Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33501 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jessika Nadya Ogesveltry
"BAB 1: Analisis SituasiSaat ini, film menjadi salah satu media massa yang erat dengan masyarakat Indonesia. Film animasi menjadi salah satu film yang digemari. Faktanya, film animasi tidak hanya menghibur, tapi juga mengandung pesan moral yang baik bagi penonton. Berdasarkan hal tersebut, penulis memutuskan membuat sebuah prototype video apresiasi film animasi yang dibahas dari sudut pandang teori semiotika komunikasi.
BAB 2: Manfaat dan Tujuan Pengembangan Video Apresiasi FilmManfaat utama dari pengembangan video apresiasi film ini ialah sebagai medium yang menunjukkan pesan moral dalam film animasi yang disajikan dengan cara menarik. Tujuannya menjadi salah satu tayangan informatif, sekaligus menghibur dan membawa pesan positif melalui penggunaan teori semiotika dalam membaca pesan moral dalam film animasi.
BAB 3: Prototype Apresiasi Film yang DikembangkanPrototype yang dikembangkan adalah tayangan video apresiasi film dengan melihat pesan moral dari sebuah film animasi, yang disajikan melalui penjelasan narasi, pembawa acara, testimoni serta sentuhan infografis dan musik yang mendukung.
BAB 4: Pre-Test dan EvaluasiMetode pre-test yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menyebarkan kuesioner online pada target khalayak. Untuk evaluasi, penulis menggunakan metode Focus Group Discussion untuk mengetahui apakah program sudah sesuai dengan harapan target khalayak.
BAB 5: Anggaran Anggaran dalam pembuatan prototype, menghabiskan dana sebesar Rp. 800.000. Untuk anggaran penerbitan media dibutuhkan biaya sebesar Rp. 4.000.000 per musim dan Rp.1.300.000 per episode . Total prakiraan pendapatan sebesar Rp. 1.700.000/episode. Anggaran Evaluasi diperkirakan akan memakan dana sebesar Rp. 200.000.

PART 1: Situation AnalyzeNowadays, the film became one of the mass media closely with the Indonesian people. Animated film became one of the popular movie. In fact, animated films not only entertain, but also contains a good moral message for the audience. Based on this argument, the authors decided to create a prototype animated film appreciation video that discusses from the standpoint of semiotic communication theory.
PART 2: Function and Purpose in Developing The Movie Appreciation VideoThe main benefit of the development of this appreciation movie video is as medium that shows moral message in the animated film presented in interesting way. The goal became one of the shows of informative, entertaining and carry a positive message through the use semiotic theory that reading moral messages in the animated film.
PART 3: Prototype Movie Appreciation Video that DevelopedPrototype that developed are film appreciation video content with seeing the moral messages from an animated film, which is presented through a narrative explanation, MC, testimonials and a touch of infographics and music support.
PART 4: Pre Test and EvaluationA pre test is counducted by distributing questionnaires online on the target audience. For the evaluation, the writer used the Focus Group Discussion to determine whether the program is in accordance with expectations of the target audience.
PART 5: BudgetTo finish this prototype, the writer has to spend Rp 800.000 in total. To publish the program, writer spent for about Rp 4.000.000 for each season and Rp 1.300.000 for each episode. The total forecast revenue of Rp. 1,700,000 episode. Budget for evaluation is predicted to be about Rp. 200.000.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karima Rakhma Putri
"Skripsi ini secara khusus membahas dan menganalisis tanda-tanda akan Jepang dalam film animasi era Perang Dunia II yang berjudul The Ducktator 1942 dan Tokio Jokio 1943 yang diproduksi oleh Looney Tunes. Tanda yang dianalisis dibagi menjadi tanda verbal dan tanda visual. Kerangka teori yang digunakan adalah teori semiotik Peirce dengan proses semiosisnya.
Analisis juga tidak terbatas dengan mengetahui makna dari tiap tanda yang muncul saja, tetapi juga mengaitkannya dengan konteks historis, sosial, dan budaya yang menyebabkan tanda tersebut muncul, yaitu Perang Dunia II, yang di dalamnya termasuk perang ras dan perang propaganda.
Hasil analisis keseluruhan dari tanda Jepang dalam kedua data film adalah meskipun berdasarkan pada latar belakang yang riil, karena konteks besar dibuatnya kedua data film adalah Perang Dunia II yang sedang berkecamuk, tanda Jepang yang muncul merupakan pesan propaganda Amerika Serikat mengenai gambaran Jepang, membentuk persepsi akan Jepang, dan mendorong untuk membenci Jepang kepada masyarakatnya pada saat itu.

This thesis is focusing to discuss and analyze the signs of Japan in the US World War II animation movies, The Ducktator 1942 and Tokio Jokio 1943 by Looney Tunes. The signs of Japan are divided into two categories there are verbal signs and visual signs. The frame of theories in this thesis is Peircean Semiotics with its semiosis process.
The analysis process in this thesis is not limited by only knowing the meaning of each signs, furthermore connect it within the historical, social, and cultural context of which those sign are arose. These contexts are the World War II with its race war and propaganda war included in it.
The whole result of the analysis process in the data movies is all the signs of Japan in the movies contains propaganda messages which gave the image of Japan, created perception of Japan, and encourage the US people at that time to hate Japan as the enemy, regardless all the real backgrounds because the war is the main event at that time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Sopiyan
"Film Ne Zha (2019) merupakah salah satu film animasi dari Cina yang mengisahkan mengenai seorang anak laki-laki bernama Ne Zha yang terlahir sebagai seorang iblis karena mutiara iblis. Akibat mutiara iblis berdampak pada kehidupan Ne Zha yang memiliki karakter anti-hero namun berakhir menjadi hero. Objek yang diteliti pada penelitian berfokus pada karakter hero dan karakter anti-hero pada tokoh utama Ne Zha pada film tersebut. Karakter hero dan anti-hero tercipta karena adanya beberapa aspek yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan dengan cara metode kualitatif dan studi dokumen serta mengumpulkan data melalui online browsing. Artikel ini menyimpulkan bahwa karakter hero dan anti-hero pada tokoh Nezha menghasilkan keunikan, menggambarkan karakteristik budaya Cina yang cenderung mencari keseimbangan antara kekuatan positif dan negatif dalam mencapai sebuah kondisi ideal.

Ne Zha Movie (2019) is one of the animated films from China that tells the story of a boy named Ne Zha who was born as a demon because of the demon pearl. The result of the demon's pearl has an impact on Ne Zha's life who has an anti-hero character but ends up becoming a hero. The object studied in the research afocuses on the hero character and anti-hero aspects of the main character Ne Zha in the movie. Hero and anti-hero characters are created because of several aspects that influence them. This research was conducted by qualitative methods and document studies and collecting data through online browsing. This research concludes that Nezha's hero and anti-hero characters produce uniqueness, reflecting the characteristics of Chinese culture which tend to seek a balance between positive and negative forces in achieving an ideal condition."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Hastari
"The Princess and the Frog (2009) merupakan film animasi pertama Disney yang menggambarkan kehidupan seorang putri kulit hitam. Isu peran gender dan rasial dalam film ini dianggap krusial untuk dianalisis karena perempuan Afrika-Amerika mengalami kolonisasi ganda, terutama dalam mengejar American Dream. Analisis terhadap beberapa unsur film seperti penokohan, konflik, latar, dan tema berperan penting untuk memahami isu-isu tersebut. Film ini memperlihatkan bahwa Disney melakukan upaya negosiasi terhadap beberapa nilai yang telah dikritik oleh para feminis dalam Disney Princess Fairy Tales sebelumnya. Namun, hasil analisis film ini menunjukkan bahwa Disney tidak menunjukkan perubahan yang begitu berarti dalam menghadirkan aspek cinta dan pernikahan untuk menciptakan sebuah akhir yang bahagia.

The Princess and the Frog (2009) is the first Disney?s animated movie which depicts the life of a Black princess. Gender roles and racial issues are the two important points in this thesis because African-American women experience double-colonization, especially in pursuing American Dream. Those issues will be analyzed by examining some movie elements such as characterization, conflict, setting, and theme. This movie seems to show that Disney try to negotiate some values that have previously been criticized by feminists in Disney Princess Fairy Tales. However, the result of the analysis shows that Disney does not do significant changes in presenting love and marriage aspects to create a happy ending."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42485
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Napier, Susan Jolliffe
New York: Palgrave, 2001
791.433 NAP a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Nadine Kuswardono
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana ayah direpresentasikan dalam film animasi Jepang Mirai (2018) dan makna yang hendak disampaikan melalui representasi tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori representasi oleh Stuart Hall (1997) sebagai teori dasar. Metode penelitian yang digunakan dalam film ini adalah metode analisis film oleh Petrie dan Boggs (2012) yang menganalisis suatu tokoh melalui teknik karakterisasi. Adapun karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: karakterisasi penampilan tokoh, karakterisasi penamaan tokoh, karakterisasi tindakan tokoh, karakterisasi dialog dan karakterisasi hubungan antar tokoh. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa tokoh ayah dalam film ini digambarkan sebagai sosok ayah rumah tangga yang penyayang dan dapat diandalkan. Film ini juga merepresentasikan fenomena ayah rumah tangga dalam masyarakat Jepang yang dapat dilihat sebagai bentuk perubahan peran gender dalam keluarga Jepang.

This study aims to see how fathers are represented in the Japanese animation film Mirai (2018) and the meaning to be conveyed through the representation. The theory used in this research is the representation theory by Stuart Hall (1997) as the basic theory. The research method used in this film is the film analysis by Petrie and Boggs (2012) which analyzes a character through characterization techniques. The characterizations carried out in this study include: characterization of character appearances, characterization of character names, characterization of character actions, characterization of dialogue and characterization of relationships with other characters. Based on the analysis that has been done, the researcher found that the father character in this film is described as a loving and reliable househusband. This film also represents the phenomenon of househusband in Japanese society which can be seen as a form of changing gender roles in Japanese families."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
McCarthy, Helen
Woodstock, N.Y. : Overlook Press, 1996
791.433 MCC a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Elok Mawarni
"Film Little Door Gods (小门神) adalah film animasi yang dirilis pada 1 Januari 2016. Film ini menceritakan tentang kisah bersaudara dua dewa pintu yaitu Shen Tu (神荼) dan Yu Lei (郁垒) yang menghadapi pengangguran di dunia roh karena hanya sedikit orang yang percaya pada kekuatan spiritual mereka di dalam kehidupan modern saat ini sehingga mereka satu demi satu harus berkelana ke dunia manusia untuk membuktikan nilai dan keberadaannya. Dewa Pintu atau Menshen adalah salah satu mitos yang cukup dikenal oleh masyarakat Cina. Menshen digambarkan sebagai sosok dua pengawal yang memiliki tatapan mata yang tajam dan terlihat garang dengan pakaian perang lengkap dengan senjatanya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggambaran makna mitos Menshen yang terdapat dalam film Little Door Gods serta membandingkannya dengan mitos Menshen yang terdapat dalam mitos Kebudayaan Cina. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi dan kontradiksi antara makna mitos Menshen yang divisualisasikan dan diceritakan di dalam film dengan makna mitos Menshen yang diceritakan dalam mitos kebudayaan Cina. Penelitian ini memberikan pemahaman lebih mengenai mitos Menshen dalam kebudayaan masyarakat Cina.

Little Door Gods (小门神) is a fantasy animated film released on January 1, 2016. This film tells the story of two door gods, Shen Tu (神荼) and Yu Lei (郁垒) who face unemployment in the spirit world because few people believe in their spiritual powers in today's modern life, so one by one have to venture to the world human beings to prove their value and existence. The God of Doors or Menshen is one of the myths that are quite well known by the Chinese people. Menshen is described as the figure of two bodyguards who have sharp eyes and look fierce in battle clothes complete with weapons. This research aims to analyze the depiction of the meaning of Menshen myths contained in the Little Door Gods film and compare it with the Menshen myth that is found in myths of Chinese culture. The method used in this research is the qualitative method. The results show that there are correlations and contradictions between the meaning of Menshen myths that are visualized and told in the film and the meaning of the Menshen myths that are told in myths of Chinese culture. This research provides a deeper understanding of the Menshen myth in the culture of Chinese society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Razio Rahmatdana Rizal
"Tenki no Ko adalah film animasi drama romantis Jepang yang dirilis pada tahun 2019 dan disutradarai oleh Makoto Shinkai. Film tersebut dipilih sebagai objek penelitian karena Makoto Shinkai banyak menggunakan folklor Jepang yang terkait dengan bencana alam dalam narasi film tersebut. Penelitian ini membahas bentuk penggambaran folklor Jepang serta kaitannya dengan bencana alam yang terjadi di Jepang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu dengan menganalisis teks dan visual dalam film yang mengandung unsur folklor. Dalam analisis tersebut, penulis menggunakan konsep folklor C. Scott Littleton, konsep intertekstualitas Gillian Rose, konsep bencana alam Satou dkk., dan mise-en-scène David Bordwell, dkk. Berdasararkan analisis yang telah dilakukan, Tenki no Ko banyak menggunakan folklor Jepang dalam narasinya. Folklor-folklor tersebut mengandung tema yang bervariasi, yaitu pengorbanan, hubungan timbal balik antara keputusan dan konsekuensi, serta tema iyashikei (memberikan rasa tentram ketika menontonnya). Selain sesuai dengan dua dari tiga fungsi folklor menurut Littleton (2002), ditemukan juga bahwa folklor dalam Tenki no Ko dapat berfungsi sebagai “pelarian” dalam bentuk pengalihan tanggung jawab dan optimisme.

Tenki no Ko is a Japanese animated romantic fantasy film that released in 2019 and directed by Makoto Shinkai. This film uses Japanese folklore a lot in its narrative. This research will discuss the form of depiction of Japanese folklore as well as the relationship between folklore and natural disasters that occurred in Japan. The research used analytical descriptive method by analyzing texts and visuals containing folklore elements using the folklore concept by C. Scott Littleton, intertextuality concept by Gillian Rose, the natural disaster concept by Satou, et al., and the mise-en-scène concept by David Bordwell, et al. Based on the analysis, Tenki no Ko uses many Japanese folklore in its narrative. These folklores contain various themes, namely sacrifice, hope, the reciprocal relationship between decisions and consequences; and iyashikei theme (gives a sense of peace when watching it). In addition to conforming to two of the three functions of folklore according to Littleton (2002), it is also found that folklore in Tenki no Ko can function as an "escape" in the form of shifting responsibility and optimism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Shafa Nada Khalishah
"Film Wish dragon adalah film yang ditulis dan disutradarai oleh Chris Appelhans pada tahun 2021. Film Wish dragon menceritakan tiga tokoh utama yaitu Shen Long, Ding Siqi, dan Wang Lina. Ding Siqi yang ingin mewujudkan harapannya dibantu oleh Shen Long. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana tokoh Shen Long dalam film merepresentasikan keterkaitan naga dalam kebudayaan Tiongkok dan simbol fú福 sebagai harapan ideal berupa kemakmuran. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Film ini menampilkan simbol naga dan simbol fú福 secara konsisten, yang menjadi fokus analisis penelitian. Ditemukan bahwa tokoh naga Shen Long, secara simbolis membawa kebahagiaan, keberuntungan, panjang umur, dan kekayaan, menciptakan harapan ideal akan kemakmuran. Simbol fú福 turut memperkuat pesan ini, terutama ketika muncul bersamaan dengan keberuntungan, kekayaan, kebahagiaan, dan panjang umur yang dibawa oleh naga. Film ini tidak hanya menjadi kolaborasi antara Amerika dan Tiongkok, tetapi juga menjadi media merawat simbol budaya khas Tiongkok, tidak hanya untuk masyarakat Tiongkok sendiri, tetapi juga secara internasional. Serta memperkenalkan budaya khas Tiongkok kepada masyarakat internasional dalam memperkaya pemahaman global terhadap keberagaman budaya Tiongkok.

Wish dragon is a movie written and directed by Chris Appelhans in 2021. The movie Wish dragon tells the story of three main characters namely Shen Long, Ding Siqi, and Wang Lina. Ding Siqi who wants to realize his wish is helped by Shen Long. This research discusses how Shen Long's character in the movie represents the connection between the dragon in Chinese culture and the fu福 symbol as an ideal hope in the form of prosperity. The research method used in this study is qualitative research method. The movie displays the dragon symbol and the fú福 symbol consistently, which is the focus of the research analysis. It was found that the dragon character Shen Long, symbolically brings happiness, luck, longevity, and wealth, creating an idealized expectation of prosperity. The symbol fú福 also reinforces this message, especially when it appears alongside the luck, wealth, happiness, and longevity brought by the dragon. The movie is not only a collaboration between America and China, but also a medium for preserving Chinese cultural symbols, not only for the Chinese people themselves, but also internationally. It introduces Chinese culture to the international community to enrich global understanding of China's cultural diversity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>