Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164329 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sahat, Camalia S.
"Pasien asma mengalami bronchospasme dan bronchokontriksi yang dapat menyebabkan penurunan fungsi pernapasan. Penelitian bertujuan mengidentifikasi pengaruh senam asma terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru pasien asma di perkumpulan senam asma. Desain penelitian yaitu kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol. Sampel berjumlah 50 pasien, diambil dengan purposive sampling, dan terdiri atas kelompok intervensi dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara senam asma terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan (p= 0,0005; α= 0,05) dan fungsi paru (p= 0,0005; α= 0,05) pasien asma di perkumpulan senam asma, setelah dikontrol berat badan dan tinggi badan. Rekomendasi agar senam asma menjadi program intervensi keperawatan pada manajemen asma untuk meningkatkan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru pasien asma.

Patients with asthma have bronchospasm and bronchoconstriction that can cause a decrease in respiratory function. The research aims to identify the effect of exercise asthma to increased respiratory muscle strength and pulmonary function in asthma patients with asthma. The study design is a pretest-Post test Control Group design. Samples numbered 50 patients, taken with purposive sampling, and consists of intervention and control groups. The results of the study, there is a relationship between exercise asthma to increased respiratory muscle strength (p= 0.0005; α= 0.05) and pulmonary function (p= 0.0005; α= 0.05) in patients with asthma, after controlling weight and height. Recommendations for exercise asthma into nursing intervention program on asthma management to improve respiratory muscle strength and lung function of asthma patients."
Depok: STIKES Kota Sukabumi ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia ; Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
610 UI-JKI 14:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sahat, Camalia S.
"Pasien asma akan terjadi bronchospasme dan bronchokontriksi ini dapat menyebabkan otot pernapasan mengalami kelemahan dan penurunan fungsi paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh senam asma terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru pasien asma di perkumpulan senam asma RSU Tangerang. Desain penelitian ini Kontrol Group pretest-postes desain. Sampel berjumlah 50 pasien (25 pasien kelompok intervensi dan 25 pasien kelompok kontrol). Teknik pengambilan sampel secara Purposive sampling. Kelompok intervensi melakukan tindakan senam asma selama 8 minggu, frekuensi 3 kali seminggu pada hari Rabu, Jum?at dan Minggu. Hasil penelitian, rata-rata nilai kekuatan otot pernapasan (P=0.0005) dan fungsi paru (P=0.0005) berbeda bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi senam asma. Rata-rata nilai kekuatan otot pernapasan (P=0.0005) dan fungsi paru (P=0.0005) setelah intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol berbeda bermakna secara signifikan. Terdapat hubungan berat badan terhadap kekuatan otot pernapasan (P=0.05) dan fungsi paru (P=0.03). Terdapat hubungan senam asma terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan (P=0.0005) dan fungsi paru (P=0.0005) pasien asma di perkumpulan senam asma RSU Tangerang, setelah dikontrol berat badan dan tinggi badan. Rekomendasi penelitian ini adalah senam asma sebaiknya menjadi program intervensi keperawatan pada manajemen asma untuk meningkatkan peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru pasien asma.

Patient with asthma will experience bronchospasme and bronchocontriction condition. It will cause reduction of lung function ability and breathe muscles fatigue. This research aimed to identify the influence of asthma gymnastics to lung function and breathe muscles power improvement of patien with asthma in Asthma Gymnastics Group in Tangerang State Hospital. Design of the research in control group, pre test ? post test. A 50 sample ( 25 patient of intervention group and 25 patient of control group) is chosen by using purposive sampling method. The intervention group experience asthma gymnastic for 8 weeks, three times a week on Wednesday, Friday, and Sunday. The research show that the average values of breathe muscle power (p=0.0005) and lung functions (p=0.0005) between before asthma gymnastic intervention and after asthma gymnastic intervention is significant difference (p=0.0005). Average value of breathe mucles power (p=0.0005) and average value of lung function (p=0.0005) after intervention between weight and breathe muscles power (p=0.0005) and between asthma gymnastics and lung functions and breathe muscles power improvement for patient with asthma in Asthma Gymnastics Group in Tangerang State Hospital, controlled by weight and height. Base on the research , it is recommended that asthma gymnastic become nursing intervention program for asthma treatment management to improve breathe muscles power and lung function."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sahat, Camalia S.
"Pasien asma akan terjadi bronchospasme dan bronchokontriksi ini dapat menyebabkan otot pernapasan mengalami kelemahan dan penurunan fungsi paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh senam asma terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru pasien asma di perkumpulan senam asma RSU Tangerang. Desain penelitian ini Kontrol Group pretest-postes desain. Sampel berjumlah 50 pasien (25 pasien kelompok intervensi dan 25 pasien kelompok kontrol). Teknik pengambilan sampel secara Purposive sampling. Kelompok intervensi melakukan tindakan senam asma selama 8 minggu, frekuensi 3 kali seminggu pada hari Rabu, Jum’at dan Minggu. Hasil penelitian, rata-rata nilai kekuatan otot pernapasan (P=0.0005) dan fungsi paru (P=0.0005) berbeda bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi senam asma.
Rata-rata nilai kekuatan otot pernapasan (P=0.0005) dan fungsi paru (P=0.0005) setelah intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol berbeda bermakna secara signifikan. Terdapat hubungan berat badan terhadap kekuatan otot pernapasan (P=0.05) dan fungsi paru (P=0.03). Terdapat hubungan senam asma terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan (P=0.0005) dan fungsi paru (P=0.0005) pasien asma di perkumpulan senam asma RSU Tangerang, setelah dikontrol berat badan dan tinggi badan. Rekomendasi penelitian ini adalah senam asma sebaiknya menjadi program intervensi keperawatan pada manajemen asma untuk meningkatkan peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru pasien asma.

Patient with asthma will experience bronchospasme and bronchocontriction condition. It will cause reduction of lung function ability and breathe muscles fatigue. This research aimed to identify the influence of asthma gymnastics to lung function and breathe muscles power improvement of patien with asthma in Asthma Gymnastics Group in Tangerang State Hospital. Design of the research in control group, pre test - post test. A 50 sample ( 25 patient of intervention group and 25 patient of control group) is chosen by using purposive sampling method. The intervention group experience asthma gymnastic for 8 weeks, three times a week on Wednesday, Friday, and Sunday.
The research show that the average values of breathe muscle power (p=0.0005) and lung functions (p=0.0005) between before asthma gymnastic intervention and after asthma gymnastic intervention is significant difference (p=0.0005). Average value of breathe mucles power (p=0.0005) and average value of lung function (p=0.0005) after intervention between weight and breathe muscles power (p=0.0005) and between asthma gymnastics and lung functions and breathe muscles power improvement for patient with asthma in Asthma Gymnastics Group in Tangerang State Hospital, controlled by weight and height. Base on the research , it is recommended that asthma gymnastic become nursing intervention program for asthma treatment management to improve breathe muscles power and lung function.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-24873
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Faik Falaivi
"ABSTRAK
Latar Belakang : Salah satu faktor resiko timbulnya kolonisasi jamur di saluran napas bawah adalah asma. Kolonisasi jamur merupakan faktor predisposisi timbulnya proses sensitisasi atau mikosis paru dan dapat memperberat derajat berat asma, status kontrol asma dan fungsi paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kolonisasi jamur di saluran napas pada pasien asma persisten di Indonesia khususnya di RSUP Persahabatan dan hubungannya dengan asma, status komtrol asma dan fungsi paruMetode : Penelitian ini berdesain potong lintang dengan subjek penelitian adalah pasien asma persisten yang berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Pasienakanmenjalanipemeriksaan asthma control test, foto toraks dan uji spirometri serta induksi dahak untuk diperiksakan biakan jamur di bagian Parasitologi Rumah Sakit Cipto Mangukusumo RSCM . Hasil biakan jamur dianalisa untuk mengetahui hubungannya dengan asma, satus kontrol asma dan fungsi paru.Hasil : Total pasien yang menjalani seluruh prosedur penelitiaan adalah 45pasien. Biakan jamur positif pada 39 pasien 86,7 dan biakan jamur negatif pada 6 pasien 13,3 . Jumlah isolat jamur yang tumbuh ge; 2 spesies sebanyak 20 pasien 44,5 dan jamur berbentuk filamen tumbuh pada 21 pasien 46,8 .Isolat jamur yang paling banyak tumbuh adalah Candida albicans,Miceliasterilla dan Aspergillus fumigatus.Terdapat hubungan bermakna antara jamur berbentuk filamen dengan lama penggunaan kortikosteroid inhalasi.Kesimpulan: Sebagian besar pasien asma persisten mempunyai kolonisasi jamur di saluran napas. Isolat yang paling banyak tumbuh pada pada pasien asma adalah Candida albicans, Micelia sterile dan Aspergillus fumigatus. Lama penggunaan kortikosteroid inhalasi berhubungan dengan kolonisasi jamur di saluran napas. Kata kunci: kolonisasi jamur, asma, induksi dahak
ABSTRACT Background One of the risk factor for fungal colonization is asthma. Fungal colonization is predisposision factor for sensitization or lung mycosis and can aggravate the degree of asthma, asthma control status and lung function. The purpose of this study to get data about fungal colonization in the airways on persistent asthma patients in Indonesia especially Persahabatan Hospital and its related to asthma, asthma control status and lung function.Method This was a cross sectional study conducted on persistent asthma patients treated at the Persahabatan Hospital. Subjects underwent examination of asthma control test, chest X ray, spirometry test and sputum induction for examination of fungal cultures at Parasitology Department, Cipto Mangukusumo Hospital. The results fungal cultures was analyzed to find the correlation between fungal colonization with asthma, control asthma status dan lung function.Results Forty five subjects complete all procedure in this study. Positive fungal cultures was found in 39 subjects 86.7 and negative fungal culture was found in 6 subjects 13.3 . More than one species was found to be grown in the culture of 20 subjects 44.5 and filamentous fungal grown in the culture of 21 subjects 46,8 . The most widely found fungi were Candida albicans, Micelia sterilla and Aspergillus fumigatus. There was a significant association between filamentous fungi with prolonged use of inhaled corticosteroids.Conclusion Most of the persistent asthma subjects have fungal colonization in the airways. The most widely found fungi were Candida albicans, Micelia sterilla and Aspergillus fumigatus. Duration use of inhalation corticosteroid related to fungal infection. Keywords fungal colonization, asthma, sputum induction "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Infeksi saluran pernapasan merupakan salah satu faktor yang paling sering
menimbulkan serangan asma. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa
faktor infeksi saluran pernapasan rnempengaruhi timbulnya serangan asma pada
penderita status asmatikus di Poliklinik Paru dan Asma RSU Kota Bekasi. Desain
penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif untuk melihat pengaruh infeksi
saluran pernapasan terhadap terjadinya asma pada penderita status asmatikus. Uji
statistik terhadap data menggunakan uji Fisher Exact den gan tingkat kemaknaan
0,05. Hasil penelitian yang diperoleh adalah p = 13994466e-30 dimana nilai p > alpha
yang artinya ada hubungan antara infeksi saluran pernapasan dengan timbulnya
serangan asma pada penderita status asmatikus . Rekomendasi untuk penelitian
selanjutnya adalah menganalisa lebih dalam hubungan antara faktor-faktor demografi
terhadap terjadinya asma pada penderita status asmatikus."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaya Nova Handayani
"

Latar Belakang: Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran napas. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) latihan fisis merupakan salah satu penatalaksanaan non farmakologi yang direkomendasikan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh senam asma terhadap hormon kortisol yang meregulasi beberapa faktor sistem imun (IL-10, IL-5, IgE, eosinofil) dan parameter perbaikan fungsi paru.

Metode Penelitian: Rancangan penelitian adalah quasi eksperimen dengan pre post grup design. Jumlah sampel 39 kelompok asma atopi daari Rumah Sakit Prof. Dr. dr. Margono Soekarjo Purwokerto Jawa Tengah tahun 2017-2018 dan 26 sampel kelompok non asma non atopi. IL-10 dan IL-5 diambil dari supernatan dengan isolasi PBMC dengan stimulasi alergen Der p, kontrol negatif menggunakan medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI) dan kontrol positif menggunakan medium phytohemagglutinin (PHA). Hormon kortisol dan IgE diambil dari plasma darah dan eosinofil dengan pemeriksaan darah rutin. IL-10, IL-5, hormon kortisol dan IgE dianalisis dengan ELISA, sedangkan VEP1 dan VEP1/KVP diukur dengan spirometri H-101 dengan penghitungan prediksi dengan Pneumobile 2009. Kualitas hidup diukur dengan kuesioner Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ) dan kemampuan mengontrol asma diukur dengan kuesioner Asthma Control Questionnaire (ACQ). Analisis statistik dengan uji t-test berpasangan dan Wilcoxon untuk uji pengaruh sebelum dan setelah  senam asma, sedangkan Pearson untuk analisis hubungan antar variabel.

Hasil: Terdapat peningkatan bermakna antara kadar hormon kortisol, IL-10, VEP1, VEP1/KVP, kualitas hidup, kemampuan mengontrol asma dan penurunan IL-5, IgE dan eosinofil setelah senam asma pada pasien asma atopi persisten ringan-sedang dibandingkan sebelumnya. Terdapat hubungan bermakna antara peningkatan hormon kortisol dengan perbaikan fungsi paru (VEP1 dan KVP) dan peningkatan hormon kortisol dengan penurunan IL-5, sedangkan peningkatan hormon kortisol berhubungan tidak bermakna dengan peningkatan IL-10 dan penurunan IgE.

Kesimpulan: Senam asma meningkatkan kadar hormon kortisol, IL-10, perbaikan fungsi paru, kualitas hidup dan kemampuan mengontrol asma serta dapat menurunkan IL-5, IgE, eosinofil pada asma atopi persisten.

 

 

Kata Kunci : Hormon Kortisol, IL-10, IL-5, IgE, Eosinofil, Fungsi paru, Asma Atopi Persisten


Background: Asthma is a chronic inflammatory disease of the airways. One of the management of non-pharmacological asthma recommended by the Global Initiative for Asthma (GINA) is physical exercise. The purpose of this study was to investigate the role of exercise on cortisol which regulates several immune system factors (IL-10, IL-5, IgE, eosinophil) and lung function improvement parameters.

Methods: This study was a quasi-experiment with pre-post group design. The number of samples was 39 atopic asthma groups conducted at Prof. Dr. dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto Central Java 2017-2018 and 26 non-atopy non-asthma groups which the inclusion criteria. Cortisol hormone and IgE were taken from blood plasma and eosinophil by routine blood test. IL-10, IL-5, cortisol and IgE were analyzed by Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), while Force Expiration Volume in 1 second / FEV1 and FEV1 / FVC (Force Vital Capacity) were measured by H-101 spirometry with predictive calculations with Pneumobile 2009. Quality of life was assessed by the Asthma Quality of Life Questionnaire (AQLQ) and asthma control ability by the Asthma Control Questionnaire (ACQ). Statistical analysis was conducted using paired t-test and Wilcoxon before and after asthma exercise, and Pearson method for the analysis of relationships between variables.

 Results: There were a significant increases in blood cortisol level, IL-10, FEV1, FEV1 / FVC, quality of life and the ability to control asthmatic attack and significant decreases in IL-5, IgE and eosinophil blood counts after compared to before asthma exercise. There were correlation among increases cortisol hormone with improving pulmonal function (FEV1 and FVC), IL-5, eosinophil with increased FEV1 and FEV1 / FVC volume. The incerases in hormone cortisol was associated with no significant increases in IL-10 and decreased IgE.

Conclusion: Asthma exercise increases levels of cortisol, IL-10, pulmonary functions, quality of life and control ability, and reduces IL-5, IgE, eosinophil in atopic asthma persistent

 

"
2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Prastiti Utami
"Latar Belakang: Pajanan terhadap jamur telah diketahui berperan dalam perburukan gejala asma, fungsi paru yang buruk, rawat inap dan kematian. Kolonisasi atau pajanan jamur dapat mencetuskan respons alergi dan inflamasi paru. Sensititasi jamur oleh Aspergillus dapat menyebabkan Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA) maupun Severe Asthma with Fungal Sensitization (SAFS). Pemeriksaan Immunodiffusion test (IDT) merupakan uji serologi untuk mengetahui terdapatnya antibodi anti-Aspergillus, namun pemeriksaan ini belum banyak digunakan di Indonesia dan perannya terhadap pasien asma belum diketahui.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian prospektif dengan metode consecutive sampling dan desain potong lintang. Subjek penelitian ini adalah pasien asma yang berobat di Poliklinik Asma Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta. Subjek penelitian menjalani pemeriksaan spirometri, Asthma Control Test (ACT) dan serologi antibodi anti-Aspergillus dengan metode IDT Aspergillus menggunakan crude antigen Aspergillus.
Hasil: Subjek penelitian ini sebanyak 59 pasien. Sejumlah 49 subjek (83,1%) berjenis kelamin perempuan, 37 subjek (62,7%) berusia ≥50 tahun, 45 subjek (76,3%) berpendidikan SLTA atau lebih, 25 subjek (42,4%) obesitas I, 5 subjek (8,5%) obesitas II dan 11 subjek (18,6%) bekas perokok. Sebagian besar subjek (62,71%) merupakan pasien asma persisten sedang. Asma terkontrol penuh ditemukan pada 7 subjek (11,86%), sedangkan asma tidak terkontrol pada 32 subjek (54,24%). Derajat obstruksi yang terbanyak ditemukan adalah obstruksi sedang pada 31 subjek (52,5%). Nilai %VEP1 ≥80% prediksi setelah uji bronkodilator ditemukan pada 24 subjek (40,7%). Dari 59 sampel darah yang diperiksa, tidak ada yang menunjukkan hasil IDT positif (0%), termasuk subjek yang datang dalam keadaan eksaserbasi dan subjek dengan asma persisten berat.
Kesimpulan: Hasil positif pemeriksaan IDT Aspergillus pada pasien asma sebesar 0%. Pemeriksaan IDT Aspergillus tidak dapat digunakan secara tunggal tanpa pemeriksaan lain untuk mendeteksi sensititasi terhadap Aspergillus pada pasien asma dan tanpa validasi terhadap crude antigen Aspergillus yang digunakan.

Background: Exposure to fungi has been known to play a role in worsening symptoms of asthma, poor lung function, hospitalization and death. Fungal colonization or exposure can trigger an allergic response and lung inflammation. Fungal sensitization by Aspergillus spp. can cause allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA) or severe asthma with fungal sensitization (SAFS). Immunodiffusion test (IDT) is a serological test to determine the presence of anti-Aspergillus antibodies, but this examination has not been widely used in Indonesia and its role in asthma patients is unknown.
Method: This study was a prospective study with consecutive sampling method and cross-sectional design. The subjects were asthma patients treated at Asthma Outpatient Clinic at Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia. Subjects underwent spirometry, Asthma Control Test (ACT) and serology of anti-Aspergillus antibodies examination with the IDT Aspergillus method using crude antigen Aspergillus.
Results: The subjects of this study were 59 patients. A total of 49 subjects (83.1%) were females, 37 subjects (62.7%) were ≥50 years old, 45 subjects (76.3%) had high school education level or higher, 25 subjects (42.4%) were obese I, 5 subjects (8.5%) were obese II and 11 subjects (18.6%) were former smokers. Most subjects (62.71%) were moderate persistent asthma patients. Fully-controlled asthma was found in 7 subjects (11.86%), while uncontrolled asthma was found in 32 subjects (54.24%). The highest degree of obstruction found was moderate obstruction in 31 subjects (52.5%). The %VEP1 ≥80% predicted after the bronchodilator test was found in 24 subjects (40.7%). Of the 59 blood samples examined, none showed positive IDT results (0%), including subjects who came in exacerbations and subjects with severe persistent asthma.
Conclusion: Positive results of IDT Aspergillus examination in asthma patients were 0%. The Aspergillus IDT examination cannot be used singly without other examinations to detect Aspergillus sensitization in asthmatic patients and without validation of the crude antigen Aspergillus used."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Patriani
"The therapy of chronic diseases is not only needed drugs supply and health staff, that is physician, but also three factors such as compliance, adherence, and concordance. The three of factors are crucial in the handling of chronic diseases like lung tuberculosis, hypertension, and asthma. To accomplish a concordance attitude is needed an effective communication between physician and patient. The effective communication may increase the understanding and motivation of patients to comply the physician?s advice. The research is based on the high prevalence rate and drop out rate of the patients of lung tuberculosis, hypertension, and asthma at Mataram City General Hospital. This research is proposed to show the association of the effectiveness of physician communication and characteristics of patients to the concordance attitude of patients. Cross sectional design was employed in this study with 174 patients of lung tuberculosis, hypertension, and asthma as respondents. The results of this study indicate that education, expenditures, and communication are variables related to concordance in TB, hypertension and asthma patients. It is recommended to maintain room facilities so that patient and doctor feel comfortable to communicate and to conduct a doctor communication skill development program as well as a regular survey of patient-doctor communication process.

Pengobatan penyakit kronik tidak hanya membutuhkan ketersediaan obat dan petugas kesehatan yaitu dokter, tetapi juga tiga faktor yakni kepatuhan (compliance), aderensi (adherency), dan konkordansi (concordance). Ketiga faktor tersebut sangat penting dalam upaya penanganan penyakit kronik, termasuk tuberkulosis (TB) paru, hipertensi, dan asma. Untuk mewujudkan sikap konkordansi, dibutuhkan komunikasi efektif antara dokter dan pasien. Komunikasi yang terjalin efektif akan meningkatkan pemahaman dan motivasi dalam diri pasien untuk mengikuti nasihat dari dokter. Adapun penelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka penderita dan angka kegagalan berobat (drop out) pasien tuberkulosis paru, hipertensi, asma di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan komunikasi dokter dan karakteristik pasien dengan sikap konkordansi pasien. Penelitian dengan desain studi potong lintang ini dilakukan terhadap 174 pasien TB paru, hipertensi, dan asma sebagai responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan, pengeluaran, dan komunikasi merupakan variabel yang berhubungan dengan sikap konkordansi pada pasien TB paru, hipertensi, dan asma. Rekomedasi tindak lanjut dari penelitian ini adalah peningkatan fasilitas ruangan untuk meningkatkan kenyamanan komunikasi pasien dan dokter, penyelenggaraan program pengembangan kemampuan komunikasi dokter, dan survei berkala untuk menilai proses komunikasi dokter-pasien."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tanzil, Antonia
"ABSTRAK
Kerja atau olahraga merupakan salah satu pencetus yang efisien untuk menimbulkan serangan asma. Dalam batas-batas tertentu penderita asma dapat melakukan olahraga tanpa menimbulkan bronkokonstriksi yang membahayakan sewaktu dan sesudah olahraga. Pada penderita asma, gerakan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan otot pernafasan, sangat penting, sebab penderita asma kronis umumnya mengalami penurunan kekuatan otot pernafasan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai parameter fungsi paru serta kekuatan otot pernapasan pada penderita asma, sebelum dan sesudah 3 bulan mengikuti senam asma. Metoda yang digunakan adalah dengan mengukur FEV1, PEFR dan tekanan ekspirasi maksimal pada 30 penderita asma sebelum dan sesudah 3 bulan mengikuti senam asma.
Hasil yang diperoleh adalah penurunan FEV1, peningkatan tekanan ekspirasi maksimal (bermakna) dan peningkatan PEFR (tidak bermakna) sesudah 3 bulan mengikuti senam asma.
,br>
Kesimpulannya setelah tiga bulan olahraga terjadi penurunan FEV1, peningkatan PEFR dan tekanan ekspirasi maksimal . Hasil pengukuran parameter fungsi paru tidak sesuai dengan yang diharapkan, kecuali hasil pengukuran tekanan ekspirasi maksimal.

ABSTRACT
The Effects Of Exercise On Lung Function In Asthmatic Patients It has been noted that exercise is a most efficient stimulus for inducing asthma. Asthmatics can exercise up to a certain limit without developing life-threatening bronchoconstriction during or after exercise. Exercises that strengthen the respiratory muscles are important because patients with severe chronic obstructive lung diseases have reduced respiratory muscle's strength.
The purpose of this study was to asses the effects of exercise on FEV1 (Forced Expiratory Volume one second), PEER (Peak Expiratory Flow Rate ) and maximal expiratory pressure in asthmatic patients.
FEV1, PEFR and maximal expiratory pressure were measured before and after three months exercise in 10 asthmatic patients. The results showed a significant decrease in FEV1, significant increase in maximal expiratory pressure, but no significant increase in PEER after 3 months exercise. These results were not as expected, except the maximal expiratory pressure."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Frits Gosana
"Penelitian dilakukan terhadap 38 penderita asma (laki-laki dan perempuan) yang dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok kasus terdini dari 19 orang (14 orang laki-laki dan 5 orang perempuan), umur rata-rata 52,5 t 12.5 tahun, tinggi badan rata-rata 160.5t 10.5 cm Kelompok kontrol terdiri dari 19 orang (15 orang laki-laki dan 4 orang perempuan), umur rata rata 48,5 ±8,5 tahun., tinggi badan rata-rata 160± 10 cm. Selama 12 minggu kedua kelompok mendapat perlakukan sebagai berikut. Kelompok kasus melakukan senam asma dua kali perminggu dan mendapat terapi obat (ila perlu). sedangkan kelompok kontrol tidak melakukan senam asma hanya diberikan terapi obat (bila perlu). Gejala klinis (batuk, mengi, sesak napas, terbangun karena asma malam hari), jumlah pemakaian obat dan nilai APE (Arus Puncak Ekspirasi) sebelum dan sesudah penelitian diperiksa dan dibandingkan antara kedua kelompok. Pada kelompok kasus sesudah penelitian didapatkan perbaikan gejala klinis, jumlah pemakaian obat dan nilai APE yang bermakna (p < 0,01). Pada kelompok kontrol sesudah penelitian juga didapatkan perbaikan gejala klinis dan nilai APE yang bermakna (p <0,01), tetapi penurunan jumlah pemakaian obat tidak bermakna (p > 0,01). Jika diandingkan antara kedua kelompok sebelum penelitian tidak berbeda bermakna (p > 0,05), sedangkan sesudah penelitain gejala klinis dan jumlah pemakaian obat berbeda bermakna (p< 0,05), tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna perbaikan nilai APE antara kedua kelompok (p> 0,05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>