Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4007 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alicia Nevriana
"Penurunan fungsi kognitif merupakan salah satu masalah umum pada lanjut usia yang mampu memengaruhi kualitas hidup mereka. Musik merupakan sebuah elemen yang dipercaya mampu berkontribusi terhadap kualitas hidup mereka. Meski demikian, hubungan antara aktivitas musikal yang dilakukan sepanjang hidup dan fungsi kognitif lansia belum diketahui secara pasti. Pada penelitian ini, hubungan antara aktivitas musikal sepanjang hidup dan fungsi kognitif dievaluasi. Lima puluh tiga lansia penghuni panti tresna werdha di Jakarta Timur dipilih dan diwawancarai terkait karakteristik dan aktivitas musikal sepanjang hidup mereka. Fungsi kognitif juga diukur menggunakan MMSE.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kemungkinan asosiasi antara aktivitas musikal sepanjang hidup dan fungsi kognitif lansia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa partisipan yang tidak aktif melakukan aktivitas musikal sepanjang hidupnya dua kali lebih berpeluang untuk mengalami gangguan fungsi kognitif dibandingkan dengan mereka yang aktif melakukan aktivitas musikal, setelah disesuaikan dengan karakteristiknya. Hasil korelasi ini mengisyaratkan pengaruh bermanfaat dari aktivitas musikal sepanjang hidup terhadap fungsi kognitif lansia.

Decreasing cognitive function of the elderly is one of the most common problems that might affect their quality of life. Music is an element that is believed to be able to contribute to the quality of life of the elderly. However, whether musical activities that are done throughout the life span related to cognitive function is unclear. In this research, we evaluated the association between lifetime musical activities and cognitive function. Fifty three older adults from three nursing homes in East Jakarta were selected and interviewed regarding their characteristics and lifetime musical activities. Cognitive function was also measured using Mini Mental State Examinaion (MMSE).
The results of this preliminary study revealed that a possibility of an association between lifetime musical activities and cognitive function of the elderly was indicated. The result also showed that the participants who were not actively involved in musical activities during their lifetime were twice more likely to develop cognitive function impairment than the elderly who were actively involved in musical activities, after being adjusted by the characteristics. These correlational results suggest the beneficial effect of musical activities throughout the life span on cognitive functioning for the elderly.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alicia Nevriana
"Penurunan fungsi kognitif merupakan salah satu masalah umum pada lansia yang mampu mempengaruhi kualitas hidup mereka. Musik merupakan sebuah elemen yang dipercaya mampu berkontribusi terhadap kualitas hidup mereka. Meski demikian, hubungan antara aktivitas musikal yang dilakukan sepanjang hidup dan fungsi kognitif lansia belum diketahui secara pasti.
Dalam upaya mencari faktor-faktor yang mampu mendukung penuaan optimal, dilakukan sebuah penelitian untuk mencari tahu hubungan antara aktivitas musikal sepanjang hidup dan fungsi kognitif. Dilakukan survey pada 53 lansia penghuni panti tresna werdha di wilayah Jakarta Timur dengan mengukur fungsi kognitif dan riwayat aktivitas musikal sepanjang hidupnya.
Hasil penelitian menunjukkan adanya asosiasi antara aktivitas musikal sepanjang hidup dan fungsi kognitif lansia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lansia yang tidak melakukan aktivitas musikal sepanjang hidupnya dua kali lebih berpeluang untuk mengalami gangguan fungsi kognitif (OR adjusted = 2,0, 95% CI: 0,6 - 7,1).

Decreasing cognitive function of the elderly is one of the most common problems that might affect their quality of life. Music is an element that is believed to be able to contribute to quality of life of the elderly. However, whether musical activities that are done throughout the life span related to cognitive function is unclear.
In an attempt to identify certain factors that may potentially enhance optimal ageing, we evaluated the association between lifetime musical activities and cognitive function. A survey was conducted to fifty three older adults from three nursing homes in East Jakarta regarding their cognitive function and lifetime musical activities.
The results revealed that an association between lifetime musical activities and cognitive function of the elderly was indicated. The results also showed that the elderly who didn't do musical activities during their lifetime were twice more likely to develop cognitive function impairment (OR adjusted=2,0, 95% CI: 0,6 - 7,1).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Rahayu Setyaningrum
"Perkembangan kognitif merupakan aspek perkembangan yang muncul dan berkembang pesat ketika masa usia dini karena 50% potensi kognitif terbentuk pada empat tahun pertama kehidupan. Perkembangan kognitif berkaitan dengan kualitas hidup manusia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan perkembangan kognitif. Penelitian dilakukan pada bulan April 2013.
Desain penelitian adalah potong lintang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan proportional random sampling. Sampel penelitian adalah 128 anak usia dini 24 - 72 bulan yang mengikuti pendidikan anak usia dini (PAUD) atau pun tidak ikut PAUD di Desa Talagamulya Kabupaten Karawang. Perkembangan kognitif sebagai variabel dependen. Sementara variabel independen adalah karakteristik anak (usia, berat badan lahir, status gizi tingi badan per umur (TB/U), asupan energi, protein, vitamin A, zat besi, zink), karakteristik ibu (usia, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan), serta pembelajaran di PAUD. Uji regresi logistik digunakan untuk analisis multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan anak usia dini dengan kognitif baik 61,7%. Uji kai kuadrat menunjukkan faktor yang berhubungan dengan perkembangan kognitif yaitu asupan vitamin A, asupan zink, pengetahuan ibu, dan pembelajaran di PAUD. Faktor dominan yang berhubungan dengan perkembangan kognitif dalam penelitian ini yaitu pembelajaran di PAUD.

Cognitive development was a developmental aspect that was emerged and thrived when the preschool years because 50% of the potential cognitive formed in the first 4 years of life. Cognitive development related to increasing the quality of human resource. The objective of the study was to know dominant factor associated with cognitive development early childhood.
The design study was quantitative using cross-sectional study. Sample study were 128 early childhood 24 - 72 and collected information on April 2013 in Talagamulya Village, Karawang district. Cognitive development as dependent variable, was gathered using questionnaire. Independent variables were children?s characteristics (birth weight, nutrition status/height for age, intake of energy, protein, fe, zinc, vitamin A), mother?s characteristics (age, education, job, knowledge), and participation in early childhood education. The logistic regression was used for analyze data.
The results of this study showed early childhood with good cognitive 61.7%. Chi square analysis showed intake of vitamin A, zinc intake, maternal knowledge, and follow early childhood education significant associated with cognitive development. The dominant factor associated with cognitive development was the participation in early childhood education."
Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan Nasional,, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Adriztina
"Tuberkulosis merupakan masalah yang serius di masyarakat. Pada tahun 2010, World Health Organization mencatat jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia menurun ke posisi empat dengan meningkatnya keberhasilan pengobatan obat antituberkulosis (OAT). Namun, pemberian OAT jangka panjang dapat menyebabkan efek samping ototoksik berupa gangguan pendengaran dan keseimbangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ototoksik pada penderita tuberkulosis paru dengan pemberian OAT di RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Analisis univariat dilakukan dengan tabel frekuensi distribusi sedangkan analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji t dan Fisher?s exact test. Didapatkan 35 penderita tuberkulosis yang memenuhi kriteria inklusi, 22 orang dengan pengobatan tuberkulosis kategori 1 dan 13 orang tuberkulosis kategori 2. Dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni dan tes keseimbangan. Tiga orang (33,3%) penderita tuberkulosis kategori 1 dan 6 orang (66,7%) penderita tuberkulosis kategori 2 mengalami gangguan pendengaran (p < 0,05).
Hasil tes keseimbangan menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu 7 orang (100%) tuberkulosis kategori 2 dengan positif tes Romberg dan 11 orang (100%) tuberkulosis kategori 2 positif tes tandem Romberg. Gangguan pendengaran dan keseimbangan pada penderita tuberkulosis paru dengan OAT ditemukan lebih tinggi pada kategori 2 dibandingkan dengan kategori 1 dengan perbedaan yang signifikan.

Tuberculosis remains a serious problem in the community. In 2010, World Health Organization report that Indonesia?s ranking decrease to fourth position due to success of antituberculosis treatment. But the long term administration of antituberculosis treatment may cause ototoxic effect like hearing and balance impairment. The aim of this study was to describe ototoxic effect of subjects who were given tuberculosis treatment in H. Adam Malik General Hospital.
This is a descriptive study with cross sectional approach. Univariat analysis was done by frequency distribution table, meanwhile bivariat analysis was done by t-test and Fisher?s exact test. Thirty five pulmonary tuberculosis patients met the inclusion criteria. Twenty two patients with 1st category, and 13 patients with 2nd category tuberculosis treatment. Pure tone audiometric and balance examination was evaluated. Three patients (33.3%) of 1st category tuberculosis and 6 (66.7%) patients of 2nd category tuberculosis have hearing loss with significant difference (p<0.05).
Balance test showed 7 people (100%) of 2nd category tuberculosis having positive Romberg test and 11 people (100%) of 2nd category tuberculosis having positive tandem Romberg test. Hearing and balance impairment found higher in patients with 2nd category antituberculosis treatment with significantly different."
Medan: Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher FK USU,, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Mulya Fadli
"Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang bersifat kronis dan selalu
mengalami kekambuhan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
hubungan faktor keluarga dan kepatuhan minum obat dengan kekambuhan
penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau tahun
2012. Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan ukuran
sampel adalah 50 responden dari keluarga penderita skizofrenia yang
berkunjung di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Tampan. Analisis data
dilakukan secara univariat, bivariat dengan korelasi, regresi linier
sederhana, dan uji t independen, multivariat dengan uji regresi linier gan-
da. Variabel yang berhubungan dengan frekuensi kekambuhan penderita
skizofrenia adalah pengetahuan keluarga dan ekspresi emosi keluarga.
Pengetahuan keluarga berpengaruh paling besar dengan koefisien beta
sebesar -0,461. Variabel confounding adalah sikap keluarga, dukungan
keluarga dan kepatuhan minum obat. Nilai R2 diketahui sekitar 68,7%.
Keluarga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti
penyuluhan dan mengikuti proses keperawatan ketika penderita di rumah
sakit jiwa sehingga keluarga memperoleh informasi dalam menangani
pasien skizofrenia. Dengan menjaga ekspresi emosi keluarga yang tidak
berlebihan, frekuensi kekambuhan pada penderita skizofrenia berkurang.
Schizophrenia is a psychotic disorder that is chronic and always had a
relapse. This study aims to determine the factors associated with the
frequency of relapse in patients with schizophrenia in Mental Hospital
Tampan, Riau Province 2012. The research design was cross sectional
study, with 50 samples of Schizophrenia patient?s family who visited in
Polyclinic of Mental Hospital Tampan. Data analysis was performed by uni-
variate, bivariate with correlation, simple linear regression, and t-test, multi-
variate by multiple linear regression tests. The results obtained that the
Pengetahuan dan Ekspresi Emosi Keluarga serta
Frekuensi Kekambuhan Penderita Skizofrenia
Knowledge and Family Expressed Emotion and Schizophrenic Patients
Relapse Frequency
Surya Mulya Fadli, Mitra
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru
variables associated to the frequency of relapse in patients with schizo-
phrenia are family?s knowledge, family?s emotional expression. Family?s
knowledge has the biggest effect with beta coefficient is -0.461.
Confounding variable are family?s attitude, family?s support, and the obedi-
ence of taking medicine. R2 score is 68.7%. The family was suggested to
increase the knowledge by following the counseling and follow the caring
process while the patient in mental hospital, so that families get information
in dealing skizophrenia patient. Family emotional expression that is not
excessive, so the frequency of relapse in patients with schizophrenia was
decreased."
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Melanie D. Maharani
"Schizophrenia termasuk kelompok psycholic disorder dengan gejala atau simptom utama yaitu gangguan pada pikiran emosi, dan tingkah laku: gangguan pikiran dimana mereka memiliki ide-ide atau pikiran-pikiran yang tidak secara logis berhubungan; memiliki persepsi dan atensi yang salah; gangguan bizarre pada aktivitas motorik emosi yang datar dan tidak sesuai situasi; dan kurangnya toleransi stress pada hubungan interpersonal. Penderita menarik diri dari orang-Orang sekitar dan dari realitas, biasanya melalui hidup berfantasi dengan delusi dan halusinasi. Karakleristik ini dapat kita ukur melalui alat-alat tes diagnostik yang memang telah dipergunakan sebelumnya dan salah satu dari tes diagnostik adalah tes Rorschach. Tes Rorschach memiliki dasar pemikiran bahwa pemikiran sescorang terhadap bercak tinta merupakan contoh tingkah laku orang tersebut
bila dihadapkan pada problem yang serupa. Aspek-aspek kepribadian yang dapat diungkap dalam tes Rorschach antara lain: aspek kognitif atau intelektual, aspek efektif atau emosi, yang antara lain terdiri dari: general emotion tone, perasaan
terhadap diri sendiri, responsiyitas terhadap lingkungan atau orang lain: kemampuan melakukan hubungan sosial, perasaan nyaman/tidaknya bila berada pada situasi sosial. reaksi terhadap tekanan emosi, serta pengendalian terhadap dorongan emosional dan aspek fungsi ego, yang antara lain terdiri dari: ego
strength yailu bagaimana menghadapi realitas, bagaimana penilaian terhadap diri sendiri, kemampuan menghadapi konflik, mekanisme pertahanan diri.
Dari tes Rorschach dapat dilihat hal-hal patologis pada aspek kognitif atau intelektual, emosi dan fungsi ego seseorang sehingga peneliti menarik kesimpulan bahwa tes Rorschach dapat digunakan pada penderita schizophrenia sehingga
akan terlihat dampak dari kepribadian yang patologis yang mereka miliki terhadap hasil dari tes Rorschach itu sendiri. Pada karya tulis ini penulis momfokuskan diri pada aspek emosi dan hubungan sosial dari penderita schizophrenia dan yang
dilihat kemudian adalah analisis kuantitatif dari skor determinan mengingat bahwa skor determinan mengungkapkan aspek-aspek emosi dari kepribadian.
Hasil penelitian menunjukkan skor paling tinggi terdapat pada determinan
FM yang berarti dorongan untuk pemuasan segera muncul segera ke kesadaran,yang sesuai dengan karakteristik pasien schizophrenia yang cenderung impulsif mengalami fiksasi dan regresi. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa penderita schizophrenia menunjukkan persentase yang tinggi pada determinan C yang merupakan indikator dari kekurangan patologis akan kontrol emosional, dan
Schizophrenia merupakan gangguan patologis dimana salah satu karakteristiknya adalah gangguan emosional atau gangguan pengendalian diri.
Pada semua determinan shading, penderita schizophrenia menunjukkan
skor yang rendah. Determinan shading berhubungan dengan cara orang itu
menghadapai kebutuhan keamanannya yang utama dan kebutuhan akan afeksi dan belnngingness. Salah satu simptom negatif yang ada pada schizophrenia adalah afek tumpul dimana terjadi pendangkalan afek dan penderita tidak menyadari adanya kebutuhan akan afeksi.
"
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krumhansl, Carol L.
New York : Oxford University Press , 1990
R 781.1 KRU c
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Rhapsody Karnovinanda
"Peningkatan populasi lansia di Indonesia menimbulkan tantangan kesehatan, termasuk penurunan fungsi kognitif yang dapat memengaruhi kemandirian dan kualitas hidup. Stimulus kognitif, seperti permainan tradisional congklak, menawarkan solusi yang mudah diakses. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efek permainan congklak terhadap fungsi kognitif lansia menggunakan MoCA-Ina. Penelitian melibatkan 64 lansia yang dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi memainkan congklak selama 10 sesi (45 menit per sesi) dalam dua minggu, sementara kelompok kontrol melanjutkan aktivitas rutin. Fungsi kognitif diukur pada empat waktu: sebelum intervensi, segera setelah intervensi, satu bulan, dan dua bulan pasca intervensi. Hasil menunjukkan peningkatan signifikan skor MoCA-Ina pada kelompok intervensi, dari rata-rata 15,1 menjadi 18,6 segera setelah intervensi. Efek positif ini bertahan hingga dua bulan, meski sedikit menurun. Permainan congklak efektif menjaga dan meningkatkan fungsi kognitif lansia, mendukung penerapan permainan tradisional dalam program kesehatan lansia.

The increasing elderly population in Indonesia poses health challenges, including cognitive decline, which can affect independence and quality of life. Cognitive stimulation, such as the traditional congklak game, offers an accessible solution. This study aims to evaluate the effect of the congklak game on cognitive function in the elderly using MoCA-Ina. The study involved 64 elderly participants divided into intervention and control groups. The intervention group played congklak for 10 sessions (45 minutes per session) over two weeks, while the control group continued their routine activities. Cognitive function was measured at four time points: before the intervention, immediately after the intervention, one month, and two months post-intervention. The results showed a significant increase in MoCA-Ina scores in the intervention group, from an average of 15.1 to 18.6 immediately after the intervention. This positive effect persisted for up to two months, although slightly diminished. The congklak game effectively maintains and improves cognitive function in the elderly, supporting its inclusion in elderly health programs."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Riyanto Wreksoatmodjo
"Peningkatan harapan hidup manusia akan menambah populasi lanjut usia diikuti dengan peningkatan problem, antara lain penurunan fungsi kognitif. Salah satu faktor risiko penurunan fungsi kognitif ialah social engagement yang dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal. Penelitian dilakukan menggunakan metode cross sectional di kelurahan Jelambar dan Jelambar Baru, Jakarta atas 286 lanjut usia yang tinggal di keluarga dan di panti werdha menunjukkan adanya pengaruh social engagement terhadap fungsi kognitif lanjut usia, terutama di kalangan panti werdha. Social engagement buruk berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif setelah dikendalikan oleh aktivitas kognitif, khususnya pada kelompok social engagement buruk dan tinggal di panti; di kelompok lanjut usia perempuan, social engagement buruk berhubungan dengan fungsi kognitif lebih rendah. Komponen social engagement yang paling berperan terhadap fungsi kognitif para lanjut usia adalah aktivitas di masyarakat dan keanggotaan di kelompok masyarakat lain. Kegiatan ke luar rumah dan berbelanja, dan kerja sukarela/amal merupakan komponen aktivitas di masyarakat yang paling berpengaruh. Di kalangan perempuan, komponen social engagement yang paling berpengaruh adalah keanggotaan di kelompok lain. Aktivitas kognitif yang terbesar pengaruhnya adalah masak sendiri dan menonton siaran televisi berita.

The increase of life expectancy brings a problem of elderly, among others is problem of cogntive decline. One of the risk factors for cognitive decline is social engagement which can be influenced by living environment. This research was done with cross sectional method in kelurahan Jelambar and Jelambar Baru with 286 respondents living in family and institution. Social disengagement was associated with lower cognitive function, especially in institution, influenced by cognitive activity. Among women, social disengagement was associated with lower cognitive function. The most important component of social engagement are to become a member of social club and active in the community, especially outdoor activities and doing shopping for daily needs. Among women, the most important component of social engagement is to become a member of social club. Cognitive activity with biggest influence on cognitve function are self-cooking and watching news in television."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
D1391
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Abas
"Lansia yang terus meningkat populasinya diharapkan memiliki kualitas hidup yang baik. Salah satunya dengan memelihara fungsi kognitif. Senam GLO dilakukan tiga kali seminggu, 30 menit per sesi mampu meningkatkan fungsi kognitif. Lansia di panti Cibubur belum melakukan senam GLO tiga kali seminggu. Tujuan penelitian untuk melihat pengaruh senam GLO terhadap fungsi kognitif lansia. Metode penelitian ini adalah eksperimen semu tanpa kontrol dengan intervensi senam GLO 30 menit per sesi, tiga kali seminggu selama satu bulan. Fungsi kognitif dinilai dengan Mini Mental State Examination (MMSE). Besar sam pel 39 lansia dari populasi lansia di sasana sesuai kriteria inklusi. Uji statistik menggunakan paired t test. Hasil uji menunjukan ada pengaruh intervensi terhadap fungsi kognitif dari mean MMSE = 22,95 (SD = 1,413) menjadi 27,95 dengan SD = 1,297 (p value= 0,000 < a = 0,05). Kesimpulannya, senam GLO 30 menit per sesi, tiga kali seminggu meningkatkan fungsi kognitif.

The increasing number of elderly population is expected to have a good quality of life. One of them is maintaining cognitive function. GLO exercises that is done three times a week, 30 minutes per session can improve cognitive function. Elderly in nursing home Cibubur do not gymnastics GLO three times a week. The purpose of research was to look at the effect of exercise GLO on cognitive function of elderly. Methods this was a quasi-experimental study without control by GLO exercise 30 minutes per session, three times a wee~ for one month. On Cognitive function was assessed by the Mini Mental State Examination (MMSE). A total number of 39 elderly is of in the nursing home fit the inclusion criteria. Statistical test using paired t test. The test results showed effect of the intervention on cognitive function of the mean MMSE = 22.95 (SD = 1.413) to 27.95 with SD = 1.297 (p value= 0.001 < a= 5%). Conclusion, gymnastics GLO 30 minutes per session, three times a week improves cognitive function.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T42862
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>