Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119444 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, Selma
"Masih banyak ditemukan resep obat antituberkulosis anak dengan kombinasi beberapa obat dalam racikan puyer yang tidak sesuai standar program pemberantasan tuberkulosis (TB) paru Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui situasi dan permasalahan berhubungan praktik peresepan puyer sebagai obat anti tuberkulosis (OAT).
Pada periode Mei hingga Desember tahun 2009, penelitian diawali dengan pengukuran persentase peracikan OAT dalam bentuk puyer, dilanjutkan dengan penelitian kualitatif eksploratif. Data dikumpulkan dari rumah sakit, puskesmas, apotek dan dinas kesehatan di Jakarta, Bandung, Medan, dan Makassar. Pada tiap fasilitas kesehatan, 30 sampel resep pengobatan diambil untuk pasien tuberkulosis anak usia 1 _ 12 tahun. Kemudian dilakukan wawancara mendalam terhadap dokter anak, apoteker, keluarga pasien, dan pegawai dinas kesehatan yang terkait. Penelitian menemukan persentase peracikan OAT adalah 25% untuk campuran rifampicin dan isoniazid, dan 18% untuk campuran rifampicin, isoniazid, dan pyrazinamid.
Semua informan menyadari bahwa praktik peracikan puyer tergolong pengobatan yang irasional, tetapi situasi yang mereka hadapi membuat mereka terus meresepkan dan membuat peracikan puyer. Ketersediaan fixed dose combination (FDC) yang rendah untuk OAT serta harga yang mahal menjadi alasan utama. Pemerintah dan organisasi profesi perlu meningkatkan pembinaan secara terus menerus kepada tenaga kesehatan berhubungan serta meningkatkan akses masyarakat terhadap FDC untuk tuberkulosis anak.

There are still many practices of treating sick children with a mixture of several medicines for children suffering from tuberculosis, called it "puyer". It is not following the standard from Ministry of Health. This study explored the complex situation dealing with the practice of compounded medicines.
It was innitially by assessment the percentage of "puyer" prescription, and followed by the qualitative study, from May to December 2009. Data were collected from hospitals, primary health cares and pharmacies in Jakarta, Bandung, Medan, and Makassar. From every health cares facilities, 30 prescriptions were collected for children age 1 to 12 years old. Then, we conducted in-depth interviews with pediatricians, pharmacist, patients? families and health officers about ?puyer? prescription for children. The prevalence of prescription consists of ?puyer? for children were 25% for isoniazid and rifampicin and 18% for isoniazid, pyrazinamid, and rifampicin.
All informants knew ?puyer? prescription is irrational, because the complex situation they faced they continued to give ?puyer? to patients. Low availability and high price of fixed doses combination (FDC) are main reasons. The government and association of doctors/pharmacist should enforce discipline to their member to obey therapy standard. The government should improve access to FDC medicines for children suffering tuberculosis.
"
Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indang Trihandini
"Kanker ovarium merupakan salah satu penyebab utama kematian wanita.
Dalam kasus kanker, jumlah serum albumin adalah indikator prognostik
bertahan hidup yang penting, sementara probabilitas global pasien kanker
ovarium dengan serum albumin ≥ 3,6 g/dL dan ≤ 3,5 g/dL untuk bertahan
hidup lima tahun masing-masing 23% and 10%. Namun di Indonesia, keta-
hanan hidup pasien-pasien kanker ovarium epithelial belum diteliti secara
intensif. Penelitian yang dilaporkan ini bertujuan untuk menentukan proba-
bilitas ketahanan hidup pasien-pasien kanker ovarium epithelial menurut
tingkat serum albumin tertentu. Dengan menggunakan rancangan studi ko-
hort retrospektif dan analisis ketahanan hidup, 48 orang pasien Rumah
Sakit Kanker Dharmais Jakarta diamati sejak pertama kali mereka didiag-
nosis kanker ovarium epithelial sampai sembuh, meninggal atau tidak da-
pat ditindaklanjuti lagi. Ditemukan bahwa selama tahun 1996-2004, secara
umum probabilitas pasien dengan bertahan hidup lima tahun adalah 26,2%.
Secara spesifik, probabilitas pasien dengan serum albumin ≥ 3,6 mg/dL dan
< 3,6 mg/dL untuk bertahan hidup lima tahun masing-masing 36,1% dan
15,7%. Jika dikontrol dengan stadium kanker, kadar asite dan hemoglobin,
risiko mati pasien karena kanker ovarium epithelial dengan kadar serum al-
bumin < 3,6 mg/dL ternyata 2,077 kali lipat daripada pasien dengan serum
albumin ≥ 3,6 mg/dL. Disimpulkan bahwa di Indonesia ketahanan hidup li-
ma tahun pasien-pasien kanker ovarium epithelial lebih tinggi daripada
tingkat global.
Ovarian cancer is one of the largest causes of death in women. In cancer,
albumin serum level is an important prognostic indicator of survival, where-
as globally the probability of ovarian cancer patient with serum albumin ≥
3,6 g/dL and ≤ 3,5 g/dL to survive for five years is 23% and 10%, respec-
tively. In Indonesia, however, the survival of epithelial ovarian cancer patient
with respect to serum albumin level has not been investigated intensively.
The present study was to determine the probability of epithelial ovarian can-
cer patients to survive for five years at particular level of serum albumin.
Using retrospective cohort design with survival analysis, 48 patients of the
Dharmais Cancer Hospital Jakarta were observed from the time when the
epithelial ovarian cancer was first diagnosed until they were cured, death,
or lost to follow up. The results showed that during 1996-2004 the overall
probability of five-year survival was 26,2%. Specifically, the probability of pa-
tients to survive for five years at serum albumin level ≥ 3,6 mg/dL and < 3,6
mg/dL was 36,1% and 15,7%, respectively. When the cancer stages, as-
cites, and hemoglobin level were controlled, risk of death from epithelial
ovarian cancer of the patients with an albumin level of < 3,6 mg/dL was
2,077 fold higher than those with an albumin level of ≥ 3,6 mg/dL. It is con-
cluded that in Indonesia the five-year survival probability of epithelial ovari-
an cancer patients is higher than that the global rate."
Universitas Indonesia, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Susanna
"Menteri Kesehatan menetapkan bahwa makanan dan minuman tidak boleh mengandung bakteri Escherichia coli (E. coli). Namun, kebanyakan pemerintah daerah tidak menindaklanjutinya dengan menerapkan peraturan yang lebih teknis untuk mencegah penyakit-penyakit yang ditularkan lewat makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kontaminasi E. coli dalam makanan yang dijual oleh pedagang kaki lima (PKL). Seratus PKL di sepanjang Jalan Margonda Kota Depok, Jawa Barat, dipilih secara acak sebagai sampel. Sebanyak 100 PKL, E. coli pada sampel berbagai jenis makanan diukur dengan metode most probable number, sementara sanitasi PKL dan kehigienisan penjamah makanan diamati. Ditemukan secara umum bahwa air bersih yang digunakan untuk memasak, minum, dan mencuci peralatan makan, sarana pembuangan air limbah, peralatan makanan, dan makanan yang disajikan secara tertutup serta perilaku penyaji makanan tidak berhubungan dengan tingkat kontaminasi E. coli (p > 0,05). Sebaliknya, kebanyakan makanan yang disajikan tanpa tutup mengandung E. coli sangat tinggi, meskipun sarana sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat penjamah makanan sudah cukup baik, kecuali sarana tempat sampah.

Ministry of Health regulates that all foods and beverages should not contain Escherichia coli. However, most local government does not implement this requirement by applying more technical local regulation to prevent food borne diseases. The objective of the present study was to quantify E. coli contamination in foods served by street vendors along the Jalan Margonda, City of Depok, West Java. A total of 100 street vendors were selected randomly, from which different types of foods were sampled for E. coli measurement using MPN method. Meanwhile, environmental sanitation of street vendors and personal hygiene of food handlers were observed. It was found that generally clean water for preparing foods and beverages and washing kitchen utensils, sewage system, table utensils, and covered foods as well as serving behavior were not statistically correlated with E. coli contamination (p > 0,05). On the contrary, most the uncovered foods were highly contaminated by E. coli, although sanitation facilities and personal hygiene were adequately good except solid waste disposal."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Albiner
"Kebutuhan energi, protein, dan zat besi dapat disumbangkan oleh makanan jajanan masing-masing sekitar 36%, 29%, dan 52%. Namun, makanan jajan yang tersedia disamping tidak selalu sehat dan bergizi juga perilaku sisiwa tidak selalu positif untuk kebutuhan gizi. Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh media visual poster dan leaflet terhadap perilaku makanan jajanan pelajar suatu SMA di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, 2009. Dengan desain eksperimen kuasi one pre- and post-test group, penelitian dengan perlakuan pajangan poster dan leaflet di sekolah ini menilai pengaruh intervensi 2 minggu setelah perlakuan. Analisis data dilakukan dengan metode uji T-berpasangan terhadap sampel 80 pelajar kelas khusus. Sebelum dan setelah perlakuan, skor rata-rata pengetahuan siswa adalah 1,99 dan 3,00, skor rata-rata sikap adalah 1,80 dan 3,00. Tindakan konsumsi makanan para pelajar juga meningkat sebelum (x=1,76) dan sesudah (x=1,86) intervensi. Terdapat perbedaan yang bermakna antara perilaku konsumsi makanan jajanan pada anak sekolah sebelum dan sesudah intervensi. Dapat disimpulkan bahwa penyuluhan gizi menggunakan media poster dan leaflet mampu meningkatkan perilaku gizi anak sekolah. Disarankan pihak sekolah dan puskesmas menggunakan poster dan leaflet sebagai salah satu media penyuluhan gizi menyampaikan informasi gizi tentang makanan jajanan dan isu kesehatan lain untuk mempromosikan upaya kesehatan sekolah.

Street food plays an important role in students? nutrition. About 36%, 29%, and 52% of energy, protein, and iron, respectively, can be contributed by street food. The aim of the research was to know effect of nutritional extension using healthy food poster and leaflet on street food consumption behaviour among Senior Height School students in District of Mandailing Natal. The research is quasi-experiment with one pre- and post-test group design. The intervention was conducted by displaying poster and giving leaflet to students. Effects of interventions were evaluated two weeks after intervention. Subjects are 80 students. Data were analyzing by using paired sample T-test. Result showed that the average scores of knowledge of students were 1.99 and 3.00 before and after intervention, respectively. The average scores of attitude were 1.80 and 3.00 before and after intervention, respectively). Also, the practice of food consumption among students also increases (1.76 and 1.86 for before and after intervention, respectively). There was a significant difference in street food consumption behavior among students between before and after intervention. It can be concluded that nutritional extension using visual posters and leaflets increase student?s nutritional behaviour. It is suggested that, both school and puskesmas, use poster and leaflet as media of nutritional extension regarding street food and other health issues to promote school health."
2010
Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kasnodihardjo Kasnodihardjo
"Pada tahun 2009, dilakukan penelitian deskriptif di Kecamatan Jatibarang dan Kecamatan Kedokan Bunder untuk mengetahui faktor-faktor sanitasi lingkungan, dan perilaku ibu-ibu dan kejadian penyakit infeksi pada bayi dan anak. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan responden ibu rumah tangga yang mempunyai bayi/ anak balita berjumlah 401 orang. Penyakit diare pada bayi/anak disebabkan oleh media tercemar yang masuk ke sistem pencernaan melalui sumber air untuk minum maupun mandi, cuci, kakus (MCK) yang bukan berasal dari ledeng, keluarga yang tidak mempunyai jamban, ibu yang masih jarang mencuci tangan setelah membersihkan kotoran bayi ataupun setelah buang air besar, meminum dan memakan makanan yang tidak dimasak, dan sampah yang dibuang ke lingkungan. Penyakit Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), pneumonia, dan tuberkulosis paru pada bayi/anak kemungkinan disebabkan media tercemar masuk ke sistem pernapasan melalui sampah yang dibakar, membawa (menggendong) anak sewaktu memasak, merokok di dalam rumah berdekatan dengan bayi/anak, menggunakan obat nyamuk bakar, penderita tuberkulosis paru meludah dan membuang dahak di sembarang tempat dan penderita tidur bersama anggota keluarga yang lain. Penyakit tular vektor pada bayi/anak (malaria) kemungkinan disebabkan upaya pencegahan gigitan nyamuk dengan repellent kurang efektif dan penggunaan kelambu masih rendah.

In 2009 a descriptive study conducted in the subdistrict Jatibarang and Kedokan Bunder to determine the factors of environmental sanitation, infectious disease in baby/child, and mother?s behavior. Data were collected using questionnaires which respondents are 401 housewives who have a baby/child. Occurrence of diarrhea disease in baby/child because of the possibility of contaminated media through the digestive system by water for drinking and toilets which do not originate from the piping network, families who do not have own toilet, mothers who still seldom washing hands after cleaning the baby?s stool or after a bowel movement, drinking and eating food that is not cooked and throw trash to the environment. Occurrence of respiratory diseases, pneumonia and pulmonary tuberculosis in baby/child possibly because the media is polluted through the respiratory system by burning garbage, carrying baby/children while, smoking at home or adjacent with babies/children, the use of mosquito coils, pulmonary tuberkulosis patients spit and throw phlegm in random places and sleeping with other family members. The occurrence of vector borne diseases in baby/child (malaria) because of the possibility of preventing mosquito bites with repellent less effective, the use of mosquito nets still low."
Jakarta: Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endo Dardjito
"Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu
masalah gizi di Kabupaten Banyumas. GAKY disebabkan oleh defisiensi
kronik asupan yodium, konsumsi goitrogenik, penggunaan kontrasepsi KB
hormonal, faktor genetik, dan pengetahuan penderita. Prevalensi penyakit
gondok di Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas, terus meningkat
mencapai 35,38% pada tahun 2007 sehingga daerah ini tergolong en-
demis berat GAKY. Untuk menganalisis faktor-faktor risiko GAKY di
Kecamatan Baturaden, suatu penelitian penjelasan dengan desain kasus
kontrol telah dilakukan dengan melibatkan 30 orang wanita usia subur (15-
45 tahun) yang menderita GAKY sebagai kasus dan 30 orang WUS lain
yang tidak menderita GAKY sebagai sebagai kontrol. Kedua kelompok
adalah penduduk Desa Kebumen, Karang Tengah, Kemutug Kidul, dan
Karang Salam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua faktor risiko
berpengaruh secara bersama-sama terhadap kejadian GAKY yaitu kon-
sumsi yodium (p = 0,007) dan konsumsi goitrogen (p = 0,015).
Berdasarkan kedua faktor ini, konsumsi yodium berpengaruh paling do-
minan terhadap kejadian GAKY.
Iodine Deficiency Disorder (IDD) is one of nutrient problems in Banyumas
Regency. IDD is caused by chronic deficiency of dietary iodine intake,
goitrogenic consumption, hormonal contraception use, genetic factor, and
level of knowledge. Prevalence of goiter in Baturaden district of Banyumas
Regency constantly increases up to 35,38% in 2007, so this location is ca-
tegorized as high endemic IDD. To analyze risk factors of IDD in Baturaden
district, a case-control explanatory study has been carried involving 30 rep-
roductive age women (15-45 years old) suffering from IDD as case group
and 30 reproductive age women with no IDD as control group. Both groups
were residents of Kebumen, Karang Tengah, Kemutug Kidul, and Karang
Salam villages. This study shows that two factors are simultaneously influ- enced the IDD i.e. consumption of iodine (p = 0,007) and goitrogen (p =
0,015). Of the two, iodine consumption is the dominant factor influencing the
IDD cases."
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Jurusan Kesehatan Masyarakat, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endo Dardjito
"Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu
masalah gizi di Kabupaten Banyumas. GAKY disebabkan oleh defisiensi
kronik asupan yodium, konsumsi goitrogenik, penggunaan kontrasepsi KB
hormonal, faktor genetik, dan pengetahuan penderita. Prevalensi penyakit
gondok di Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas, terus meningkat
mencapai 35,38% pada tahun 2007 sehingga daerah ini tergolong en-
demis berat GAKY. Untuk menganalisis faktor-faktor risiko GAKY di
Kecamatan Baturaden, suatu penelitian penjelasan dengan desain kasus
kontrol telah dilakukan dengan melibatkan 30 orang wanita usia subur (15-
45 tahun) yang menderita GAKY sebagai kasus dan 30 orang WUS lain
yang tidak menderita GAKY sebagai sebagai kontrol. Kedua kelompok
adalah penduduk Desa Kebumen, Karang Tengah, Kemutug Kidul, dan
Karang Salam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua faktor risiko
berpengaruh secara bersama-sama terhadap kejadian GAKY yaitu kon-
sumsi yodium (p = 0,007) dan konsumsi goitrogen (p = 0,015).
Berdasarkan kedua faktor ini, konsumsi yodium berpengaruh paling do-
minan terhadap kejadian GAKY.
Iodine Deficiency Disorder (IDD) is one of nutrient problems in Banyumas
Regency. IDD is caused by chronic deficiency of dietary iodine intake,
goitrogenic consumption, hormonal contraception use, genetic factor, and
level of knowledge. Prevalence of goiter in Baturaden district of Banyumas
Regency constantly increases up to 35,38% in 2007, so this location is ca-
tegorized as high endemic IDD. To analyze risk factors of IDD in Baturaden
district, a case-control explanatory study has been carried involving 30 rep-
roductive age women (15-45 years old) suffering from IDD as case group
and 30 reproductive age women with no IDD as control group. Both groups
were residents of Kebumen, Karang Tengah, Kemutug Kidul, and Karang
Salam villages. This study shows that two factors are simultaneously influ- enced the IDD i.e. consumption of iodine (p = 0,007) and goitrogen (p =
0,015). Of the two, iodine consumption is the dominant factor influencing the
IDD cases."
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Jurusan Kesehatan Masyarakat, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Destriatania
"Partisipasi ayah pada pola pemberian makan bayi harus dipersiapkan
dengan baik sehingga mendukung ibu untuk menyusui. Penelitian ini bertu-
juan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap ayah ter-
hadap praktik pemberian ASI eksklusif. Sampel dalam penelitian ini adalah
536 pasangan suami istri yang mempunyai bayi usia 0 _ 6 bulan. Data
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Desain yang
digunakan adalah potong lintang dan analisis data menggunakan kai
kuadrat dan regresi logistik. Rata-rata pemberian ASI eksklusif pada saat
wawancara adalah 29,1%. Sekitar 83,6% dan 59,1% ayah mempunyai
pengetahuan rendah tentang manajemen laktasi prenatal dan postnatal,
tetapi 89,6% dan 61,9% ayah menunjukkan sikap positif terhadap praktik
menyusui ketika masa kehamilan dan menyusui. Dukungan ayah terhadap
praktik menyusui justru rendah pada saat persalinan (37,3%). Sikap ayah
selama masa menyusui (nilai p < 0,05; OR = 1,623; 95%CI = 1,086 _ 2,425)
merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi praktik pemberian
ASI eksklusif setelah dikontrol faktor lainnya dalam analisis regresi logistik.
Pengetahuan yang baik dan sikap yang positif diketahui sebagai faktor
penting dalam keberhasilan praktik pemberian ASI eksklusif. Hal ini
menunjukkan kebutuhan keterlibatan ayah dalam berbagai program
promosi praktik menyusui.
Fathers participation in the decision making of infant feeding method have
to be well prepared so that they can support mothers to breastfeed. The ob-
jective of the paper is to analyze the relationship between knowledge and
attitude of the fathers on exclusive breastfeeding practice. Couples whose
baby aged 0 _ 6 months were recruited in this study. Structured question-
naire was used to collect the data. The study design was cross sectional in
which chi square and logistic regression analyses were used for the statis-
tical tests. The prevalence of exclusive breastfeeding at time of interview
was 29.1%. Around 83.6% and 59.1% of fathers had low level of knowledge
on prenatal and postnatal lactation management but 89.6% and 61.9% had
positive attitude toward breastfeeding. Only 37.3% fathers showed positive
attitude about breastfeeding during labor. Attitude of fathers during nursing
period was a dominant factor associated with exclusive breastfeeding (p
value < 0.05; OR = 1.623; 95% CI = 1.086 _ 2.425) after controlling for
other factors in the logistic regression analysis. Good knowledge and posi-
tive attitude were known as important factors for successful exclusive
breastfeeding practice. This indicates a need of breastfeeding education for
fathers."
Universitas Sriwijaya Palembang, Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dukungan berbagai pihak meliputi perubahan perilaku masyarakat dan
pemberdayakan masyarakat sangat diharapkan untuk penanggulangan
tuberkulosis (TB). Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan ?Aisyiyah Provinsi
Lampung terpanggil untuk bergerak bersama dalam program penanggu-
langan penyakit TB agar keberhasilan penanggulangan TB dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan mengetahui berbagai faktor yang berhubungan de-
ngan perilaku kader dalam menemuan suspek TB di Kabupaten Lampung
Tengah. Penelitian dengan metode kuantitatif dan kualitatif ini menggu-
nakan desain potong lintang, data primer dikumpulkan dari sampel 72
kader TB ?Aisyiyah Kabupaten Lampung Tengah. Analisis dilakukan secara
univariat, bivariat dengan menggunakan metode kai kuadrat, dan multiva-
riat dengan regresi logistik. Penelitian ini menemukan lima variabel yang
meliputi pengetahuan, sikap, pelatihan, dukungan pemegang program dan
motivasi yang mendukung perilaku penemuan suspek. Tiga variabel yang
meliputi pendidikan, pendapatan dan pekerjaan tidak mendukung perilaku
penemuan suspek. Untuk meningkatkan penemuan suspek TB disarankan
untuk lebih meningkat dukungan pengelola program yang berkelanjutan.
The support of various parties, peoples behavior and empower communi-
ties in the implementation of TB countermeasures highly expected by
Muhammadiyah Central Executive and Aisyiyah Lampung Province omit to
move together in a tuberculosis prevention program for successful TB con-
trol can be achieved. This study aimed to determine the related factors of
behavior cadres to detect suspected tuberculosis in Lampung districy mid-
dle. The quantitative and qualitative with study design a cross sectional was
conducted using primary data on samples 72 Aisyiyah tuberculosis cadres
Lampung district middle. The statistical analyses were performed by chi-
square and logistic regression. The study results showed a significant five
variable (support program managers, knowledge of cadre, motivation of
cadre, attitude of cadre, training cadre) with the discovery suspected tuber-
culosis cases in Lampung Province. Logistic regression analysis found a
good support program holders associated with the case of suspected
tuberculosis. Program holders support is the most dominant factor of the dis-
covery of suspected tuberculosis cases. Therefore the need for tangible
support over again that the findings by the cadre suspected tuberculosis in-
creased.
"
Lampung: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Pringsewu Lampung, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Toha Muhaimin
"Kata kualitas hidup sering dihubungkan dengan pembangunan, khususnya pembangunan manusia, yang sering dikaitkan dengan kondisi seseorang baik dalam keadaan sehat maupun sakit, untuk menunjukkan aktivitas fisik, atau kondisi seseorang dalam hidup sehari-harinya. Sebagian orang mengkaitkan istilah kualitas hidup dengan kondisi sejauh mana terpenuhinya kubutuhan dasar untuk hidup seperti sandang, pangan, papan dan pendidikan pada seseorang. Oleh karena itu, banyak penelitian mengukur kualitas hidup dengan instrumen yang berbeda-beda, termasuk mengukur kualitas hidup anak dan banyak instrumen yang telah dikembangkan. Tulisan ini mencoba membahas pengertian kualitas hidup dan cara mengukurnya, terutama pada anak. Belum ada konsensus mengukur atau menggambarkan definisi konseptual kualitas hidup, tetapi para peneliti setuju bahwa kualitas hidup adalah konsep multidimensional yang dapat diukur dengan berbagai pendekatan. Kualitas hidup didefinisikan sebagai perasaan utuh (overall sense) kesejahteraan seseorang dan meliputi aspek kebahagiaan (happiness) dan kepuasan hidup secara keseluruhan. Kualitas hidup disebut juga dengan istilah status kesehatan subjektif (subjective health status). Untuk mengukur kualitas hidup, termasuk kualitas hidup anak, bisa dilakukan baik pada orang atau anak sehat maupun menderita penyakit tertentu dengan menentukan dimensi (domain) yang berbeda-beda dan masing-masing dimensi bisa digali dengan sejumlah item pertanyaan atau pernyataan dalam jumlah yang berbeda juga, yang harus dijawab atau diisi oleh responden, anak, orangtua atau keduanya.

Quality of life (QoL) is very often to be associated with development, especially, human development, which is linked to condition of someone, either healthy or sick, to show daily physical activities. Some people are thinking that QoL is associated with basic needs of someone?s life such as clothe, Mengukur Kualitas Hidup Anak Measuring Children?s Quality of Life Toha Muhaimin food, house, and education. For these reasons, there are a lot of quality of life studies using different instruments, including child quality of life. There are also some instruments already developed to measure it. This paper is trying to discuss the meaning of QoL and how to measure it, especially for children. There is no consensus how to measure QoL as conceptual definition. However, researchers agree that it is multidimensional construct and that there are a variety of approaches by which it may be measured. Quality of life is defined as one?s overall sense of well-being and includes aspects of happiness and satisfaction with life as a whole, and it is called as subjective health status. To measure QoL, included children, either for healthy or specific illness, it can be done by different domains and for each domain consists of different number of items of questions or statements, which will be answered or filled up by either respondent, children, or both of them."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>