Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 218062 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Wayan Agus Apriana
"ABSTRAK
Pertahanan merupakan salah satu gatra dinamis dari konsep Ketahanan Nasional yang sangat strategis karena menyangkut keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa. Sistem pertahanan negara terdiri dari komponen utama, cadangan, dan pendukung. Komponen pendukung terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam/buatan, dan sarana prasarana nasional. SDM Aparatur Kemhan sebagai sumber daya manusia pertahanan memiliki peran yang penting karena menjadi pengawak institusi pemerintah yang mengurusi masalah pertahanan negara sehingga diperlukan pembinaan SDM yang baik. Pengawak Kemhan terdiri dari PNS dan prajurit TNI. Namun Kemhan yang notabene merupakan institusi sipil, pengembangan karier militernya lebih cemerlang dibandingkan personel sipil. Hal ini berdampak pada pola hubungan sipil militer di Kemhan. Penelitian ini berupaya menganalisis pembinaan karier sipil dan militer Kemhan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif seperti studi literatur dan wawancara mendalam dengan sejumlah narasumber di Kemhan maupun narasumber ahli. Hasil penelitian menemukan bahwa dominasi militer terhadap sipil pada karier jabatan di Kemhan tidak mengganggu supremasi sipil karena kompetensi dan keahlian pertahanan lebih banyak dikuasai oleh militer. Selain itu, pembinaan kariernya masih bersifat status quo karena Kemhan pernah didominasi militer pada era Orde Baru dan pengaruhnya masih cukup kuat walaupun tidak sesignifikan dulu. Kemudian masih terdapatnya faktor kepentingan sehingga perlu peningkatan pembinaan karier aparatur Kemhan yang dilaksanakan berdasarkan sistem merit dengan barometer kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang adil dan wajar. Dengan demikian maka akan tercapai pola hubungan sipil militer yang wajar dan prinsip good governance yang akan menguatkan kualitas pemerintahan sebagai salah satu faktor kekuatan negara untuk memperkuat ketahanan nasional bangsa.

ABSTRACT
Defence is one of dinamic components of National Resilience concept and very strategic as related with existence and continuity of the nation. State defence consists of main, backup, and supporting components. Supporting one consist of human resource, natural resource, and national infrastructures. Defence Ministry Kemhan rsquo s human resource as defence human resource have crucial role as apparatus of government that handles state defence matters and therefore a good human resource management is needed. Kemhan rsquo s apparatus consist of civil servant PNS and military TNI . However, Kemhan as civil institution have brighter career development for personnel of TNI rather than PNS. This makes impact for the pattern of civil military relations at Kemhan. This research attempt to analysis carreer management of civil and military by descriptive qualitative method such as literature review and deep interview with numbers of Kemhan rsquo s managers and other related informen. The research rsquo s results show that military domination to civil on carreer position at Kemhan do not interrupt civil supremacy because competency and defence skill are still on military occupation. Besides that, carreer management is still on quo status because Kemhan was ever been dominated by military at New Era and the influence was still quite strong although not quitely significant. In addition, it is still factor of interest, hence the improvement of aparatus carreer development is needed to be increased which implemented based on merit system with barometers of qualification, competency, and performance that fair and normal. Therefore, the good civil military relations and the princip of good governance will be achieved and strengthen the government quality as one factor of state power that strengthening national resilience. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wartiyati
"Di dalam tesis ini dibahas peranan Politeknik dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya kualitas lulusannya ditinjau dari perspektif ketahanan nasional. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel lulusan Politeknik Universitas Indonesia / Politeknik Negeri Jakarta sebanyak 50 orang lulusan dari angkatan pertama tahun 1985 sampai dengan tahun 1998 dari semua jurusan dan program studi terwakili serta bekerja di kawasan Jabotabek. Penelitian dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada responden lulusan Politeknik UI dan wawancara dengan para pimpinan Politeknik UI serta para pengguna lulusan.
Sistem pendidikan merupakan sistem yang bersifat terbuka. Proses pendidikan dengan pendekatan sistem terdiri atas masukan (input) yaitu peserta didik (mahasiswa) dan masukan instrumental (instrumental input) yaitu sumber-sumber daya pendidikan, masukan lingkungan (enviromental input) meliputi aspek-aspek kehidupan bangsa, dan proses yang merupakan kegiatan mengubah masukan (peserta didik) menjadi keluaran (output).
Profil Politeknik dilihat dan masukan instrumental yang berupa kurikulum, dosen, administrasi, laboratorium dan bengkel/workshop, perpustakaan serta sarana/perlengkapan sebagai komponen pemroses pendidikan yang akan mempengaruhi secara langsung kualitas lulusannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan profil Politeknik memperoleh rata-rata kategori baik yaitu kurikulum, dosen, administrasi dan sarana/perlengkapan pendidikan, sedangkan laboratorium dan bengkel/workshop serta perpustakaan dalam kategori cukup sehingga perlu peningkatan. Sedangkan kemampuan profesional lulusan Politeknik UI memperoleh nilai rata-rata dengan kategori baik. Hal ini tidak terlepas dari instrumental input pada proses pendidikan Politeknik UI. Kemampuan profesional lulusan dapat dilihat dari pengetahuan yang dimiliki (aspek cognitif), keterampilan/skill (aspek psychomotor) dan sikap & kepribadian/attitude yang baik (aspek afektif} sehingga mudah mendapatkan pekerjaan yang menjembatani antara tenaga kerja lulusan SMTA (STM & SMEA) dengan sarjana S1. Lulusan Politeknik dalam usaha meningkatkan kemampuannya dan meningkatkan kariernya selain dengan pengalaman kerja, juga mengikuti kursus-kursus, pelatihan-pelatihan dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (SI dan S2).
Didalam menganalisis kondisi ketahanan nasional dilakukan pendekatan kesejahteraan dan keamanan dari lulusan Politeknik dalam bekerja yang memperoleh pendapatan, fasilitas kerja, jaminan kesehatan, fasilitas keselamatan kerja, fasilitas transportasi yang baik sehingga kondisi secara keseluruhan baik akan meningkatkan ketahanan pribadi dan ketahanan keluarga. Selain itu produk barang dan jasa dimana lulusan Politeknik bekerja yang dikonsumsi oleh perorangan maupun rumah tangga dapat memberi manfaat dan dapat meningkatkan ketahanan pribadi, ketahanan keluarga dan selanjutnya ketahanan lingkungan yang lebih luas yaitu ketahanan wilayah/daerah kemudian ketahanan nasional."
2001
T9750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalyn Theodora
"Perjanjian Status of Visiting Forces Agreement (SoVFA) adalah model perjanjian yang baru bagi Indonesia sedangkan pada negara-negara maju model perjanjian ini sudah banyak diadopsi baik yang bersifat bilateral maupun multilat- eral. Perjanjian ini diinisiasi oleh Filipina tahun 2006 kepada Indonesia, namun karena tidak ada respon akhirnya Filipina kembali mengirimkan tahun 2013. Hal ini dikarenakan dalam proses penyusunan dalam negeri selalu mengalami dead- lock. Sementara itu, semakin memanasnya dinamika ancaman keamanan non tradisional seperti terorisme tahun 2016 di laut Sulu, Sulawesi dan makin kuat ser- ta meluasnya ancaman terorisme hingga ke wilayah perbatasan tiga negara (Indo- nesia-Malaysia-Filipina) menyebabkan Menteri Pertahanan Indonesia pada per- temuan Trilateral berinisiatif untuk mengadakan latihan bersama baik di laut maupun di darat dengan membentuk posko militer bersama. Inisiatif tersebut di- sepakati oleh Menhan Malaysia dan Menhan Filipina namun hal tersebut tidak dapat terealisasi karena terkendala oleh Parlemen Filipina yang mensyaratkan bahwa ketika Filipina hendak menjalin kerjasama dengan negara lain harus sudah memiliki SoVFA yang harus disepakati secara bilateral. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus SoVFA. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan memilih nara- sumber yang terlibat langsung dalam proses penyusunan SoVFA, observasi lang- sung pada saat penyusunan perjanjian dan mendapatkan data dari instansi pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan diplomasi In- donesia-Filipina yang selama ini telah berjalan dengan baik dikaitkan dengan penyusunan perjanjian SoVFA kurun waktu tahun 2013-2019 ditinjau dari per- spektif Ketahanan Nasional. Penelitian ini mempergunakan konsep diplomasi per- tahanan, teori perjanjian internasional dan ketahanan nasional sebagai pisau ana- lisis dalam penelitiannya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa adanya perbe- daan sistem hukum kedua negara yang mengakibatkan perjanjian ini lama untuk dicapai kata kesepakatan terutama di internal Indonesia.

The Status of Visiting Forces Agreement (SoVFA) agreement is a new model agreement for Indonesia while in developed countries this model of agree- ment has been adopted both bilaterally and multilaterally. This agreement was ini- tiated by the Philippines in 2006 to Indonesia, but because there was no response, the Phil-ippines finally sent it back in 2013. It happened because in the domestic drafting process there is always a deadlock. Meanwhile, the increasing dynamics of non traditional security threats such as terrorism in 2016 in the Sulu sea, Sula- wesi and the increasing and widespread threat of terrorism to the three-state bor- der region (Indonesia-Malaysia-Philippines) caused the Indonesian Defense Min- ister at the Trilateral meeting to take the initiative together both at sea and on land by forming joint military posts. The initiative was agreed upon by the Malaysian Defense Min-ister and the Defense Minister of the Philippines, but this could not be realized because it was constrained by the Philippine Parliament which requires that when the Philippines wants to establish cooperation with other countries it must have SoVFA that must be agreed bilaterally. This study used a qualitative research method with the SoVFA case study approach. The technique of collect- ing data is through in-depth interviews by selecting speakers who are directly in- volved in the process of drafting the SoVFA, direct observation during the prepa- ration of agreements and obtaining data from government agencies. This study aims to ana-lyze the diplomatic relations between Indonesia and the Philippines which have been running well so far related with the preparation of the SoVFA agreement in the period 2013-2019 from the perspective of National Resilience. This study uses the concept of defense diplomacy, the theory of international agreements and na-tional resilience as a knife of analysis in his research. The re- sults of the study show that there are differences in the legal systems of the two countries which resulted in this agreement being long to reach an agreement word especially in Indonesia
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53738
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Reza Prabowo
"Forum IADSD dan 2+2 Dialogue merupakan forum dialog yang ditujukan bagi pembahasan isu pertahanan, keamanan, serta politik luar negeri secara umum. Meskipun isu pembahasan dalam IADSD dan 2+2 Dialogue bersifat umum, namun dikarenakan isu keamanan maritim menjadi salah satu isu penting bagi Indonesia maupun Australia, maka forum tersebut tidak dapat mengesampingkan pembahasan isu keamanan maritim. Penelitian ini menganalisis kerangka kerja, tingkat kesepakatan dan implementasi kerjasama di bidang keamanan maritim melalui forum IADSD serta 2+2 Dialogue, dan kontribusinya terhadap ketahanan nasional. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan bersumber pada data primer yang diperoleh melalui wawancara dan data sekunder. Informan pada penelitian ini terdiri dari 6 (enam) orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa terkait konsep diplomasi pertahanan, forum IADSD dan 2+2 Dialogue hanya mampu membentuk kerangka kerja pembangunan kepercayaan serta pencegahan konflik. Sedangkan dalam hal resolusi konflik, kedua forum tersebut belum dapat membentuk kerangka kerja yang mampu memberikan resolusi terhadap konflik bilateral. Di bidang keamanan maritim, forum IADSD merupakan forum yang efektif untuk membentuk kerjasama keamanan maritim bagi kedua negara karena forum IADSD memiliki kewenangan membentuk kerjasama spesifik, seperti patroli terkoordinasi, latihan bersama, pertukaran informasi, serta pendidikan dan pelatihan. Sedangkan forum 2+2 Dialogue kurang efektif untuk membentuk kerjasama keamanan maritim karena hasil dari forum tersebut hanya berupa komitmen politik, bukan membentuk kerjasama keamanan maritim spesifik di tingkat teknis. Seluruh kesepakatan dan komitmen politik di bidang keamanan maritim pada forum IADSD serta 2+2 Dialogue menunjukan diterapkannya diplomasi maritim kooperatif, sehingga hal tersebut memberikan kontribusi positif bagi ketahanan nasional, yaitu terkait pembangunan kepercayaan, pembangunan kapasitas, peningkatan peran dan citra positif negara di tingkat internasional, serta sebagai sarana untuk mendeteksi perubahan lingkungan strategis.

IADSD and 2+2 Dialogue are forums for dialogue that aimed at addressing general issues of defence, security, and foreign policy. Although the issues of discussion in IADSD and 2+2 Dialogue are in general basis, but because the issue of maritime security become an important issue for both Indonesia and Australia, the forums cannot overrule the discussion of maritime security issue. This research analyzes framework, level of agreement and the implementation of cooperation in the field of maritime security through IADSD as well as 2+2 Dialogue and its contribution to national resilience. This research using qualitative methods, that refers to primary data which is obtained through interviews and secondary data. Informants in this research consist of 6 peoples. The result show that related to the concept of defence diplomacy, IADSD and 2+2 Dialogue can only capable forming a framework of confidence building and conflict prevention. While in terms of conflict resolution, both forums has not been able to establish a framework that is able to provide a resolution to the bilateral conflict. In the field of maritime security, IADSD is an effective forum to establish maritime security cooperation for both countries, because IADSD forum has authority to establish specific cooperation, such as coordinated patrol, joint exercises, exchange of information, and also education and training. While the 2+2 dialogue is less effective to establish a maritime security cooperation, because the result of the forum is only form political commitment, not forming specific maritime security cooperation at the technical level. All of the result and political commitment in the field of maritime security in IADSD and 2+2 Dialogue, shows the implementation of cooperative maritime diplomacy, so it will provide positive contribution to national resilience that related to confidence building, capacity building, improving the role and positive image of the country at the international level, as well as a means to detecting strategic environment changes."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mondy, R. Wayne
Jakarta: Erlangga, 2008
658.3 MON m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Korompot, Riryanti
"Keamanan maritim merupakan isu keamanan krusial bagi negara kepulauan seperti Indonesia, karena negara kepulauan rentan akan berbagai potensi ancaman yang datangnya dari laut. Untuk mengantisipasi dan mengatasi ancaman yang terjadi di laut, maka penting untuk memiliki kebijakan keamanan maritim. Dalam merumuskan kebijakan keamanan maritim, salah satu lembaga yang memiliki peran penting yaitu Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN). Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, DEKIN bekerjasama dengan beberapa stakeholder guna menjaga stabilitas keamanan maritim Indonesia. Hal inilah yang kemudian mendorong terjadinya tumpang tindih dalam pengambilan keputusan kebijakan keamanan maritim. Melihat permasalahan tersebut di atas, maka menjadi penting untuk mengetahui rumusan kebijakan keamanan maritim nasional di era SBY jilid II (periode 2009-2014) dan peran Dewan Kelautan Indonesia dalam perumusan kebijakan keamanan maritim nasional serta implikasinya terhadap ketahanan nasional. Untuk menganalisis permasalahan penelitian, peneliti menggunakan beberapa pendekatan teori, yaitu teori kebijakan publik, teori analisis kebijakan, konsep negara kepulauan, konsep keamanan maritim, teori kelautan dan maritim, serta teori ketahanan nasional. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif.
Melalui metode ini diperoleh sejumlah data dari narasumber berupa data primer melalui wawancara mendalam kepada Sekjen DEKIN Dr. Ir. Dedy H. Sutisna, MS, Ketua Pokja Kebijakan Hankam dan Keselamatan di laut DEKIN Laksdya TNI (Purn) Abu Hartono, Anggota Pokja Kebijakan Hankam dan Keselamatan di laut DEKIN Laksma (TNI) Pranyoto, serta akademisi ahli hukum laut internasional Prof. Dr. Hasjim Djalal, dan data sekunder. Ada dua rumusan kebijakan keamanan maritim era SBY Jilid II periode 2009-2014 yakni UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan Kebijakan Kelautan Indonesia (ocean policy), dengan isu sentralnya yakni pembentukan suatu badan yang sifatnya one command multifunction yaitu Badan Keamanan Laut (BAKAMLA). Dalam merumuskan kebijakan keamanan maritim, Dewan Kelautan Indonesia melibatkan institusi-institusi terkait dengan isu yang diangkat, dari sinilah kemudian setelah dibahas kebijakan keamanan maritim akan diajukan kepada Presiden. Kebijakan keamanan maritim nasional berpengaruh secara signifikan terhadap ketahanan nasional Indonesia. Ketahanan nasional di laut erat kaitannya dengan kedaulatan negara, sementara untuk menjaga kedaulatan NKRI dibutuhkan kebijakan keamanan maritim yang tepat sasaran dan memadai, sehingga ketahanan nasional Indonesia di laut bisa terwujud."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Setiawan
"Ada banyak jenis badan intelijen di Indonesia yang mempunyai tujuan utama untuk mencegah negara dari berbagai ancarnan yang dapat mernbahayakan negara dan bangsa. Mereka hares menyelidiki fenomena ancaman sebelum ancaman tersebut mengancam keamanan nasional. Badan-badan intelijen tersebut adalah Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI (BATS), Badan Intelijen Kepolisian (BIK), Badan Intelijen Imigrasi (BIM1), Badan intelijen Bea Cukai (BIBC), dan Badan Intelijen Kejaksaan Agung (BIKA). Masing-masing badan intelijen tersebut hams melakukan tugas untuk menjaga keamanan nasional dari berbagai ancaman sesuai dengan fungsinya. Di antara badan-badan intelijen ini, BIN merupakan koordinator bagi semua badan intelijen di Indonesia. Akan tetapi, aktifitas mereka tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan tidak adanya peraturan yang mengatur kewenangan mereka untuk menyelidiki suatu kasus, khususnya orang yang menjadi saksi.
Di satu pihak, badan-badan intelijen tersebut tidak dapat menyelidiki fenomena dari orang yang dituduh sebagai penjahat Dalam melaksanakan penyelidikan, badan-badan tersebut perlu menahan orang tersebut yang dalam hal itu bertentangan dengan hak asasi manusia. Sementara penahanan yang dilakukan oleh badan-badan intelijen sangat berbeda dengan kewenangan untuk menahan yang dilakukan oleh polisi. Badan-badan intelijen tersebut perlu menahan seseorang untuk menyelidiki sejauh mans orang tersebut mempunyai hubungan dengan organisasi terorisme. Hal ini berarti bahwa badan-badan intelijen tersebut mencoba untuk menganalisis bahwa orang tersebut mempunyai jaringan komunikasi dengan anggotaangotanya di organisasi terorisme dalarn usaha mencegah orang tersebut dekat dengan jaringan mereka dan menyusun aktifitas teror. Sementara, polisi menahan orang untuk menyelidiki apakan orang tersebut bersalah dan rnengirinmya ke penjara.
Di pihak lain, aktifitas organisasi terorisme terlalu samar karena mereka mempunyai jaringan maya bahwa mereka dapat menyusun setiap ak-tifitasnya secara online. Karena terorisme terrnasuk dalarn kejahatan non-tradisional, adalah sukar untuk mengenaii aktifitas mereka tanpa ada penyelidikan yang teliti. Akan tetapi, penyelidikan yang dibuat oleh Badanbadan Intelijen cenderung dituduh melanggar hak asasi manusia, seperti penahanan, memaksa orang untuk mengaku, mengancam, dan lain-lain upaya untuk mengumpulkan inforrnasi keberadaan organisasi mereka.
Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa peraturan yang menjadi dasar dari aktifitas Badan Intelijen tersebut diperlukan. Selain itu, perlu untuk memperbaiki semua struktur badan intelijen yang kini ada Selama ini, snaktur badan intelijen cenderung menunjukkan kewenangan mereka sendiri. Contoh, Badan Intelijen Kepolisian dan Badan Intelijen Stratejik TNT. Struktur ideal hams tidak berfokus pada sektor yang khusus tetapi harus mencakup seluruh sektor. Lebih lanjut, struktur tersebut harus menunjukkan kewenangan tertinggi dan aktifitas intelijen untuk mengawasi tiap-tiap aktifitas dari semua aktifitas intelijen. Struktur ini harus ada dalam peraturan yang akan dibuat. Di masa mendatang, peraturan ini dapat menjadi perlindungan yuridis untuk aktifitas badan-badan intelijen di Indonesia dalam usaha pemberantasan kejahatan terorisme.

Many kind of intelligent agencies in Indonesia have main goal in prevent state from many kind of threats which can endanger the state and the nations. They should investigate phenomena of threats before it become threats for national safely. The agencies are Badan Intelijen Negara (BIN, State Intelligent Agency), Badan Intelijen Strategis TNT (BALS, Strategic Intelligent Agency Indonesian Armed Forces), Badan Intelijen Kepolisian (BIK, Police Intelligent Agency), Badan Intelijen Irnigrasi (BIMI, Immigration Intelligent Agency), Badan Intelijen Bea Cukai (BIBC, Custom Intelligent Agency), and Badan Intelijen Kejaksaan Agung (BIKA, Supreme Persecutory Intelligent Agency), Each agency should do the task to maintain national safety from many kind of threats according to their functions. Among these agencies, BIN is a coordinator for all intelligent agencies in Indonesia However, their activity could not be accomplished as it should. It is because there is no regulation to manage their authority to investigate the case, especially person who become witness.
In one hand, the agencies could not investigate the phenomena from person who have been alleged a criminal. In doing investigation, the agencies need to arrest those person and it against the human right, of course_ Actually, arresting which done by the intelligent agencies is quite different to arrest done by the police. The agencies need to arrest person to investigate that how far this person has relations to the terrorism organization. It means that the agencies try to analysis that the person has network to communicate to their members in terrorism organization in order to prevent the person close to their network and arrange the activity of terror. Meanwhile, the police arrest person to investigate whether this person is guilty and put them into detention.
On the other hand, the activity of terrorism organization is too vague because they have a virtual network that they can arrange every single activity by online. As terrorism is included in non-traditional crime, it is difficult to identify their activity without any precise investigation. However, the investigation which is made by the Intelligent Agencies tend to be alleged against human rights, such as arresting, pushing someone to confess, threatening, and so on in order to gather information of their existence. There are no regulation for the Intelligent Agencies to develop their authority for gathering information. They need regulation which can give them authority to do what they need to do.
The finding of the observation show that the regulation which become based of the activity of the Intelligent Agencies is needed. Besides that, it is needed to be fix all the structures of the Intelligent Agencies which now available. For long time, the structures of the Intelligent Agencies tended to show their own authority. For example, Police Intelligent Agency and Strategic Intelligent Agency of Indonesian Armed Forces. The ideal structures should be no to focus on specific sector but should cover all sector. Furthermore, the structures should show the highest authority of intelligent activity to control each activity from all the intelligent activity. This structure should be in the regulation that will be made. In the future, this regulation can be a legal protection for the activity of the intelligent agency in Indonesia in order to war against terrorism.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsu Rizal
"Kerjasama antara negara baik dalam lingkup bilateral, regional dan multilateral sangat dibutuhkan oleh suatu negara, dimana suatu negara tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya interaksi dengan negara lainnya baik dalam sektor ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri ASEAN (Asosiation South East Asia Nation) yang mayoritas ruang lingkupnya dibidang ekonomi, politik dan sosial budaya. Organisasi ASEAN tidak bergerak di bidang pertahanan keamanan apalagi di bidang pakta pertahanan, pertahanan keamanan merupakan isu yang sensitif karena menyangkut integritas dan kedaulatan suatu negara. Politik Indonesia yang bebas aktif bertujuan untuk menciptakan keamanan di dunia, maka kerjasama pertahanan Indonesia dengan negara lain dalam bentuk kerjasama bilateral yang saling membutuhkan dan menguntungkan. Krisis moneter yang melanda Indonesia semenjak tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 membuat Indonesia harus berjuang menggerakkan roda perekonomian bangsa yang berakibat langsung pada penghidupan masyarakat di segala strata atau tingkatan, implikasi dari krisis ekonomi ini merupakan pengaruh dari globalisasi dunia, dimana manajemen ekonomi makro Indonesia kurang begitu kokoh ditambah dan kurangnya pengawasan dari instansi yang berwenang sehingga banyak timbul KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ) yang melanda ditingkat lembaga instansi pemerintah dan non pemerintah. Beberapa kasus pelanggaran Bank yang dilakukan oleh para koruptor BLBI yang membawa uang Indonesia ke negara Singapura. Bertolak dari banyaknya para koruptor dan dana yang berasal dari Indonesia yang melarikan diri ke Singapura membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempunyai inisiatif untuk mengembalikan dana dan menghukum para koruptor yang ada di negara Singapura. Indonesia selama ini belum mempunyai perjanjian ekstradisi dengan negara Singapura maka kepentingan Indonesia di perjanjian ekstradisi sedangkan kepentingan negara Singapura di DCA (Defence Cooperation Agreement) dimana Singapura tidak mempunyai lahan latihan karena terbatasnya kondisi geografi Singapura, sehingga kerjasama pertahanan ini sangat diperlukan oleh SAF (Singapore Armed Forces) sekaligus untuk menguji alutsistanya yang jauh lebih mutakhir dan modern dari Indonesia. Perjanjian Pertahanan antara Indonesia dan Singapura telah ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampak Siring Bali namun setelah itu banyak menuai pro dan kontra terhadap perjanjian pertahanan antara Indonesia dan Singapura karena dalam perjanjian tersebut jangka waktunya 25 tahun, wilayah latihan yang meliputi Alpha1, Alpha 2 dan Bravo cukup luas serta keterlibatan pihak ketiga yang dilibatkan oleh Singapura. Penolakan perjanjian DCA ini dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, pengamat militer serta dari Komisi I DPRRI dengan alasan perjanjian ini merugikan Indonesia dengan beberapa alasan diantaranya terkoreksinya kedaulatan Indonesia, berpengaruh pada mata pencarian masyarakat Provinsi Kepulauan Riau serta kerusakan alam disekitar Kepulauan Anambas dan Natuna. Penolakan DCA sangat tepat karena tidak ada keuntungan yang begitu besar yang diperoleh Indonesia sedangkan kerugiannya cukup banyak seperti dijelaskan diatas, walaupun melalui perjanjian pertahanan ini bisa meningkatkan profesionalisme TNI dan alih tekhnologi. Diharapkan kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Singapura tidak dalam kontek DCA tetapi kerjasama pertahanan antara masing-masing Angkatan Bersenjata yang selama ini sudah dilaksanakan sejak tahun 1970-an yang daerah latihannya tidak luas serta peningkatan anggaran pertahanan secara bertahap dengan tujuan untuk menjaga seluruh kedaulatan Indonesia serta dengan ditolaknya perjanjian pertahanan RI-Singapura akan memperkuat Ketahanan Nasional Indonesia karena kedaulatan tetap terjaga tanpa di masuki oleh negara lain.

A country needs cooperation in bilateral, regional or multilateral because it is very difficult for one country to exist without interaction with other countries in economy, politics, socio-culter, security and defence matters. Indonesia as one of the founding members of ASEAN (Association of South Asia Nations) whose scope of cooperation involves economic, political, and socio-culter affairs realize this. ASEAN itself is not a defence pact as it is a sensitive issue for the integrity and sovereignty of member countries. Indonesia?s politics which is free and active aims at creating security in the world. This drives Indonesia to have defence cooperation with other countries in a mutually beneficial bilateral agreement. The 1997-2001 Monetary Crises forced Indonesia to drive its economy and brought direct impact to the livelihood of Indonesians in all walks of life. The crises it self was the effect of globalization. At that time Indonesian?s macro economy was not so strong and made worse due to lack of institusional control. As a result, corruption, collusion, nepotism (popularly abbreviated as KKN) widely happened in government and non-government institutions. One of the big cases was BLBI (Liquidity Assistance of Bank of Indonesia). In this case many corruptors brought the funds to Singapore. Recognizing the fact that many corruptors and theirs funds went to Singapore, President Susilo Bambang Yudhoyono decided to regain the funds and bring the corruptors in Singapore to Indonesian court. Indonesia did not have extradition agreement with Singapore before. The initiative will be possible if Indonesia and Singapore have signed an agreement. For Singapore, the agreement should be in the contex of DCA (Defence Cooperation Agreement) in which Singapore with its limited lands needs areas in Indonesia to test their more modern and sophisticated weaponries. The Defence Agreement was signed on 27 April 2007 in Tampak Siring, Bali with pro and contra about it. Those who disagree argue that the length of cooperation which is 25 years is too long. Besides that the practice zones, Alpha 1, Apha 2 , Bravo are large and enable Singapore to invite third parties in their exercises. Rejection comes not only from commission 1 of Indonesian Parliament but also from many elements of society, academicians and military observers. They argue that this agreement has affected Indonesian sovereignty and income of people in Riau islands, let alone the natural damage around Anambas and Natuna islands. This thesis supports the rejections and argues that Indonesia does not get much out of it compared to the loss as mentioned above although the agreement can improve Indonesian Armed Forces (TNI) professionalism and technology transfer. The agreement should be in the context of defence cooperation and not in the context of DCA. This has been done since 1970s with limited areas of combat practice. The dismissal of this agreement can be seen as a way to strength Indonesian national resilience as the sovereignty can be kept intact without the interference of another country while gradually increasing the defence budget to protect all Indonesian territory and sovereignty."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T29145
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Juliana
"Sebagai Negara Kepulauan yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau besar dan kecil menjadikan wilayah pesisir sebagai salah satu pusat kegiatan ekonomi yang paling produktif ditinjau dari sumber daya alamnya baik hayati maupun non hayati. Kebijakan pemerintah sangat positif dengan adanya keseimbangan dari pembangunan yang semata berbasis daratan menjadi lebih berorientasi pada pembangunan berbasis kelautan. Ini terbukti dengan dikeluarkannya UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah memberikan batasan yang jelas dan tegas mengenai berbagai definisi ruang lingkup pengelolaan, berbagai macam sumber daya pesisir, definisi, pencemaran.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang berusaha menggambarkan kondisi alamiah yang bersifat deskriptif analisis dengan studi literatur didapat dari berbagai sumber dan juga tinjauan langsung di lapangan. Dari hasil penelitian bahwa masih belum maksimalnya pemberdayaan pulau-pulau ini terlihat dari minimnya sarana dan prasarana padahal pulau-pulau kecil tersebut letaknya sangat strategis secara ekonomi dan dapat meningkatkan kesejahteraan dan keamanan.
Pulau-pulau kecil yang menjadi objek penelitian merupakan pulau-pulau kecil dan mempunyai peran strategis dalam meningkatkan ketahanan wilayah yaitu kesejahteraan dan keamanan demi tetap utuhnya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akan tetapi melihat kenyataan bahwa masih banyak permasalahan yang terdapat di pulau-pulau kecil tersebut. Kerawanan terhadap tindak kejahatan, pelanggaran hukum, maupun aktivitas illegal terjadi di pulau-pulau kecil dan perairannya, khususnya pulau-pulau kecil di sekitar wilayah Banten yaitu ALKI I Selat Sunda antara Pulau Sangiang sampai ke Pulau Panaitan. Selain itu, pulau-pulau kecil rawan hilang akibat abrasi air laut dan efek dari pemanasan global.
Penelitian ini tidak terlepas dari bagaimana untuk memberdayaakan ruang yang ada di wilayahnya yang merupakan kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut maupun ruang udara, dan juga kekayaan alam yang terdapat di wilayah penelitian. Dalam pemberdayaan pulau-pulau kecil yang merupakan ruang wilayah juga didukung dengan bagaimana partisipasi masyarakat, peran lembaga, pembangunan berkelanjutan, untuk memberdayakan pulau-pulau tersebut.

As Island Countries that have more than 17 thousand large and small islands make the coastal region as a center of economic activity of the most productive in terms of natural resources both biological and non-biological. Government policy is very positive with a balance of land-based development only became more oriented marine-based development. This is evidenced by the issuance of Law no. 27 of 2007 on Management of Coastal Areas and Small Islands which has provided a clear and firm limits on the various definitions of the scope of management, a wide range of coastal resources, definitions, pollution.
This research is a qualitative study that attempted to describe the natural condition of a descriptive analysis of the literature obtained from various sources and also a review on the ground. From the research that is still not the maximum empowerment of these islands seen from the lack of facilities and infrastructure while small islands are located very strategically and economically to improve the welfare and security.
Small islands are the object of study is a small island and has a strategic role in increasing the resilience of the welfare and security of the region to keep intact the sovereignty of the Unitary Republic of Indonesia. However, given the fact that there are still many problems in these small islands. Vulnerability to crime, lawlessness, and the illegal activity occurs on small islands and waters, especially small islands around the area of ​​Banten is ALKI I Sunda Strait between the islands to the Sangiang and Panaitan Islands. In addition, small islands vulnerable to sea water lost due to abrasion and the effects of global warming.
This study can not be separated from how to empowering the existing space in the area which is unity container covering land space, sea space and air space, and natural resources contained in the research area. In the empowerment of small islands which are also supported by the spatial how community participation, the role of institutions, sustainable development, to empower these islands."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Susanti
"e-HRM merupakan suatu teknologi informasi yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem HRM perusahaan dengan melaksanakan fungsi sistem tersebut secara elektronik atau online. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penggunaan electronic human resource management (e-HRM) terhadap efektivitas HRM di perusahaan perbankan. Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) digunakan sebagai teori untuk menganalisis pengaruh determinan e-HRM (performance expectancy, effort expectancy, dan social influence) terhadap penggunaan sistem e-HRM. Data empiris diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan ke salah satu perusahaan perbankan di Jakarta. Analisis hipotesis dilakukan dengan teknik Structural Equation Modeling (SEM) menggunakan perangkat lunak Lisrel 8.80. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa performance expectancy dan effort expectancy dapat memengaruhi penggunaan sistem e-HRM oleh karyawan. Penggunaan sistem e-HRM juga terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas HRM pada tingkat kebijakan dan praktik

e-HRM is an information technology that increased the effectiveness and efficiency of company’s HRM system by carrying out HRM system’s function electronically or online. The purpose of this study is to analyze the effect of using electronic human resource management (e-HRM) on human resource management (HRM) effectiveness in Banking Company. Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) was used as a theory to analyze the effect of e-HRM determinants (performance expectancy, effort expectancy, and social influence) toward e-HRM usage. Empirical data was obtained through questionnaires that distributed to one of the banking company in Jakarta. Hypothesis was examined using structural equation modeling (SEM) technique using Lisrel 8.80 software. The findings indicate that performance expectancy and effort expectancy influence e-HRM usage. e-HRM usage also has positive and significant effect on HRM effectiveness at policy and practice level"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>