Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165642 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Huda Marlina Wati
"ABSTRAK
Pendahuluan. Pendidikan dokter saat ini menekankan keterampilan mahasiswa dalam kerja tim dengan menerapkan berbagai metode pengajaran yang berbasis tim. Sistem pendidikan saat ini yang lebih berfokus pada keberhasilan individu berpotensi menghasilkan individu yang individual, kompetitif dan enggan bekerja dengan orang lain. Kepuasan kerja tim merupakan salah satu indikator yang menunjukkan sikap dan persepsi mahasiswa terhaadap kerja tim. Dari studi pendahuluan di Program Studi Kedokteran Universitas Abdurrab, terdapat berbagai keluhan yang disampaikna dosen terkait dengan sikap mahasiswa terhadap kerja tim saat pembelajaran dalam kelompok kecil. Perlu dieksplorasi lebih dalam mengenai kepuasan mahasiswa terhadap kerja tim. Metode: penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan fenomenologi. Penelitian dilakukan dengan melakukan survei untuk mengklasifikasikan mahasiswa berdasarkan tingkat kepuasan terhadap kerja tim dan menjadi acuan untuk menentukan partisipan Focus Group Discussion FGD . Selain itu juga dilakukan wawancara pada staf dosen dan studi dokumen sebagai bentuk triangulasi. Hasil: Nilai kepuasan mahasiswa terhadap kerja tim adalah 3,85-3,93 dalam skala 1-5 . Hasil FGD mahasiswa dan wawancara dosen menemukan beberapa faktor individu, faktor organisasi, faktor outcome yang mempengaruhi kepuasan kerja tim mahasiswa. Faktor individu meliputi aspek pengetahuan pengetahuan mengenai karakteristik rekan satu tim, pengetahuan spesifik terkait tugas dan pengetahuan mengenai model pengerjaan tugas , aspek sikap motivas, orientasi kerja, mutual trust, komitmen terhadap kerja tim, komitmen terhadap waktu, sikap proaktif, menghargai rekan lain dan karakteristik pembelajar dewasa , aspek keterampilan koordinasi, kekompakan, membina hubungan, manajemen konflik, merespon sikap negatif, peer assisted dan kepemimpinan . Diskusi: Meskipun mahasiswa lebih menyukai kerja tim dibandingkan kerja individu, namun proses kerja tim yang dijalani belum sepenuhnya menyenangkan. Ada beberapa faktor penghambat, baik yang muncul dari dalam tim sendiri nternal maupun karena pengaruh dari luar tim eksternal .

ABSTRACT
Introduction Nowadays medical education emphasize on teamwork 39 s skills of students by applying various small group based learning methods. Education system sthat focused on indivdual success, tend to produce competitive indivdual whose reluctant to work on a team and unwilling to work with other people. Teamwork satisfaction is frequently use as indicator to measure students perception and attitude towards teamwork. Pre research study in Abdurrab University of Medical Education Study Program shows that various complaints come from lecturers about students 39 attitude towards teamwork at small group learning activity. This situation needs deep explorations about teamwork satisfation on undergraduate medical students. Methods This research using qualitative methods with phenomenology design. Research begin with survey towards four batch undergraduate students about teamwork satisfaction to classified students based on satisfaction rate and to determine participan of facus group discussion FGD . Further information collected by FGD towards student, interview towards lecturers and documentary study to completed triangulation form of this study. Results Mean value of teamwork satisfaction is 3,85 3,93. Implying that overall students feel satisfied towards teamwork. From the FGD and interview results, there are individual factors, organizational factors and outcome factors that affecting students satisfaction towards teamwork. Individual factors include knowledge, attitude and skills. Knowledge factors include team partner characteristic, specific knowledge about assignment and knowledge about assignment work model. Attitude factors include motivation, work orientation, mutual trust, teamwork commitment, proactive attitude, respect for other partners and adult learning characteristics. Skills factors include coordination, cohesion, relationship building, conflict management, negative attitude respon, peer assisted and leadership. Discussion Although students prefer teamwork to individual, teamwork process is not fully enjoyable. There are several factors inhibit the process, which are factors that comes from within the team internal and from outside of the tim external ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Purwanto
"Promosi kesehatan di RS mulai dikampanyekan oteh WHO sejak tabun 1997. Harapannya agar RS tidak menfokuskan pada individunya tetapi juga mengarah pada sikap untuk mecegah , mengurangi kesakitan dan meningkatkan derajat kesehatan. Sehingga RS memiliki paradigma baru yaitu rnenjadi tempat untuk menciptakan kesehatan, promotif dan preventif bukan hanya melayani orang saldt saja. Kerja sama yang baik perlu diciptakan antara petugas di ruang perawatan di RSt karena informasi yang kurang dan tidak baik tentang interaksi obat dan makanan yang diminum pasien dalam terapinya, dapat memperpanjang kesembuhan dan masa perawatan serta menimbulkan kejadian keracunan, aler,gi atau internksi obat, kurang gizi, hingga menimbulkan kematian pasien. Ini terlihat dari masih tingginya angka kejadian interaksi obat dan alergi (30,39 %) pada pasien di RRl BPD RSCM.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku perawat dalam memberikan infonnasi cara minum obat (ICMO) kepada pasien di ruang rawat inap Bagian Pcnyakit Dalam (RRI BPD) RSCM Jakarta tahun 2007. Dari teori model Gibson dan diperkuat dengan teori Gillies, Hasibuan dan Siagian. maka peneliti membuat sebuah kerangka konsep peneiitian. Kerangka konsep ini akan diuji lmbungan antara variabel yang mempengaruhi perilaku perawat. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengukur hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku perawat dalam memberikan ICMO kepada pasien di RRI BPD P.SC:>-1 Jakarta lahun 2007.
Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Populaslnya adalah pcnmrat yang tedibat langsung dalam pemberian IC?-.10 pada pasien di RRI BPD. Sampel adalah perawat yang bekerja d1 RRl BPD d!pilih secara acak mewakili petugas di RRI BPD. Penentuan jumlah responden ditetapkan secara acak atau sample random sampling. Karena 2 proporsi petugas yang memberikan dan yang tidak memberikan infonnasi minum obat maka jumlah seluruh sampel adalah sebanyak I 16 perawat.
Dari analisis multivariat regresi logistik ganda di dapatkan model terakhir pada penelitian ini adalah : variabel Pengetahuan (p value 0~558; 95 % CI 0~536- 3,171, OR: 1,304), Sikap (p value 0,137; 95% Cl 0,194- 1,253, OR: 0,493) dengan dikontrol variabel konfonding : Pendidikan (p value 0,005; 95 % CI 0,113 -0,683,0R: 0,277) dan Sanksi (pvalue0,003; 95 %CI1,617- 9,770, OR : 3,974). Artinya bahwa responden yang memiliki sanksi yang ketat dl RR1 BPD RSCM mempunyai peluang 4 kali untuk memberikan ICMO kepada pasien dibandingkan dengan responden yang memiliki sanksi longgar.
Kesimpulan adalah : Perawat yang memberikan lCMO sebanyak 32,8 %, tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan periiaku perawat dalam pemberian ICMO. Tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku perawat dalam pemberian ICMO, Tidak ada hubungan antara pengetahuan dan sikap, Hasil analisa uji multivariat regresi logistik ganda menunjukkan bahwa model terakhir dari penelitian ini adalah pengetahaun dan sikap perawat dikontrol dengan variabel pendidikan dan sanksi dapat mempengaruhi pemberian ICMO. Artinya pengetahuan dan sikap perawat yang dikontrol dengan sanksi yang ketat di RRl BPD RSCM mempunyai peluang 4 kali untuk memberikan ICMO kepada pasien dibandingkan dengan responden yang memiliki sanksi longgar.
Saran : sebaiknya pengetahuan perawat tentang penyebab, tanda-tanda bahaya yang ditimbulkan dan cara pencegahan keracunan atau aJergi obat perlu ditingkatkan, agar kejadian keracunan atau alergi oba.t di RR1 BPD dapat dihindari atau dapat diminimalisasi. Peningkatan pengetahuan ini bisa disampaikan pada saat pergantian shift kerja, saat ronde dengan dokter~pertemuan mingguan dengan kepala ruangan dan manajer atau menyelenggarakan workshop. Sebaiknya perawat diberikan kesempatan untuk melihat atau mengunjungi RS lain yang telab memiliki program promosi kesehatan khususnya tentang ICMO. Sebaiknya pibak manajemen RSCM memasang spanduk atau poster di ruang praktek dokter, apotek, ruang tunggu pasien, loket pendaftaran, RRl dan di lingkungan RS yang mudah lihat pasien dan keluarganya. Sebaiknya petugas medis dan keperawatan yang tidak sempat memberikan ICMO kepada pasien dan keluarganya dapat memberikan selebaran atau flyer. Akan baik lagi kalau manajemen RSCM menyediakan ruang khusus untuk mendapatkan ICMO atau konsultasi ten tang obat di setiap RRI RSCM.

Health promotion in hospitals has been campaigned for by the WHO since 1997. Its intention is so that hospitals are not focusing on individuals hut also directing their focus onto attitude to prevent, decrease morbidities and increase the degree of health. As such, hospitals have a new paradigm which is to be a place to create health- involved in promotion and prevention- not only caring for the sick. Good cooperation needs to be built among staff in the hospital in-patlem unit. Lack or bad information regarding drug interaction and food consumed by patients during their therapy, could prolong their recovery and duration of treatment as well as Inducing toxicity, allergy or drug interaction, malnutrition, causing mortality in patients. This can be seen from the high occurrence of drug interaction and allergy (30.39%) in patients in the internal medicine in-patient unit inRSCM.
The main objective of this study is to determine the association between knowledge and attitude with nurses~ behavior in providing information on methods of drug administration to patients in the internal medicine in~ patient unit in RSCM Jahrta in the year of2007. From the theoretical model of Gibson and strengthened by theory from Gillies, Hasibuan and Siagian, the researcher made a frame of concept for this research. Tnis frame of concept will test the association between a variabel that influences nurses' behavior.
This study makes use of cross-sectional method. The study population {;consist of nurses who are directly involved in providing information regarding methods of drug administration in the internal medicine in-patient unit in RSCM Jakarta in the year of 2007. Study samples are nurses who work in the internal medicine in-patient unit and are randomly selected to repre...<::ent the staff in rhe internal medicine in-patient unit. The required numbers of respondents are assigned randomly or by simple random sampling. Because there are 2 proportions of staff) those who provide and those who do not provide information on methods of drug administration, therefOre the total numbers of samples are 116 nurses.
From multivariate analysis of matched logistic regression, a final model for this research is obtained as follow: knowledge variable (p-value 0.558~ 95% Cl 0.536-3.171, OR: 1.304), attitude (p-value 0.137; 95% Cl 0.194-1.253, OR: 0.493) controlled for confounding variables: education (p-value 0.005; 95% CJ 0.113-0.683, OR: 0.277) and punishment (p-value 0.003; 95% CI 1.6!7-9.770, OR: 3.974). This means that respondents with tighter/stricter punisment in the internal medicine in-patient unit RSCM have 4 times more chances of providing information on methods of drug administration to patients compared to those with more lenient punishment
The conclusion as such is: there are 32.8% nurses who provide information on methods of drug administration; there is no association between knowledge and nurses' behavior in providing information on methods of drug administration; there is no association between attitude and nurses? behavior in providing information on methods of drug administration; there is no association between knowledge and attitude.
Advice: It's better to enhance the nurses· knowledge about causes~threatening signs that can be induced and methods of prevention of drug toxicity or allergy, so that drug toxicity and allergy occurrences in the internal medicine inpatient unit can be avoided or minimized. This knowledge enhancement can be conveyed during the change of shift hour, during rounds with doctors! weekly meetings with the head and manager of the unit ·or by holding a workshop, It's preferred that the nurses are given the chance to see or visit other hospitals which already have health promotion program especially about information on methods of drug administration, It's best that RSCM management put up banners or posters which are easily visible to the: patients and their families in the doctors examination rooms, pharmacies, patients' waiting rooms, registration booths, inpatient units and the hospital's surroundings. It'd be favorable if medical staff and nurses, are able to give out leaflets or flyers. It's even more desirable if RSCM management can allocate a special room whereby patients can obtain information on methods of drug administration and have a consultation regarding drugs in all."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T32504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marlina Permata Sari
"Pelaksanaan manajemen lokakarya mini di puskesmas merupakan sarana evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan pada bulan sebelumnya. Tujuan dari lokakarya mini ini adalah untuk membahas hambatan yang ditemui terhadap pencapaian target cakupan program, serta membuat rencana kerja baru untuk bulan yang akan datang (Plan of Action/POA). Masih belum optimalnya manajemen lokakarya mini di puskesmas dicerminkan dengan proses perencanaan yang belum tersusun dengan baik, jadwal lokakarya mini yang sering ditunda, frekuensi yang tidak rutin, sehingga belum sesuai dengan pedoman lokakarya mini. Akibatnya, evaluasi dan lokakarya mini tidak dapat dilakukan secara optimal untuk penilaian kinerja puskesmas.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran manajemen lokakarya mini di puskesmas dengan pendekatan sistem. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam pada pimpinan puskesmas dan staf puskesmas yang terdiri dari kepala tata usaha, pemegang program KIA, imunisasi, dan PKM, serta melakukan telaah dokumen terhadap proses manajemen lokakarya mini yang ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Puskesmas Kebun Sikolos, pelaksanaan lokakarya mini puskesmas belum berjalan dengan baik dan belum sesuai dengan petunjuk buku pedoman lokakarya mini puskesmas. Masih kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan lokakarya mini, masih kurangnya pedoman dan protap lokakarya mini bagi seluruh staf, dan sebagian besar staf belum mengetahui pedoman dan protap tersebut. Perencanaan belum berjalan dengan baik, dimana jadwal kegiatan belum ada, pelaksanaan lokakarya mini sering ditunda karena kesibukan pimpinan dalam mengikuti rapat. Frekuensi lokakarya mini masih jarang, pelaksanaannya kadang-kadang 3 bulan sekali. Lokakarya mini sering diadakan karena keadaan yang mendesak, sering dilaksanakan pada pagi hari sebelum pelayanan puskesmas dimulai dengan waktu 1-1,5 jam, sehingga tujuan yang diharapkan belum maksimal. Hambatan yang ditemukan belum pernah dibahas untuk mencari upaya pemecahan masalahnya. Belum adanya rencana kerja bulan berikutnya dari hasil pelaksanaan lokakarya mini yang dilakukan untuk setiap program. Evaluasi pelaksanaan lokakarya mini juga belum pernah dilaksanakan sehingga penilaian kinerja puskesmas tidak tergambar.
Hasil penelitian ini menyarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang untuk menyusun suatu petunjuk teknis lokakarya mini puskesmas dan melakukan bimbingan teknis ke Puskesmas Kebun Sikolos agar menjalankan lokakarya mini puskesmas secara rutin. Bagi Puskesmas Kebun Sikolos disarankan untuk melaksanakan lokakarya mini secara rutin, terjadwal, sesuai dengan baku pedoman lokakarya mini puskesmas dengan tetap memperhatikan kegiatan pelayanan kepada masyarakat, misalnya dari jam 11.00 - 16.00, sehingga waktu diskusi dan perumusan pemecahan masalah dapat berjalan optimal, membuat perencanaan yang baik dengan melibatkan seluruh staf yang ada, didukung oleh fasilitas sarana dan prasarana yang cukup sehingga tujuan dari lokakarya mini dapat tercapai. Diharapkan pimpinan puskesmas dapat mendorong pemberdayaan staf, membina kerjasama, serta membangun semangat kerjasama tim, sehingga dapat dihasilkan tim kerja yang solid dan handal.
Abstract:
The practice of mini workshop management in puskesmas serves as an evaluation tool for activities conducted in the previous month. The purpose of the mini workshop is to discuss obstacles encountered in achieving program coverage targets and to create a new action plan for the upcoming month (Plan of Action/POA). The less-than-optimal management of mini workshops in puskesmas is reflected in poorly organized planning processes, frequently postponed schedules, and irregular frequency, which do not align with the mini workshop manual. Consequently, evaluations and mini workshops are not optimally conducted for puskesmas performance assessment.
This research aims to review mini workshop management in puskesmas using a systems approach. The study employs qualitative methods, including in-depth interviews with puskesmas leadership and staff, such as administrative heads, KIA program holders, immunization officers, and PKM staff, as well as a document review of the mini workshop management process.
The research shows that at Puskesmas Kebun Sikolos, mini workshop management has not been well implemented and does not adhere to the puskesmas mini workshop manual. There is a lack of facilities and infrastructure required for conducting mini workshops, insufficient guidelines and protocols for all staff, and most staff are unaware of these guidelines and protocols. Planning is not well-executed, with no established schedule, and mini workshops are often postponed due to the leadership's involvement in meetings. The frequency of mini workshops is infrequent, sometimes occurring only once every three months. Mini workshops are often held under urgent circumstances, typically in the morning before puskesmas services start, taking 1-1.5 hours, which prevents achieving the desired outcomes. Obstacles encountered have not been addressed to find solutions. There is no working plan for the next month based on mini workshop results for each program. Evaluation of mini workshop execution has not been conducted, resulting in an unclear assessment of puskesmas performance.
This research suggests that the Health Agency of Padang Panjang City should develop technical guidelines for puskesmas mini workshops and provide technical guidance to Puskesmas Kebun Sikolos to conduct mini workshops regularly. Puskesmas Kebun Sikolos is advised to hold mini workshops routinely, on a scheduled basis, in accordance with the mini workshop manual, while maintaining service activities to the public, for example from 11:00 AM to 4:00 PM, so that discussion and problem-solving time can be optimized. Proper planning should involve all staff, supported by adequate facilities and infrastructure, so that the objectives of the mini workshop can be achieved. It is expected that puskesmas leaders will encourage staff empowerment, foster cooperation, and build team spirit to produce a solid and reliable team."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T32502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryland: University Park Press , 1980
610.7 MED
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Maksum
"ABSTRAK
Bila kita menyimak perjalanan prestasi olahraga Indonesia di tingkat regional maupun internasional, olahraga beregu kurang memiliki catatan yang menggembirakan dibandingkan dengan olahraga perorangan. Pertanyaan yang muncul adalah: apakah kita tidak mempunyai potensi di cabang olahraga beregu? Apakah pembinaan cabang olahraga beregu yang selama ini berjalan kurang efisien dan efektif? Apakah karena memang kita tidak mampu membentuk dan mengembangkan cabang olahraga beregu yang baik sehingga menjadi sebuah tim yang solid dan andal untuk berprestasi? Tujuan penelitian ini adalah ingin mengembangkan program intervensi psikologis yang terwujud dalam bentuk pelatihan yang efektif untuk meningkatkan kohesivitas tim pada cabang olahraga beregu.
Penelitian ini didesain menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pengembangan program yang bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan paket program pelatihan kohesivitas. Langkah ini dilakukan mengingat belum adanya paket pelatihan kohesivitas tim, terutama di Indonesia, yang secara khusus dikembangkan untuk tim olahraga. Dad studi literatur yang dilakukan ditemukan materi pelatihan yang terdiri dari: (1) kerjasama tim, (2) identitas dan kebanggaan tim, (3) hubungan interpersonal, (4) kepercayaan, (5) tujuan dan norms kelompok, (6) fungsi dan peran pemain dalam tim, dan (7) pengelolaan konflik. Ketujuh materi tersebut kemudian dikembangkan dalam bentuk paket/kurikulum pelatihan kohesivitas yang akan diterapkan pada penelitian tahap kedua selama dua bulan. Tahap ini bertujuan untuk melihat efektivitas program pelatihan yang telah dikembangkan kepada khalayak sasaran. Implementasi program dilakukan dengan pendekatan eksperimen. Sebagai kelompok eksperimen adalah SSB (Sekolah Sepak Bola) Indonesia Raya dan sebagai kelompok kontrolnya adalah SSB Putera Gelora Surabaya. Kedua SSB ini kondisinya relatif sama, baik dari karakteristik siswa maupun pelatihnya.
Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen GEQ (Group Environment Questionnaire) yang dikembangkan berdasarkan teori kohesivitas dari Carron (1982). Ujicoba instrumen yang bertujuan menguji validitas dan reliabilitasnya dilakukan terhadap 84 atlet cabang olahraga beregu. Uji validitas yang dilakukan dengan cara mengorelasikan skor setiap butir pernyataan dengan skor total (item-total correlations) menghasilkan
koefisien korelasi antara .41 sampai dengan .72, sementara uji reliabilitas yang dilakukan dengan metode Alpha Cronbach didapatkan koefisien antara .70 sampai dengan .82.
Pengolahan data dilakukan dengan teknik uji statistik Analisis Kovarian Multivariat (MANCOVA) dengan data prauji sebagai kovariat. Untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif terhadap penelitian yang dilakukan, juga dilakukan wawancara kepada peserta pelatihan dan pengamatan selama proses pelatihan berlangsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dimensi "ketertarikan sosial", peserta dari tim yang mengikuti program pelatihan kohesivitas memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta dari tim yang tidak mengikuti program pelatihan dengan nilai F = 26,577 pada p < .01. Pada dimensi "ketertarikan tugas" peserta dari tim yang mengikuti program pelatihan kohesivitas tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan peserta dari tim yang tidak mengikuti program pelatihan dengan nilai F = 1,734 pada p .196 atau lebih besar dari .05. Pada dimensi "keterpaduan sosial" peserta dari tim yang mengikuti program pelatihan kohesivitas memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta dari tim yang tidak mengikuti program pelatihan dengan nilai F = 18,255 pada p < .01. Pada dimensi "keterpaduan tugas" peserta dari tim yang mengikuti program pelatihan kohesivitas memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta dari tim yang tidak mengikuti program pelatihan dengan nilai F = 4,325 pada p < .05.
Sementara itu, hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pada semua dimensi GEQ terdapat perbedaan antar kelompok yang sangat bermakna dengan uji F (Wilks' Lambda) = 14,644 pada p < .01. Artinya, secara keseluruhan peserta dari tim yang mengikuti program pelatihan, kohesivitas tinmya lebih baik dibandingkan dengan peserta tim yang tidak mengikuti program pelatihan.
Dengan memperhatikan hasil penelitian tersebut, maka cukup beralasan jika pada cabang olahraga beregu, khususnya sepakbola, diberikan intervensi psikologis yang terwujud dalam bentuk pelatihan kohesivitas sebagai sarana meningkatkan tampilan (performance) tim. Pelatihan dilakukan dalam bentuk paket tersendiri maupun terpadu (integrated) dalam serangkaian program pelatihan yang telah tersusun. Secara khusus pelatihan diarahkan pada bagaimana pentingaya melakukan kerjasama dalam tim, perlunya pemahaman setiap pemain terhadap tugas dan fungsinya dalam tim, adanya komunikasi, sikap saling percaya di antara anggota tim, bangga terhadap tim, dan mengembangkan hubungan interpersonal di antara anggota tim.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renitha S. Tarbin
"Perkembangan Komite Medik rumah sakit di Indonesia didasarkan kepada Keputusan Menteri Kesehatan No.983/Menkes/SK/XI/92 yang bertujuan untuk mempertahankan profesioanalisme tenaga medic dan mengembangkan mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia. Konsep Komite Medik rumah sakit di Indonesia merupakan adopsi dari Medical Staff Organization rumah sakit di Amerika. Medical Staff Organization rumah sakit di Amerika adalah grup dokter yang berkaitan dengan struktur organisasi dan fungsi khusus organisasi, terbentuk dalam jalinan hubungan dokter dengan Governing Body. Komite Medik bertanggung lawab kepada Direktur rumah sakit dan mempunyai fungsi sebagai berikut : menyusun standar pelayanan dan memantau pelaksanaannya, membina etika profesi, mengatur kewenangan profesi anggota dan memantau pelaksanaannya, mengembangkan program pelayanan, mengembangkan program pendidikan dan latihan, mengembangkan penelitian dan pengembangan. Penelitian yang dilakukan di RSUD Serang untuk melakukan analisa terhadap fungsi Komite Medik melaiui pelaksanaan tugas Sub-Sub Komitenya. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah pelaksanaan tugas di Sub Sub Komite yang belum optimal. Penelitian ini dibatasi kepada 3 Sub Komite yaitu Sub Komite Audit Maternal dan Perinatal, Sub Komite Rekam Medik serta Sub Komite Farmasi dan Terapi, atas dasar adanya data yang tersedia di ke 3 Sub Komite tersebut, yang dapat mendukung penelitian ini, karena kegiatan Audit Maternal dan Perinatal, Rekam Medik maupun Farmasi dan Terapi memang sudah ada sebelum dibentuknya Sub-Sub Komite tersebut, meskipun belum tertata dengan baik. Metode penelitiannya adalah studi kasus dengan pendekatan sistim dan bertujuan menghasilkan suatu analisa kualitatif deskriptif mengenai fungsi Komite Medik di RSUD Serang. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor waktu merupakan kendala terbesar dalam pelaksanaan tugas, disusul faktor motivasi serta terakhir faktor biaya. Terhadap kendala-kendala tersebut dicarikan solusinya agar pelaksanaan operasional Komite Medik / Sub Komite dapat berjalan optimal."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoanita Widjaja
"Latar Belakang: Umpan balik merupakan komponen penting dalam pendidikan kedokteran yang dapat meningkatkan pembelajaran. Umpan balik pada tahap akademik memegang peran penting dalam pembelajaran konsep dasar untuk persiapan tahap klinik. Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas proses umpan balik ini, salah satu di antaranya yaitu aspek budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi aspek budaya dalam proses umpan balik pada peserta didik dan staf pengajar di pendidikan kedokteran tahap akademik.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Februari sampai Maret 2016 melalui Focus Group Discussion (FGD) peserta didik angkatan 2009 hingga 2014, observasi latihan KKD dan wawancara mendalam staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara (FK UNTAR). Hasil FGD dan wawancara dituliskan dalam bentuk transkrip verbatim, kemudian dilanjutkan dengan analisis tematik dan koding. Analisis hasil observasi dilakukan dengan analisis tematik. Selanjutnya dilakukan reduksi dan penyajian data.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan banyaknya faktor yang berperan dalam proses umpan balik, baik pada saat pencarian maupun pada saat penerimaan dan pemberian umpan balik yang selanjutnya akan menentukan efektivitasnya. Aspek budaya berperan dalam beberapa hal. Budaya collectivism, high power distance dan sopan santun berperan dalam perilaku mencari umpan balik. Budaya femininity, masculinity pada peserta didik, serta terdapatnya kompetensi budaya pada staf pengajar dan dipegangnya prinsip pendidikan nasional Indonesia, Tut Wuri Handayani, berkontribusi dalam efektivitas umpan balik.
Kesimpulan: Aspek budaya memegang peran penting dalam proses umpan balik. Peran budaya tampak pada perilaku mencari umpan balik dan merupakan faktor penting untuk meningkatkan efektivitas umpan balik. Institusi perlu meningkatkan kemampuan staf pengajar dan peserta didik dalam memaknai proses umpan balik yang sadar budaya. Kompetensi budaya merupakan salah satu kemampuan yang dapat mendukung hal tersebut. Selain itu, institusi perlu menyusun kebijakan untuk membudayakan umpan balik pada lingkungan pendidikan kedokteran.

Background: Feedback is an important element in medical education since it can improve learning. Feedback has a significant role in learning in basic concepts during undergraduate medical program as a preparation for learning in the clinical years. A lot of factors influencing feedback process effectiveness, one of them is cultural aspect. This research was aimed at exploring cultural aspect related to feedback process within medical students and faculty in undergraduate medical education program.
Method: A qualitative study using an ethnography approach was applied as a research method. Data collection was conducted between February and March 2016 through Focus Group Discussion (FGD) with 2009-2014 batch of medical, direct observation of skills teaching in clinical skills laboratory and in-depth interview with the faculty members of Faculty of Medicine Tarumanagara University. Thematic analysis and coding were used to analyze FGD and in-depth interview transcripts and also observational data. Data reduction and presentation were then conducted.
Results: The themes emerged are related to influencing factors in feedback-seeking behaviour, feedback process and feedback effectiveness. Cultural aspects play an important role at some points within the feedback process. Collectivism, high power distance and politeness are cultural aspects found in feedback-seeking behaviour. Femininity-masculinity in medical students along with cultural competence of faculty members and also the principle of ?Tut Wuri Handayani? (the identity of Indonesian national education) are contributing factors in feedback effectiveness.
Conclusion: Cultural aspects are the key to understand the influencing factors in feedback-seeking behaviour and feedback effectiveness. There is a need for medical education institution to encourage faculty and medical students‟ cultural awareness within the feedback process. Cultural competence is an important component fit for that purpose. Moreover, institution needs to set a policy in order to establish feedback culture in medical education.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ansari Adista
"Latar Belakang:Presentasi kasus merupakan bagian dari experiential learning dalam Kolb's learning cylce yaitu dalam fase refleksi. Pelaksanaan presentasi kasus saat ini tidak optimal sehingga terjadi penurunan kualitas. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan persepsi antara peserta didik dan dosen klinik mengenai manfaat pelaksanaan presentasi kasus. Penelitian ini menggali secara mendalam proses pelaksanaan presentasi kasus dan mengidentifikasi kendala pelaksanaannya di rumah sakit pendidikan FK Unsyiah.
Metode: Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif, dengan rancangan studi kasus. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap 6 koordinator pendidikan dan 18 dosen klinik, Focus Group Discussion FGD terhadap 57 peserta didik, studi dokumen dan observasi dari 6 Bagian yang diteliti, yaitu Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu Bedah, Obstetri dan Ginekologi, Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Penyakit Saraf. Data dianalisis melalui tiga tahapan yang meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil: Presentasi kasus merupakan metode pembelajaran yang sangat bermanfaat bagi peserta didik dan dosen klinik. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat kendala yang dapat mempengaruhi kualitas presentasi kasus. Kendala utama yang teridentifikasi dari dosen klinik adalah kurangnya waktu yang dialokasikan untuk pelaksanaan presentasi kasus. kendala dari peserta didik yaitu kesungguhan dalam mengerjakan dan pemahaman mengenai manfaat terhadap presentasi kasus. Kendala sarana dan prasarana berupa ruangan diskusi yang masih kurang serta format penyusunan dan format penilaian belum dimiliki oleh seluruh Bagian. Kendala dari rumah sakit berupa variasi kasus yang kurang bervariasi karena sistem rujukan bertingkat.
Kesimpulan: Kendala dalam pelaksanaan presentasi kasus harus menjadi bahan evaluasi bagi pengelola program pendidikan profesi dokter, agar manfaat presentasi kasus dapat maksimal diraih oleh peserta didik tahap klinik.

Background: Case presentation is a part of reflection in experiential learning in Kolb rsquo s learning cycle. Literatures demonstrates many benefits that students can reach with a good case presentation. But, there is a mismatch between clinical educators rsquo expectation and students rsquo perceptions of case presentation, so that the students cannot obtain an optimum benefits of case presentation. This research was conducted to explore in depth process of case presentation implementation and also to identify its implementation barriers in teaching hospital of Unsyiah Medical School.
Methods: Qualitative research with case study design was used for this research. Study casetheme used is case presentation implementation in Dr.Zainoel Abidin teaching hospital Banda Aceh. Data were taken using in depth interview with 6 education coordinators and 18 clinical teachers, focus group discussions with 57 students, observation, and documentation studies, from six departments. Followed by analysis through three stages including data reduction, data presentation, and conclusions.
Results: Case presentation is an useful and effective teaching method in clinical eduation. But, there were various barriers from clinical teacher, students, teaching hospital and learning support that can influence the benefit of case presentation identified. Factors identified in the clinical teachers are lack of time allotted. Factors identified in the students are lack of preparations about case presentation, and also lack understanding about case presentation method. Factors identified in the teaching hospitals are less variation of patients in some cases. Means of learning support in the form of modules containing learning outcomes and objectives clearly, form of assessment and also comfortable rooms supporting case presentation is yet exist.
Conclussion: There are various barrier factors of case presentation implementation which have been identified in this qualitative study. This barriers must becoming parameters on monitoring and program evaluation to improve the quality of a case presentation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Nita Noer
"Penelitian ini membahas tentang efisiensi proses discharge dengan pendekatan lean six sigma pada pasien penyakit dalam, neurologi, bedah, jantung, dan paru di Instalasi Rawat Inap Teratai RSUP Fatmawati Tahun 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan hasil analisis dari aktivitas atau proses yang tidak mengandung nilai tambah untuk mengurangi waktu proses discharge. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan time motion studies dan menggunakan operational research dengan metode observasi, wawancara mendalam dan telaah data sekunder.
Hasil penelitian di dapatkan rata-rata waktu proses discharge adalah 264 menit dengan penilaian aktivitas non value added 237 menit dan penilaian aktivitas value added 27 menit. Proses yang paling lama terjadi di kamar rawat inap selama 130 menit, disebabkan oleh pasien menunggu untuk menerima edukasi kesehatan dan menunggu untuk diberikan instruksi dari perawat untuk menyelesaikan administrasi pemulangan pasien.

This research discusses about the efficiency of the discharge process with lean six sigma approach in patients in internal medicine, neurology, surgery, heart and lung in inpatient lotus RSUP Fatmawati in 2015. Purpose of this research is to get the results of analysis of the activity or process that doesn’t have value added for patient to reduce the time of discharge process. This study is a descriptive approach uses time-motion studies and operational research with the method of observation, indepth interviews and secondary data analysis.
This research reveals an average time for discharge process is 264 minutes, with the assessment of non-value added activities 237 minutes and assessment of value added activity 27 minutes. The longest process occurs in the inpatient rooms for 130 minutes, caused by patients waiting to receive health education and waiting to be given instructions from the nurse to complete the administrative discharge of patients.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S62173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Ahmad Gamal Arigi
"Latar Belakang: Pendidikan kedokteran dianggap sebagai salah satu pendidikan yang memiliki stressor tinggi. Banyaknya sumber stressor dari mahasiswa tersebut apabila tidak sejalan dengan strategi coping yang baik maka berdampak terhadap keinginan untuk menunda menyelesaikan tugas akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan dan perbandingan jenis penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa kedokteran tahap preklinik. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dilakukan pada 202 mahasiswa semester 2, 4, 6 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram pada April 2023. Data didapatkan menggunakan instrument Brief Cope dan kuesioner Prokrastinasi akademik yang sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Hasil: Terdapat hubungan antara penggunaan strategi coping dengan prokrastinasi akademik mahasiswa kedokteran Preklinik dengan nilai p=0.002 (<0.05). Terdapat perbedaan nilai penggunaan strategi coping dan Prokrastinasi akademik pada mahasiswa semester 2, 4 dan 6 dengan nilai uji P pada nilai penggunaan strategi coping 0,008 (p<0,05) dan nilai prokrastinasi akademik sebesar 0,010 (p<0,05). Problem focused coping pada aspek planning dan jenis prokrastinasi akademik pada aspek penundaan dalam memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu 3.20 dan 2.55. Kesimpulan: Prokrastinasi akademik pada mahasiswa merupakan masalah yang sering terjadi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu strategi coping. Sehingga diperlukan pengembangan dan penerapan strategi coping yang efektif guna mengurangi prokrastinasi akademik dan meningkatkan prestasi akademik serta kesejahteraan mereka.

Background: Medical education is an education that has a high stressor. The many sources of stress for these students, if not accompanied by effective coping strategies, will have an impact on starting and delaying completing academic assignments. This study explores the relationship and comparison of coping strategies and academic procrastination in medical students at the preclinical stage. Methods: This study used a cross-sectional study design and was conducted on 202 students in grades 2, 4, and 6 of the Faculty of Medicine, University of Mataram, in April 2023. Data were obtained using the Brief Cope instrument and an academic procrastination questionnaire, which had been tested for validity and reliability. Results: There was a relationship between the use of coping strategies and academic procrastination in preclinical medical students, with p = 0.002 (<0.05). There are differences in scores using coping strategies and academic procrastination for students in grades 2, 4, and 6, with a P value of 0.008 (p<0.05) for coping strategies and 0.010 (p<0.05) for academic procrastination. Problem-focused coping on planning aspects and types of academic procrastination on aspects of delays in starting or completing assignments have the highest average scores of 3.20 and 2.55. Conclusion: Academic procrastination among students is a problem that often occurs. One of the factors that can influence it is the coping strategy. It is necessary to develop and implement effective coping strategies to reduce academic procrastination and increase academic achievement and welfare."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>