Ditemukan 202544 dokumen yang sesuai dengan query
Annisa Faradiba
"Dalam rangka peningkatan peredaran kosmetik lokal maupun impor di Indonesia, pemerintah telah membuat ketentuan mengenai notifikasi kosmetik untuk melindungi masyarakat dari kosmetik yang membahayakan kesehatan. Namun pada kenyataannya, tingkat peredaran kosmetik tanpa notifikasi masih cukup tinggi. Salah satu nya pada sarana salon kecantikan. Sebagai pelaku usaha, salon kecantikan dianggap mengabaikan hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Terkait dengan pelindungan konsumen atas kosmetik dan penggunaan kosmetik tanpa notifikasi, skripsi ini akan membahas mengenai pengaturan notifikasi kosmetik, pelanggaran hukum yang dilakukan oleh salon kecantikan, dan tanggung jawab salon kecantikan terhadap kerugian konsumen. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa setiap kosmetik yang diedarkan harus memiliki izin edar berupa notifikasi; terkait penggunaan kosmetik impor tanpa notifikasi, salon kecantikan telah melanggar beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika, dan beberapa peraturan BPOM RI; dan salon kecantikan dapat diminta pertanggungjawaban perdata maupun pidana atas kerugian konsumen akibat penggunaan kosmetik tanpa notifikasi. Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian terhadap aturan-aturan hukum dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara.
By the massive flow of local and imported cosmetics in Indonesia, the government has issued strict regulation regarding cosmetics notification to protect its citizen from the dangerous risks of cosmetics. But in fact, the circulation of cosmetics without the notification is still high. One of the cases occured in beauty salon. As a businessman, beauty salon has disregard the consumer rights as mentioned in the Act No. 8 of 1999 on Consumer Protection. Related to consumer protection on cosmetics and the usage of cosmetics without the notification, this thesis will discuss regarding cosmetics notification regulations, violation by the beauty salon, and beauty salon responsibility to the consumer who suffered losses. From this research, it can be concluded that every cosmetics that will be circulated must have a marketing authorization in the form of notification related to the usage of imported cosmetics without the notification, beauty salon has disregard several provisions of the Consumer Protection Act, Health Act, Government Regulation No. 72 of 1998 on the Safeguarding of Pharmaceutical Preparation and Medical Devices, Regulation of the Minister of Health No. 1176 MENKES PER VIII 2010 of Cosmetics Notification, and some rules of BPOM RI also, beauty salon can be held accountable of private and civil liability due to consumers losses. This research is used with the normative method of written law, which based on literature and interview."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66080
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Khadija Wulan Clara
"
ABSTRACTPenelitian ini menjelaskan tentang evaluasi terhadap penerapan kebijakan wajib verifikasi kosmetik impor sebagaimana yang telah dilakukan berdasarkan ketetapan Peraturan Menteri Perdagangan No.73/M-DA/PER/12/2014 tentang ketentuan impor produk tertentu. Penerapan kebijakan verifikasi sebagai sistem proteksi beredarnya produk ekspor dan impor untuk mendorong perekonomian negara dengan penetapan penyederhanaan perizinan di bidang perdagangan. Penerapan verifikasi meliputi administrasi dan verifikasi teknis yang pada akhirnya dikecualikan bagi kosmetik impor oleh surveyor. Penerapan verifikasi dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian antara dokumen perizinan dengan dokumen impor dan fisik barang sehingga menimimalisir masuknya produk yang tidak sesuai atau tidak memenuhi ketentuan. Skripsi ini memberikan gambaran mengenai evaluasi terhadap penerapan kebijakan verifikasi yang telah dilakukan oleh berbagai regulator sebagai upaya dalam pengendalian impor. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan evaluasi penerapan kebijakan terhadap pemenuhan asas-asas perlindungan konsumen.
ABSTRACTThis research explains the evaluation of the implementation of mandatory import verification policy of cosmetics as has been done based on the Decree of Minister of Trade No.73 M DA PER 12 2014 on the provision of certain imported products. Implementation of verification policy as a protection system for the circulation of export and import products to encourage the country 39 s economy by stipulating the simplification of trade licenses. The implementation of verification includes administrative and technical verification which is ultimately excluded for imported cosmetics by surveyors. Implementation of verification is intended to ensure compliance between licensing documents with import documents and physical goods so as to minimize the entry of products that do not comply or do not meet the provisions. This thesis provides an overview of the evaluation of the implementation of verification policies that have been done by various regulators as an effort in import control. This research includes qualitative research with descriptive design. The result of the research shows evaluation of policy implementation toward fulfillment of consumer protection principles."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dina Nurdianawati
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S23964
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Zahra Nadhila Saraswati
"Tulisan ini membahas mengenai batasan peran pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah khususnya untuk pengawasan terhadap label pada kemasan kosmetika yang menjadi tanggung jawab dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Kementerian Perdagangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dan dengan menggunakan data primer serta data sekunder, pada skripsi ini ditemukan adanya nota kesepahaman antara BPOM dan Kementerian Perdagangan, yang dimana menjelaskan bahwa peran pengawasan pre-market dan post-market menjadi tanggung jawab BPOM secara penuh. Dengan melihat kenyataan yang demikian, ternyata peran pengawasan pihak terkait pun belum dapat menutupi angka peredaran kosmetika impor tanpa label dengan benar.Salah satu kendalanya adalah belum adanya aturan formal mengenai pengawasan terhadap kegiatan perdagangan melalui media online dan media sosial yang sekarang menjadi media paling diminati masyarakat. Jika dibandingkan dengan sistem pengawasan di Amerika Serikat, pihak US Food and Drug Administration yang memiliki kewenangan tersebut hanya melakukan pengawasan post-market. Salah satu faktor yang membedakan bentuk pengawasan tersebut adalah karena industri kosmetika lokal di Amerika Serikat sendiri sudah sangat maju serta kesadaran para pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya. Serta peran dari konsumen yang telah sadar akan hak-haknya dengan melakukan pelaporan mengenai keluhan secara aktif kepada pihak yang berwenang.
This thesis discusses about the limitations of the role of control which carried out by the government, especially for the control of the liability to include labels on cosmetics packaging which is the responsibility of the National Agency of Food and Drug Control of the Republic of Indonesia and the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia. By using normative juridical research methods and using primary data also secondary data, in this thesis found out a memorandum of understanding between the National Agency of Food and Drug Control of the Republic of Indonesia and the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia, which explains that the role of controls of pre-market and post-market is fully the responsibility of the National Agency of Food and Drug Control of the Republic of Indonesia. By looking at this reality, the controls role of the related party has not been able to cover the number of imported cosmetics without labels. One of the problems here is there is no formal regulation regarding the control of trade activities through online media and social media which are the most popular trade medias nowadays. When compared with the control system in the United States of America, the US Food and Drug Administration, which has this authority, only do post-market control. One of the factors that distinguishes this form of control is that the local cosmetics industry in the United States of America itself is already very advanced and the awareness of vendors in fulfilling their obligations. Also the role of consumers who have been aware of their rights by actively reporting any complains to the authorities."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Andi Nadya Cesaria
"Permasalahan pelindungan konsumen dapat terjadi dalam bidang bisnis wedding organizer, dimana wedding organizer selaku pelaku usaha dalam melaksanakan jasanya menimbulkan kerugian bagi calon pengantin selaku konsumen. Adapun skripsi ini membahas mengenai kerugian yang dialami oleh konsumen dari jasa wedding organizer karena tidak dipenuhinya prestasi dalam paket perkawinan, sedangkan konsumen telah memenuhi prestasinya. Kasus nyata yang terjadi mengenai hal tersebut adalah kasus antara Yunike dengan Eva Bun Bridal EBB , dimana video hasil perekaman pesta perkawinan Yunike sebagai salah satu prestasi dalam paket perkawinan yang diberikan oleh EBB tidak memiliki rekaman suara pada saat sakral di Gereja. Hal tersebut jelas merugikan Yunike.
Rumusan masalah dari kasus tersebut adalah apakah wedding organizer merupakan pelaku usaha berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelanggaran hukum apa saja yang dilakukan EBB, dan bagaimana kesesuaian dan ketepatan putusan BPSK DKI Jakarta dalam memutus sengketa antara Yunike dengan EBB.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa wedding organizer merupakan pelaku usaha berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, EBB melakukan pelanggaran hukum sehingga merugikan Yunike, dan putusan BPSK DKI Jakarta cukup dalam menghukum EBB. Disarankan baik pihak konsumen maupun pelaku usaha lebih memahami hak dan kewajibannya masing-masing agar tidak timbul kerugian dikemudian hari.
Consumer protection issue could happen in wedding organizer's field, where wedding organizer's as the service party causing losses for the future bride and groom as consumer. This essay talks about any losses that experienced by wedding organizer service's consumer, due to non fullfilment of the wedding's package, whereas consumer already fulfill its obligations. Case that occurred was case between Yunike and Eva Bun Bridal EBB . Yunike's wedding video which is one of the EBB's wedding package did not have any voice over recording when the party held at Church. It was very detrimental in Yunike's side as consumer.The issues are, is wedding organizer corporate as mentioned in the law of consumer protection, what kind of violations are EBB committed, and is decision of BPSK DKI Jakarta conformity with the law.In this study, the authors use the method of normative research with the data gathered from literature studies. Results showed wedding organizer is a corporate according to law of consumer protection, EBB has committed violation of the law that suffer a financial lose to Yunike, and the decision of BPSK DKI Jakarta has been conformity to the law. Both parties should understand their rights and obligations of each in order to avoid losses in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66415
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Adithya Wirawan Putra
"Penggunaan suplemen makanan saat ini telah menjadi suatu gaya hidup di kalangan masyarakat modern. Tujuan dari penggunaan tersebut dapat beragam, seperti untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tubuh ataupun digunakan sebagai suplemen binaraga. Namun timbul suatu masalah yakni beredarnya suplemen makanan yang tidak memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM). Skripsi ini akan membahas mengenai pelanggaran apa saja yang dilakukan oleh pelaku usaha yang melakukan peredaran suplemen makanan tanpa izin Badan POM berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta peraturan perundang-undang lain yang terkait. Lalu akan dibahas sanksi-sanksi apa saja yang dapat dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran serta upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi suplemen makanan yang diedarkan oleh pelaku usaha.
The use of dietary supplements has now become a way of life in modern society. The purpose of such use can be varied, such as to meet the nutritional needs of the body or used as bodybuilding supplements. But a problem arises that the circulation of dietary supplements that do not have permission from the Food and Drug Supervisory Agency. This thesis will discuss any offense committed by business actors perform without a permit circulation of food supplements based Act No. 8 of 1999 on Consumer Protection Act and other legislation related. Then will discuss any sanctions that may be imposed against businesses that commit violations and remedy what can be done by consumers who suffered losses as a result of taking dietary supplements distributed by businesses"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56804
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Kahlil Alfarabi Suseno
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai pelindungan konsumen terhadap layanan purna jual dan garansi produk elektronika dan telematika, dengan studi kasus Putusan BPSK Nomor 009/A/BPSK-DKI/XII/2020. Dalam melindungi hak-hak konsumen pengguna produk elektronika dan telematika, penting bagi konsumen untuk mendapatkan pelindungan terhadap layanan purna jual dan garansi yang diberikan oleh pelaku usaha. Dalam hal ini, hukum pelindungan konsumen hadir untuk memberikan pelindungan hukum guna menjaga kepentingan konsumen, khususnya dalam konteks ini, para konsumen pengguna produk elektronika dan telematika. Namun, masih ada permasalahan terkait upaya perlindungan bagi konsumen pengguna produk tersebut, seperti kurangnya pengetahuan dan kesadaran konsumen akan hak-hak yang sebenarnya dimilikinya. Oleh karena itu, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran konsumen tentang hak-hak yang mereka miliki menjadi hal yang sangat penting. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dalam menganalisis data yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen masih memiliki pengetahuan yang terbatas dan kurang sadar akan hak-hak yang sebenarnya dimilikinya. Hal ini dapat dilihat dari salah satu contoh kasus dalam Putusan BPSK Nomor 009/A/BPSK-DKI/XII/2020. Meskipun pelaku usaha telah memenuhi kewajibannya dengan baik, konsumen tetap merasa tidak puas dan mengharapkan lebih banyak. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan konsumen tentang jangka waktu layanan purna jual yang diberikan oleh pelaku usaha. Padahal, jangka waktu layanan purna jual telah diatur secara spesifik dalam kartu jaminan dan Permendag 26/2021. Oleh karena itu, konsumen perlu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terkait hak-hak mereka sebagai konsumen terhadap layanan purna jual dan garansi produk elektronika dan telematika. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek layanan purna jual dan garansi yang diberikan oleh pelaku usaha sebelum melakukan pembelian produk. Selain itu, konsumen juga perlu membaca dengan seksama petunjuk penggunaan dan kartu jaminan purna jual yang diberikan oleh pelaku usaha. Dengan demikian, diharapkan kepada konsumen dapat lebih memahami dan meningkatkan kesadaran akan hak-hak yang dimilikinya yang telah dilindungi oleh peraturan perundang-undangan mengenai layanan purna jual dan garansi produk elektronika dan telematika.
This study aims to examine the juridical review of consumer protection of after-sales service and warranty of electronics and telematics products, with a case study of BPSK Decision Number 009/A/BPSK-DKI/XII/2020. In protecting the rights of consumers who use electronics and telematics products, it is important for consumers to get protection against after-sales and warranty services provided by business actors. In this case, consumer protection law provides legal protection to safeguard the interests of consumers, especially in the context of consumers who use electronics and telematics products. However, there are still problems related to protection efforts for consumers who use these products, such as the lack of knowledge and awareness of consumers of the rights they actually have, and this emphasizes the importance of increasing consumer’s knowledge regarding their rights. This research uses the juridical-normative method in analyzing relevant data with results showing that consumers still have limited knowledge and are less aware of the rights they actually have reflected in BPSK Decision Number 009/A/BPSK-DKI/XII/2020. Although business actors have fulfilled their obligations properly, consumers still feel dissatisfied and expect more. This is due to consumers' lack of knowledge about the after-sales service period provided by business actors. In fact, the after-sales service period has been specifically regulated in the warranty card and Minister of Trade Regulation Number 26/2021. Therefore, consumers need to increase their knowledge and understanding of their rights as consumers regarding after-sales service and warranty of electronics and telematics products. This can be done by paying attention to the after-sales service and warranty aspects provided by businesses before purchasing products. In addition, consumers also need to read carefully the instructions for use and the after-sales guarantee card provided by the business. Thus, it is hoped that consumers can better understand and increase awareness of their rights which have been protected by laws and regulations regarding after-sales service and warranty of electronics and telematics products."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Novia Vivianti
"Skripsi ini membahas perlindungan konsumen melalui pengaturan tentang penerapan SNI Wajib pada mainan anak impor ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Skripsi ini juga membahas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam peredaran produk mainan anak impor serta pengaturan mengenai perlindungn hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat mainan yang tidak aman.
Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam membeli produk mainan anak impor tersebut sebaiknya konsumen menerapkan prinsip kehati-hatian, diadakan kerja sama antara Badan Standardisasi Nasional dengan Pemerintah dalam hal ini Direktorat Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementrian Perdagangan dalam pengawasan peredaran mainan anak impor tanpa SNI wajib; diadakan sosialisasi, edukasi terhadap konsumen terhadap mainan anak impor yang aman.
The focus of this study is the consumer protection aspect on the distribution of imported toys product with SNI mandatory reviewed from the law number 8 of year 1999 on Consumer Protection. This thesis also discussed the violiations made by the seller in distribution of imported toys product as well as setting the legal protection of consumer who suffered losses impacted by un-safety toys. The results suggested while buying imported toys, the consumer should apply the precautionary principle; held the cooperation between the National Standardisation Agency and Government which is Ministry of Trade of Standarisation and Consumer Protection; socialization, education about safety toys."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45543
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rizki Adhitya
"
ABSTRAK Penyelesaian sengketa saat ini, dapat diselesaikan dengan melalui jalur peradilan maupun di luar peradilan. Undang-undang No.8 Tahun 1999 membentuk suatu Lembaga dalam Hukum Perlindungan Konsumen, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). (BPSK) mempunyai tugas dan wewenang yang pada intinya adalah Berbagai penyelesain dapat dilihat di UUPK yaitu Penyelesaian dengan jalan litigasi bisa dilihat dalam ketentuan Pasal 48 UUPK. Putusan yang dihasilkan BPSK dengan arbitrase ini akan memberikan suatu pertentangan dari sudut masing-masing pihak, dalam putusan yang dihasilkan ada pihak yang merasa dirugikan dan ada juga pihak yang merasa diuntungkan akibat putusan Arbitrase ini. Putusan Arbitrase yang dikeluarkan BPSK ini menimbulkan suatu pertanyaan, bagaimana kekuatan dan keabsahaan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ini, dan bagaimana akibat hukum dari Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Putusan BPSK dan Pengadilan Negeri dibawahnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk penelitian yuridis-normatif, sedangkan metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif dan menggunakan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara. Hasil dari penelitian ini memberikan saran kepada BPSK untuk mengadopsi ketentuan Arbitrase yang berlaku di Indonesia, sehingga BPSK hadir sebagai pilihan penyelesain sengketa diluar pengadilan dapat berjalan maksimal.
ABSTRACT Current dispute resolution, can be resolved through judicial channels or outside the court. Law No. 8 of 1999 established the Consumer Legal Protection Agency, the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK). (BPSK) has the duties and authority in essence is a variety of resolutions can be seen in UUPK namely Settlement by way of litigation can be seen in the provisions of Article 48 UUPK. The decisions produced by BPSK with this arbitration will provide contradictions from the point of view of each party, in the resulting decision there are parties who are disadvantaged and there are also parties that are profitable in this Arbitration award. The Arbitration Award issued by BPSK raises questions, about the strength and validity of the Decision of the Consumer Dispute Settlement Agency, and how to process the law from the Supreme Court Decision that returns the BPSK Decision and the District Court below. This study uses a research method consisting of juridical-normative research, while the data analysis method used by the author is a qualitative method and using a data converter tool used in this study is the study of documents or library materials and interviews. The results of this study provide advice to BPSK to implement the provisions of Arbitration that apply in Indonesia, so BPSK is present as a resolution option."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52232
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Meida Adita Rahma
"Bermula dari kekhawatiran terhadap konsumen selaku pengguna produk kosmetik palsu yang beredar di pasaran atas produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha, serta menganalisisnya dengan kacamata hukum dan sistem peradilan pidana. Penelitian menggunakan teori hukum serta landasan hukum yang berlaku dan yang diperbaharui; mengkaji pelaku usaha yang patut mempertanggungjawabkan perbuatannya, jalur pidana sebagai ultimum remedium, serta menelaah regulasi Korea Selatan terkait penegakan hukum pelaku usaha yang menjual dan produksi kosmetik berbahaya. Objek penelitian dalam tesis berupa studi kasus pengadilan menggunakan ketentuan Perlindungan Konsumen dan regulasi Merek dan Indikasi Geografis. Pelaku tindak pidana yang melakukan pemalsuan produk secara bersama-sama dibahas menggunakan teori hukum concursus dan deelneming sebagai pisau analisis penelitian. Metode yang digunakan penelitian bersifat doktrinal. Hukum pidana hadir bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dalam konteks perlindungan konsumen khususnya pada Pasal 62 dan Pasal 63. Pemidanaan terhadap pelaku pemalsuan produk kosmetik patut mengutamakan sanksi pidana, serta terhadap produk kosmetik palsu yang telah beredar perlu dimusnahkan. Elemen penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan serta BPOM RI harus berjalan bersamaan agar terciptanya penegakan hukum terhadap pelaku peredaran kosmetik illegal dan patut mempertimbangkan regulasi baru, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional) dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Starting from the concerns of consumers as users of counterfeit cosmetic products circulating in the market for products which produced by business actors, and analyzing them through the lens of law and the criminal justice system. The research uses legal theories as well as applicable and updated legal foundations; examines business actors who should be held accountable for their actions, the criminal path as the ultimum remedium, and examines South Korean regulations related to law enforcement of business actors who sell and produce adulterated cosmetics. The research object in the thesis is a court case study using the provisions of Consumer Protection and the regulation of Trademarks and Geographical Indications. Criminal offenders who commit product counterfeiting together as discussed using the legal theory of concursus and deelneming as a research analysis knife. The method used is doctrinal research. Criminal law exists to protect the interests of society in the context of consumer protection, especially in Article 62 and Article 63. Punishment of the perpetrators of counterfeiting cosmetic products should prioritize criminal sanctions, and counterfeit cosmetic products that have been circulating need to be destroyed. Law enforcement elements such as the Police, the Prosecutors, and BPOM RI must work together in order to strengthen law enforcement against perpetrators of such as Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code (National Criminal Code) and the Law Number 17 of 2023 concerning Health."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library