Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162355 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisa Safitri
"Latar Belakang: Prevalensi penyakit arteri perifer PAP pada pasien dengan penyakit ginjal kronik PGK terlihat meningkat sejak stadium 3. Alat diagnostik nilai indeks ankle brachial ABI cukup akurat dalam mendeteksi PAP pada populasi normal. Pada PGK yang sering terjadi kalsifikasi pembuluh darah dimana nilai ABI dapat menjadi normal atau tinggi meski sudah ada stenosis pembuluh darah. Kalsifikasi pada ibu jari jarang terjadi membuat pemeriksaan nilai indeks toe brachial TBI mempunyai kelebihan dalam menilai PAP pada PGK.
Tujuan: Untuk mendapatkan proporsi PAP berdasarkan nilai ABI dan TBI serta informasi mengenai profil PAP pada PGK predialisis dan faktor yang diduga berhubungan.
Metode: Penelitian potong lintang pada pasien PGK di poliklinik Ilmu Penyakit Dalam, poliklinik Ginjal Hipertensi, poliklinik Kardiologi dan poliklinik Kardiologi Pusat Jantung Terpadu RSCM periode Oktober 2015-Maret 2016. Data didapatkan dari hasil wawancara, pemeriksaan fisik, nilai ABI dan TBI, serta pemeriksaan laboratorium. Studi deskriptif dilakukan dengan melihat proporsi PAP berdasarkan nilai ABI dan TBI, proporsi variabel dan penentuan nilai rerata dan median.
Hasil: Terdapat 75 pasien yang memenuhi kriteria penelitian. Proporsi PAP berdasarkan nilai ABI dan TBI 60 IK 95 49 -; 71. Nilai ABI. 0,9 dan TBI. 0,7 digunakan sebagai cut off dalam diagnosis PAP. Proporsi PAP pada tiap stadium ginjal mulai terlihat besar. Pasien dengan PAP lebih banyak laki-laki 51,1 dan rerata IMT 23,57 3,5 kg/m2. Median usia pasien 64 tahun 33-74 tahun. Nilai median ABI 1,04 0,7-1,26 dan TBI 0,61 0,31-0,74. Sebagian besar tidak merokok 53,3, mempunyai komorbiditas hipertensi 84, diabetes melitus 64, penyakit jantung koroner 57 dan dislipidemia 40. Nilai median laju filtrasi glomerulus 31,6 6,3-57,6, nilai median albuminuria 153 mg/g kreatinin 7,9-10767,3, nilai median kalsium. mg/dL 7,2-9,8 mg/dL, nilai median fosfat 3,9 mg/dL 1,9-5,7 mg/dL, rerata nilai produk CaxPO4 33,7 6,5 mg2/dL2 dan nilai median hsCRP 1,3 mg/L 0,1-19,19 mg/L. Proporsi pasien dengan hipertensi lebih besar pada pasien dengan PAP. Sementara proporsi DM tidak terkontrol lebih besar dibandingkan yang terkontrol 44. 20.
Simpulan: Proporsi PAP pada pasien PGK predialisis berdasarkan nilai ABI dan TBI sebesar 60. PAP pada PGK predialisis lebih banyak pada subjek dengan komorbiditas, diabetes melitus yang tidak terkontrol, stadium. klasifikasi Fontaine dan kecenderungan albuminuria yang meningkat.

Background The prevalence of peripheral artery disease PAD in chronic kidney disease patients is increasing in CKD stage. or higher. Ankle brachial index is an accurate diagnostic tool in population without CKD. Higher prevalence of arterial calcification in CKD can lead to. normal or high ABI in stenotic vessel. Toe vessels are less susceptible to calcification, therefore toe brachial index TBI measurement can be more useful for PAD assessment in CKD population.
Objectives: The aim of the study is to determine the profile of PAD based on ankle brachial index and toe brachial index in predialysis CKD patients.
Methods: cross sectional study was conducted in outpatient clinics of Dr. Cipto Mangunkusumo hospital from October 2015 to March 2016. The data were obtained by interview, ABI and TBI measurement, and analyzing the laboratories values.
Results: In 75 patients ABI and TBI measurement were conducted simultaneously. ABI 0.9 and or TBI 0.7 had been used as cut off values for diagnosing PAD. PAD proportion based on ABI and TBI in CKD predialysis is 60 IK 95 49 - 71. PAD proportion in every CKD stage are high. Most of the subject are male 51.1 and the mean body mass index value is 23.57 3.5 kg m2. The age median is 64 year old 33 74 year old. The median value of ABI is 1.04 0.7 1.26 and TBI 0.61 0.31 0.74. Most of the patients are non smoker 53.3, had hypertension 84, diabetic 64, coronary artery disease 57 and dyslipidemia 40. Median value of glomerulus filtration rate is 31.6 ml menit 1.73 m2 6.3 57.6 ml menit 1.73 m2, median value of albuminuria 153 mg. kreatinin 7.9 10767.3 median value of calcium. mg dL 7.2 9.8 mg dL, median value of phosphate 3.9 mg dL 1.9 5.7 mg dL, mean value of CaxPO4 product is 33.7 6.5 mg2 dL2 and median value of hsCRP 1.3 mg. 0.1 19.19 mg.. Most patient with PAD had. greater proportion of hypertension. The proportion of uncontrolled diabetes are higher in patient with PAD 44 vs 20.
Conclusion PAD proportion based on ABI and TBI is 60 IK 95 49 - 71. Most of the patients with PAD in CKD predialyis are with uncontrolled diabetes, stage II of Fontaine classification, increased albuminuria.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamalia Layal
"Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit progresif dan ireversibel yang mempunyai berbagai komplikasi serius serta belum ada terapi yang dapat memperbaiki kerusakan ginjal yang telah terjadi. Beberapa studi menunjukkan stres oksidatif berperan dalam patogenesis penyakit ini. Stres oksidatif terjadi akibat ketidakseimbangan produksi ROS dan pertahanan antioksidan. Nrf2 merupakan faktor transkripsi yang terlibat dalam mekanisme pertahanan sel dalam mengatasi stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas kuersetin sebagai aktivator Nrf2 dalam menghambat progresivitas penyakit ginjal yang diinduksi nefrektomi 5/6.
Metode: Tikus Sprague-Dawley jantan dikelompokkan secara acak dalam kelompok kontrol normal (C), kontrol nefrektomi 5/6 (Nx), nefrektomi 5/6 yang diberi kuersetin dengan dosis 100 mg/kgbb/hari/p.o. (NxQ), nefrektomi 5/6 dan diberi kaptopril dengan dosis 10 mg/kgbb/hari/p.o. (NxK). Hewan coba diterminasi diakhir perlakuan untuk diambil darah, urin, dan organ ginjalnya. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan proteinuria, kreatinin urin dan plasma, ureum plasma, kadar MDA plasma dan jaringan, aktivitas glutation peroksidase (GPx), kerusakan jaringan (histopatologi) dan ekspresi Nrf2 (imunohistokimia).
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa nefrektomi 5/6 dapat menimbulkan peningkatan proteinuria, ureum plasma, dan derajat fibrosis ginjal secara signifikan. Nefrektomi 5/6 cenderung meningkatkan kreatinin plasma, kadar MDA ginjal, aktivitas GPx, dan menurunkan MDA plasma serta ekspresi Nrf2. Kuersetin tidak mempengaruhi proteinuria, ureum dan kreatinin plasma, dan derajat fibrosis ginjal. Kuersetin cenderung menurunkan kadar MDA dan meningkatkan aktivitas enzim GPx serta ekspresi Nrf2.
Kesimpulan: Kuersetin tidak mempengaruhi proteinuria, ureum dan kreatinin plasma serta kerusakan struktur jaringan atau fibrosis ginjal. Kuersetin cenderung menurunkan kadar MDA dan meningkatkan aktivitas enzim GPx serta cenderung meningkatkan ekspresi Nrf2.

Background: Chronic Kidney Disease (CKD) is a progressive and irreversible condition that has several serious complications and currently there has no single therapy that can repair kidney damage was occurred. Some studies suggest a role of oxidative stress in the pathogenesis of this disease. Oxidative stress is caused by an imbalance of ROS production and antioxidant defenses. Nrf2 is a transcription factor involved in cell defense mechanisms againts oxidative stress. This study was aimed to determine the quercetin activity as Nrf2 activator in inhibit the progression of 5/6 nephrectomy induced CKD in male rats.
Method: Sprague-Dawley rats were randomly divided into normal control group (C), untreated 5/6 nephrectomy (Nx), quercetin-treated 5/6 nephrectomy, NxQ (100 mg / kg / day orally), captopril-treated 5/6 nephrectomy, NxK (10 mg / kg / day orally). Animal models was sacrificed at the end of intervention to take blood to measure creatinine, urea, and MDA, urine to measure protein and creatinine, and kidney organ to measure levels of MDA, glutathione peroxidase (GPx) activity, and renal damage (histopathology) and Nrf2 expression (immunohistochemistry).
Results: The results showed that 5/6 nephrectomy may cause an increased of proteinuria, plasma urea, and grade of renal fibrosis significantly. 5/6 nephrectomy has trend to increased plasma creatinine, renal MDA levels, GPx activity, and decreased plasma MDA and Nrf2 expression. Quercetin did not decrease proteinuria, plasma urea and creatinine, and renal fibrosis grading. Quercetin tend to reduced levels of MDA, increased GPx enzyme activity, and expression of Nrf2.
Conclusion: Quercetin does not affect proteinuria, plasma urea,plasma creatinine, and tissue damage or kidney fibrosis. Quercetin tend to reduced levels of MDA and increased the activity of GPx and Nrf2 expression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Iftika N
"World Health Organization (WHO) mendeklarasikan corona virus disease 19 (COVID-19) sebagai pandemi. Penyakit Ginjal kronis (PGK) muncul sebagai faktor risiko paling umum COVID-19 dengan manifestasi klinis yang parah dan mengkhawatirkan. Penyakit Ginjal kronis (PGK) dikaitkan dengan peningkatan tingkat rawat inap pasien dengan COVID-19, dan tingkat kematian tampaknya 14 - 16 kali lebih tinggi daripada populasi umum. RS UI merupakan rumah sakit rujukan COVID-19 di Kota Depok. Studi kasus kontrol dilakukan dengan memanfaatkan data rekam medis pasien COVID-19 terkonfirmasi yang dirawat inap di RS UI periode September 2020 – Agustus 2022 dengan jumlah sampel pada kelompok kasus 121 responden dan kelompok kontrol 242 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan dan bermakna secara statistik antara Penyakit Ginjal Kronis dengan kematian pasien COVID-19 (OR 6,67; 95% CI 3,48–12,77; pvalue <0,001). Demikian, secara statistik hubungan antara Penyakit Ginjal Kronis dengan kematian pasien COVID-19 setelah dikontrol variabel kovariat yaitu : hipertensi, ARDS, ruang perawatan, obesitas dan umur. Jadi, pasien COVID-19 dengan Penyakit Ginjal Kronis memiliki resiko 3,65 kali lebih besar secara bermakna untuk meninggal dibanding pasien COVID19 tanpa Penyakit Ginjal kronis.

The World Health Organization (WHO) declared the corona virus disease 19 (COVID-19) a pandemic. Chronic Kidney Disease (CKD) is emerging as the most common risk factor for COVID-19 with severe clinical manifestations and deficiencies. Chronic Kidney Disease (CKD) is associated with increased hospitalization rates of patients with COVID-19, and death rates are roughly 14 – 16 times higher than the general population. UI Hospital is a COVID-19 referral hospital in Depok City. A case-control study was carried out by utilizing the medical record data of confirmed COVID-19 patients who were hospitalized at UI Hospital for the period September 2020 – August 2022 with a sample size of 121 respondents in the case group and 242 respondents in the control group. The results of this study showed that there was a statistically significant relationship between Chronic Kidney Disease and the death of COVID-19 patients (OR 6.67; 95% CI 3.48–12.77; pvalue <0.001). Thus, statistically the relationship between Chronic Kidney Disease and the death of COVID-19 patients after controlling for covariate variables, namely: hypertension, ARDS, treatment room, obesity and age. So, COVID19 patients with Chronic Kidney Disease have a significantly greater risk of dying 3.65 times than COVID-19 patients without Chronic Kidney Disease."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megasari Yanuar Wisudawati
"Pembatasan cairan merupakan masalah yang belum optimal dilakukan oleh pasien penyakit ginjal kronik. Rasa haus sering muncul pada pasien yang harus melakukan pembatasan cairan. Studi kasus ini mendeskripsikan proses berkumur dengan mouthwash mint pada pasien penyakit ginjal kronik untuk mengurangi rasa haus akibat pembatasan cairan. Hasil yang didapatkan setelah penggunaan mouthwash mint pada pasien bahwa skala haus pasien berkurang dari skala 5 menjadi skala 3. Hasil karya ilmiah ini menunjukkan bahwa mouthwash mint pada pasien penyakit ginjal kronik penting dilakukan sebagai manajemen rasa haus. Karya ilmiah ini merekomendasikan perawat untuk mengajarkan takaran yang tepat dalam penggunaan mouthwash mint non alcohol kepada pasien penyakit ginjal kronik untuk mengurangi rasa haus.

Fluid restriction is a problem that has not been optimally performed by patients with chronic kidney disease. Thirst distress usually appears in patient with fluid restriction. This case study describes the process of gargling with mint mouthwash in chronic kidney disease patients to reduce thirst due to fluid restriction. The evaluation of using mint mouthwash in patients showed that the patient's thirst scale reduced from 5 to 3. The results of this study showed that mint mouthwash in patients with chronic kidney disease is important as thirst management. This paper recommend nurses to educate chronic kidney disease patients for using right dose in the use of non alcoholic mint mouthwash to reduce thirst.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska
"Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien yang menjalani hemodialisis. Stratifikasi risiko kejadian kardiovaskular pada pasien hemodialisis (HD) dibutuhkan untuk dapat memengidentifikasi pasien yang membutuhkan tatalaksana yang lebih intensif yang dapat diaplikasikan pada seluruh tipe layanan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model prediksi kejadian Major Adverse Cardiovascular Events (MACE) satu tahun pertama pada pasien penyakit ginjal tahap akhir yang menjalani hemodialisis kronik. Penelitian dilakukan dengan desain studi kohort prospektif terhadap 310 pasien yang melakukan hemodialisis kronik pertama pada dua rumah sakit di Jakarta. Didapatkan hasil sebanyak 81 (26,1%) dari 310 subjek mengalami MACE satu tahun pertama menjalani HD dengan kejadian terbanyak (43,21%) pada 3 bulan pertama. Terdapat empat variabel yang menjadi faktor prediktor terjadinya MACE pada satu tahun pertama menjalani HD yaitu riwayat kejadian kardiovaskular sebelumnya, diabetes melitus, rasio monosit limfosit   ≥ 0,35, dan kadar LDL ≥ 100 mg/dL. Sistem skor pada penelitian ini mendapatkan nilai total skor 6, dengan skor ≥ 4 menunjukkan risiko tinggi terjadinya MACE pada 1 tahun pertama menjalani hemodialisis kronik. Nilai diskriminasi AUC adalah 0,682 (IK 95% 0,605-0,757)  dengan kemampuan kalibrasi yang baik (p>0,05). Sensitivitas sistem skor ini adalah 55,26% dengan spesifitas 76,78%.

Cardiovascular disease is a major cause of morbidity and mortality among patients on hemodialysis. The development of a simple prediction model to assess cardiovascular risk is necessary in order to make clinical decisions for hemodialysis patients which is applicable in different type of clinical settings. This study golas is to develop a simple prediction model for first year Major Adverse Cardiovascular Events (MACE) in chronic kidney disease patients initiating hemodialysis. We retrospectively enrolled 310 chronic kidney disease patients who underwent their first hemodialysis at two hospitals in Jakarta. We longitudinally assessed the association between several potential candidate predictors and composite cardiovascular events in the first year after hemodialysis. In this study, 81 of 310 subjects (26,1%) developed MACE with 43,21% occurred in the first 3 months of hemodialysis. Four variables included in the final model were history of cardiovascular events, diabetes mellitus,  monocyte/lymphocyte ratio greater than 0,35,  and LDL level more than 100 mg/dL. Total score in this model is 6, with score 4 and above considered high risk. The AUROC for MACE 1 year of initiation hemodialysis was 0,682 (95% CI, 0,605-0,757) with good calibration (p > 0,05). Sensitivity and specificity for this model were 55,26% and 76,78%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imyadelna Ibma Nila Utama
"Latar belakang. Penyakit ginjal kronik-gangguan mineral tulang (PGK-GMT) adalah komplikasi dari penyakit ginjal kronik (PGK) yang dapat meningkatkan risiko gangguan kardiovaskular pada anak. Salah satu kelainan pada PGK-GMT adalah hiperfosfatemia dan gangguan otot skeletal. Sebuah studipada pasien dewasa didapatkan korelasi negatif antara kadar fosfat yang dengan kekuatan genggaman tangan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5 di Indonesia dan faktor lain yang memengaruhi.
Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kekuatan otot melalui pemeriksaan kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5.
Metode. Penelitian ini merupakan uji potong lintang terhadap 72 anak PGK G3-G5 usia 6-18 tahun diRSCM dan pemilihan anak dilakukan secara consecutive sampling. Variabel yang dianalisis adalah pemeriksaan massa otot, lingkar lengan atas (LILA), serum fosfat, hemoglobin (Hb), neuropati, dan kekuatan genggaman tangan menggunakan dinamometer hidrolik tangan (JAMAR, Japan).
Hasil. Median usia adalah 14 (11-16) tahun dengan lelaki 52/72 (72,2%). Penyebab terbanyak PGKadalah congenital anomalies of the kidney and urinary tract (CAKUT) 30/72 anak (41,7%) yang diikuti dengan glomerulonefritis 18/72 anak (25%). Median massa otot, LILA dan kekuatan genggaman tangan adalah 25,3 (18,7-32,9) kg, 19 (16-22) cm dan 8,65 (7,8-9,3) kg. Rerata kadar Hbdan fosfat adalah 10,45 (±1,72) g/dL dan 5,45 (± 1,92) mg/dL. Prevalens gangguan kekuatan genggaman tangan pada anak PGK G3-G5 adalah 98,6%. Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara kekuatan genggaman tangan dan kadar fosfat (r= -0,03; p= 0,42). Namun, didapatkan korelasi antara massa otot, LILA, dan kadar Hb terhadap kekuatan genggaman tangan yaitu (r = 0,70; p<0,01), (r = 0,68; p<0,01),dan (r = 0,44; p<0,01). Simpulan. Kekuatan genggaman tangan memiliki korelasi kuat dengan massa otot dan LILA serta memiliki korelasi cukup dengan kadar Hb.

Background. Chronic kidney disease-bone mineral disorders (CKD-BMD) is a complication of chronic kidney disease (CKD) which may increase the risk of cardiovascular disease in children.Hyperphosphatemia and skeletal muscle disorder are one of the abnormalities in CKD-MBD. Study in adult population shows there are negative correlation between phosphate levels and hand grip strength.There has been no study for CKD G3-G5 in pediatric population regarding handgrip strength and other factors that correlate to it.
Aim. To determine the factors that affect muscle strength through hand grip strength examination in children with CKD G3-G5
Methods. This is a cross-sectional study of 72 pediatric CKD G3-G5 aged 6-18 years old in RSCM.The subject was selected by consecutive sampling. The variables that we analyzed are muscle mass,mid-upper arm circumference (MUAC), serum phosphate, Hb, neuropathy, and hand grip strength usinghydraulic hand dynamometer (JAMAR, Japan).
Results. The median age of the subjects was 14 (11-16) years old with 52/72 (72.2%) male. The most common causes of CKD are CAKUT with 30/72 subjects (41.7%) followed by glomerulonephritis with 18/72 subjects (25%). The median muscle mass, MUAC, and handgrip strength are 25,3 (18,7-32,9) kg, 19 (16-22) cm, and 8.65 (7.8-9.3) kg. Mean Hb level and phosphate level are 10.45 (±1.72) g/dL and 5.45 (±1.92) mg/dL. The prevalence of handgrip strength disorders in CKD G3-G5 is 98.6%. In this study, we found no correlation between handgrip strength and phosphate levels (r= -0.03; p= 0.42). However, we found positive correlation between muscle mass, MUAC, and Hb levels with handgrip strength (r= 0,70; p<0,01), (r = 0.68; p<0.01), and (r = 0.44; p<0.01).
Conclusion. There is a correlation between muscle mass, MUAC, and Hb level with handgrip strength in pediatric CKD G3-G5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evalina Romauli
"Gagal Ginjal Kronik pada anak saat ini berkembang pesat kasusnya terutama daerah perkotaan. Klien dengan GGK stadium akhir memerlukan terapi pengganti ginjal salah satunya hemodialisis. Komplikasi umum dari GGK adalah kelebihan volume cairan yang berkembang menjadi edema perifer atau anasarka, edema paru, dan hipertensi. Oleh karena terapi hemodialisis perlu disertai pembatasan cairan dan rendah garam. Pembatasan cairan dan garam ini bertujuan mencegah komplikasi akibat penambahan beban ginjal.
Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan menganalisis efektivitas intervensi pemantauan ketat pembatasan cairan dan garam untuk mengurangi gejala serta mencegah komplikasi pada pasien gagal ginjal kronik. Metodologi yang digunakan adalah metode studi kasus.
Hasil analisis menunjukkan pemantauan pembatasan cairan dan garam yang ketat terbukti menurunkan tanda dan gejala kelebihan volume cairan diantara dua waktu dialysis ditandai berkurangnya edema dan tidak muncul komplikasi Rekomendasi dari analisis ini adalah penting untuk perawat memonitoring dan mengedukasi anak dan keluarga dengan GGK untuk melakukan restriksi cairan dan diet rendah garam untuk menghindari masalah kelebihan volume cairan diantara waktu dialisis.

CKD in children now is a major health problem especially in urban city because of the increase of morbidity.. Children with CKD in end stage or End Stage Renal Disease ERSD needs renal replacement therapy RRT to help maintenance kidney function, and one of the RRT therapy is hemodyalisis. Moreover, although HD helping so much, the risk of complications still high, like lung oedem, anasarka or peripheral oedem,and hypertension. Dietary and fluid restrictions in CKD purposely needed to reduce the risk of complications.
This Final Scientific Work of Ners aims to analyze the interventions of the effectiveness fluid restriction and dietary as thight as much to reduce the risk fluid excess volume complication of CKD in children. The methodology used is the case study method and the existing research analisis.
The results showed that daily fluid restriction and diet monitoring is effective to reduce the risk of fluid excess inter dialisis time in children. It rsquo s important for nurses to monitor and educate patient about restriction to prevent fluid excess of CKD in children.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Oktasari
"ABSTRAK
Penyakit ginjal banyak dikaitkan dengan status kesehatan mulut dan kelainan dalam rongga mulut diantaranya perubahan karakteristik pada saliva yaitu laju alir saliva dan pH saliva. Tujuan: Untuk mengevaluasi dan membandingkan laju alir saliva dan pH saliva pada pasien dengan penyakit ginjal kronis PGK stadium Pre Dialisis dan Hemodialisis. Metode: Penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang dengan jumlah partisipan sebanyak 32 anak penderita PGK terdiri dari dua kelompok: 16 anak PGK Pre Dialisis LFG > 15 ml / menit / 1,73 m2 dan 16 anak PGK hemodialisis LFG

ABSTRACT
Kidney disease is associated with many abnormalities in the oral health status as well as with alterations salivary charateristics in salivary flow and salivary pH. The aim of this study was to evaluate and to compare salivary flow and salivary pH values in patients with chronic kidney disease CKD on stadium Pre Dialysis and Hemodialysis. Aim To evaluate and to compare salivary flow and salivary pH values in patients with chronic kidney disease CKD on stadium Pre Dialysis and Hemodialysis treatment. Method In a cross sectional study 32 patients were included was composed of two groups 16 patients with CKD Pre Dialysis GFR 15 ml min 1,73 m2 and 16 patients with CKD on hemodialysis GFR 15 ml min 1,73 m2 . Salivary flow and Salivary pH of unstimulated saliva were evaluated. Conclusion Salivary flow was no difference in stadium Pre Dialysis and Hemodialysis patients. Salivary pH was significantly lower in stadium Pre Dialysis patients, while the highest was in the Hemodialysis patiens findings observed in our study. "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Elisnawati
"Pola hidup yang tidak sehat merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit ginjal kronik. Masyarakat perkotaan sangat rentan memiliki pola hidup tidak sehat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan yang bersifat permanen yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan fungsi dari ginjal. Perubahan fisik yang terjadi pada penderita penyakit ginjal kronik terkait dengan tanda dan gejala dari keparahan penyakit yang dialami tentu akan berpengaruh pada kondisi psikososial pasien. Masalah psikososial yang muncul pada penderita penyakit ginjal kronik yang dirawat di Rumah Sakit adalah ansietas. Karya Ilmiah Akhir ners ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan anisetas pada pasien yang mengalami penyakit Ginjal Kronik khusunya dengan teknik relaksasi. Pasien yang mampu mengatasi rasa cemasnya akan dapat meningkatkan keefektifan dari pengobatan fisik yang sedang dijalani. Sehingga, diperlukannya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan psikososial agar masalah ansietas tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi klien.

Unhealthy lifestyle caused of chronic kidney disease. Urban communities are particularly vulnerable to unhealthy lifestyles, which can lead to chronic kidney disease. Chronic kidney disease is a condition which the kidney are permanently damaged and ultimately have an impact to the function of the kidney. Physical changes that occur in patients with chronic kidney disease associated with signs and symptom rsquo s the severity of the disease. It will certainly affect the psychosocial condition of patients. Psychosocial problems that arise in hopitalized patients with chronic kidney is anxiety. This Scientific works aims to describe the nursing care of anxiety in patients with Chronic Kidney disease especially with relaxation techniques. Patients who are able to overcome their anxiety will improve the effectiveness of the physical treatments that are being undertaken. Thus, the nurse 39 s role in providing psychosocial nursing care is necessary so that anxiety problems do not cause adverse impact to the patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Helia Putri
"Gangguan fungsi ginjal merupakan salah satu faktor risiko infeksi COVID-19. Studi ini bertujuan untuk meneliti hubungan gangguan fungsi ginjal dengan tingkat keparahan COVID-19 di rumah sakit wilayah Depok tahun 2020. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan studi cross-sectional menggunakan rekam medis rumah sakit di wilayah Depok pada Juni sampai September 2020. Uji Chi Square dan Fisher digunakan untuk melihat hubungan gangguan fungsi ginjal, tingkat estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR), dan faktor risiko COVID-19 lainnya dengan tingkat keparahan COVID-19. Untuk mengontrol variabel perancu dilakukan analisis regresi logistik etiologik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara gangguan fungsi ginjal dengan tingkat keparahan COVID-19 di rumah sakit wilayah Depok tahun 2020 (p=0,029; OR=2,381 IK 95%=1,15-4,93). Setelah dikontrol jenis kelamin sebagai perancu, OR adjusted menjadi 2,126. Hubungan tingkat eGFR dengan tingkat keparahan COVID-19 ditemukan hanya signifikan pada eGFR 30-59 mL/menit/1,73 m2 (p=0,025). Mayoritas pasien COVID-19 di bawah 60 tahun (80%), laki-laki (53,6%), dan berasal dari Rumah Sakit UI (54%). 37 pasien COVID-19 (15,7%) ditemukan mengalami gangguan fungsi ginjal. Faktor risiko lain yang diteliti, seperti usia lanjut, laki-laki, diabetes melitus, hipertensi, autoimun, keganasan, PPOK, dan gagal jantung, tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat keparahan COVID-19 (p>0,05). 

Renal insufficiency is one of risk factor  of COVID-19 infection. The aim of this study is to investigate the association between renal insufficiency and severity level of COVID-19 in hospitals surrounding Depok region in 2020. This cross-sectional study uses medical record of hospitals surrounding Depok June-September 2020. Chi Square and Fisher test are utilized to test the association between renal insufficiency, which is the level of estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR), and another risk factor of COVID-19 with its severity level, followed etiologic logistic regression analysis. The result shows a significant relation between renal insufficiency and COVID-19 severity level (p=0.029; OR=2.381; 95% CI =1.15-4.93). After it is controlled by gender, OR adjusted becomes 2.126. The relation between level of eGFR with COVID-19 severity level has been found only significant at eGFR 30-59 mL/minute/1,73 m2 (p=0.025). Most of COVID-19 patients are under 60 years old (80%), male (53.6%), and come from UI Hospital (54%). There are 37 sufferers of COVID-19 (15.7%) who have been found experiencing renal insufficiency. Another observed risk factor, such as aged people, man, diabetes mellitus, hypertension, autoimmune, malignancy, PPOK, and heart failure do not have a significant relation with COVID-19 severity level (p>0.05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>