Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171262 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silaban, Hertina
"Kerusakan sel hati dapat disebabkan oleh berbagai senyawa kimia yang toksik. Karbon tetraklorida (CCl4) sering dipakai sebagai penginduksi kerusakan hati oleh radikal bebas melalui mekanisme stres oksidatif. Studi fitokimia telah banyak membuktikan bahwa kulit buah manggis kaya akan xanton yang dikenal dalam kapasitasnya sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ekstrak etanol 50% kulit buah manggis (EEKBM) terhadap kerusakan oksidatif pada hati tikus akibat induksi dari CCl4, melalui aktivitas glutation peroksidase (GPx) dan rasio glutation tereduksi/teroksidasi (GSH/GSSG). Tikus putih jantan galur Sprague Dawley dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok CCl4 dan kelompok perlakuan dengan dosis ekstrak 900, 1080 dan 1296 mg/kg BB per oral selama 8 hari sebelum diberikan CCl4. Kemudian aktivitas GPx dan rasio GSH/GSSG diukur dari jaringan hati tikus.
Diperoleh hasil bahwa pemberian EEKBM pada percobaan ini menurunkan aktivitas GPx pada dosis 900 dan 1080 mg/Kg BB secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok tikus yang diberi CCl4. Pada dosis 1296 mg/Kg BB terjadi kenaikan aktivitas GPx. Hasil pengukuran rasio GSH/GSSG tidak menunjukkan perbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol dan kelompok CCl4, meskipun terlihat adanya kecenderungan penurunan/perubahan yang sejajar dengan gambaran aktivitas GPx. Dari penelitian ini diduga bahwa ekstrak etanol 50% kulit buah manggis bekerja sebagai penangkal radikal bebas.

Liver cell damage could be caused by variety of toxic compounds. Carbon tetrachloride (CCl4) was commonly used as an inducer of liver damage through oxidative stress mechanism by free radical. Phytochemical studies had proven that the mangosteen rind was rich in xanthone as an antioxidant. The research aimed to study the effect of 50% ethanol extract of mangosteen rind (EEKBM) against oxidative damage in rat liver due to induction of CCl4, through the activity of glutathione peroxidase (GPx) and the ratio of reduced / oxidized glutathione (GSH/GSSG). White male rats Sprague-Dawley strain were divided into 5 groups: control group, CCl4 group and the treated group with the extract doses of 900, 1080 and 1296 mg/kg orally for 8 days before being given CCl4. Then the activity of GPx and GSH/GSSG ratio were measured from rat’s liver tissue.
The yield of the research showed that the administration of EEKBM reduced the GPx activities significantly (p< 0.05) to doses 900 and 1080 mg/kg bw compared with the control group and the group of rats given CCl4. At the dose of 1296 mg/kg bw exhibited an increase in GPx activity. The measurement results of GSH/GSSG ratio showed no significant difference from the control group and the CCl4 group, although there was declining trend which was parallel to the picture of GPx activity. Study suggested that 50% ethanol extract of mangosteen rind worked as free radical scavenger.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T47210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marissa
"Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pada pasien akne terjadi stres oksidasi yang ditandai dengan penurunan aktivitas glutation peroksidase (GPx) dalam eritrosit. Aktivitas GPx dalam plasma belum pernah diteliti pada pasien akne dan diharapkan dengan pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai sumber antioksidan dapat meningkatkan aktivitas GPx dalam plasma.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan desain paralel, merupakan uji klinis yang memakai rancangan pretest-posttest dengan kelompok kontrol. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas GPx dan rasio glutation tereduksi/teroksidasi (GSH/GSSG) sebelum dan sesudah mengkonsumsi ekstrak kulit buah manggis dengan dosis 3x1 kapsul selama 21 hari.
Metode pemeriksaan menggunakan metode enzimatik Ransel kit RS.505 untuk mengukur aktivitas GPx dan microplate assay for GSH/GSSG GT.40 untuk mengukur rasio GSH/GSSG terhadap 20 subyek penelitian dan 18 subyek kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kelompok Manggis, setelah terapi dengan ekstrak kulit buah manggis, aktivitas plasma GPx secara signifikan lebih tinggi dibandingkan sebelum terapi (p<0,05), namun bila dibandingkan dengan kelompok Plasebo peningkatan ini tidak bermakna (p>0,05). Penelitian ini juga menemukan bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis pada pasien akne dapat menurunkan rasio GSH / GSSG secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok Plasebo.

Previous studies have shown impaired antioxidant defense system in patients with acne, including alterations in glutathione peroxidase (GPx) activity in erythrocytes. GPx activity in plasma has not been studied in patients with acne and is expected that administration of mangosteen pericarp extract as a source of antioxidants can increase the activity of GPx in plasma.
This study is a comparative analytical study with parallel design, a clinical trial using a pretest-posttest control group. The study was conducted by comparing the activity of GPx and the ratio of GSH/GSSG before and after consumes mangosteen pericarp extract with doses 3x1 capsules for 21 days.
An enzymatic methods using Ransel kit RS.505 to measure GPx and microplate assay kit for GSH / GSSG GT.40 to measure the ratio of GSH/GSSG against 20 study subjects and 18 control subjects.
The results showed that after therapy with mangosteen pericarp extract, the activity of plasma GPx was significantly higher than before therapy (p<0.05), but when compared to the Placebo group the increase was not significant (p>0.05). This research also found that administration of mangosteen pericarp extract to patients with acne may decrease the ratio of GSH / GSSG significantly (p<0.05) compared to the Placebo group.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T32793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Theandro Gotama
"Pendahuluan: Doxorubicin (DOX), agen kemoterapi yang banyak digunakan, diketahui menyebabkan toksisitas pada organ hati. Metabolisme DOX menghasilkan stress oksidatif yang memicu kerusakan DNA, peroksidasi lipid,, dan deplesi ATP, sehingga berujung pada kematian hepatosit. L-citrulline (CIT), yang terkandung pada semangka dan mentimun, banyak menarik perhatian karena sifat antioksidatifnya. Di tubuh, CIT diubah menjadi NO, yang ditunjukkan mengurangi kerusakan hati dengan melawan radikal bebas, memperbaiki mikrosirkulasi sinusoid hati, dan menghambat infiltrasi neutrophil. Studi ini bertujuan untuk menginvestigasi kemampuan CIT dalam mencegah hepatotoksisitas yang diinduksi oleh DOX.
Metode: 20 tikus wistar dirandomisasi untuk mendapatkan DOX (10 mg/kgBB) atau NaCl 0.9%. Kelompok yang diintoksikasi oleh DOX juga dirandomisasi untuk diberikan CIT dosis rendah (300 mg/kgBB), CIT dosis tinggi (600 mg/ kgBB), atau akuadest. CIT diberikan secara oral selama 6 hari, sedangkan DOX diberikan melalui injeksi intraperitoneal hanya pada hari ke 4 & 5. Serum diambil sebagai sampel dan hepatotoksisitas ditentukan melalui level serum dari AST, ALT, dan GGT. Analisa statistik dengan one-way ANOVA dan Tukey’s test dilakukan untuk membandingkan data.
Hasil: Pemberian DOX menyebabkan peningkatan semua biomarker serum. Kedua dosis CIT mengurangi elevasi ALT secara signifikan (p-value <0.05 vs DOX group). Hanya CIT dosis tinggi mampu mengurangi elevasi AST secara signifikan (p-value <0.05 vs DOX group). Kedua dosis CIT hanya mengurangi elevasi GGT secara insignifikan (p-value >0.05 vs DOX group)
Background: The antineoplastic agent Doxorubicin (DOX) is known for causing liver toxicity. Its metabolism in hepatocytes causes oxidative stress, inducing DNA damage, lipid peroxidation, ATP depletion, and apoptosis. L-citrulline (CIT), commonly found in fruits like watermelon, has piqued interest due to its antixodative properties. In the body, CIT is converted to NO, which has been shown to mitigate hepatic injury by scavenging free radicals, improving hepatic sinusoidal microcirculation, and inhibiting neutrophilic infiltration. This study aims to investigate CIT’s ability to prevent DOX-induced hepatotoxicity.
Method: 20 wistar rats were randomized to receive either DOX (10 mg/kgBW) or NaCl 0.9%. DOX-intoxicated group was further randomized to either receives low-dose CIT (300 mg/kgBW), high-dose CIT (600 mg/kgBW), or aquadest. CIT was given orally for 6 days and DOX via intraperitoneal injection on day 4 and 5. Serum was obtained as sample and hepatotoxicity was assessed via the serum levels of AST, ALT, and GGT. Statistical analysis was done with one-way ANOVA and Tukey’s test.
Results: DOX treatment resulted in elevations of all serum biomarkers. Both dosages of CIT significantly attenuated ALT elevation (p <0.05 vs DOX group). Only high-dose CIT significantly attenuated AST elevation (p <0.05 vs DOX group). Both dosages produced insignificant decrease of GGT elevation (p >0.05 vs DOX group).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Abidin
"Manggis merupakan buah yang banyak ditemukan di daerah tropis, dan sudah lama buah ini menjadi pilihan untuk dikonsumsi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa buah ini memiliki banyak kandungan vitamin dan juga antioksidan yang bermanfaat bagi tubuh manusia.Pada studi eksperimen ini digunakan ekstrak kulit buah manggis serta bakteri Acinetobacter baumanii.Tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah manggis untuk bakteritersebut.
Metode: Metode yang digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri adalah metode sumuran. Antibiotik serta ekstrak kulit buah manggis dipipetkan pada setiap sumuran dalam satu medium agar yang berbeda, dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-72 jam. Zona hambat bakteri uji diukur dengan mengukur daerah yang bening di sekitar sumuran.
Hasil: Melalui uji Kruskal Wallis didapatkan hasil nilai p= 0,000 yang membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada data-data tersebut. Dari uji Mann Whitney diperoleh hasil perbandingan antara tetrasiklin dengan aquades dan ekstrak kulit buah manggis dalam berbagai pengenceran memiliki perbedaan bermakna dengan nilai p < 0,05.
Simpulan: Dapat disimpulkan bahwa secara statistik ekstrak kulit buah manggis tidak memiliki aktivitas antibakteri. Data ini sesuai dengan hasil percobaan yang menunjukkan tidak terbentuknya zona hambat pada agar yang diberi ekstrak kulit buah manggis.

Mangosteen is a fruit that is found in the tropics area, and has long been a choice of fruit for consumption, some studies have shown that this fruit has alot of vitamins and also antioxidants that are beneficial for human. In the experimental study of the use of mangosteen peel extract and Acinetobacter baumannii. The goal is to determine whether there is the antibacterial activity of mangosteen peel extracts for bacteria.
Methods: The method used to test the antibacterial activity is a method of diffusion. Antibiotics and mangosteen peel extract included in any medium in a different order, with different concentrations. Then incubated at 37 ° C for 24-72 hours. Bacterial inhibition zone test is measured by measuring the clear areas around sinks.
Results: Through the Kruskal Wallis test showed p=0.000 which proves that there are significant differences in the data. Mann Whitney test obtained from the comparison between tetracycline with distilled water and mangosteen peel extracts in differentdilutions havesignificant differences with p<0.05.
Discussion: The conclution that mangosteen peel extract has no antibacterial activity. The data are consistent with the results of experiments that showed no inhibition zone formation at a given order of mangosteen peel extracts.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dama Aliya Izza
"Pajanan radikal bebas yang terlalu tinggi pada tubuh dapat menyebabkan keadaan stres oksidatif. Stres oksidatif mengarah pada timbulnya berbagai penyakit terutama penyakit tidak menular yang saat ini menduduki prevalensi penyakit tertinggi di Indonesia. Untuk mencegah penyakit tersebut, dibutuhkan agen protektif berupa antioksidan. Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) merupakan tumbuhan yang memiliki kandungan antioksidan salah satunya adalah flavonoid. Pada penelitian ini, ekstrak daun pandan wangi digunakan untuk melihat efek hepatoprotektif dengan mengukur aktivitas alkali fosfatase (ALP) dan alanin aminotransferase (ALT) pada plasma tikus jantan yang diberi CCl4. Dua puluh empat ekor tikus Sprague-Dawley dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan yaitu kontrol normal, kelompok CCl4, kelompok pandan, dan kelompok pandan + CCl4. Pemberian pandan dilakukan selama 7 hari dengan dosis 85- mg/kgBB dan CCl4 diberikan pada hari ke 8 dengan dosis 0,55 mg/kgBB. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian ekstrak daun pandan wangi tidak menunjukkan penurunan pada aktivitas ALP, namun menunjukkan penurunan pada aktivitas ALT hanya saja penurunan tersebut tidak bermakna secara statistik (p < 0,05). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun pandan wangi dengan dosis 85 mg/kgBB selama 7 hari tidak memberikan efek hepatoprotektif pada hati tikus jantan yang diberi CCl4 karena dosis terlalu rendah.

Too much exposure of free radicals in the body can cause oxidative stress. Oxidative stress leads to some non communicable diseases which currently occupy the highest prevalence in Indonesia. To prevent the disease, protection agent, namely antioxidant is required. Fragrant pandan leaves (Pandanus amaryllifolius) is a plant which have antioxidant content, one of which is flavonoid. In this research, fragrant pandan leaves extract is used to see the hepatoprotective effect by measuring the activity of alkaline phospatase (ALP) and alanine aminotransferase (ALT) in plasma rats given CCl4. 24 Sprague-Dawley rats divided into four groups of treatments, namely normal control, CCl4 group, pandan group and pandan + CCl4 group. Pandan extract was given for 7 days at a dose 85 mg/kgBW and CCl4 was given on the 8th days at a dose 0,55 mg/kgBW. Based on the result of this reasearch, fragrant pandan leaves extract did not lower ALP activity. However, it lowered ALT activity, although it was not statistically significant (p < 0,05). In conclusion, the administration of fragrant pandan leaves extract at a dose 85 mg/kgBW had not proved to give hepatoprotective effect on the liver of in male rats given CCl4 because the dosage is too low."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhesa David Budiarta Nurung
"Hipoksia hipobarik adalah kondisi dimana tubuh mengalami kekurangan oksigen akibat tekanan parsial oksigen yang rendah. Kondisi ini dapat memicu stres oksidatif dan kerusakan jaringan. Untuk menanggulangi senyawa oksigen reaktif reactive oxygen species/ROS yang terbentuk pada keadaan stress oksidatif, tubuh menghasilkan enzim antioksidan. Namun bagaimana tubuh menanggulangi ROS pada keadaan hipoksia hipobarik intermiten, belum banyak dipelajari. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan membandingkan aktivitas glutation peroksidase GSH- Px paru pada pajanan hipoksia hipobarik intermiten yang berbeda. Sampel yang digunakan adalah paru tikus Sprague Dawley jantan berumur dua bulan dengan berat kurang lebih 200-250 gram. Tikus dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu kelompok kontrol, dan kelompok tikus yang telah dipaparkan terhadap hipoksia hipobarik sebanyak 1x; hipoksia hipobarik intermiten 1x; 2x; dan 3x. Aktivitas GSH- Px diukur menggunakan RANSEL kit. Normalitas data diolah secara statistik dengan uji Shapiro-Wilk, dan homogenitas diuji dengan uji Levene. Hasil menunjukkan data berdistribusi normal dan homogen. Selanjutnya, dengan uji parametrik ANOVA satu arah ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada aktivitas spesifik GSH-Px diantara grup sampel p = 0.152 . Penelitian ini menyipulkan bahwa aktivitas GSH-Px pada paru tikus tidak dipengaruhi oleh pajanan hipoksia hipobarik intermiten.

Hypobaric hypoxia is a condition in which the body has low level of oxygen due to low partial pressure of oxygen. This condition may trigger oxidative stress and tissue damage. It is known that the body rsquo s defense mechanism to eliminate reactive oxygen species ROS that were formed during the oxidative stress state is by producing antioxidant enzymes. However, the body rsquo s mechanism to prevent ROS under the exposure of intermittent hypobaric hypoxia has not been well studied. The objective of this research is to observe and compare glutathione peroxidase GHS Px activity in the lungs after exposure to intermittent hypobaric hypoxia of different frequencies. The samples being used were lungs from male Sprague Dawley rats aged two months, weighed 200 250 grams. GSH Px activities were observed and compared in rat lungs that were divided into five groups consisting of control group, and groups of rat lungs that were exposed to hypobaric hypoxia 1x intermittent hypobaric hypoxia 1x 2x and 3x. The activity of GSH Px was measured using RANSEL kit. Normality and homogeneity of the data were processed statistically with Shapiro Wilk test and Levene test, respectively. The results showed that the data were normally distributed and homogeny. Parametric one way ANOVA test found no significant difference in the activity of GSH Px among the sample groups p 0.152 . In conclusion, the activity of GSH Px in the rat lungs is not affected by intermittent hypobaric hypoxia condition. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaki Bariz Amaanullah
"Latar Belakang: Stres oksidatif adalah keadaan ketidakseimbangan radikal bebas di dalam tubuh dan merupakan penyebab dari berbagai penyakit pada manusia. Salah satu metode yang diduga dapat menurunkan stres oksidatif adalah restriksi kalori atau puasa. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai efek puasa terhadap stres oksidatif namun masih terdapat kontroversi mengenai efek puasa terutama puasa berselang dan puasa berkepanjangan terhadap kadar stres oksidatif.
Tujuan: Mengetahui efek dari puasa berselang dan puasa berkepanjangan terhadap kadar malondialdehid (MDA) pada hati dan plasma kelinci New Zealand White.
Metode: Penelitian ini menggunakan 16 ekor kelinci New Zealand White yang dibagi ke dalam tiga kelompok perlakuan yaitu puasa berselang (Intermittent Fasting / IF), puasa berkepanjangan (Prolonged Fasting / PF), dan kelompok kontrol, kemudian diambil sampel plasma dan hatinya. Hati dibuat homogenat. Sampel plasma dan homogenat hati diukur kadar MDA menggunakan spektrofotometri. Hasil pengukuran dianalisis menggunakan uji one-way ANOVA.
Hasil: Terdapat peningkatan signifikan kadar MDA di plasma pada kelompok IF dan PF. Untuk kadar MDA di hati terdapat penurunan pada kelompok IF dan peningkatan pada kelompok PF namun tidak signifikan.
Kesimpulan: Puasa berselang dapat menurunkan kadar MDA pada hati namun dapat meningkatkan kadar MDA pada plasma. Puasa berkepanjangan dapat meningkatkan kadar MDA pada hati dan plasma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abi Aufar Hawali
"ABSTRAK
Latar Belakang: Cengkeh dikenal sebagai bumbu antioksidan yang digunakan dalam rokok, rempah-rempah untuk makanan / sup, dan obat tradisional. Diyakini bahwa cengkeh dapat melindungi perokok dari radikal bebas rokok. Kalau tidak, penelitian tentang cengkeh sebagai antioksidan masih membingungkan.
Tujuan: Mengungkap bahwa cengkeh dapat mengatasi karbon tetra klorida (CCl4) dan radikal bebasnya
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, menggunakan 20 tikus Wistar yang dibagi menjadi 4 kelompok, Kelompok 1 (CCl4 + cengkeh 3), kelompok 2 (CCl4 + cengkeh 1), kelompok 3 (kontrol normal, tanpa ditawari pengobatan), kelompok 4 (kontrol positif, diinduksi oleh CCl4 dan diikuti oleh 100 mg alfa-tokoferol), dan kelompok 5 (kontrol negatif, hanya diinduksi oleh CCl4). Hati tikus dihomogenisasi dan diikuti dengan pengukuran aktivitas CAT menggunakan metode spektrofotometri pasangan.
Hasil: Ada perbedaan yang signifikan dalam rata-rata antara kelompok (p = 0,001). Uji lebih lanjut, Post Hoc menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok 1 dan 4 (p = 0,008), 1 dan 5 (p = 0,001), 2 dan 5 (p = 0,001), 3 dan 5 (p = 0,001) , dan 4 dan 5 (p = 0,007).
Kelompok 1 (CCl4 + Clove3) memiliki aktivitas katalase tertinggi.
Kesimpulan: Pemberian oral syzygium aromaticum (cengkeh) dengan dosis 200 mg / kg berat badan tikus terhadap 0,55 mg / kgBB CCl4 menunjukkan peningkatan aktivitas katalase tetapi tidak mengatasi stres oksidatif.

ABSTRACT
Background: Clove is known as antioxidant spice that used in cigarettes, spice for food/soup, and traditional medicine. It is believed that clove could protect smokers from cigarette-free radicals. Otherwise, study on clove as an antioxidant was still confused.
Objective: To reveal that clove can overcome carbon tetra chloride (CCl4) and its free radical derives
Method: This study was an experimental research, using 20 Wistar rats that were divided into 4 groups, Group 1 (CCl4 + cloves 3), group 2 (CCl4 + cloves 1), group 3 (normal control, without being offered treatment), group 4 (positive control, induced by CCl4 and followed by 100 mg alpha-tocopherol), and group 5 (negative control, only induced by CCl4). Rat livers were homogenized and followed with CAT activity measurement using spectrophotometry method of Mates.
Results: There was a significant difference in mean between the groups (p= 0,001). Further test, the Post Hoc showed that there is a significance different between group 1 and 4 (p=0.008), 1 and 5 (p=0.001), 2 and 5 (p=0.001), 3 and 5 (p=0.001), and 4 and 5 (p=0.007).Group 1 (CCl4+Clove3) has the highest catalase activity.
Conclusion: Syzygium aromaticum (clove) oral administration with the dose of 200 mg/kg rat body weight against 0.55 mg/kgBW CCl4 show increased of catalase activity but did not overcome the oxidative stress."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raka Putera Sudrajat
"Sabun merupakan hasil reaksi antara minyak dan lemak dengan basa. Sabun memiliki nilai lebih jika terlihat transparan sehingga menampilkan kesan mewah. Sukrosa merupakan bahan yang mampu membuat sabun padat menjadi terlihat transparan. Sabun juga lebih memberikan daya tarik bila mampu menghambat efek senyawa radikal bebas. Zat yang mampu menghambat efek tersebut adalah antioksidan. Xanton yang terkandung dalam fraksi ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan antioksidan alami yang kuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sukrosa terhadap daya transparansi sabun transparan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorik. Data dikumpulkan dari hasil pengujian. Uji aktivitas antioksidan terlebih dahulu dilakukan dengan metode peredaman DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl) terhadap fraksi ekstrak kulit buah manggis untuk mengetahui kekuatan antioksidannya. IC50 yang didapat adalah 13,337 ppm, sedangkan IC50 asam askorbat sebagai pembanding adalah 2,662 ppm. Hasil uji evaluasi sabun menunjukkan sabun berwarna kuning transparan; beraroma citrus aurantifolia; kekerasan 20-33 1/10 mm; kekuatan pembentukan busa 6-7,5 cm; pH 9,52-10,01; titik leleh 42-43ºC; dan persen transmisi (%T) 83,078-89,263%. Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi sukrosa yang semakin tinggi dapat meningkatkan daya transparansi sabun. Hal ini terlihat dari nilai transmisi formula F1, F2, dan F3 yang mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan konsentrasi sukrosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa F3 merupakan formula yang paling baik karena menunjukkan parameter terbaik pada seluruh uji yang dilakukan. Sabun F3 tetap stabil selama masa penyimpanan 12 pekan dalam suhu ruang (25ºC±2). IC50 sabun F3 adalah 20858,025 ppm dan setelah 12 pekan, IC50 mengalami sedikit penurunan menjadi 21330,00 ppm.

Soap is result of a reaction between oil and fat with a base. Soap has more value when it appears transparent, giving a luxurious impression. Sucrose is an ingredient that can make solid soap look transparent. Soap also provides more appealing when it can inhibit effects of free radical compounds. Substances that can inhibit these effects are antioxidants. Xanthones contained in extract fraction of mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) are strong natural antioxidants. This study aimed to determine the effect of sucrose on transparency of transparent soap. This study used laboratory experimental methods. Data was collected from test results. Antioxidant activity test was first carried out using DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl) damping method on fraction of mangosteen pericarp extract to determine its antioxidant strength. IC50 obtained was 13.337 ppm, while IC50 of ascorbic acid as comparison was 2.662 ppm. Results of soap evaluation test showed that soap was transparent yellow; citrus aurantifolia scent; hardness 20-33 1/10 mm; foam forming strength 6-7.5 cm; pH 9.52-10.01; melting point 42-43ºC; and percent transmission (%T) 83.078-89.263%. Based on research results, higher concentration of sucrose could increase transparency of soap. This could be seen from transmission values of formulas F1, F2, and F3 which increased as sucrose concentration increased. Results showed that F3 was best formula because it showed best parameters in all tests performed. F3 soap remained stable during a storage period of 12 weeks at room temperature (25ºC±2). IC50 of F3 soap was 20858.025 ppm and after 12 weeks, IC50 decreased slightly to 21330.00 ppm."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nurul Kirana
"ABSTRAK
Latar belakang: Kerusakan oksidatif berperan dalam proses penuaan dan juga beberapa penyakit degeneratif. Menjaga status antioksidan tubuh merupakan hal penting dalam mencegah terjadinya kerusakan oksidatif. Selenium adalah mineral yang penting mengingat perannya dalam pembentukan enzim antioksidan (selenoprotein), salah satunya glutation peroksidase untuk perlindungan terhadap radikal bebas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara asupan selenium dan aktivitas glutation peroksidase dengan karbonil plasma pada usia lanjut. Metode Penelitian: Penelitian potong lintang ini dilakukan di 5 Posbindu di Jakarta Selatan. Dilakukan wawancara untuk mengetahui identitas dan riwayat penyakit kronis. Data aktivitas fisik didapat melalui wawancara dengan kuesioner Physical Activity Scale for the Elderly (PASE). Indeks massa tubuh diperoleh dari hasil pemeriksaan antropometri berupa berat badan dan tinggi badan dari konversi tinggi lutut. Data asupan makan subjek diperoleh dari wawancara food recall 24 jam pada satu hari kerja dan satu hari libur serta Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium biokimia FKUI untuk mengetahui aktivitas glutation peroksidase, dan karbonil plasma. Hasil: Sebanyak 94 usia lanjut dengan rerata usia 70,34 ± 6,079 tahun mengikuti penelitian ini. Sebanyak 40% subjek mempunyai status gizi normal dengan 69,1% subjek memiliki riwayat penyakit kronis. Sebanyak 75,5% subjek pada penelitian ini belum mencukupi kebutuhan asupan selenium yang direkomendasikan Rerata kadar karbonil plasma 5,83 ± 1,95 nmol/ml dan 69,1% subjek mempunyai aktivitas glutation peroksidase yang rendah.. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat korelasi antara asupan selenium dengan aktivitas glutation peroksidase. Pada analisis multivariat asupan selenium dan tiga variabel perancu yaitu usia, indeks massa tubuh, dan asupan beta karoten hanya mempengaruhi kadar karbonil plasma sebanyak 3,7%. Diskusi: Hasil asupan selenium pada penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Makanan sumber selenium banyak berasal dari makanan berprotein yang dikonsumsi sehari-hari sehingga data asupan selenium didapat dari gabungan antara food recall 2 x 24 jam dan SQ-FFQ. Pemeriksaan status kognitif subjek juga perlu dilakukan untuk memastikan ada tidaknya gangguan kognitif. Pemeriksaan status antioksidan endogen lain seperti glutation (GSH) juga perlu dilakukan pada penelitian berikutnya untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi aktivitas glutation peroksidase dalam menekan kerusakan oksidatif pada usia lanjut.

ABSTRACT
Introduction: Oxidative stress contributed in aging process and several degenerative diseases. Maintaining the body's antioxidants status were important to prevent oxidative stress. Selenium was an important trace element due to as a component of antioxidants enzymes (selenoproteins), including glutathione peroxidase for protection against free radical. We aimed to study the association between selenium intake and glutathione peroxidase activity with plasma carbonyl in elderly. Methods: Cross sectional study was held in 5 elderly communities in south Jakarta. Identity and chronic disease history were obtained from interview and Physical activity scale for the elderly (PASE) questionnaire used for assess physical activity. Weight and knee height measurement used to determine body mass index. Dietary intake data obtained from repeated 24 hours recall and Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). laboratory examination held in laboratory of biochemistry FKUI for assess glutathione peroxidase activity and plasma carbonyl level. Results: There were 94 elderly with mean of age 70.34 ± 6.079 years old contributed to this study. 40 % subjects had normal nutritional status and 69.1 % subject had history of chronic disease. There were 75.5 % subject had low intake of selenium. Mean of plasma carbonyl was 5.83 ±1.95 nmol/ml and 69.1% subject had low glutathione peroxidase activity. Statistical analysis results showed there were no significant correlation between selenium intake and glutathione peroxidase. In multivariate analysis selenium intake, age, body mass index, and beta-carotene intake explained 3,7% of the plasma carbonyl. Discussion: The result of selenium intake in current study much lower than previous study. Dietary selenium data obtained from repeated 24 hours recall combine with FFQ-SQ because the selenium food source similar with protein foods that consume daily. Assessment of cognitive function among subject needed for ensure cognitive status related to ability to remember dietary intake. Status of endogen antioxidant including glutathione (GSH) need to be considered for understanding about another factor that influence glutathione peroxidase in preventing oxidative stress.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>