Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202878 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tom Christy Adriani
"Objektif: Diabetic Foot Ulcer DFU merupakan komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2 DMT2 yang dapat berujung pada disabilitas dan kematian. Kondisi vaskularisasi yang tidakadekuat dapat mempengaruhi proses penyembuhan pada DFU. Studi terbarumenunjukkan TGF-?1 mempunyai peran dalam proses penyembuhan luka danmenghasilkan neuropati, penyebab utama terjadinya DFU. Oleh sebab itu, studi inimelakukan investigasi terhadap ekspresi dari polimorfisme TGF-β1 dalam hubungannyapada kejadian DFU pada DMT2.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi kasus kontrol untuk membandingkan polimorfismeTGF-?1 gen 1800469 C>T dan gen 1982073 C>T pada DMT2 di RS CiptoMangunkusumo RSCM Jakarta Juni hingga Desember 2016. Teknik PCR digunakanuntuk membandingkan hasilnya pada grup DMT2 dengan DFU dan DMT2 tanpa DFU.
Hasil: Terdapat 197 pasien secara keseluruhan yang terbagi atas 96 pasien dengan DFU dan 101pasien kontrol grup tanpa DFU. Distribusi allel dari TGF- ?1 1800469 C>T adalah 54,3 dan T 45,7 , sedangkan distribusi TGF-β1 1982073 C>T adalah C 72,3 dan T 27,7 .Dengan kata lain, polimorfisme TGF-β1 mempunyai peran dalam pembentukan danproses penyembuhan DFU pada pasien DMT2.
Kesimpulan: Didapatkan hubungan bermakna pada gen RS1982073 sebagai factor pencegah danRS1800469 sebagai factor resiko terjadinya DFU.

Objective: Diabetic Foot Ulcer DFU is one of the complication of Type 2 Diabetes Mellitus T2DM that can lead to disability and death. Inadequate vascularization condition willaffect healing process of DFU. Recent study showed, TGF 1 has a role in the processof wound healing and process of resulting neuropathy, the most common cause of DFU.Therefore, we investigated the expression of polymorphism TGF 1 in relation of theoccurance of DFU in T2DM.
Methods: We designed a case control study to investigate the polymorphism TGFβ1 gene1800469 C T and 1982073 C T in T2DM in Cipto Mangunkusumo National Hospital RSCM Jakarta from june to December 2016. We used PCR techniques and comparedthe results in group of T2DM patients with DFU as the case study and without DFU asthe control group.
Results: There were 197 patients, 96 patients with DFU and 101 patients control without DFU.49,8 is male and 50,2 female with mean age about 56 years. Distribution of wildtype genotype TGFβ1 1800469 C T wild type CC were found in 44,8, the number ofmutant heterozygote CT was 10,8 and mutant homozygote is 11,3. Distribution ofTGF B1 1982073 C T wild type CC was 32,5, mutant heterozygote is 38,9 andmutant homozygote 25,1.
Conclusion: Were found meaning relationship in gene RS1982073 as inhibitor factor and geneRS1800469 as risk factor of the DFU in T2DM patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Romzi Karim
"Latar Belakang. Peningkatan jumlah penderita ulkus kaki diabetes berdasarkan data epidemiologi saat ini ternyata setiap tahunnya terus meningkat. Faktor genetik berperan dalam proses penyembuhan luka ulkus kaki diabetes dan peranan faktor genetik terhadap penyembuhan luka penderita ulkus kaki diabetes belum banyak diteliti terutama di Indonesia. Matrix Metalloproteinases MMPs merupakan proteolitik enzim yang memegang peranan pada proses remodeling connective tissue dan degradasi extracellular matrix. Polimorfisme pada gen MMP-9 diduga kuat mempengaruhi proses terjadinya ulkus dan proses penyembuhan luka pada penderita ulkus kaki diabetes.
Metode Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan polimorfisme gen Matrix metalloprotein- 9 -1562 C>T dan 836 A>G dengan perkembangan penyembuhan luka ulkus kaki penderita diabetes mellitus tipe 2. Rancangan penelitian adalah sebuah penelitian prospektif potong lintang. Penelitian ini dilakukan di Divisi Bedah Vaskular dan Endovaskular FKUI/RSCM Jakarta bekerjasama dengan Laboratorium Biologi Biomolekuler FKUI/RSCM Jakarta selama periode September 2016 - Desember 2016. Populasi target adalah penduduk Jakarta, populasi terjangkau adalah pasien Ulkus Diabetik yang berobat di divisi bedah vascular dan endovascular FKUI/RSCM Jakarta. Besar sampel ditentukan berdasarkan formula uji hipotesis dua proporsi. Dilakukan analisis DNA dan polimorfisme gen MMP-9. Dilakukan dokumentasi foto klinis luka ulkus kaki diabetes pada saat luka sebelum debrideman dan di hari ke 21, kemudian diukur luas luka dan jaringan granulasi dengan menggunakan program ImageJ.
Hasil: Perkembangan penyembuhan luka terdapat pada Polimorfisme gen Matrix Metalloprotein-1562C>T CC yaitu sebanyak 17 dari 32 orang 31,48 , CT yaitu sebanyak 9 dari 21 orang 16,67, hasil uji statistik dengan nilai p=0,477. Polimorfisme gen Matrix Metalloprotein 836A>G AA yaitu sebanyak 10 dari 14 orang 18,52, AG yaitu sebanyak 9 dari 19 orang 16,67, GG yaitu 7 dari 21 orang 12,96, Hasil uji statistik p = 0,087.Kesimpulan. Kedua polimorfisme gen MMP-9 tersebut tidak terdapat hubungan bermakna.

Background: According to epidemiology data, amount of diabetic ulcer patients is continue to increase. Genetic factor has a role in diabetic foot ulcer healing and the role of genetic it self in managing the ulcer only has a few study or publication conducted in Indonesia. Matrix Metalloproteinase MMPs is the proteolytic enzyme which has role in connective tissue remodeling process and extracellular matrix degradation. MMP 9 genes polymorphism is strongly predicted influencing ulcer formation process and ulcer healing process in diabetic foot ulcer patients.
Methods: The goal of this study is to analyze the relation between MMP 9 genes polymorphism with the progress of ulcer healing di diabetic foot ulcer patient. This is a cross sectional prospective study design at Vascular surgery and Endovascular division, surgery department FKUI RSCM Jakarta cooperated with Biology Biomolecular laboratory at FKUI RSCM during September december 2016. Target population are all Jakarta citizens, and accessible population are all diabetic foot ulcer patients in Vascular surgery and Endovascular division FKUI RSCM, Jakarta. Sample size is determined based on dual proportion hypothesis test formula. Blood sample are taken and sent to biology medic laboratory to perform DNA and MMP 9 gene polymorphism analysis. The characteristic of ulcer is documented before and on day 21, then the ulcer size and granulation tissue are measured using ImageJ program.
Results: Improvement of healing ulcer in gene polymorphism of matrix metalloproteinase 1562C T CC is about 17 from 32 patients 31,48 , CT is about 9 from 21 patients 16,67 , statistic testing with p value 0,477. Gene polymorphism metalloproteinase 836A G AA is 10 from 14 patienrs 18,52, AG is 9 from 19 patients 16,67, GG is 7 from 21 patients 12,96, statistic testing with p value 0,087.Conclusions There are not significant relationship in both of MMP 9 gene polymorfsm with diabetic foot ulcer healing progress
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Romzi Karim
"Latar Belakang: Peningkatan jumlah penderita ulkus kaki diabetes berdasarkan data epidemiologi saat ini ternyata setiap tahunnya terus meningkat. Faktor genetik berperan dalam proses penyembuhan luka ulkus kaki diabetes dan peranan faktor genetik terhadap penyembuhan luka penderita ulkus kaki diabetes belum banyak diteliti terutama di Indonesia. Matrix Metalloproteinases MMPs merupakan proteolitik enzim yang memegang peranan pada proses remodeling connective tissue dan degradasi extracellular matrix. Polimorfisme pada gen MMP-9 diduga kuat mempengaruhi proses terjadinya ulkus dan proses penyembuhan luka pada penderita ulkus kaki diabetes.
Metode Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan polimorfisme gen Matrix metalloprotein- 9 -1562 C>T dan 836 A>G dengan perkembangan penyembuhan luka ulkus kaki penderita diabetes mellitus tipe 2. Rancangan penelitian adalah sebuah penelitian prospektif potong lintang. Penelitian ini dilakukan di Divisi Bedah Vaskular dan Endovaskular FKUI/RSCM Jakarta bekerjasama dengan Laboratorium Biologi Biomolekuler FKUI/RSCM Jakarta selama periode September 2016 - Desember 2016. Populasi target adalah penduduk Jakarta, populasi terjangkau adalah pasien Ulkus Diabetik yang berobat di divisi bedah vascular dan endovascular FKUI/RSCM Jakarta. Besar sampel ditentukan berdasarkan formula uji hipotesis dua proporsi. Dilakukan analisis DNA dan polimorfisme gen MMP-9. Dilakukan dokumentasi foto klinis luka ulkus kaki diabetes pada saat luka sebelum debrideman dan di hari ke 21, kemudian diukur luas luka dan jaringan granulasi dengan menggunakan program ImageJ.
Hasil: Perkembangan penyembuhan luka terdapat pada Polimorfisme gen Matrix Metalloprotein-1562C>T CC yaitu sebanyak 17 dari 32 orang 31,48 , CT yaitu sebanyak 9 dari 21 orang 16,67, hasil uji statistik dengan nilai p=0,477. Polimorfisme gen Matrix Metalloprotein 836A>G AA yaitu sebanyak 10 dari 14 orang 18,52, AG yaitu sebanyak 9 dari 19 orang 16,67, GG yaitu 7 dari 21 orang 12,96, Hasil uji statistik p = 0,087.
Kesimpulan: Kedua polimorfisme gen MMP-9 tersebut tidak terdapat hubungan bermakna.

Background: According to epidemiology data, amount of diabetic ulcer patients is continue to increase. Genetic factor has a role in diabetic foot ulcer healing and the role of genetic it self in managing the ulcer only has a few study or publication conducted in Indonesia. Matrix Metalloproteinase MMPs is the proteolytic enzyme which has role in connective tissue remodeling process and extracellular matrix degradation. MMP 9 genes polymorphism is strongly predicted influencing ulcer formation process and ulcer healing process in diabetic foot ulcer patients.
Methods: The goal of this study is to analyze the relation between MMP 9 genes polymorphism with the progress of ulcer healing di diabetic foot ulcer patient. This is a cross sectional prospective study design at Vascular surgery and Endovascular division, surgery department FKUI RSCM Jakarta cooperated with Biology Biomolecular laboratory at FKUI RSCM during September december 2016. Target population are all Jakarta citizens, and accessible population are all diabetic foot ulcer patients in Vascular surgery and Endovascular division FKUI RSCM, Jakarta. Sample size is determined based on dual proportion hypothesis test formula. Blood sample are taken and sent to biology medic laboratory to perform DNA and MMP 9 gene polymorphism analysis. The characteristic of ulcer is documented before and on day 21, then the ulcer size and granulation tissue are measured using ImageJ program.
Results: Improvement of healing ulcer in gene polymorphism of matrix metalloproteinase 1562C T CC is about 17 from 32 patients 31,48, CT is about 9 from 21 patients 16,67, statistic testing with p value 0,477. Gene polymorphism metalloproteinase 836A G AA is 10 from 14 patienrs 18,52, AG is 9 from 19 patients 16,67 , GG is 7 from 21 patients 12,96, statistic testing with p value 0,087.
Conclusions: There are not significant relationship in both of MMP 9 gene polymorfsm with diabetic foot ulcer healing progress
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Igab Krisna Wibawa
"ABSTRAK
Latar Belakang. Ulkus Kaki Diabetik DFU adalah salah satu komplikasi dari Diabetes Mellitus, saat ini cenderung meningkat di seluruh dunia, khususnya di Jakarta, Indonesia. Beberapa penelitian mengindikasikan polimorfisme gen matrix metalloproteinases-9 MMP9 pada titik -1652C/T dan 836 A/G memiliki peranan penting dalam perkembangan dan patofisiologi Ulkus kaki diabetik yakni sebagai penanda inflamasi. Namun belum ada penelitian yang spesifik meneliti tentang MMP9 dalam hubungannya dengan DFU di Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan polimorfisme gen MMP9 dengan penyakit ulkus diabetik pada penderita Diabetes melitus tipe 2 di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, Indonesia.Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan case control study, subjek penelitian adalah semua penderita DM tipe 2 dengan atau tanpa DFU yang memenuhi kriteria inklusi dan berkunjung ke RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan juli 2016-Desember 2016. Data demografi, klinis, laboratorium, distribusi genotip dan distribusi alel dicatat serta peneliti mencari hubungan antara Polimorfisme gen MMP9 dengan penyakit ulkus pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2.Hasil Penelitian. Terdapat seratus sembilan puluh tujuh pasien diabetes mellitus tipe dua laki-laki = 49,2 , dan perempuan = 50,8 . Faktor yang berpengaruh dan bermakna secara statistik yakni PAD p=0,001 , Nyeri Istirahat p=0,001 , Neuropati p=0,001 , Merokok p=0,001 , Hipertensi p=0,001 , Anemia p=0,001 , Leukositosis p=0,001 . Pada uji bivariat, diketahui Pada MMP9 -1562C>T, Genotip TC memiliki perbedaan secara signifikan secara statistik, dan merupakan faktor pencegah dalam terjadinya DFU p=0,001 .Kesimpulan. Distribusi Alel Polimorfisme gen -1562C/T pada seluruh populasi, pada alel C = 74,6 , Alel T = 25,4 . Distribusi Alel Polimorfisme gen 836A/G, pada alel A = 41,4 , dan Alel G = 58,6 pada seluruh populasi. Diketahui Pada MMP9 -1562C>T, Genotip TC memiliki perbedaan secara signifikan secara statistik, dan merupakan faktor pencegah dalam terjadinya DFU p=0,001 di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia.

ABSTRACT
Objectives. Diabetic Foot ulcer DFU as Diabetes complication, is increasing worldwide especially in Jakarta, Indonesia. Several studies indicated that matrix metalloproteinases 9 MMP9 play key roles in the progression of Diabetic Foot Ulcer as an important inflammatory marker involved in the pathophysiology of DFU. But there is no study specifically examining MMP9 associated with DFU in Jakarta. The aim of this study to analyze MMP9 gene polymorphism associated with DFU patients in Ciptomangunkusumo National General Hospital.Methods. This case control study included 197 patients diagnosed with T2DM with or without DFU as complication at the Ciptomangunkusumo National General Hospital between August 2016 and December 2016. Demography, Clinical, Laboratorium findings, Genotype distribution, Allel distribution, and Analysis Of Matrix Metalloprotein 9 Mmp 9 Gene Polymorphism Associated With Diabetic Foot Ulcer In Tipe 2 Diabetes Collected.Results. There are one hundred and ninty seven patiens with type 2 diabetes mellitus men 49,2 , women 50,8 . Factor that influence and statistically significant are PAD p 0,001 , Rest Pain p 0,001 , Neuropathy p 0,001 , Smoking p 0,001 , Hypertension p 0,001 , Anemia p 0,001 , Leucositosis p 0,001 . According to bivariat study, Found that MMP9 1562C T, Genotype TC have significant differential in statistic, and has protective factor p 0,001 .Conclusion. Alel distribution in DM type 2 Alel C 74,6 , Alel T 25,4 , Alel A 41,4 , Alel G 58,6 . Found in MMP9 1562C T, Genotype TC have significant differential in statistic, and has protective factor p 0,001 ."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Wijaya
"Latar Belakang: Sindrom renal-retinal diabetes (SRRD) merupakan koinsidensi nefropati dan retinopati diabetik yang menimbulkan komplikasi serius berupa penurunan kualitas hidup dan peningkatan mortalitas dengan risiko kardiovaskular sebesar 4,15 kali lipat. Sementara itu, angka deteksi dini retinopati dan nefropati masih rendah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan SRRD pada penyandang DMT2 di Indonesia belum diketahui.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom renal-retinal diabetes pada DMT2 di RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional potong lintang yang dilakukan pada 157 subjek DMT2 berusia > 18 tahun. Data karakteristik subjek didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan foto fundus retina, dan pengambilan sampel darah dan urin. Hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan SRRD dianalisis secara bivariat dengan chi square dan multivariat dengan regresi logistik menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 21.0.
Hasil: Sebanyak 157 pasien terlibat dalam penelitian ini. Prevalensi SRRD adalah 28,7%, dengan rerata usia 56 (27-76) tahun, rerata IMT 25,7 (21,3-33,8) kg/m, median durasi DM 12 (1-25) tahun dengan HbA1c 8,6 (4,8-15,8) %, prevalensi hipertensi 86,7%, prevalensi dislipidemia 91%, 76,4% pasien tidak merokok, 33,3% pasien albuminuria derajat A2 dan 66,7% derajat A3. Pada SRRD, prevalensi derajat nefropati berdasarkan klasifikasi adalah 0% risiko rendah, 13,3% risiko sedang, 20% risiko tinggi, dan 66,7% risiko sangat tinggi dan prevalensi derajat retinopati diabetik adalah 42,2% NPDR, 55,6% PDR, 24,2% DME, dengan angka deteksi dini retinopati dan nefropati adalah sebesar 20% dan 17,8%. Analisis bivariat dan multivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara durasi DM (p=0,001) dan albuminuria (p=0,008) dengan kejadian SRRD.
Simpulan: Proporsi SRRD pada penyandang DMT2 cukup tinggi (28,7%) dan pada studi ini, faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian SRRD pada DMT2 adalah durasi DM dan albuminuria.

Backgrounds: Diabetic renal-retinal syndrome (DRRS) is a coincidence of diabetic nephropathy and retinopathy that cause serious complications as decreased quality of life and increased mortality with cardiovascular event risk 4,15 times higher. Meanwhile, early detection rate of retinopathy and nephropathy are still low and associated factors of DRRS among Indonesian type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients has not been known.
Objective: To obtain the factors related to DRRS among T2DM patients in Cipto Mangunkusumo hospital.
Methods: This was a cross-sectional study involving 157 T2DM subjects aged 18 characteristics were obtained from anamnesis, physical examination, retinal fundus, and blood and urine sample. Bivariate and multivariate analysis using statistical package for the social sciences (SPSS) version 21.0 was used to analyze the factors related to DRRS.
Results: 157 patients were included in this study. The prevalence of DRRS was 28,7% with median age was 56 (27-76) year old, mean BMI was 25,7 (21,3-33,8) kg/m2, median duration of DM was 12 (1-25) year old and HbA1c 8,6% (4,8-15,8%), prevalence of hypertension was 86,7%, prevalence of dyslipidemia was 91%, 76,4% patients were not smoker, 33,3% patients with albuminuria grade A2 and 66,7% patients with grade A3. In DRRS, the prevalence of nephropathy was classified as 0% low risk, 13,3% moderate risk, 20% high risk, and 66,7% very high risk and the the prevalence of diabetic retinopathy was 42,2% NPDR, 55,6% PDR, 24,2% DME with early detection rate of retinopathy and nephropathy were 20% and 17,8%. Bivariate and multivariate analysis showed significant correlation with duration of DM (p=0,001) and albuminuria (p=0,008) with DRRS.
Conclusions: DRRS proportion in T2DM was high (28,7%) and this study showed that duration of DM and albuminuria were correlated with DRRS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patrianef
"Luka diabetes merupakan komplikasi mikrovaskular yang sering dikeluhkan oleh pasien diabetes melitus (DM) tipe 2. Vaskularisasi berperan penting dalam penyembuhan luka, yang aktivitasnya diperantarai aktivitas hypoxia-inducible factor 1-alpha (HIF-1α) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Belum ada studi klinis yang mengevaluasi aktivitas HIF-1α dan VEGF pada manusia, khususnya pasien DM tipe 2 yang mengalami luka kaki diabetes. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi vaskularisasi jaringan, HIF-1α, dan VEGF pada luka kaki diabetes yang menjalani amputasi dan non-amputasi.
Studi potong lintang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2020–2021. Subjek penelitian adalah pasien luka kaki diabetik yang dilakukan debridemen/amputasi. Kemudian diambil jaringan viabel tepi luka untuk diperiksa vaskularisasi jaringan (densitas mikrovaskular), ekspresi VEGF, serta area granulasi, di Departemen Patologi Anatomi FKUI-RSCM. Konsentrasi HIF-1α jaringan dikuantifikasi di Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI-RSCM. Data numerik yang diperoleh diuji normalitasnya dengan uji Saphiro-Wilk. Data distribusi normal dianalisis dengan uji t tidak berpasangan. Dilakukan uji regresi logistik bila terdapat > 2 variabel independen dengan nilai p < 0,25.
Dari 67 subjek terdapat 30 pasien amputasi dan 34 pasien debridemen yang dianalisis. Proporsi subjek laki-laki pada kelompok amputasi lebih tinggi dibandingkan kelompok debridemen (p = 0,041). Tidak terdapat perbedaan bermakna pada status gizi, usia, kejadian hipertensi, gagal ginjal, dan status merokok antar kedua kelompok. Profil glikemik, hematologi rutin, penanda inflamasi, kadar elektrolit, penanda fungsi hati, fungsi ginjal tidak berhubungan dengan tindakan pasien, kecuali kadar albumin. Pada analisis bivariat, kadar albumin lebih tinggi pada kelompok debridemen 2,53/0,49 dibandingkan amputasi 2,94/0,51, p = 0,002. Kelompok amputasi memiliki nilai median HIF-1α 5,77 (0,55–53,47) pg/mg protein yang jauh lebih rendah dibandingkan kelompok debridemen 26,56 (2,23–211,12) pg/mg protein (p = 0,001). Hal serupa juga ditemukan pada nilai VEGF (p < 0,001). Pasien dengan HIF-1α < 8,8065 pg/mg protein, MVD < 68,7%, VEGF < 30,443%, dan area granulasi < 33,2802% memiliki aOR 11,116 (IK 95% 1,441–85,752), 10,934 (IK 95% 1,604–74,55), 7,973 (IK 95% 1,301–48,86), 15,589 (IK 95% 1,39–174,867) untuk mengalami amputasi. Kepadatan mikrovaskular, konsentrasi HIF-1α, ekspresi VEGF, dan area jaringan granulasi lebih banyak pada pasien non-amputasi. Pasien dengan penurunan jumlah parameter tersebut memiliki risiko lebih tinggi untuk mendapat tindakan amputasi.

Diabetic wounds are microvascular complications often complained by people with type 2 diabetes mellitus (DM). Tissue vascularization plays an essential role in wound healing, whose activity is mediated by the activity of hypoxia-inducible factor 1-alpha (HIF-1α) and vascular endothelial growth factor (VEGF). However, no clinical studies evaluate its activity in humans, especially in type 2 diabetes mellitus patients who have diabetic foot ulcers. This study attempts to evaluate whether there are differences in tissue vascularization, HIF-1 α, and VEGF in diabetic foot wounds that received amputation and non-amputation procedures.
A cross-sectional study was conducted at the Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (RSCM) in 2020–2021. Diabetic foot wound patients who received debridement/amputation were included in this study. Viable tissue at the wound edges was taken. The expression of VEGF, microvascular density, and area of granulated tissue were evaluated in the Department of Pathology and Anatomy, FKUI-RSCM. HIF-1 levels in tissue were quantified at the Department of Biochemistry and Molecular Biology FKUI-RSCM. All numerical data were tested for normality by the Shapiro-Wilk test. Variables with normally distributed data were analyzed by unpaired t-test. A logistic regression test was performed if there were more than two independent variables with a p-value < 0.25.
This study included 67 patients. There were 30 amputees, and 34 debridement patients included in the data analysis. The proportion of male patients in the amputation group was found to be higher than the debridement group (p = 0.041). There were no differences in nutritional status, age, the incidence of hypertension, kidney failure, and smoking status between the two groups. The glycemic profile, routine haematological findings, markers of inflammation, electrolyte levels, markers of liver function, and markers of kidney function were not found to be related to the patient's condition, except for albumin levels. In bivariate analysis, albumin levels were found to be higher in the debridement group [2.53 (0.49)] than in the amputee [2.94 (0.51)], p = 0.002. The amputee group had a median HIF-1α value of 5,77 (0,55–53,47) pg/mg protein, which was much lower than the debridement group of 26,56 (2,23–211,12) pg/mg protein (p = 0.001). Similar condition was also found in the VEGF value (p < 0.001). Patients with HIF-1α < 8.8065 pg/mg protein, MVD < 68.7%, VEGF < 30.443%, and granulation area < 33.2802% had risk odds of 11.116 (95% CI 1.441–85.752), 10.934 (95% CI 1.604–74.55), 7,973 (95% CI 1.301–48.86), 15.589 (95% CI 1.39–174.867) for amputation. Microvascular density, HIF-1α levels, VEGF expression, and granulation tissue area were higher in non-amputated patients. Patients with a decrease in these parameters have a higher risk of amputation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang: Diabetes melitus tipe 1 merupakan diabetes yang paling sering ditemui pada anak dan remaja. Diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Salah satu komplikasi mikrovaskular dari diabetes melitus adalah retinopati diabetik. Sampai saat ini, belum ada data mengenai prevalens dan faktor yang berhubungan dengan retinopati diabetik di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang menggunakan data sekunder. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebesar 68 pasien dan data subjek didapatkan melalui arsip rekam medis pasien diabetes melitus tipe 1 di Poliklinik Endokrinologi Anak RSCM. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia awitan DM tipe 1, durasi DM tipe 1, riwayat ketoasidosis diabetik, regimen insulin, kontrol glikemik, indeks massa tubuh, dan pubertas, sementara variabel terikatnya adalah kejadian retinopati diabetik.
Hasil: Prevalens retinopati diabetik pada pasien anak dengan DM tipe 1 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah sebesar 7,4%. Dari seluruh variabel bebas yang diteliti, hanya variabel durasi DM tipe 1 yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik (nilai p=0,01).
Kesimpulan: Prevalens retinopati diabetik pada pasien anak dengan DM tipe 1 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah 7,4%. Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian retinopati diabetik adalah durasi DM tipe 1.
Saran: Penelitian ini dapat menjadi pilot study untuk penelitian mengenai retinopati diabetik kedepannya. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan secara kohort atau case control untuk memetakan faktor risiko retinopati diabetik secara jelas. Sistem pencatatan rekam medis harus terus diperbaiki untuk mendukung iklim penelitian di dunia kedokteran Indonesia, Background: Type 1 diabetes mellitus is the most common type of childhood and adolescent diabetes. There are several macrovascular and microvascular complications associated with diabetes mellitus. Diabetic retinopathy is one of the microvascular complications. Until now, there’s no information about prevalence and risk factor of diabetic retinopathy in Indonesia.
Methods: In this secondary data cross sectional study, we collected 68 subjects from Cipto Mangunkusmo Hospital. Subjects’ medical history is collected from Cipto Mangunkusumo Hospital patient’s medical record. Our independent variables are sex, age of DM onset, duration of DM, diabetic ketoacidosis history, insulin regiment, glycemic control, body mass index, and puberty, while the dependent variable is diabetic retinopathy.
Results: Prevalence of diabetic retinopathy among children with type 1 diabetes in Cipto Mangunkusumo Hospital is 7.4%. We found the factor associated with diabetic retinopathy in duration of DM (p=0,01).
Conclusion: Diabetic retinopathy affects about one tenth of type 1 DM patients in Cipto Mangunkusumo Hospital. Duration of DM is associated with diabetic retinopathy in type 1 DM.]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nourma Nurillah Hayati
"[ABSTRAK
Latar Belakang: Pendidikan kesehatan gigi mulut berperan penting untuk pencegahan komplikasi diabetes terhadap gigi mulut. Tujuan: Mengetahui perbedaan pengetahuan pada penderita diabetes melitus tipe 2 sebelum dan sesudah diberikan edukasi. Metode: Subjek penelitian diberikan perlakuan berupa buku berisi materi komprehensif kesehatan gigi mulut dilakukan evaluasi pra dan pasca perlakuan dengan kuesioner dan hasil evaluasi dianalisis secara statistik. Hasil: Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan signifikan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan mengenai dampak diabetes terhadap gigi mulut sebesar 30,75%. Kesimpulan: Terdapat perbedaan pengetahuan penderita diabetes melitus tipe 2 saat sebelum dan sesudah edukasi, ditandai dengan peningkatan pengetahuan dampak diabetes terhadap gigi dan mulut.;Background: Oral health education play an important role to prevent oral complications in diabetic people.
ABSTRACT
Objective: To investigate the efficacy of oral health education to increase knowledge of type 2 diabetic patients. Methods: This Respondents were given intervention by using comprehensive booklet then knowledge of both groups was evaluated by questionnaire. Results of questionnaire then analyzed using statistical test. Results: There were significant knowledge improvements of education group remarked by the 30,75% improvement on effects of diabetes towards oral health item. Conclusion: There were differences of knowledge before and after education, marked by effects of diabetes towards oral health, Background: Oral health education play an important role to prevent oral complications in diabetic people. Objective: To investigate the efficacy of oral health education to increase knowledge of type 2 diabetic patients. Methods: This Respondents were given intervention by using comprehensive booklet then knowledge of both groups was evaluated by questionnaire. Results of questionnaire then analyzed using statistical test. Results: There were significant knowledge improvements of education group remarked by the 30,75% improvement on effects of diabetes towards oral health item. Conclusion: There were differences of knowledge before and after education, marked by effects of diabetes towards oral health]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayudhia Kartika
"Pola penyakit di negara berkembang, termasuk Indonesia mengalami pergeseran, prevalensi diabetes melitus tipe 2 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh oleh peningkatan taraf sosioekonomi dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar. Penyakit diabetes melitus tidak hanya dipengaruhi faktor lingkungan, seperti gaya hidup namun juga terdapat interaksi dengan faktor genetik. Untuk itu dilakukan penelitian mengenai prevalensi diabetes melitus tipe 2 dan hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Penelitian ini dilakukan dengan studi potong lintang menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien unit rawat jalan RSCM pada tahun 2010. Analisis data dilakukan untuk menghitung prevalensi diabetes melitus tipe 2, kemudian dilakukan analisis statistik untuk mendapatkan faktor yang berhubungan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa prevalensi diabetes melitus tipe 2 sebesar 6,7%. Berdasarkan uji hipotesis,didapatkan faktor yang berhubungan adalah variabel usia (p<0,001), berat badan (p<0,001), pekerjaan (p<0,001), asuransi pembiayaan (p=0,003) dan riwayat penyakit sebelumnya (p=0,008). Sedangkan variabel lain yaitu tinggi badan (p=0,189), jenis kelamin (p=0,343), status pernikahan (p=0,126), tingkat pendidikan (p=0,356), status gizi (p=0,648), gaya hidup (p=0,674), tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik.

Disease pattern in developing countries, including Indonesia is changed, type 2 diabetes mellitus prevalence is increased every year. This change of disease pattern is affected by the increase of socioeconomic level and the change of lifestyle especially in metropolis. Diabetes mellitus disease is not only affected by environment factor, such as lifestyle but also there is an interaction of the genetic factor. Because of that, we did research about type 2 diabetes mellitus prevalence and its relation with the related factors.
The method of this research is crosssectional study by taking secondary data from the medical record of outpatients RSCM in 2010. Data analysis is done to count the prevalence of type 2 diabetes mellitus, then hypothesis test is done on each variable.
Based on the result, the prevalence of type 2 diabetes mellitus is 6.7%. Based on the hypothesis test, factors that have a significant value are age variable (p<0,001), weight (p<0,001), occupation (p<0,001), cost assurance (p=0,003), and disease history (p=0,008). The other factors, height (p=0,189), gender (p=0,343), marriage status (p=0,126), education level (p=0,356), nutrient status (p=0,648), lifestyle (p=0,674) did not have significant value statistically.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Fitria Hariany
"ABSTRAK
Diabetes Melitus Tipe 2 DM Tipe 2 merupakan kelompok DM yang dapat menyebabkan komplikasi, baik makrovaskular maupun mikrovaskular. Retinopati Diabetik RD merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan dan merupakan penyebab utama kebutaan pada individu usia kerja. Keberadaan maupun progresifitas retinopati diabetik diduga disebabkan karena durasi diabetes, pemeriksaan glukosa darah, pemeriksaan profil lipid, mikroalbuminuria, kreatinin darah, dan indeks massa tubuh. Metode CART digunakan untuk menentukan faktor yang berhubungan dengan retinopati diabetik pada pasien DM Tipe 2. Dalam penelitian ini diperoleh persentasi retinopati diabetik pada pasien DM Tipe 2 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah sebesar 10.3 dan faktor utama yang berhubungan dengan retinopati diabetik pada pasien DM Tipe 2 adalah nilai mikroalbuminuria sewaktu.

ABSTRACT
Type 2 Diabetes Mellitus DM Type 2 is classified under diabetes mellitus group that could result in complication, both macrovascular and microvascular. Diabetic Retinopathy RD is one of the complications of microvascular DM which can cause loss of vision and is a major cause of blindness in the individual working age. The presence and progression of diabetic retinopathy is thought to be due to duration of diabetes, blood glucose examination, lipid profile examination, microalbuminuria, blood creatinine, and body mass index. The CART method was used to determine factors associated with diabetic retinopathy in Type 2 diabetic patients. In this study, the percentage of diabetic retinopathy in patients with type 2 diabetes mellitus in Cipto Mangunkusumo Hospital was 10.3 and the main factors associated with diabetic retinopathy in DM Type 2 patients is the value of microalbuminuria at the time."
2017
S69794
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>