Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215375 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indri Aulia
"ABSTRAK
Latar Belakang: Prosedur untuk menutup luka laserasi bervariasi. Paradigma baru dalam menggunakan plester luka menimbulkan pertanyaan dalam hal efikasi dan perananannya pada penyembuhan luka. Kulit babi memiliki kesamaan terhadap kulit manusia. Metode: Tujuh babi jenis York Pork digunakan dalam penelitian yang dilaksanakan pada laboratorium Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Institut Pertanian Bogor pada Agustus - September 2016. Tiga luka laserasi dibuat pada punggung babi yang ditutup menggunakan jahitan kulit kelompok 1 , plester luka yang direkomendasikan kelompok 2 dan plester luka modifikasi kelompok 3 . Evaluasi histopatologi dibuat pada hari ke-7 dan ke-30 dengan cara biopsi. Pemeriksaan kekuatan regangan dilakukan pada minggu ke-6. Hasil: Deposisi kolagen pada hari ke-7 menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok 3 dan 2, tetapi tidak berbeda bermakna terhadap kelompok 1. Berdasarkan evaluasi fibroblas dan fibrosit pada lapisan subkutan pada ketiga group tidak berbeda bermakna. Pada pemeriksaan kekuatan regangan tidak ada perbedaan bermakna di antara ketiga kelompok. Kekuatan maksimum sebelum kulit terobek adalah 380 68.12 Newton. Kesimpulan: Plester luka dengan cara modifikasi membuat deposisi kolagen dan adaptasi tepi luka lebih baik dibandingkan dengan cara rekomendasi, namun tidak memiliki perbedaan bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan luka dengan jahitan kulit. Jahitan intradermal memiliki peranan penting dalam memberikan kekuatan regangan.

ABSTRACT
Background The procedure closing a laceration wound might be varies. The new paradigm of using adhesive skin tape makes questionable efficacy and its role in wound healing. The porcine skin astonishingly has close similarity to human rsquo s. Methods Seven York Pork porcine underwent study on Laboratory Veterinary Teaching Hospital, Institut Pertanian Bogor from August September 2016. Three laceration wounds were made on the porcine back and closed using skin suture group 1 , recommended application group 2 , and modified application group 3 . The histopathological evaluation was done on day 7 and 30 by biopsy. The tensile strength is also evaluated after 6 weeks of the treatment. Results The collagen deposition in day 7 shows significant difference between group 2 and 3, but no significant difference to group 1. Based on fibroblast and fibrocytes evaluation on subcutaneous layer, those three groups have no significant difference, same as the tensile strength evaluation. The maximum force at break is 380 68.12 Newton. Conclusion The modified application of adhesive skin tapes gives better collagen deposition and wound edge adaptation than the recommended. However, it shows no significant difference compared to the wound that used skin suture. The intradermal suture has major role in giving the tensile strength."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan uji pemanfaatan getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum Lamb) dalam penyembuhan luka bakar pada kulit tikus putih (Rattus novergicus). Penyembuhan luka bakar dievaluasi dengan menghitung jumlah leukosit PMN dan jumlah fibroblas pada hari ke 7, 14, dan 21 setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan jumlah leukosit PMN pada subjek yang diobati dengan getah pisang ambon relatif lebih signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif dan positif (Bioplacenton ®). Sebaliknya, peningkatan jumlah fibroblas secara signifikan ditunjukkan pada hari ke-14 dan ke-21 setelah perawatan. Kesimpulannya, pengobatan dengan getah pisang Ambon pada luka bakar memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kedua kontrol positif dan negatif.

A study of ambonese plantain banana (Musa paradisiaca var sapientum Lamb) treatment in burn wound healing on the skin of white rats (Rattus novergicus) has been conducted. The wound healing of burn injuries was evaluated by counting the number of PMN leukocytes and fibroblasts at the 7th, 14th, and 21st days following the treatment. The study showed that the decrease in number of PMN leukocytes of subjects treated with ambonese plantain banana was relatively more significant compared to both negative and positive control (Bioplacenton®). In contrast, an increasing number of fibroblasts was significantly demonstrated at the 14th and 21st days after treatment. In conclusion, ambonese plantain banana treatment in burn injuries will provide bett er results compared to both positive and negative controls."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, 2012
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nissia Ananda
"Latar Belakang: Pembentukan jaringan parut terkait dengan fibroblast yang dihasilkan selama fase proliferasi dan salah satu strategi untuk menekan pembentukannya yang berlebihan adalah dengan menggunakan bahan perawatan luka. Penggunaan obat herbal saat ini diminati karena menghindari efek samping obat sintetik dan Hydnophytum formicarum berpotensi sebagai antioksidan dan anti inflamasi. Tujuan Penelitian: Menganalisis pengaruhekstrak Hydnophytum formicarum terhadap kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi penyembuhan luka. Metode Penelitian: 24 ekor tikus Sprague Dawley dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Luka dibuat menggunakan biopsy punch. Empat ekor tikus dari tiap kelompok di nekropsi pada hari ke 4, 7 dan 14. Analisa kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi dilakukan menggunakan pemeriksaan hematoksilin eosin dan masson’s trichrome. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada angiogenesis, panjang luka, reepiteliasasi antar kelompok. Angiogenesis pada kelompok perlakuan memiliki jumlah yang lebih sedikit namun lebih matur. Selain itu terdapat interaksi antara pengaplikasian ekstrak Hydnophytum formicarum dan hari nekropsi terhadap kerapatan kolagen dan tingkat reepitelisasi. Kesimpulan: Penggunaan ekstrak Hydnophytum formicarum mempengaruhi pembentukkan jaringan parut yang ditunjukkan kerapatan kolagen, angiogenesis, reepitelisasi, dan panjang luka pada fase granulasi. Tidak terdapat kelainan spesifik pada luka pada kelompok perlakuan. Inhibisi angiogenesis pada aplikasiHydnophytum formicarum berhubungan dengan pembentukan jaringan parut pada luka.

Background: Formation of scar tissue associated with fibroblast and wound care material is used to suppress the formation of excessive scar tissue. Herbal medicine is currently popular because it avoids the side effects of synthetic drugs and Hydnophytum formicarum has antioxidant and anti-inflammation potential. Purpose: Analyzing the effects of Hydnophytum formicarum extract on collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization in wound healing. Material and Method: 24 mice are divided in the control and treated group. Wounds were made using biopsy punch. Four rats from each group were necropsed on day 4, 7 and 14. Collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization were then analyzed using hematoxylin eosin and masson’s trichrome staining. Results: There were significant differences in the results of the angiogenesis analysis, wound length, reepitheliasation between the groups. Angiogenesis in the treatment group had smaller number but more mature. There was interaction between the application of Hydnophytum formicarum extract and necropsy day on collagen density and reepithelialization rate. Conclusion: Hydnophytum formicarum extracts affected the formation of scar tissue as indicated by collagen density, angiogenesis, reepithelialization, wound length in granulation phases. Inhibition of angiogenesis in the application of Hydnophytum formicarum is related to the formation of scar tissue in the wound."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juniarti
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai proses penyembuhan luka dengan menggunakan ekstrak metanol daun Jatropha multifida L. berdasarkan mekanisme penurunan jumlah leukosit PMN dan peningkatan jumlah sel fibroblas.
Metode: bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak metanol dari daun Jatropha multifida Subyek penelitian terdiri dari 36 ekor tikus putih jantan galur Spraque Dawlay umur 2 bulan dengan berat badan sekitar 150-200 g. Hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok I (negatif kontrol merupakan kelompok hewan coba yang dilukai tanpa diobati; kelompok II (kontrol positif) merupakan kelompok hewan coba yang diobati dengan Bethasone-N; Kelompok III (kontrol pelarut) merupakan kelompok yang diobati dengan alkohol 70% sedangkan kelompok IV (kelompok perlakuan) merupakan kelompok yang diobati dengan meneteskan 10 mg ekstrak metanol daun Jatropha multifida. Setiap kelompok terdiri dari 3 ekor tikus yang masing-masing dibagi lagi menjadi kelompok waktu dekapitasi pada hari ke 3, 6, dan 13. Pada jaringan luka dibuat sediaan histologi dengan pewarnaan HE dan dilanjutkan dengan menghitung jumlah leukosit PMN dan fibroblas.
Pada penelitian ini memperlihatkan bahwa penurunan jumlah leukosit PMN pada kelompok perlakuan dengan ekstrak metanol daun Jatropha multifida relatif lebih baik dibandingkan dengan kontrol negatif, kontrol positif dan kontrol pelarut. Peningkatan jumlah fibroblas terjadi pada hari ke 6 dan 13 setelah perlakuan. Simpulan: ekstrak metanol daun Jatropha multifida dapat mengobati luka sayat lebih baik dibandingkan dengan kontrol negatif, kontrol positif dan kontrol pelarut.

Objective: The aim of this study was to evaluate the effects of methanol extract of Jatropha multifida leaves on the wound healing process and to investigate the wound healing activity based on reduced numbers of PMN (polymorpho nuclear) leukocytes and increased numbers of fibroblasts.
Method: methanol extract of dried leaves of Jatropha multifida was used in the wound healing activity studies. The study subjects were 36 white male Sprague Dawlay rats aged 2 months with 150-200 gram body weight. The subjects were divided into 4 groups and experimentally injured: Group I (negative control) underwent injury without subsequent treatment; group II (positive control) received topical treatment with Bethasone-N after injury; group III (solvent control) was treated with 70% methanol; group IV (treatment group) was treated with 10 mg methanol extract of Jatropha multifida Each group consisted of 3 rats, which were decapitated on days 3, 6, and 13 after the start of treatment. Histological preparation was stained with hematoxyline-eosin (HE) and was continuously examined by counting the numbers of PMN leukocytes and fibroblasts as indicators of wound healing on days 3, 6, and 13 of treatment.
The study showed lower numbers of PMN leukocytes in subjects treated with the extract of Jatropha multifidaas compared to the other groups. The numbers of fibroblasts were significantly higher on days 6 and 13 of treatment. In conclusion, the treatment of injuries with methanol extract of leaves from Jatropha multifida provided better results compared to the other groups in our study."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Narmada
"Latar Belakang: Dibutuhkan waktu 14 hari donor kulit STSG sembuh. Kolagen berperan penting untuk menginduksi penyembuhan luka dan proses epitelisasi lebih cepat. Sementara gliserin menjaga kulit tetap lembab dan mendorong migrasi sel epitel. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fungsi gel kolagen dan gliserin dalam mempercepat penyembuhan luka pada daerah donor STSG. Bahan dan Metode: Uji coba klinis non-acak dilakukan pada 18 pasien dewasa untuk membandingkan tingkat epitelisasi pada donor STSG antara kombinasi gel kolagen dan gliserin dibandingkan tulle yang dikombinasikan dengan kasa lembab. Luka dinilai pada hari ke 7, 10, dan 14 pascaoperasi. Persentase epitelisasi dievaluasi dan difoto. Setiap foto dianalisis dengan menggunakan program analisis warna Adobe Photoshop. Data dianalisis dengan menggunakan SPSS 20.0 dan diuji dengan independent t-test. Hasil: Delapan belas pasien yang membutuhkan pencangkokan kulit dimasukkan dalam penelitian ini. Terdapat 13 pria dan 5 wanita dengan usia rata-rata 33,34 tahun berkisar 15-50 tahun . Area donor rata-rata adalah 140,89 cm2 berkisar 100-240 cm2 . Persentase tingkat epitelisasi lebih besar dengan menggunakan kombinasi gel kolagen dan gliserin pada hari ke-7 pasca operasi 88,05 , 95 CI 85,75-90,63 vs 77,18 , 95 CI 73,39-81,02 ; p

Background It usually takes 14 days for the split thickness skin donor site to heal. Collagen plays an important role to induce faster wound healing and epithelialization. Meanwhile, glycerin keeps skin moisturized and promotes epithelial cells migration. This study was conducted to identify the role of combined collagen and glycerin based gel in promoting faster wound healing on split thickness skin graft donor sites.Materials and Methods A non randomized clinical trial was performed on 18 adult patients to compare the dressing for split thickness skin graft donor site epithelialization rate between combination of collagen and glycerin based gel versus tulle grass combined with moist gauze. The wound was assessed on postoperative day 7, 10, and 14. The epithelialization percentage was evaluated and photographed. Each photo was analyzed using Adobe Photoshop color match program. Data was analyzed using SPSS 20.0 and tested with independent t test.Result Eighteen patients requiring skin grafting were included in this study. There were 13 men and 5 women with mean age 33.34 year old ranged 15 50 year old . The average donor area was 140.89 cm2 ranged 100 240 cm2 . Epithelialization rate was greater using combination of collagen and glycerin based gel on postoperative day 7 88.05 , 95 CI 85.75 90.63 vs 77.18 , 95 CI 73.39 81.02 p 0.05 and day 10 96.92 , 95 CI 96.02 97.82 vs 89.22 , 95 CI 87.6 90.85 p 0.05 . Meanwhile, there is no epithelialization rate difference on postoperative day 14 between both dressing types 100 vs 99.72 0.55 , p 0.05Conclusion Although showing better epithelialization rate at day 7 and 10, combination of collagen and glycerin based gel covered gauze showed no difference in the healing of split thickness skin graft donor sites in comparison with tulle grass combined with moist gauze at day 14. Keywords Donor site, STSG, collagen and glycerin based gel, epithelialization. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57652
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Nur Handayani
"Depresi pasien ulkus diabetikum dapat menurunkan respon imun dan inflamasi yang dibutuhkan pada proses penyembuhan luja. Penelitian kuasi eksperimen ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pengelolaan depresi dengan pranayama terhadap perkembangan proses penyembuhan ulkus diabetikum di RS pemerintah Aceh. Hasil penelitian menunjukkan latihan pranayama dapat mempengaruhi perkembangan proses penyembuhan ulkus dan penurunan skor depresi, namun tidak ditemukan pengaruh pengelolaan depresi dengan pranayama terhadap perkembangan proses penyembuhan ulkus diabetikum.

Depression on patient with diabetic ulcer impair immune and inflammation response that are needed in wound healing process. The urpose of this quasi experiment research was to identified the effect of pranayama on patient diabetic ulcer in Aceh government hospital. The result showed that pranayama has positive effect to wound healing progress and to decrease the depression score. But there was no effect of controlling depression by pranayama to wound healing progress."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28391
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Claudya Dara Chaerunnisa
"Kulit merupakan sistem pertahanan eksternal, langsung menjalani proses penyembuhan luka ketika terjadi luka dan banyak orang cenderung memberi proses penyembuhan luka dengan agen antiseptik, povidone iodine 10 Betadine . Namun, terdapat ide baru tentang penggunaan povidone iodine 5 pada penyembuhan luka kulit yang dapat memberikan efek yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efek berbeda dari penggunaan konsentrasi yang berbeda dari povidone iodine pada jumlah PMN, fibroblast, dan serat kolagen dan untuk menentukan kadar 5 atau 10 yang lebih cocok untuk digunakan.
Penelitian ini menggunakan tikus sebagai sampel, masing-masing tikus diberikan 3 luka dengan 3 perlakuan berbeda terdiri dari kontrol, povidone iodine 10 , dan povidone iodine 5 . Pada hari ke-3, tiga tikus pertama dikorbankan dan pada hari ke-7 3 tikus berikut dikorbankan, lalu dibuat spesimen histologi dengan mengambil area luka dan diwarnai dengan Hematoksilin-Eosin untuk menganalisis jumlah PMN dan fibroblast, serta Van Gieson menganalisis serat kolagen. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara povidone iodine 5 dan 10 dalam proses keseluruhan penyembuhan luka yang dilihat dari jumlah PMN, fibroblast, dan serat kolagen.

Skin is an external defense system, directly undergo wound healing process when scars occur and people tend to interfere the wound healing process with antiseptic agents, in this case is the use of povidone iodine 10 Betadine . However, there is new idea about the appliance of povidone iodine 5 on cutaneous wound healing may give different effect. This research aims to compare the different effect of using different concentration of povidone iodine on number of PMN, fibroblast, and collagen fibers during wound healing process and to determine which one is more suitable to use.
This experiment using rats as samples, each rat is given 3 wounds with 3 different treatments consisted of control, povidone iodine 10, and povidone iodine 5. On the 3rd day, the first three rats were sacrificed and on the 7th day the following 3 rats were sacrificed, then made histological specimens by taking the wound area and stained it using Hematoxylin eosin to analyze number of PMN and fibroblast, also Van Gieson to analyze collagen fibers. The result of this experiment is that there is no significant difference among povidone iodine 5 and 10 in overall process or phases of wound healing, as seen from number of PMN, fibroblast, as well as collagen fibers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theddeus Octavianus Hari Prasetyono
"Penyembuhan luka merupakan sebuah proses transisi yang merupakan salah satu proses paling kompleks dalam fisiologi manusia yang melibatkan serangkaian reaksi dan interaksi kompleks antara sel dan mediator. Fase peradangan bertujuan untuk membuang jaringan mati dan mencegah infeksi. Fase proliferasi bercirikan terbentuknya jaringan granulasi yang disertai kekayaan jaringan pembuluh darah baru, fibroblast, dan makrofag dalam jaringan penyangga yang longgar. Fase kedua yang berlangsung sejak hari ke-8 hingga ke-21 pascaluka merupakan fase terjadinya epitelisasi dan sekaligus memberikan refleksi dalam perawatan luka untuk dapat mencapai kondisi luka yang telah tertutup dengan epitel.
Fase terakhir adalah fase maturasi yang bercirikan keseimbangan antara proses pembentukan dan degradasi kolagen. Setidaknya terdapat 3 prasyarat kondisi lokal agar proses penyembuhan luka dapat berlangsung dengan normal, yaitu: 1) semua jaringan di area luka dan sekitarnya harus vital, 2) tidak terdapat benda asing, 3) tidak disertai kontaminasi eksesif atau infeksi. Penulis mengusulkan formulasi pola hirarkis dalam intensi penyembuhan luka yang mengikuti urutan intensi primer sebagai intensi ideal, diikuti intensi tersier, dan yang Vsekunder. Key words: inflammatory mediator, epithelialisation, growth factor, wound healing.

Wound healing is a transition of processes which is also recognized as one of the most complex processes in human physiology. Complex series of reactions and interactions among cells and mediators take place in the healing process of wound involving cellular and molecular events. The inflammatory phase is naturally intended to remove devitalized tissue and prevent invasive infection. The proliferative phase is characterized by the formation of granulation tissue within the wound bed, composed of new capillary network, fibroblast, and macrophages in a loose arrangement of supporting structure. This second phase lasts from day 8 to 21 after the injury is also the phase for epithelialisation. The natural period of proliferative phase is a reflection for us in treating wound to reach the goal which ultimately defines as closed wound.
The final maturation phase is also characterized by the balancing between deposition of collagen and its degradation. There are at least three prerequisites which are ideal local conditions for the nature of wound to go on a normal process of healing i.e. 1) all tissue involved in the wound and surrounding should be vital, 2) no foreign bodies in the wound, and 3) free from excessive contamination/infection. The author formulated a step ladder of thinking in regards of healing intentions covering all acute and chronic wounds. Regarding the ?hierarchy? of healing intention, the first and ideal choice to heal wounds is by primary intention followed by tertiary intention and lastly the secondary intention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Nurachmah
"Kenyamanan merupakan salah satu aspek penting dalam perawatan luka diabetes mellitus (DM). Penelitian ini bertujuan menganalisis ekspresi transforming growth factor beta 1 (TGF â1) dan kadar kortisol pada perawatan luka teknik modern dan konvensional pada luka DM dikaitkan dengan aspek kenyamanan. Penelitian menggunakan true experimental design dengan metode pengumpulan sampel secara stratified random sampling. Pengukuran ekspresi TGF â1 dan kadar kortisol dilakukan pada hari ke 0 (pretest) dan 4 (posttest). Sampel yang diambil berasal dari pasien luka kaki DM di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Ekspresi TGF â1 diukur dengan metode imunohistokimia, sedangkan pengukuran kadar kortisol dilakukan dengan metode ELISA di laboratorium Fisiologi dan Histologi FK Universitas Brawijaya Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok modern terjadi peningkatan ekspresi TGF â1, sedangkan pada kelompok konvensional terjadi penurunan ekspresi TGF â1. Kadar kortisol pada kelompok modern menunjukkan penurunan lebih besar dibandingkan kelompok konvensional. Hasil uji t menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara perawatan luka teknik modern dan konvensional terhadap ekspresi TGF â1 dan kadar kortisol pada luka DM (p value < 0,05). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang signifikan antara perubahan ekspresi TGF â 1 dengan perubahan kadar kortisol (p = 0,028). Dapat disimpulkan bahwa teknik perawatan luka secara modern mampu meningkatkan ekspresi TGF â1 dan menurunkan kadar kortisol dibandingkan teknik konvensional.

Comfort is one among several aspects that should be considered in the treatment of diabetic wounds. This study aimed to analyze the expression of TGF β1 and the level of cortisol in modern and conventional wound care techniques of diabetic wounds. TGF β1 expression and cortisol levels were measured on day 0 (pretest) and 4 (posttest). Samples were taken from patients with diabetic ulcer in the Saiful Anwar District Hospital at Malang. The expression of TGF β1 was measured by immunohistochemical methods in the Department of Physiology, Brawijaya University Faculty of Medicine. Cortisol level was measured with ELISA method. The results obtained from the modern group were increased TGF β1 expression and decreased cortisol level. The conventional group yielded decreased TGF β1 expression and decreased cortisol level. The cortisol level decrease was greater in the modern group. T test results showed no significant differences of modern wound care techniques and conventional on the expression of TGF β1 and cortisol levels in diabetic wounds (p value < 0,05). Pearson correlation test results showed a significant relationship between changes in cortisol levels with changes in expression of TGF β1 (p = 0,028). It can be concluded that the techniques of modern wound care is more able to increase the expression of TGF β1 and to decrease the cortisol levels compared with conventional techniques."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Twidy Tarcisia
"ABSTRAK
Penyembuhan luka adalah peristiwa kompleks yang meliputi kemotaksis,
angiogenesis, pembelahan sel, sintesis matriks ekstraseluler, pembentukan dan
remodeling jaringan parut. Angiogenesis, densitas kolagen, kontraksi luka, epitelisasi
dan luas area luka adalah beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai
baiknya penyembuhan luka. Pemberian ADSC-CM pada penelitian terdahulu terbukti
meningkatkan proses penyembuhan luka melalui mekanisme parakrin ADSC.
Penelitian ini menilai efek pemberian ADSC-CM monolayer dalam inkubasi normoxia
selama tiga hari terhadap angiogenesis, kontraksi luka, epitelisasi dan kualitas
penyembuhan luka kulit tikus Sprague Dawley. Adanya konsentrasi growth factor
seperti VEGF dan EGF dinilai melalui pemeriksaan ELISA. Efek angiogenesis,
densitas kolagen, kontraksi luka, epitelisasi dan luas area luka dinilai dengan
pemeriksaan histologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan Masson?s
Trichome. Dua puluh sembilan tikus dibalurkan ADSC-CM pada bagian punggung
(full thickness wound) dan dinilai gambaran histologinya pada hari ke-3, 7, 14, 21 dan
28. Konsentrasi VEGF dan EGF ditemukan dalam ADSC-CM dengan 5052,698 ± 0,31
pg/mL dan 0,233 ± 0,08 pg/mL. Gambaran histologi pada parameter angiogenesis,
densitas koalgen, kontraksi luka, epitelisasi dan luas area luka menunjukkan perbedaan
tidak bermakna antara kelompok luka yang dibalurkan ADSC-CM dan kelompok
kontrol namun secara klinis dan epidemiologis pembaluran ADSC-CM meningkatkan
proses penyembuhan luka.

ABSTRACT
Wound healing is a complex event that consist chemotaxis, angiogenesis, proliferation,
synthesis of matrix extracellular, formation and remodeling scar tissue. Angiogenesis,
colagen density, wound contraction, epithelialization and wound area is a several
parameter to analyze wound healing. Previous studies have shown that ADSC-CM are
able to accelerate wound healing due to paracrine effect. This study investigate the
effect of monolayer ADSC-CM on angiogenesis, colagen density, wound contraction,
epithelialization and wound area in a rat full thickness wound. Consentration of growth
factor such as EGF and VEGF were assessed with ELISA examination. Angiogenesis,
colagen density, wound contraction, epithelialization and wound area were analyzed
histologically with Hematoxylin-Eosin and Masson?s Trichome staining. Twenty nine
rats were administered topically with ADSC-CM. Histological examination was
measured on day 3, 7, 14, 21 and 28. Amount of VEGF and EGF is 5052,698 pg/mL
dan 0,233 pg/mL. Histology examination angiogenesis, colagen density, wound
contraction, epithelialization and wound area show there is no significant difference
between ADSC-CM group and control group but meaningful difference to accelerate
wound healing."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>