Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125884 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Brilian Ari Rachmawan
"Prokrastinasi, atau penundaan secara sengaja terhadap tugas-tugas yang sebenarnya dapat diselesaikan saat ini, merupakan fenomena sehari-hari dalam lingkungan akademis. Penelitian sebelumnya oleh Habelrih dan Hicks (2015) menemukan bahwa prokrastinasi pada mahasiswa dapat diprediksi oleh psychological well-being. Pada faktanya, hampir semua mahasiswa melakukan prokrastinasi, bukan hanya mereka yang memiliki PWB rendah.
Penelitian ini dilakukan unjuk melihat kembali hubungan antara PWB dan prokrastinasi, selanjutnya menguji strategi coping sebagai moderator pada hubungan antara kedua variabel tersebut. Untuk mengetahui hal itu, 110 mahasiswa Universitas Indonesia berusia 18-24 tahun diminta menyelesaikan Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB), Pure Procrastination Scale (PPS) dan Coping Strategy Indicator (CSI).
Hasil penelitian menunjukkan konsistensi dengan penemuan sebelumnya yaitu PWB secara negatif dapat memprediksi prokrastinasi. Selain itu, diperoleh hasil bahwa strategi coping tidak memiliki fungsi sebagai moderator pada hubungan PWB dan prokrastinasi. Implikasi, keterbatasan serta saran untuk penelitian selanjutnya dibahas dalam diskusi.

Procrastination, or the voluntary delay of due tasks that should be done, is a daily phenomenon in academic settings. Previous study by Habelrih and Hicks (2015) have found that procrastination on college students were negatively predicted by psychological well-being. In fact, almost every student did it, not only that they have lower PWB.
The present study conducted to review the relationship between psychological well-being and procrastination, furthermore coping strategies will be tested as moderators in the relationship between those variables. To answer this, 110 University of Indonesia students aged between 18-24 completed the Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB), Pure Procrastination Scale (PPS) and Coping Strategy Indicator (CSI).
The result showed a consistent with the previous findings that PWB negatively predict procrastination. Moreover, coping strategies cannot serve as a moderator between PWB and procrastination. Implications, limitations and future research directions are discussed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Junita
"Penelitian ini bertujuan mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara strategi coping dan psychological well-being pada orang tua yang memiliki anak tuna ganda usia 6-12 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran strategi coping menggunakan alat ukur The Way of Coping Checklist (Vitaliano, Russo, Carr, Maluro, & Becker, 1985) dan pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur Ryff?s Psychological Well-Being Scales (Ryff, 1995). Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara strategi coping dan psychological well-being pada orang tua yang memiliki anak tuna ganda usia 6-12 tahun (R = 0.452 ; p = 0.05).

This research was conducted to investigate the correlation between coping strategies and psychological well-being among parents of children with severe disabilities aging 6-12 years old. This study used quantitative method. Coping strategies were measured by The Way of Coping Checklist (Vitaliano, Russo, Carr, Maluro, & Becker, 1985) and psychological well-being was measured using Ryff?s Psychological Well-Being Scales (Ryff, 1995). The result of this study showed that there is a significance correlation between coping strategies and psychological well-being among parents of children with severe disabilities aging 6-12 years old ( R = 0.452 ; p = 0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Firoh
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara religious coping dan psychological well-being pada remaja panti asuhan di Jakarta. Banyaknya pengalaman negatif yang dialami oleh remaja panti asuhan, membuat remaja tidak berdaya yang berpengaruh pada kesejahteraan psikologis. Oleh karena itu, penting bagi remaja panti asuhan untuk mampu melakukan coping yang efektif agar psychological well-being mereka menjadi lebih baik, salah satunya dengan penggunaan religious coping. Penelitian ini bersifat korelasional dengan menggunakan sampel remaja panti asuhan usia 12 - 20 tahun dan telah menetap setidaknya selama satu tahun di panti asuhan N = 138, laki-laki = 70. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah Ryffs Scales of Psychological Well-Being untuk mengukur psychological well-being dan Brief RCOPE untuk mengukur religious coping. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara positive religious coping dan psychological well being r = .397, p < .01, dan hubungan negatif yang signifikan antara negative religious coping dan psychological well-being r = -.194, p < .05.

The purpose of this study is to find out the relationship between religious coping and psychological well being in adolescents at orphanages in Jakarta. The number of negative experiences happened to adolescents in orphanages, it makes them helpless and affects their psychological well being. Therefore, it is important for them to be able in performing effective coping to enhance their psychological well being, one of the way by the use of religious coping. This study was correlational by using a sample of adolescents orphans aged 12 to 20 years and has been living for at least one year in an orphanage N 138, male 70. The instruments used in this study were Ryff 39 s Scales of Psychological Well Being to measure psychological well being and Brief RCOPE to measure religious coping. The result of correlation analysis shows that there is a significant positive correlation between positive religious coping and psychological well being r .397."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frea Petra Maheswari
"Masa depan tidak akan dapat diraih apabila seseorang tidak dapat melakukan pemaafan. Pemaafan dibutuhkan seseorang untuk tidak menyimpan rasa dendam dan bersalah yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi di masa lampau. Dewasa muda yang merupakan masa dengan banyak konflik dan peralihan hidup tentu mengalami hambatan yang terjadi disebabkan oleh diri mereka sendiri maupun hal-hal di luar diri mereka. Pemaafan diperlukan oleh dewasa muda agar dapat memaafkan hal-hal tersebut demi tercapainya cita-cita mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pemaafan dan kesejahteraan psikologis pada dewasa muda. Sebanyak 175 partisipan berusia 22-44 tahun mengisi kuesioner yang mengukur pemaafan Heartland Forgiveness Scale/HFS dan kesejahteraan psikologis Ryff rsquo;s Psychological Well-Being Scale/RPWB. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara pemaafan dan kesejahteraan psikologis pada dewasa muda r=-0.620.

Future cannot be reached if one cannot do forgiveness. Forgiveness is needed to keep us from holding grudge and guilt caused by past events. Young adulthood is a phase of many conflicts and life transitions that obstructed by themselves or another person. Forgiveness is necessary to young adult so that they can forgive those underexpected things for the sake of achieving their aspirations.
The aim of this research was to examine the relationship between forgiveness and psychological well being among young adulthood. A total of 175 participants aged 22 44 completed questionnaires of forgiveness Heartland Forgiveness Scale HFS and psychological well being Ryff rsquo s Psychological Well being Scale RPWB . The result of this research showed that there is a significant and positive relationship between forgiveness and psychological well being among young adulthood r 0.620.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Qonita
"Religious coping pada penelitian sebelumnya menunjukkan efikasi dan peran yang berbeda-beda dalam hal signifikansi hubungannya dengan subjective well being. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali hubungan religious coping dengan subjective well being pada populasi emerging adulthood, dengan metode korelasional. Instrumen yang digunakan Brief RCOPE dan The PERMA Profiler. Partisipan penelitian berjumlah 278 partisipan, yang berusia 18-25 tahun (M = 21.48, SD = 1.714) dan berkewarganegaraan Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa hipotesis peneliti diterima. Pertama, didapatkan bahwa penggunaan positive religious coping berasosiasi dengan subjective well being yang lebih tinggi pada emerging adulthood. Kedua, negative religious coping berasosiasi dengan subjective well being yang lebih rendah pada emerging adulthood. Hasil ini dapat menjadi bahan pertimbangan intervensi maupun prevensi untuk emerging adult yang menggunakan negative religious coping.

Religious coping in previous studies showed different efficacy and roles in terms of the significance of the relationship with subjective well being. This study aims to re-examine the relationship between religious coping and subjective well-being among emerging adults, using the correlational method. The instruments used were Brief RCOPE and The PERMA Profiler. There were 278 participants in the study, aged 18-25 years (M = 21.48, SD = 1.714) and Indonesian citizens. The results showed that the research hypothesis was accepted. First, it was found that the use of positive religious coping was associated with higher subjective well being in emerging adulthood. Second, negative religious coping is associated with lower subjective well being in emerging adulthood. These results can be used as material for consideration of interventions and prevention for emerging adults who use negative religious coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priskila Hilary
"ABSTRAK
Pemusik orkestra memiliki tuntutan dan tantangan yang tinggi untuk selalu menampilkan permainan musik yang sempurna. Hal ini membuat mereka memaksa diri dalam berlatih dan memiliki toleransi yang rendah terhadap kekurangan dan kesalahan diri. Hal ini membuat pemusik orkestra memerlukan self-compassion agar tidak melakukan hal yang destruktif terhadap diri mereka. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara self-compassion dan psychological well-being pada pemusik orkestra. Penelitian ini menggunakan metode korelasi. Pengukuran self?compassion menggunakan alat ukur Self-Compassion Scale (Neff, 2003) dan alat ukur Ryff?s Scale of Psychological Well-Being (Ryff , 1989). Partisipan penelitian adalah sebanyak 104 pemusik orkestra. Hasil penelitian menunjukan bahwa hipotesis null penelitian ditolak (rs=0.465 dan p=0.000), yang berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-compassion dan psychological well-being pada permusik orkestra. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk merancang intervensi pelatihan self-compassion bagi pemusik orkestra agar dapat meningkatkan psychological well-being.

ABSTRAK
Orchestra musicians have a lot of demands and high challenges to always perform in a perfect way. These things make them hard on themselves when practicing and make them have a low tolerance on their inadequacies and failure. They need to be self-compassionate to themselves so that they will not do a destructive action to themselves. This study aims to look at the relationship between self-compassion and psychological well-being of orchestra musicians. This study uses correlation method. Self-compassion was measured using Self-Compassion Scale (Neff ,2003). Psychological well-being was measured using Ryff?s Scale of Psychological Well-Being (Ryff, 1989). The respondents of the study are 104 orchestra musicians. There is significant evidence to reject the null hypothesis (rs=0.465 dan p=0.000), which can conclude that there is a positive and significant relationship between self-compassion and psychological well-being of orchestra musicians. These results are hoped to be useful in planning interventions self-compassion training, so that they can promote their psychological well-being."
2016
S63689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Kamaril Larasati
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perceived social support sebagai mediator hubungan antara bersyukur dan psychological well-being pada emerging adults. Mengingat masa emerging adulthood merupakan masa transisi, maka psychological well-being sangat penting dimiliki oleh emerging adults. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi dengan 806 emerging adults Indonesia yang berusia 18-25 tahun. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa terdapat indirect effect ( = .05,.00 < .01) dan direct effect ( = .78,. 00 < .01) yang signifikan, yang mengindikasikan bahwa perceived social support memediasi secara parsial hubungan antara bersyukur dan psychological well-being. Dengan kata lain, bersyukur dapat melewati perceived social support terlebih dahulu untuk memengaruhi psychological well-being, namun juga dapat memengaruhi psychological well-being secara langsung.

The purpose of this study was to find out whether perceived social support mediates the relationship between gratitude and psychological well-being in emerging adults. Given maintaining psychological well-being is very important for emerging adults to face transition period. This study used a regression analysis technique with 806 developing Indonesian adults aged 18-25 years. The results of the mediation analysis has shown a significant indirect ( = .05, .00 <.01) and direct effect ( = .78, .00 <.01), which indicates that perceived social support partially mediates the relationship between gratitude and psychological well-being. In other words, gratitude can pass through perceived social support first to influence psychological well-being, but it can also affect psychological well-being directly."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandam Kuntaswari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perfeksionisme dan psychological well-being pada seniman berusia dewasa muda dan dewasa madya. Pengukuran perfeksionisme menggunakan alat ukur Multidimensional Perfectionism Scale (Hewitt & Flett, 1989) dan pengukuran psychological well-being menggunakan alat ukur Ryff’s Revised-Psychological Well-Being (Ryff, 1995). Partisipan berjumlah 63 seniman berusia dewasa muda dan dewasa madya.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara perfeksionisme dan psychological well-being (r = -0.584; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi perfeksionisme yang dimiliki seseorang, maka semakin rendah psychological well-being yang ia miliki. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dimensi perfeksionisme yang memberikan sumbangan paling banyak terhadap psychological well-being adalah socially prescribed perfectionism. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan intervensi lebih dini terhadap perfeksionisme, terutama pada socially prescribed perfectionism.

This research was conducted to find the correlation between perfectionism and psychological well-being in artists in their young and middle adulthood. Perfectionism was measured by using Multidimensional Perfectionism Scale (Hewitt & Flett, 1989), and psychological well-being was measured by using Ryff’s Revised-Psychological Well-Being (Ryff, 1995). The participants of this research were 63 artists currently in their young and middle adulthood.
The main result of this research showed that perfectionism is negatively significant correlated with PWB (r = -0.584; p = 0.000, significant in L.o.S 0.01). This meant that the higher the level of one's perfectionism, the lower the level of PWB in oneself. Other result of this research was that the dimension of perfectionism that contributed the most to PWB was socially prescribed perfectionism. Based on such results, there needs to be an early intervention about perfectionism, especially about the socially prescribed perfectionism.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Octaviani Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara gratitude dan psychological well-being pada mahasiswa. Variabel gratitude diukur dengan SS8 (Skala Syukur 8) yang divalidasi dan diterjemahkan oleh Oriza dan Menaldi (2010), dari GQ6 (Gratitude Questionaire 6) yang diciptakan oleh McCullough, Emmons, dan Tsang (2001). Variabel psychological well-being diukur dengan alat ukur self-report yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya oleh Hapsari (2011), yang menggunakan Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Penelitian ini melibatkan 340 responden yang berusia 17 sampai 25 tahun dari seluruh fakultas di Universitas Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara gratitude dan psychological well-being. Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan bahwa mean skor kedua variabel tersebut tidak signifikan berbeda antara responden yang tergabung dalam perkumpulan keagamaan dan yang tidak tergabung dalam perkumpulan keagamaan.

The aim of this research is to investigate the correlation between gratitude and psychological well-being among college students of. Gratitude measurement used SS8 (Skala Syukur 8) which is validated and translated by Oriza and Menaldi (2010), from GQ6 (Gratitude Questionaire 6) which is created by McCullough, Emmons, and Tsang (2001). Psychological well-being measurement used self-report scale which is adopted by Hapsari (2011) from Ryff's Scale of Psychological Well-Being (RPWB) (1989). Respondents of this research are 340 college students of Universitas Indonesia aged 17 to 25 years old.
Finding shows that gratitude and psychological well-being are significantly and positively correlated. Furhtermore, this research found there is no significant difference among respondents who are involved in religious group and who aren't involved in religious group.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alisha Fitrianti Nur
"Penelitian ini membahas tentang hubungan antara psychological well-being dan harapan pada ibu dari anak dengan gangguan autisme. Responden penelitian ini merupakan 44 ibu dari anak dengan gangguan autisme. Dengan melakukan pengukuran menggunakan Ryff’s Scales of Psychological Well-Being dan The Adult Trait Hope Scale, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara psychological well-being dan harapan pada ibu dari anak dengan gangguan autisme (r = .633; n = 44; p < 0,01, one-tailed).Artinya, semakin tinggi psychological well-being ibu, maka semakin tinggi pula harapan ibu terhadap masa depan anaknya yang mengalami gangguan autisme. Terdapat empat dari enam dimensi psychological well-being yang berkorelasi positif dan signifikan dengan harapan, yaitu self-acceptance, positive relation with others, autonomy, dan environmental mastery. Sedangkan kedua komponen harapan, agency dan pathways,berkorelasi positif dan signifikan dengan psychological well-being. Agar mendapat penjelasan yang lebih komprehensif mengenai psychological wellbeing dan harapan pada ibu dari anak dengan gangguan autisme, perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan pendekatan kualitatif.

The focus of the study is to examine the relationship between psychological well-being and hope among mothers of children with autism. The respondents of this study were 44 Indonesian mothers of children with autism. Measured by Ryff‘s Scales of Psychological Well-Being and The Adult Trait Hope Scale, this study obtain a significant, positive relationship between psychological well-being and hope(r = .633; n = 44; p < 0,01, one-tailed). It indicates that the higher mothers‘ psychological well-being, the higher their hope to their child‘s future, and vice versa. Next, there are four out of six dimension of psychological wellbeing that have significant, positive relationship to hope, they are selfacceptance, positive relation with others, autonomy, and environmental mastery. On the other hand, both components of hope, agency and pathways, also have significant, positive relationship to psychological well-being. In order to obtain a more comprehensive explanation of the psychological well-being and hope in mothers of children with autism, further research needs to be done using a qualitative approach."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>