Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17809 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Phuping Akavipat
"Aim: to determine the predictive factors on the length of stay of neurosurgical patients in the ICU setting.
Methods: all patients admitted to the neurosurgical ICU between February 1 and July 31, 2011 were recruited. Patient demographics and clinical data for each variable were collected within 30 minutes of admission. The ICU length of stay was recorded and analyzed by linear regression model with statistical significance at p-value <0.05.
Results: there were 276 patients admitted, of whom 89.1% were elective cases. The mean (95% CI) and
median (min-max) of ICU length of stay were 2.36 (2.09-2.63) and 2 (1-25) days. The variables associated with ICU length of stay and their percent change (95% CI) were the Glasgow Coma Scale motor subscore (GCSm), 6.72% (-11.20 to -2.01) lower for every 1 point score change; blood pH, 1.16% (0.11 to 2.21) higher for every 0.01 unit change; and emergency admission type, 58.30% (29.16 to 94.0) higher as compared to elective
admission.
Conclusion: the GCSm, pH and emergency admission were found to be the main predictive variables of neurosurgical patient length of stay in the intensive care unit, however, the model should be further explored in a larger sample size and using subgroup analysis.

Tujuan: untuk menentukan faktor-faktor prediktif penentu lama rawat inap pasien bedah saraf di ICU.
Metode: semua pasien yang masuk ICU bedah saraf RS Saraf Prasat, Bangkok, antara 1 Februari dan 31 Juli 2011 ikut serta dalam penelitian. Data demografi dan data klinis pasien untuk setiap variabel dikumpulkan dalam waktu 30 menit sejak masuk rumah sakit. Lama rawat inap di ICU dicatat dan dianalisis menggunakan model regresi
linear dengan batas kemaknaan statistik p<0,05.
Hasil: sebanyak 276 pasien masuk rumah sakit dan 89,1% di antaranya merupakan kasus elektif. Nilai rata-rata (IK 95%) dan median (minimum?maksimum) dari lama rawat inap di ICU adalah 2,36 (2,09-2,63) dan 2 (1-25) hari. Variabel yang berkaitan dengan lama rawat inap di ICU dan persentase perubahannya (IK 95%) meliputi Glasgow Coma Scale motor subscore (GCSm), 6,72% (-11,20 hingga -2,01) lebih rendah untuk setiap perubahan 1 skor poin; pH darah, 1,16% (0,11 hingga 2,21)
lebih tinggi untuk setiap perubahan 0,01 satuan; dan jenis kegawatdaruratan saat masuk rawat, 58,30% (29,16 hingga 94,0) lebih tinggi bila dibandingkan dengan masuk rawat karena alasan elektif.
Kesimpulan: GCSm, pH dan kegawatdaruratan saat masuk rawat ternyata merupakan variabel prediktif utama untuk lama rawat pasien
bedah saraf yang dirawat di ICU. Meskipun demikian, model ini perlu diteliti lebih lanjut pada ukuran sampel yang lebih besar dan menggunakan analisis subkelompok.
"
Jakarta: Prasat Neurological Institute. Anesthesiology Department ; Khon Kaen University. Faculty of Medicine ; Khon Kaen University. Faculty of Public Health, 2016
610 UI-IJIM 48:4 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adianto Dwi Prasetio Zailani
"Latar belakang: Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit baru. Infeksi saluran napas akibat virus yang disertai infeksi bakteri akan meningkatkan derajat keparahan dan angka mortalitas. Insidens ventilator associated pneumonia (VAP) pada kelompok COVID-19 yaitu 21-64%. Kasus VAP dapat menjadi penyebab tingginya mortalitas pada pasien COVID-19 terintubasi.
Metode penelitian : Penelitian ini adalah penelitian retrospektif di RS Persahabatan. Seluruh sampel yang digunakan adalah kelompok pasien COVID- 19 terintubasi >48 jam dalam periode tahun 2020-2022 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil penelitian : Penelitian ini meliputi 196 data penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Proporsi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dan hanya 29% adalah populasi usia lanjut. Proporsi VAP pada COVID-19 terintubasi pada tahun 2020-2022 mencapai 60% dengan VAP rates 92,56. Terdapat dua faktor bermakna terhadap VAP pada pasien COVID-19 terintubasi yaitu penggunaan azitromisin (OR 2,92; IK95% 1,29-6,65; nilai-p 0,01) dan komorbid penyakit jantung. (OR 0.38; IK95% 0,17-0,87; nilai-p 0,023). Proporsi terbesar biakan mikroorganisme aspirat endotrakeal adalah Acinetobacter baumannii (44%), Klebsiella pneumoniae (23%), Escherichia coli (9%).
Kesimpulan : Proporsi VAP pada COVID-19 terintubasi adalah 60%. Terdapat hubungan bermakna pada penggunaan azitromisin dan komorbid penyakit jantung sedangkan usia lanjut dan penggunaan steroid tidak memiliki hubungan bermakna terhadap VAP pada pasien COVID-19 terintubasi.

Background : Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is a novel disease. Viral respiratory infection following bacterial infection could increase the severity and mortality of the disease. The incidence of Ventilator (VAP) in COVID-19 group is 21-64%. VAP might be the leading cause of high mortality in intubated COVID-19 patient.
Methods : This research is a retrospective study at Persahabatan hospital. The collected samples is a group of COVID-19 patient intubated for >48 hours in the period of 2020 to 2022 that meet the inclusion and exclusion criteria.
Results : This study consist of 196 data fulfilling the inclusion criteria. Male proportion much greater than female and only 29% is an elderly population. The proportion of VAP in the period of 2020-2022 is 60% with the VAP rates 92,56. There are two factors significantly affected VAP in intubated COVID-19 patient which are the usage of azitromisin (OR 2,92; CI95% 1,29-6,65; p-value 0,01) and cardiovascular disease comorbidity(OR 0.38; CI95% 0,17-0,87; p-value 0,023). The most abundance proportion of endotracheal aspirate microorganism culture are Acinetobacter baumannii (44%), Klebsiella pneumoniae (23%), and Eschrichia coli (9%).
Conclusion : The proportion of VAP in intubated COVID-19 is 60%. There are significant association of azitromicin usage and cardiovascular comorbidity while elderly and the usage of steroid are not significantly associated to VAP in intubated COVID-19 patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Patient satisfaction was one thing that was very important in reviewing the quality of health services, including health center. Measuring patient satisfaction can be used to evaluate the quality of health services. In this study the dimensions related to health service user satisfaction, were in terms of reliability, assurance, tangible, emphaty and responsiveness. The purpose of this research was to know the level in district of outpatient services and inpatient care at district health center Sidoarjo."
BUPESIK
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Prijander L.B Funay
"Latar Belakang:Keterlambatan penanganan pasien STElevation Myocardial Infarction(STEMI)menjadi penyebab tingginya mortalitas dan kejadian MACE (Major Adverse Cardiac Events). Di Indonesia, pasien pasien STEMI sering mengalami keterlambatan penanganan. Upaya yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan dengan kemampuan Primary Percutaneous Coronary Intervention(PCI) adalah mencapai reperfusi tepat waktu pasien STEMI. Berbagai strategi dilakukan untuk mencapai reperfusi tepat waktu diantaranya dengan menerapkan program CODE STEMI. Program CODE STEMI merupakan notifikasi STEMI melalui sistem panggilan tunggal yang dapat mempercepat waktu reperfusi pasien STEMI di rumah sakit.
Tujuan:Mengetahui pengaruh penerapan program CODE STEMI terhadap Door to Balloon Time (D2BT) dan MACE pasien STEMI yang menjalani PrimaryPCI di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Metode:Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada 255 rekam medis pasien STEMI yang menjalani PrimaryPCI di RSUPN Cipto Mangunkusumo sebelum penerapan program CODE STEMI (2015-2016) dan sesudah penerapan program CODE STEMI (2017-2018). Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan uji Mann whitney untuk D2BT dan chi square untuk MACE.
Hasil:Terdapat 111 pasien pada kelompok Non CODE STEMI dan 144 pasien pada kelompok CODE STEMI. D2BT berkurang bermakna 110 menit dari 275 (99-2356) menit pada kelompok Non CODE STEMI menjadi 165 (67-1165) menit pada kelompok CODE STEMI (p <0.001). Kejadian MACE (48,4% vs 51,6%; p = 0,120), gagal jantung (46,6% vs 42 %; p = 0,288), syok kardiogenik (27% vs 19,4%; p = 0,152), aritmia (12,6% vs 6,2%; p = 0,079), stroke (4,5% vs 5,6%; p = 0,705) dan angka mortalitas (7,2% vs 3,5%; p = 0,179) sama antara kedua kelompok.Kejadian infark berulang dan PCI ulang berkurang bermakna pada kelompok CODE STEMI (4,5% vs 0,7%; p = 0.047, 2,7% vs 0,0%; p = 0.047).
Simpulan:Program CODE STEMI memperbaiki D2BT. Program CODE STEMI tidak menurunkan kejadian MACE.

Background: Delay in the management of ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)patients is a cause of high mortality and the incidence of Major Adverse Cardiac Events (MACE).In Indonesia, STEMI patients often experience delays in treatment. Efforts that can be made in health facilities with Primary PercutaneousCoronary Intervention(PCI)capability are achieving timely reperfusion of STEMI patients. Various strategies were carried out to achieve timely reperfusion including implementationthe CODE STEMI program. The CODE STEMI program is a STEMI notification through a single call system that can speed up the reperfusion time of STEMI patients in the hospital.
Objective:To determine the effect of the implementation of the CODE STEMI program on Door to Balloon Time (D2BT) and MACE of STEMI patients undergoing Primary PCI at Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital Jakarta.
Methods: This was a retrospectivecohort study on 255 medical records of STEMI patients undergoing Primary PCI at Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital before the application of the CODE STEMI program (2015-2016) and after the application of the CODE STEMI program (2017-2018). Data analysis was performed quantitatively by Mann Whitney test for D2BT and chi square for MACE
Results:There were 111 patients in the Non CODE STEMI group and 144 patients in the CODE STEMI group. D2BT decreased significantly 110 minutes from 275 (99-2356) minutes in the Non CODE STEMI group to 165 (67-1165) minutes in the CODE STEMI group (p <0.001). MACE events (48.4% vs 51.6%; p= 0.120), heart failure (46.6% vs 42%; p = 0.288), cardiogenic shock (27% vs 19.4%; p = 0.152), arrhythmia (12.6% vs 6.2%; p = 0.079), stroke (4.5% vs 5.6%; p = 0.705) and mortality rate (7.2% vs 3.5%; p = 0.179 ) were similar between the two groups. The incidence of reinfarction and repeated PCI was significantly reduced in the CODE STEMI group (4.5% vs 0.7%; p = 0.047, 2.7% vs 0.0%; p = 0.047).C
onclusions:The CODE STEMI program reduces D2BT. The CODE STEMI program did not reduce the overall MACE incidence but reduced the incidence of reinfarction and repeated PCI of STEMI patients undergoing Primary PCI at Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Louise Ruselis
"Pasien di Intensive Care Unit (ICU) merupakan pihak yang membutuhkan pertolongan dengan segera dan berkelanjutan dari pihak tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit. Namun demikian pasien dan/atau keluarga pasien seringkali belum mengetahui hak dan kewajibannya serta hal-hal khusus yang secara yuridis akan membawa akibat hukum yang merugikan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis tentang perlindungan hukum pasien di ICU rumah sakit. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian didapat bahwa pelayanan dan perawatan pasien di ruang ICU diperuntukkan bagi pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter, perawat, profesi lain yang terkait secara terkoordinasi dan berkelanjutan, serta memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang ketat dan terus menerus serta terapi titrasi. Perlindungan hukum terhadap pasien di Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit sangat berkaitan dengan persetujuan tindakan medik di Intensive Care Unit (ICU). Di samping itu perlindungan hukum terhadap pasien dapat terwujud dari dilaksanakannya tanggung jawab hukum rumah sakit pada saat pasien dapat membuktikan kerugian akibat kesalahan tenaga kesehatan di rumah sakit. Perlindungan hukum terhadap pasien sangat ditentukan oleh pelaksanaan hak dan kewajiban pasien dan rumah sakit berdasarkan Undang Undang Kesehatan, Undang Undang Rumah Sakit, Undang Undang Perlindungan Konsumen serta peraturan yang khusus mengatur tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/Menkes/SK/XII/2010."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggreni Wiyono
"Memanjangnya lama rawat pra bedah pada pasien bedah secara umum dan pasien bedah tumor secara khusus merupakan masalah inefisiensi bagi rumah sakit. Di samping itu bagi pasien memanjangnya lama rawat ini menyebabkan bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan sehingga kepuasan terhadap rumah sakit akan berkurang. Masalah ini melatarbelakangi penulis melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang yang berpengaruh terhadap lama rawat pra bedah pasien tumor tersebut.
Penelitian dilakukan pada sampel .yang terdiri dari 71 kasus pasien bedah tumor yang dirawat di IRNA A kelas 3 pads bulan Januari sampai pertengahan Februari dan bulan Juni 1996. Pada seluruh sampel dilakukan operasi di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dengan desain "cross sectional". Data sekunder diarnbil dari data rekam medis yang terdapat di IRNA A sebelum pasien dipulangkan. Selain itu juga dilakukan pengecekan di IBP pada saat pasien dioperasi.
Variabel bebas yang diteliti ialah kondisi medis pasien, jenis tindakan yang direncanakan, pemeriksaan penunjang yang dilaksanakan, keterlibatan dengan sub bagian lain, dan penundaan operasi. Variabel terikat ialah larva rawat pra bedah, yang terdiri dari 2 bagian, yaitu lama persiapan operasi dan lama menunggu jadwal operasi.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Rata-rata lama rawat pra bedah pada keseluruhan sampel ialah 19,28 hari. Pada pasien dengan kondisi 1 tindakan medis berat ialah 24,92 hari, sedangkan pada pasien dengan kondisi 1 tindakan medis sedang ialah 11,47 hari.
Kesimpulan utama yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Terdapat 4 faktor yang berhubungan dengan lama rawat pra bedah pada pasien secara keseluruhan , yaitu kondisi medis, jenis tindakan, keterlibatan sub bagian lain.
2. Faktor yang tidak berpengaruh terhadap lama rawat pra bedah pada keseluruhan sampel ialah pemeriksaan penunjang.
Saran yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1. Membuat suatu alur pasien dari poliklinik bedah tumor sampai ke Instalasi Bedah Pusat, di mana pasien baru dapat dimasukkan ke IRNA A jika operasi sudah teijadwal. Pada keadaan ini tempat tidur di IRNA A sudah disiapkan. Alur ini diutamakan untuk pasien dengaan kondisi sedang, atau pasien yang tidak terlalu kompleks (dipakai pola dari SMF THT dan SMF Bedah Anak sebagai model).
2. Mengadakan upaya untuk menambah efisiensi dan utilisasi di Instalasi Bedah Pusat dengan mengacu pada hasil penelitian Duta Liana, 1966 dengan judul Analisis Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Keterlambatan atau Pembatalan Operasi di Instalasi Bedah Pusat Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.

Efficiency is one of the most important parts in hospital management. Pre operative length of stay is a specific indicator for hospital efficiency. The increasing of length of stay causes the increasing cost which has to be born by patients and dissatisfaction among them.
This study was performed to 71 cases in hospitalized tumor patients to be operated in the third class of IRNA A in Cipto Mangunkusumo Hospital, from January until the middle of February and June 1996. This is a descriptive analytic study with the cross sectional design and based on the secondary data from the medical records in IRNA A wards after the surgeries.
The independent variables are : 1) The condition of the patients. 2) The type of the surgeries which are planned by the surgeons. 3) The waiting periods for the results of the laboratory tests or the waiting list for X ray tests in Radiology Department. 4) The consultations to other divisions. 5) Delayed or cancelled of the surgery. The dependent variables are the pre operative length of stay which is divided into 2 components, preparations time and waiting time for the surgeries.
The results of this study are: I) The average of pre operative length stay for all cases are 19.28 days. In the severe conditions are 24.92 days and in moderate cases 10.6 days.
The conclusions of the study are: There are relationships between condition of the patients, type of the surgeries, consultation to other divisions and delayed or cancelled of the surgeries. There is no relationship between waiting of the results of the laboratory tests or waiting lists for the radiology tests and pre operative length of stay.
The writer suggest that 1) The admission management has to be improved Surgeons should make the operation schedules in surgery room before patients are hospitalized. 2) Efficiency and utilization of the surgery department have to be increased, especially the delayed of the surgeries which caused by surgeries team not being on time (based on study of Liana, 1966)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandior Benget Namora Tua
"Pertumbuhan penerbitan Green Bond tidak diiringi dengan berkurangnya emisi karbon sebagaimanamestinya menjadi salah satu fungsi diterbitkannya Green Bond. Pertumbuhan Green Bond menjadi isyarat minat investor terhadap intrumen yang memiliki manfaat terhadap finansial dan lingkungan. Untuk dapat memenuhi ekpektasi investor tersebut maka perusahaan perlu menjaga kinerjanya baik. Penelitian ini menggunakan metode Regresi Data Panel dan Regresi Linear Berganda untuk melihat pengaruh beberapa faktor finansial terhadap kinerja perusahaan yang menerbitkan Green Bond. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variable Equity Multiplier, Total Asset Turnover dan Profit Margin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan pada variable ROE. Hasil penelitian juga menunjukan perusahaan yang menerbitkan Green Bond memiliki kecenderungan dalam memanfaatkan operasional bisnisnya sebagai sumber meningkatnya kinerja perusahaan.

As should be one of the purposes of the issuance of Green Bonds, the expansion in the issuance of Green Bonds is not accompanied by a decrease in carbon emissions. Investor interest in financial and environmental instruments is evidenced by the emergence of green bonds. The business must continue to operate well in order to satisfy investor expectations. This study examines the impact of several financial parameters on the success of businesses that issue green bonds using panel data regression and multiple linear regression techniques. The findings demonstrated that the factors Equity Multiplier, Total Asset Turnover, and Profit Margin significantly impacted the company's performance as measured by the ROE variable. The findings also demonstrate that issuers of Green Bonds frequently use their business activities as a means of boosting their performance."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Ramadhan
"COVID-19 atau coronavirus disease 2019 adalah penyakit menular yang memengaruhi sistem organ, terutama sistem pernapasan dan disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Individu yang terinfeksi COVID-19 memiliki tingkat keparahan yang berbeda. Salah satu faktor yang berasosiasi terhadap tingkat keparahan pasien COVID-19 adalah usia. Tingkat keparahan yang tinggi pada kondisi seseorang cenderung mempengaruhi banyaknya treatment yang dibutuhkan, hingga akhirnya juga mempengaruhi waktu yang dibutuhkan seseorang tersebut untuk sembuh. Penelitian ini berfokus pada faktor usia, dimana faktor tersebut diduga menyebabkan perbedaan karakteristik tertentu dari pasien dan durasi rawat yang dibutuhkan oleh pasien COVID-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan karakteristik pasien COVID-19 berdasarkan kelompok usia, dan mengidentifikasi bagaimana kaitan usia terhadap durasi rawat pasien COVID-19 hingga mengalami kematian, perbaikan kondisi COVID, dan rawat jalan. Analisis perbandingan karakteristik pasien COVID-19 berdasarkan kelompok usia dilakukan dengan menerapkan metode exploratory data analysis (EDA). Selanjutnya metode EDA dan regression tree diterapkan untuk mengetahui bagaimana kaitan usia terhadap durasi rawat pasien COVID-19 hingga mengalami kematian, perbaikan kondisi, dan rawat jalan. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah terdapat kecenderungan perbedaan pada pasien COVID-19 berdasarkan kelompok usia jika dilihat berdasarkan faktor jenis kelamin, durasi rawat, status akhir, gejala, komorbid, komplikasi, dan pengukuran laboratorium darah. Selain itu, usia merupakan pertimbangan utama dalam memperkirakan durasi rawat pasien COVID-19 dengan faktor lainnya adalah hipertensi, klorida, HPR, PWR, MLR dan gejala demam.

COVID-19 or coronavirus disease 2019 is an infectious disease that affects the organ systems, especially the respiratory system and is caused by the SARS-CoV-2 virus. Individuals infected with COVID-19 have different levels of severity. One of the factors associated with the severity of COVID-19 patients is age. The severity level of a person tends to affect the number of treatments needed, and therefore will affect the time it takes for the person to recover. This study focuses on age, where this factor is suspected to cause differences in certain characteristics of COVID-19 patients and length of hospital stay required by COVID-19 patients. The purpose of this study is to analyse the characteristics comparison of COVID-19 patients by age group, and to identify on how age affects the length of hospital stay for COVID-19 patients to death, improved conditions, or outpatient care. Comparative analysis of the characteristics of COVID-19 patients by age group is done using exploratory data analysis (EDA). Furthermore, EDA and regression tree are used to find out how age is related to the length of hospital stay for COVID-19 patients to death, improved COVID conditions, or outpatient care. The results show that there was tendency of differences in gender, length of hospital stay, clinical outcome, symptoms, comorbidities, complications, and blood laboratory measurements in COVID-19 patients based on age group. In addition, age is a major consideration in estimating the length of hospital stay for COVID-19 patients with other factors such as hypertension, chloride, HPR, PWR, MLR and fever."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardianto Sucinta
"Introduksi: Transplantasi hati merupakan terapi definitif pasien dengan penyakit hati stadium akhir. Peningkatan lama rawat inap berhubungan dengan luaran yang lebih buruk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan lama rawat inap pada pasien anak pascatransplantasi donor hidup di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan dengan subjek seluruh pasien anak (<18 tahun) pascatransplantasi donor hidup di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2020-2018. Data social demografis dan klinis didapatkan pada penelitian ini. Uji T berpasangan dan uji T independent dilakukan pada subjek. Analisis multivariat dilakukan pada variabel dengan nilai p <0,25 dianggap signifikan.
Hasil: Terdapat 32 subjek pada penelitian ini. Graft-to-recipient weight ration (GRWR) berkorelasi terbalik dengan lama rawat inap (p= 0,010, r = -0,447). Variabel lain, jenis kelamin, umur, durasi operasi, waktu iskemia, status nutrisi, rasio graft-to-weight, etiologi, aliran vena porta, dan komplikasi tidak berkorelasi secara signifikan dengan peningkatan lama rawat inap (p>0,05).
Konklusi: Peningkatan lama rawat inap berkorelasi terbalik secara signifikan dengan GRWR.

Introduction: Liver transplantation is a definitive treatment for pediatric end-stage liver disease. Increased length of stay (LOS) was associated with worse outcome. The study was aimed to analyze the factors related to the increase of LOS in pediatric patients receiving LDLT in Cipto Mangunkusumo General Hospital.
Methods: A cross-sectional study was performed, with patients collected from children (<18 years old) receiving LDLT in Cipto Mangunkusumo General Hospital in 2010 - 2018. Sociodemographic and clinical data were collected in the study. Paired t-test and independent t-test was performed on the patients included in the study. Multivariate analyses were performed for variables with p value <0.25. P value of < 0.05 was deemed significant.
Results: There were 32 subjects included in the study. Graft-to-recipient weight ratio (GRWR) had significant inverse correlation to LOS (p = 0.010, r = -0.447). Other variables, namely sex, age, surgery duration, ischemia time, nutritional status, graft-to-weight ratio, etiology, portal vein flow, and complications were not significantly correlated with increased LOS (p > 0.05).
Conclusion: Increased LOS was significantly and inversely correlated with GRWR.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Heiza Yudistira
"Latar Belakang
Pandemi COVID-19, yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, berdampak global, termasuk di Indonesia, dengan komplikasi utama seperti trombosis terkait peningkatan kadar D- dimer, biomarker pembekuan darah. Kadar D-dimer yang tinggi dikaitkan dengan prognosis buruk, seperti risiko trombosis, lama rawat inap yang lebih lama, dan kematian. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi hubungan antara kadar D-dimer, tingkat keparahan penyakit, dan lama rawat pasien COVID-19 di RSUP Persahabatan.
Metode
Penelitian ini bersifat observasional-analitis dengan desain potong lintang pada pasien COVID-19 derajat sedang, berat, dan kritis di RSUP Persahabatan, Jakarta, selama Januari–Desember 2021. Data dikumpulkan dari rekam medis dan dianalisis dengan metode consecutive sampling, melibatkan 57 sampel. Penelitian mencakup pengukuran kadar D-dimer, tingkat keparahan penyakit, dan lama rawat inap. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS 25.0 dengan uji univariat dan bivariat, termasuk uji Chi-square atau Fisher’s exact untuk memeriksa hubungan antarvariabel.
Hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kadar D- dimer awal dengan tingkat keparahan COVID-19 (p=0,364), meskipun subjek dengan kadar D-dimer ≥500 ng/mL lebih banyak mengalami kondisi sedang dan berat. Di sisi lain, kadar D-dimer yang lebih tinggi (≥500 ng/mL) berhubungan dengan durasi rawat inap yang lebih lama (≥14 hari) dengan p=0,044, menunjukkan perbedaan signifikan antara kadar D-dimer dan lama rawat inap pasien COVID-19.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kadar D-dimer awal dengan tingkat keparahan COVID-19 (p=0,364), namun kadar D-dimer ≥500 ng/mL berhubungan dengan durasi rawat inap yang lebih lama (≥14 hari) (p=0,044).

Introduction
The COVID-19 pandemic, caused by SARS-CoV-2, has had a global impact, including in Indonesia, with major complications such as thrombosis associated with elevated D- dimer levels, a biomarker of blood coagulation. High D-dimer levels are linked to poor prognosis, including the risk of thrombosis, prolonged hospital stays, and mortality. This study aims to explore the relationship between D-dimer levels, disease severity, and length of hospitalization in COVID-19 patients at RSUP Persahabatan.
Method
This study is an observational-analytical research with a cross-sectional design conducted on COVID-19 patients with moderate, severe, and critical conditions at RSUP Persahabatan, Jakarta, from January to December 2021. Data were collected from medical records and analyzed using consecutive sampling methods, involving 57 samples. The study includes measurements of D-dimer levels, disease severity, and length of hospitalization. Data analysis was performed using SPSS 25.0 with univariate and bivariate tests, including Chi-square or Fisher’s exact tests to examine the relationships between variables.
Results
The results of this study indicate that there is no significant relationship between initial D-dimer levels and the severity of COVID-19 (p=0.364), although subjects with D-dimer levels ≥500 ng/mL were more likely to experience moderate and severe conditions. On the other hand, higher D-dimer levels (≥500 ng/mL) are associated with longer hospital stays (≥14 days) with a p-value of 0.044, indicating a significant difference between D- dimer levels and the duration of hospitalization in COVID-19 patients.
Conclusion
This study shows that there is no significant relationship between initial D-dimer levels and COVID-19 severity (p=0.364), but D-dimer levels ≥500 ng/mL are associated with longer hospital stays (≥14 days) (p=0.044).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>