakukan anggota Polri. Selain itu diperlukan adanya prosedur pelaksanaan penegakan hukum yang dapat berfungsi sebagai suatu sistem dan dapat mengakomodasi pelaksanaan ketentuan hukum yang berlaku bagi anggota Polri.

The handling of power abuse which is conducted by traffic police officers in enforcing the law on traffic violators by applying disciplinary sanction, criminal sanction and code of ethic sanction is a new paradigm in processing the law enforcement on Indonesian National Police (POLR1) members. As a new paradigm, it is necessary to straighten out the system of its implementation. Through the thesis, the author tries to describe how Profession and Security Department of Jakarta Metropolitan Regional Police handle power abuse conducted by traffic police officers in enforcing the law on traffic violators.
The author employs qualitative approach and data is collected through involved observation, interview, and document review and case choice. The thesis focuses on the handling of power abuse conducted by traffic police officers in enforcing the law on traffic violators by Profession and Security Department of Jakarta Metropolitan Regional Police, either in preventive ways or repressive ways.
The results of the research reveal that such power abuses are conducted in several ways, such as illegal levies, negotiation, and fake tickets. All the forms are classified as police corruption. The results of the research also reveal that the handling is usually held in patrimonial bureaucrat way in which the superior of the traffic police officers conducting the abuse is given authority to punish his or her subordinates. In addition, there is a discriminative thing meaning that the superior considers who does the abuse, what regulation is violated, and whether it is a mutual relationship between the investigators of Profession and Security Department and traffic police officers who does the power abuse. Moreover, the results of the research reveal some factors that influence the implementation of such handling, such as organizing factor, the existing regulations or laws, the management's policies, and the existing cultures in POLRI organization.
In order to achieve the goals, it is necessary to have a special unit or organization which has the duties to handle and to investigate disciplinary Violation or code of ethic violations conducted by POLRI members. Furthermore, it is necessary to have a procedure of the implementation of law enforcement that functions as a system. Such procedure can also accommodate the implementation of laws or regulations applied to POLRI members."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erfan Karya Yudha
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang pertanggungjawaban penyalahgunaan wewenang. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur larangan penyalahgunaan wewenang dan apabila terbukti dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi Pidana. Dengan perbedaan penerapan sanksi yang diberikan, timbul permasalahan, 1. bagaimanakah ketentuan larangan penyalahgunaan wewenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, 2. bagaimanakah pertanggungjawaban penyalahgunaan wewenang berdasarkan persfektif hukum administrasi negara, dan 3. bagaimana konsep penyalahgunaanwewenang hukum administrasi negara dapat dijadikan sebagai parameter unsur menyalahgunakan kewenangan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu dengan mengidentifikasi konsep penyalahgunaan wewenang. Aparatur negara melakukan tindakan pemerintah atas nama yang diwakili atau jabatan. Terhadap aparatur negara yang melakukan kesalahan objektif dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, dibebani tanggungjawab jabatan dan dapat dikenakan sanksi administratif, sebaliknya aparatur negara dibebani tanggungjawab pribadi ketika ia melakukan kesalahan subjektif. Sanksi pidana baik berupa penjara maupun denda dapat diterapkan terhadap aparatur negara secara pribadi.

ABSTRACT
This research discusses the liability of abuse of power. Law number 30 of 2014 about Government Administration and Law No. 31 of 1999 jo. Law No. 20 of 2001 on the Eradication of Criminal Acts of Corruption regulates the prohibition of abuse of power and if it 39 s proven, then it will be subject to administrative sanctions or criminal sanctions. With the different sanctions implementation, problems arise, 1. how is the provision of abuse of power based on Law No. 30 of 2014 on Government Administration, 2. how is its legal liability abuse of power based on the administrative law perspective, and 3. how the abuse of power in Administration Law concept can be used as an element parameter to abuse of power Law No. 31 year 1999 jo. law no. 20 of 2001, on the Eradication of Corruption. The author in conducting this research using normative juridical research method, that is by identifying the concept of abuse of power. The state apparatus is acting as a government on behalf of the represented or position. On which the state apparatus who makes an objective mistake in carrying out his duties and authorities, is held responsible for office responsibilities and may be subject to administrative sanctions, otherwise the state apparatus is liable to personal responsibility when he makes a subjective mistake."
2017
T48853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Deby
"Tesis ini membahas mengenai penggelapan yang dilakukan oleh Notaris berdasarkan kasus di dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 141/PID/2017/PT.DKI, dimana Notaris melakukan penggelapan sertipikat rumah milik klien untuk mendapatkan keuntungan. Perbuatan Notaris tersebut melanggar hukum pidana. Perbuatan Notaris tersebut bertentangan dengan Peraturan Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris yang menyebutkan bahwa seorang Notaris harus memiliki integritas tinggi, jujur, amanah, tidak berpihak, tidak dapat memiliki kepentingan terhadap akta yang dibuatnya. Penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut yaitu mengenai penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh Notaris dalam tindak pidana penggelapan dan tanggung jawab hukum penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh Notaris dalam tindak pidana penggelapan. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis data dengan pendekatan kualitatif. Penggelapan yang dilakukan oleh Notaris melanggar hukum pidana dan juga melanggar ketentuan di dalam Peraturan Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, sehingga Notaris bertanggung jawab atas perbuatannya baik secara administrasi, perdata dan secara pidana. Agar tidak menyalahgunakan jabatannya diperlukan pembinaan prefentif dari Majelis Pengawas Daerah, sanksi tegas dari Majelis Pengawas Notaris bagi Notaris yang melakukan tindak pidana dan tentunya integritas tinggi yang harus selalu dimiliki oleh Notaris.

This thesis discusses about embezzlement that was done by a Notary based on case in Jakarta High Court Decision No. 141 PID 2017 PT.DKI. The case is about a Notary who has embezzled his client rsquo s home certificate to get advantages. His action has violated criminal law. Furthermore his action conflicted with the requirement of a Notary according to Position of Notary Regulation and Code of Ethics of Notary that state a Notary must possess high integrity, honesty, trustworthy, independent and may not have interests to deeds that made by him. In regard to that case, therefore I am interested to research about the abuse of position by Notary in the criminal act of embezzlement and the liability of law from that action. This research is normative research and has characteristic as descriptive analytic. The type of data which is used is secondary data, consists of primary, secondary, and tertiary legal materials. Data analysis is done with qualitative approach. This thesis conclude that embezzlement by a Notary is infringement to criminal law and violate the Notary Position and Code of Ethics of Notary, therefore he must liable for his actions according to administration law, civil law, and criminal law. In order to prevent a Notary to do such matter, some actions are required such as preventive coaching from Regional Supervisory Board, strict penalty from Notary Supervisory Board to the Notary who does an offense, and obviously the capability of a Notary to preserve a high integrity."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shimaa
"Perkembangan ekonomi ke arah ekonomi digital telah menimbulkan tantangan baru bagi penegakan hukum persaingan usaha diantaranya yaitu timbulnya berbagai praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh para pelaku usaha dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Adanya tantangan tersebut tentunya perlu untuk diakomodir dengan pengaturan yang komprehensif sebagai bentuk antisipasi terhadap praktik persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha. Adapun hingga saat ini, Indonesia belum memiliki pengaturan yang secara khusus mengatur mengenai persaingan usaha di sektor ekonomi digital. Berbeda dengan Indonesia, Republik Rakyat Cina dianggap telah menjawab tantangan hukum persaingan usaha di era ekonomi digital melalui penanganan dalam kasus penyalahgunaan posisi dominan dengan bentuk compulsory either-or-choice yang dilakukan oleh Alibaba Group. Untuk itu, penulis mengkaji pengalaman Republik Rakyat Cina dalam menangani praktik penyalahgunaan posisi dominan oleh Alibaba Group untuk mengetahui apa saja yang dapat dilakukan oleh Indonesia. Selain itu, penulis juga membahas mengenai peran KPPU sebagai otoritas penegak persaingan usaha dalam mengantisipasi kasus penyalahgunaan posisi dominan dalam bentuk compulsory either-or-choice. Dalam menganalisis, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan studi pustaka serta wawancara dengan KPPU. Hasil dari penelitian oleh penulis yaitu dalam menentukan pasar bersangkutan, Indonesia dapat turut mempertimbangkan model bisnis platform, wilayah aktual tempat sebagian besar pengguna memilih produk, preferensi bahasa, dan kebiasaan konsumsi pengguna. Selain itu, dalam menentukan kekuatan pasar dalam kaitannya dengan posisi dominan, tidak lagi menggunakan kriteria formalistik seperti sepenuhnya mengacu pada rasio pangsa pasar sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999, melainkan dengan mempertimbangkan karakteristik e-commerce yang meliputi switching cost, tingkat ketergantungan penjual untuk bertransaksi pada platform, user stickiness, kemampuan penguasaan terhadap data dan algoritma, dan lock-in effect. Adapun KPPU dapat melakukan penyesuaian terhadap penentuan pasar bersangkutan dalam peraturan komisi, penentuan posisi dominan, serta memberikan masukan kepada pemerintah untuk membentuk larangan penyalahgunaan algoritma, data, dan teknologi bagi platform dalam UU No. 5 Tahun 1999.

Economic development towards the digital economy has created new challenges for the enforcement of competition law, including the emergence of various unfair business competition practices carried out by business actors by utilizing existing technological developments. The existence of these challenges certainly needs to be accommodated with comprehensive regulation as a form of anticipation of unfair business competition practices carried out by business actors. As of now, Indonesia does not yet have regulations that specifically regulate competition in the digital economy sector. In contrast to Indonesia, People’s Republic of China is considered to have answered the challenges of competition law in the digital economy era by handling cases of abuse of dominant position in the form of compulsory either-or-choice conducted by the Alibaba Group. For this reason, the author examines People’s Republic of China's experience in dealing with the practice of abuse of dominant position by the Alibaba Group to find out what Indonesia can do. In addition, the author also discusses the role of Indonesia Competition Commission as a competition enforcement authority in anticipating cases of abuse of dominant position in the form of compulsory either-or-choice. The author uses normative juridical research methods, by studying the literature and interviewing with Indonesia Competition Commission. The results of research by the author, namely in determining the relevant market, Indonesia can also consider the platform's business model, the actual region where most users choose products, language preferences, and user consumption habits. In addition, in determining market power, Indonesia should no longer use formalistic criteria such as fully referring to the market share ratio as stipulated in Article 25 Paragraph (2) of Law No. 5 of 1999 but taking into account the characteristics of e-commerce which include switching costs, the level of dependence of sellers to transact on platforms, user stickiness, ability to master data and algorithms, and lock-in effects. As an anticipation, Indonesia Competition Commission can make adjustments to the determination of the relevant market and dominant position in the guidelines and provide input to the government to form a prohibition on abuse of algorithms, data, and technology for platforms in Law No. 5 of 1999."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Devita Apriyanti
"ABSTRAK
Kebijakan desentralisasi yang melimpahkan kewenangan pada kepala daerah untuk melakukan mutasi jabatan Aparatur Sipil Negara ASN berpeluang pada penyalahgunaan wewenang. Hal yang menjadi tantangan adalah peran strategis dan kekuasaan kepala daerah seringkali berorientasi pada tindakan-tindakan untuk menerapkan kewenangan diskresi sebesar-besarnya. Dalam penelitian terhadap kasus yang sama, hal tersebut mencerminkan apa yang disebut sebagai discretionary corruption. Hal ini ditegaskan oleh Lord Acton yang menyebutkan bahwa ldquo;all power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely rdquo;. Penulisan ini mencoba untuk menjelaskan tentang kerentanan penyalahgunaan kewenangan diskresi oleh kepala daerah dalam kasus mutasi jabatan ASN yang berpotensi pada kejahatan. Penulis menggunakan bad apple and bad barrel theory untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kerentanan penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah dalam kasus mutasi jabatan ASN.

ABSTRACT
The decentralization policy through which the authority is being delegated to the head of district to conduct the Civil Servant mutation could potentially trigger the abuse of authority. The challenging thing is that the strategic role and power of the head of district become increasingly focus on the implementation in which the power is manifested excessively. In a study of the same case, it reflects what is called discretionary corruption. This is confirmed by Lord Acton who mentions that all power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely . This paper attempts to explain the vulnerability of abuse of discretion authority by the district head in the case of civil servant mutation which could potentially become crime. The author uses bad apple and bad barrel theory to analyze the factors causing vulnerability of abuse of authority by the head of district in civil servant mutation case. "
2017
TA-Pdf;
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salmaliza Rahma Aisyah
"Penyalahgunaan kuasa di tempat kerja Korea Selatan menjadi masalah sosial yang terus menjadi perhatian masyarakat. Untuk menanggulangi hal tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Korea Selatan melakukan survei tentang penyalahgunaan kuasa di tempat kerja (2017). Dengan menggunakan data dari survei tersebut, penelitian ini berupaya melihat bagaimana respon pekerja terhadap kasus penyalahgunaan kuasa di tempat kerja di Korea Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami respon pekerja tentang penyalahgunaan kuasa yang dialami atau dilihat di tempat kerja. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif dengan konsep budaya hirarki Korea Selatan dan konsep kuasa Michel Foucault. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya hirarki dan peran micro pouvoirs memiliki peran besar dalam hubungan antara pekerja dan perusahaan yang menegaskan bahwa kuasa tidak selalu bersifat sentralistik serta menyebabkan (i) perlawanan tidak selalu menjadi respon seseorang terhadap praktik kuasa; (ii) budaya hirarki menjadi faktor pekerja tidak melakukan perlawanan ketika dihadapi dengan penyalahgunaan kuasa.

Power abuse in South Korean workplace has become a social problem that continues to be another public concern. National Human Rights Commission of Korea conducted a research on power abuse at workplaces in South Korea to find the best countermeasures for this problem (2017). Using data from this research, this study seeks to see how workers respond to cases of power abuse in South Korean workplaces to understand the perspectives of workers about power abuse experienced or seen in the workplace. Author used descriptive-qualitative research method with the concept of hierarchical culture and Michel Foucault`s concept of power to conduct this research. The results revealed that the hieararchical culture and micro pouvoirs play a big role in the relationshop between workers and companies which emphasized that power is not always centralistic and causes (i) resistance to not always become the response to the practice of power; (ii) hierarchical culture is a factor that restraints worker from resisting power abuse.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nuruddin Lazuardi
"Fenomena news trading yang dilakukan jurnalis dan media korporasi juga ditemukan terjadi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola bagaimana institusi media arus utama di Indonesia dan bagaimana peran ideologi, hegemoni, dan oligarki dalam perdagangan berita mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan media sebagai salah satu bentuk corporate misconduct. Penelitian ini bersifat kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui buku, jurnal internasional, dan dokumen, serta wawancara mendalam yang dilakukan terhadap sembilan informan untuk menggali pengalaman dan pengetahuan informan mengenai fenomena tersebut. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data kualitatif Nvivo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerugian sosial terjadi karena reproduksi ide-ide politik identitas, yang kemudian meminggirkan kelompok minoritas dalam masyarakat dan melanggengkan kekuasaan kelompok dominan. Dari konsep media kriminogenik, penyimpangan perilaku media dalam mengkonstruksi dan mentransmisikan konten kekerasan (verbal atau nonverbal) dapat mengubah perilaku mereka yang terpapar. Ketidakpedulian media arus utama terhadap kemungkinan ancaman disharmoni sosial akibat paparan konten yang menyesatkan dan sikap peserta yang memperjuangkan kepentingan tertentu, ditambah dengan transaksi jual beli berita, praktik AoMP ini dapat dilihat sebagai corporate misconduct. Serangkaian praktik penyalahgunaan kekuasaan media melalui perdagangan berita sebagai kesalahan korporasi yang memicu kepanikan moral dan kerusakan sosial melanggar etika jurnalistik dan juga merupakan bentuk "kejahatan dalam derajat tertentu".

The news trading phenomenon journalists and media commit is also found in Indonesia. This study aims to identify patterns of how mainstream media institutions in Indonesia and how the role of ideology, hegemony, and oligarchy in news trading results in the abuse of media power as a form of corporate misconduct. This research is qualitative. Data collection techniques used were literature studies which used to collect data through books, international journals, and documents, and in-depth interviews conducted with nine informants to explore the experiences and knowledge of the informants regarding the phenomenon. Data analysis techniques were performed using Nvivo qualitative data processing software. The results show that social harm occurs because of the reproduction of identity political ideas, which then marginalize minority groups in society and perpetuate the dominant group's power. From the concept of criminogenic media, media behavior deviations in constructing and transmitting violent content (verbal or nonverbal) can change the behavior of those exposed to it. The mainstream media's indifference to the possible threat of social disharmony due to exposure to misleading content and the participants' attitude fighting for specific interests, coupled with news trading transactions, this AoMP practice can be seen as corporate misconduct. The series of practices of abuse of media power through news trading as corporate misconduct that triggers moral panic and social harm violates journalistic ethics and is also a form of "crime to a certain degree.""
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudarini Priotomo
"ABSTRAK
Masalah penggunaan obat terlarang sudah lama dikenal di Indonesia yakni sejak permulaan abad 19. Pada awalnya masalah ini terbatas pada kelompok umur tua, tetapi saat ini termasuk pada kelompok umur muda dan kelompok umur produktif.
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh informasi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku remaja tentang penyalahgunaan obat.
Populasi penelitian adalah remaja SLTP/SLTA (siswa OSIS) dan Guru Pembimbing dan Penyuluhan; pengumpulan data dilakukan dengan diskusi terfokus (FGD) terhadap siswa OSIS dan wawancara mendalam terhadap guru Pembimbing/Penyuluhan. Analisis data dilakukan secara kualitatif yang diolah secara manual.
Hasil penelitian menunjukan siswa OS1S lebih banyak mengetahui jenis-jenis obat maupun minuman keras daripada guru Pembimbing dan Penyuluhan, selain itu pada umumnya siswa OSIS bersikap tidak setuju terhadap penyalahgunaan obat. Penyebab penyalahgunaan obat cenderung pada ketidak harmonisan hubungan kedua orang tua pengguna dan kurangnya waktu orang tua dirumah yang akibatnya pengguna merasa tidak diperhatikan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>