Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144891 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andrian Fahril Ode Putra
"ABSTRAK
Latar belakang: Thalassemia merupakan suatu penyakit gen tunggal yang disebabkan oleh kerusakan pada gen dalam mengontrol produksi protein sehingga sel darah merah akan mudah pecah dan pengikatan oksigen terganggu. Hal ini akan memicu terjadinya anemia dan membutuhkan transfusi darah secara rutin dan seumur hidup. Transfusi darah rutin menyebabkan terjadinya akumulasi besi yang memicu beberapa komplikasi, salah satunya adalah gangguan pada fungsi pankreas. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara profil besi dengan gangguan fungsi pankreas berupa diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa pada subjek thalassemia mayor. Metode: Desain potong-lintang pada 79 subjek thalassemia mayor di Pusat Thalassemia RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hasil: Dua 2,53 subjek mengalami gangguan toleransi glukosa dan 77 97,47 subjek dengan nilai toleransi glukosa normal. Nilai median feritin serum pada kelompok gangguan toleransi glukosa yakni 5595,5 2062,0-9199,0 ng/mL sedangkan yang tidak mengalami gangguan toleransi glukosa yakni 3309,0 487,0-11247,0 ng/mL p= 0,574 . Nilai median saturasi transferin pada subjek gangguan toleransi glukosa yakni 76 52-100 sedangkan yang tidak mengalami gangguan toleransi glukosa yakni 89 11-100 p= 0,827 . Kesimpulan: Tidak didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara kadar feritin serum dan saturasi transferin terhadap gangguan fungsi pankreas.

ABSTRACT
Background Thalassemia is a single gene disease that is caused by defect on gene which controls the protein production that eventually leads to red blood cell lysis and defect on oxygen binding capacity. Therefore, the patient needs regular blood transfusion during his lifetime. Regular blood transfusion causes iron accumulation that leads to complications such as defect on pancreas function. Aim To know the association between iron profile and defect on pancreas function such as diabetes mellitus and glucose intolerance in major thallassemia subjects. Methods Cross sectional design on 79 major thalassemia subjects in Thalassemia Center of RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Results Two 2.53 subjects were glucose intolerant and 77 97,47 subject has a normal blood glucose. Median value of serum ferritin level in glucose intolerant subjects was 5595.5 2062,0 9199,0 ng mL meanwhile the median value of serum ferritin level in normal glucose level subjects was 3309.0 487,0 11247,0 ng mL p 0.574 . The median value of transferrin saturation in glucose intolerant patients is 76 52 100 meanwhile the median value of tranferrin saturation level in normal glucose level subjects is 89 11 100 p 0,827 . Conclusion There is no significant association between serum ferritin level and transferrin saturation and defect of pancreas function."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Ichsan Wiguna
"Transfusi darah berulang pada subjek thalassemia mayor berpotensi menyebabkan transmisi virus hepatitis B dan / atau C. Infeksi dapat menyebabkan perubahan kadar feritin serum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi varian virus hepatitis dan hubungannya dengan kadar feritin serum. Penelitian potong-lintang dilakukan dengan membandingkan kadar feritin serum antar kelompok subjek terinfeksi varian virus hepatitis pada subjek thalassemia mayor di RS Cipto Mangunkusumo Kiara Jakarta antara tahun 2006-2015. Hasil penelitian menyebutkan bahwa prevalensi infeksi hepatitis keseluruhan sebesar 10,06 subjek dan didapatkan nilai p < 0,050 dari uji komparasi antara kadar feritin serum pada kelompok subjek hepatitis B dengan hepatitis C, hepatitis B dengan hepatitis B dan C, hepatitis C dengan non-hepatitis serta hepatitis B dan C dengan non-hepatitis. Pevalensi infeksi hepatitis keseluruhan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lain dan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar feritin serum pada kelompok subjek hepatitis B dengan hepatitis C, hepatitis B dengan hepatitis B dan C, hepatitis C dengan non-hepatitis serta hepatitis B dan C dengan non-hepatitis.

Regular blood transfusion in major thalassemia subjects potentially mediates infection of hepatitis B and or C virus. Infection can change serum ferritin level. This research intends to know the prevalence of hepatitis virus variant infection and its association with serum ferritin level. This research used cross sectional method to compare serum ferritin level within each hepatitis virus variant infection subject's groups on major thalassemia subjects in RS Cipto Mangunkusumo Kiara Jakarta within 2006 2015. Results showed that prevalence of hepatitis in total was 10.06 subjects and p value from comparison test of serum ferritin level in subject's group of hepatitis B with hepatitis C, hepatitis B with hepatitis B and C, hepatitis C with non hepatitis, and hepatitis B and C with non hepatitis is p 0,050. Prevalence of hepatitis in total was lower than prevalence value in the other studies and there were significant association of serum ferritin level in subject's group of hepatitis B with hepatitis C, hepatitis B with hepatitis B and C, hepatitis C with non hepatitis, and hepatitis B and C with non hepatitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufik
"Pendahuluan: Beta thalassemia mayor (BTM) merupakan kelainan sintesis rantai beta globin yang menyebabkan penderitanya harus menjalani transfusi berulang untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Hal tersebut dapat menyebabkan hemokromatosis di berbagai organ yang dapat menyebabkan komplikasi, termasuk diabetes melitus (DM). Terapi kelasi besi ditujukan untuk mengurangi hemokromatosis dan mencegah komplikasi, namun seringkali penderita tidak patuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan terapi kelasi terhadap kejadian DM pada pasien BTM. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong-lintang. Tingkat kepatuhan terapi kelasi ditentukan menggunakan Morisky Medication Adherence Scale – 8 (MMAS-8), sementara data pemeriksaan laboratorium terkait DM (kadar glukosa darah sewaktu, puasa, dan 2 jam postprandial) didapatkan dari rekam medis. Subjek penelitian adalah penderita BTM di Pusat Kesehatan Ibu & Anak (PKIA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kiara yang bersedia mengisi kuesioner dan memiliki data pemeriksaan laboratorium terkait. Analisis data dilakukan dengan Uji One- Way ANOVA dan Uji T Tidak Berpasangan. Hasil: Dari 50 penderita BTM yang menjadi subjek penelitian, sebagian besar (74%) memiliki tingkat kepatuhan terapi kelasi yang rendah. Ditemukan 1 (2%) subjek yang memiliki kondisi prediabetes. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara tingkat kepatuhan terapi kelasi terhadap kadar glukosa darah sewaktu (p = 0,843, n = 35), kadar glukosa darah puasa (p = 0,776, n = 17), maupun kadar glukosa darah 2 jam postprandial (p = 0,863, n = 17). Kesimpulan: Tingkat kepatuhan terapi kelasi tidak berhubungan dengan kejadian DM yang ditentukan melalui kadar glukosa darah sewaktu, puasa, dan 2 jam postprandial
Introduction: Beta thalassemia major (BTM) is a disorder of beta globin chain synthesis that causes sufferers to undergo repeated transfusions to maintain hemoglobin levels. This can cause hemochromatosis, and in various organs can cause complications, including diabetes melitus (DM). Iron chelation therapy is intended to reduce hemochromatosis and prevent complications, but often sufferers do not comply. The purpose of this study was to determine the relationship of the level of adherence of chelation therapy to the occurence of DM in BTM patients. Method: This research is a cross-sectional study. The level of chelation therapy adherence was determined using the Morisky Medication Adherence Scale - 8 (MMAS-8), while laboratory examination data related to DM (random, fasting, and two hours post-prandial plasma glucose level) were obtained from medical records. The subjects were BTM sufferers at the Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) Kiara Hospital who were willing to fill out questionnaires and have relevant laboratory examination data. Data analysis was performed with One-Way ANOVA and Independent T-Test. Results: From BTM sufferers who were the subjects of the study, the majority (74%) had a low level of chelation therapy adherence. One (2%) subject were found to have prediabetes. No significant relationship was found between the level of chelation therapy adherence to random blood glucose levels (p = 0.843, n = 35), fasting blood glucose levels (p = 0.776, n = 17), and 2 hours post-prandial blood glucose levels (p = 0.863 , n = 17). Conclusion: The level of chelation therapy adherence is not related to the occurence of DM which is determined through random, fasting, and two hours post- prandial plasma glucose level."
Depok: Fakultas Kedokteran Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Aminah Padang
"Pendahuluan : Indonesia menduduki posisi ketiga dengan jumlah kasus tuberkulosis terbanyak. Rata-rata 90 % dari yang terinfeksi M.tuberkulosis menimbulkan kekebalan karena imunitas yang baik akan tetapi 10 % berkembang menjadi tuberkulosis aktif dalam hitungan beberapa bulan atau tahun setelah terjadi infeksi (WHO, 2018). Diabetes menyerang 382 juta pada tahun 2013 dan diproyeksikan akan meningkat menjadi 592 juta pada tahun 2035. Ketika diabetes menyebar, itu akan menyebabkan semakin banyak penduduk yang terinfeksi tuberkulosis (Lonnroth, 2014). Prevalensi diabetes mellitus meningkat berdasarkan umur terutama pada populasi di atas 40 tahun yang dikarenakan perkembangan intoleransi glukosa. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui besar risiko diabetes mellitus terhadap kejadian tuberkulosis paru pada penduduk 40-65 tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor contributory (potential confounder) yang juga berhubungan terhadap kejadian tuberkulosis maupun diabetes mellitus.
Metode : Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sebanyak 26.301 Penduduk 40-65 tahun menjadi sampel pada penelitian ini. Data diperoleh dari Mandat Litbangkes RI dan dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik.
Hasil : Risiko TB Paru 4,8 kali lebih besar pada penduduk 40-65 tahun yang memiliki riwayat diabetes mellitus dibandingkan dengan tidak memiliki riwyat diabetes mellitus (POR = 4,8 : 95% CI 2,2-10,6).
Kesimpulan : Kolaborasi antar layanan termasuk didalamnya skrining (Diabetes Mellitus dan TB Paru) diperlukan untuk mengurangi prevalensi dari kedua penyakit dengan didukung penyusunan peraturan/pedoman standard antar layanan di FKTP serta pertimbangan pemberian profilaksis PP INH pada penderita diabetes mellitus perlu dipertimbangkan

ABSTRACT
Introduction : Indonesia is the third rank of the highest number cases of tuberculosis. On average 90% of those infected with M and only 10% develop active tuberculosis after infection (WHO, 2018). Diabetes attacked 382 million in 2013 and will be predicted increase to 592 million by 2035. When diabetes spreads, it will cause more people infected tuberculosis (Lonnroth, 2014). The prevalence of diabetes mellitus increases with age, especially in populations over 40 years due to the development of glucose intolerance. Therefore, it is necessary to do research to determine the risk of diabetes mellitus against pulmonary tuberculosis in the population of 40-65 years by considering the contributory factors (potential confounder) which are also related to the prevalence of tuberculosis and diabetes mellitus.
Method: This study used cross-sectional design. Sample were 26,301 respondents of 40-65 years. Data was obtained from the Indonesian Litbangkes and analyzed using the Logistic Regression.
Result : The risk of pulmonary TB was 4,8 times greater in the population of 40-65 years who had a history of diabetes mellitus compared to not having a diabetes mellitus (POR = 4,8 : 95% CI 2,2-10,6).
Conclusion : Collaboration both health services including screening (Diabetes Mellitus and Pulmonary TB) is needed to reduce the prevalence of both diseases and profilaxis program of PP INH need to be considered."
2019
T52117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizal Irawan
"Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia dan dikenal sebagai penyakit multifaktorial. Faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obesitas, nutrisi, dan aktivitas fisik mempunyai peranan yang penting dalam penyakit ini. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi DM di kota Ternate dan hubungannya dengan perilaku dan aktivitas fisik. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji coba sebelumnya disertai pemeriksaan fisik dan pengukuran kadar glukosa darah puasa. Sampel dipilih secara multistage random sampling. Dari total 502 responden berusia diatas 20 tahun yang berpartisipasi didapatkan prevalensi DM sebesar 19,6%. Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor-faktor perilaku dengan DM. Prevalensi DM di kota Ternate cukup tinggi namun belum diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi hal itu.

Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases which is characterized by hyperglycaemia and also known as a multifactorial disease. Genetic and environment factor, such as obesity, nutrition and physical activity have big influence on this disease. The objective of this study is to acknowledge the prevalence of DM in Ternate and the correlation with behaviour and physical activity.This study used cross-sectional method, with interview by using a questioner which had been tested before accompanied by physical examination and measurement of fasting blood glucose level. Samples were selected by multistage random sampling. From a total of 502 respondents aged above 20 years who participated, we acquired the prevalence of DM in population as 19,6%. There is no significant correlation between behaviour factors with DM. Prevalence of DM in Ternate is quite significant but influential factors are still unknown."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"[Riset ini bertujuan untuk mengidentifikasi prevalensi diabetes mellitus dan hubungannya dengan beberapa factor seperti factor demografis(usia, jeniskelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan) dan factor gaya hidup (konsumsi alcohol dan kopi, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok). Studi ini menggunakan metode cross sectional yang telah dilakukan pada bulan Maret 2011 dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang melingkupi pengukuran tekanan darah, pengukuran Indeks Massa Tubuh, dan pemeriksaan penglihatan. Selain itu pemeriksaan laboratorium juga dilakukan untuk menguji sampel darah dan urin.Subjek penelitian adalah warga yang tinggal di Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur.Analisis hubungan antara factor demografis dan factor gaya hidup dilakukan dengan menggunakan uji chi-square test bilamana syarat terpenuhi. Prevalensi Diabetes Mellitus yang didapatkan adalah 18.2%. Analisa statistic tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara factor terkait dengan diabetes mellitus. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa prevalensi diabetes mellitus di Kelurahan Kayu Putih, Jakarta Timur cukup tinggi. Usia, jenis kelamin, dan gaya hidup tidak signifikan dalam kejadian diabetes. Namun, tren dalam penelitian ini menunjukkan bahwa diabetes meningkat di antara orang dengan faktor-faktor risiko, The research is aimed to identify the prevalence of diabetes mellitus and its associations with several factors including age, gender, family history, obesity and lifestyle factor (alcohol and coffee consumption, physical inactivity, and smoking habit). A Cross sectional study was done on March 2011 by performing history taking, physical examination (blood pressure, BMI measurement, and visual test) and laboratory examination (blood sample and urine test). Subjects were people living at Kelurahan Kayu Putih, East Jakarta. Associations between demographic factors and life style with diabetes were analysed using chi-square test where appropriate. It was found that the Prevalence of Diabetes Mellitus is 18.2%. Many of the subjects were housewives (46.8%), while the rest are employees (18.2%), unemployed or pension (22.1%), blue-collar workers (3.9%), and entrepreneur (9.1%) and most of the population are Senior high school – university graduated (68.9%).Statistical analysis didn’t find significant relations between demographical factors and life style with diabetes mellitus. In conclusion, the prevalence of diabetes mellitus in Kelurahan Kayu Putih, East Jakarta is considerably high, but factors such as age, gender, background, and lifestyle are not significant in incidence of diabetes. Yet, the number in this study show trend of diabetes was increased among people with these risk factors.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Arianto
"Diabetes melitus dan gizi kurang secara terpisah dikatakan dapat meningkatkan kejadian tuberkulosis. Studi potong lintang analitik ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi tuberkulosis paru (TBP) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Dari keseluruhan 462 pasien DMT2, 125 pasien (27.1%) di antaranya menderita TBP. Total pasien DMT2 yang menderita gizi kurang sebesar 125 pasien (27.1%). Sementara itu, dari keseluruhan pasien DMT2 yang menderita TBP, 78 pasien (62.4%) juga menderita gizi kurang. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi TBP yang bermakna secara statistik (p <0.000).

Diabetes mellitus and undernutrition separately were proved as risk factors of tuberculosis incidence. This analytical cross sectional study aimed to measure the prevalence of lung tuberculosis (TBP) among type 2 diabetes mellitus (DMT2) patients and its association with undernutrition. A total of 462 DMT2 patients were analyzed and the results showed that 125 patients (27.1%) had TBP and 125 patients (27.1%) were undernourished. Within DMT2 patients who had TBP, there were 78 undernourished patients (62.4%). We concluded there is a highly significant statistical association between undernutrition and prevalence of TBP among DMT2 patients (p <0.000)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Istiantho
"Latar Belakang: Diabetes melitus sering disebut penyakit multifaktor di mana faktor-faktor seperti demografi dan status gizi turut mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Ternate adalah kota dengan prevalensi DM terbesar kedua di Provinsi Maluku Utara, provinsi dengan jumlah penyandang DM dan toleransi glukosa terganggu paling tinggi di Indonesia dan juga memiliki penduduk dengan ragam sosial dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran demografi dan indeks massa tubuh; dan juga prevalensi DM masyarakat kota Ternate tahun 2008 serta ada atau tidaknya hubungan antara keduanya.
Metode: Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah cross-sectional melalui wawancara terpimpin dengan kuesioner ditambah dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Responden adalah mereka yang berumur 20 tahun ke atas yang tersebar di tiga kecamatan kota Ternate yang dipilih secara acak dengan multi-stage random sampling.
Hasil: Sebanyak 502 orang responden mengikuti penelitian ini. Dari hasil pengumpulan data didapatkan hasil prevalensi DM di kota Ternate tahun 2008 adalah sebesar 19,6% dan didapatkan hubungan bermakna antara DM dengan usia (p<0,001), bentuk keluarga (p=0,033), status gizi (p=0,022), dan pekerjaan (p=0,030). Sedangkan untuk sebaran penduduk, mayoritas responden adalah perempuan (61,8%), berusia 40 tahun ke atas (71,1%), status pernikahan menikah (79%), dan tinggal dalam keluarga inti (80,9%). Sebagian besar dari responden memiliki pendapatan yang tergolong menengah rendah (51%), pendidikan yang tergolong rendah (46,8%), suku Ternate (48,3%), tergolong sebagai obesitas kelas I (37,8%), dan bekerja sebagai ibu rumah tangga (40,5%).
Kesimpulan: Prevalensi diabetes di kota Ternate yang didapat dari penelitian ini belum dapat menggambarkan walaupun mendekati prevalensi diabetes di provinsi Maluku Utara menurut Riskesdas yang cakupan wilayahnya lebih luas. Prevalensi diabetes di kota Ternate berhubungan dengan usia, bentuk keluarga, status gizi, dan pekerjaan.

Background: Diabetes melitus is so called multifactor disease where some factor i.e. demograph and nutritional status play role to the progressivity of this disease. Ternate is the second highest city with DM?s prevalence in North Maluku, the highest province with prevalence of DM and impaired glucosa tolerance, this city has wide social and economical diversity. This study is purposed to know percentage of demograph and body mass index, and also prevalence of DM in North Maluku. This study is also wanted to know whether demograph and body mass index are related to DM.
Method: The method used for collecting data is cross-sectional study through directed interview with physical and laboratory examination. Respondents are they who are more than 19 years old and are scattered in three districts of Ternate. They are randomly chosen by multi-stage random sampling method.
Result: The results are DM?s prevalence in Ternate year 2008 is 19,6% and there is relationship between DM and age (p<0,001), family type (p=0,033), nutritional status (p=0,022), and occupation (p=0,030). Majority of respondents are: women (61,8%), older than 39 years old (71,1%), married (79%), and live with nuclear family (80,9%). Most of them: have mid-lower income category (51%), low educational level (46,8%), Ternate ethnic (48,3%), are class I obese (37,8%), and are housewifes (40,5%).
Conclusion: Prevalence of diabetes in Ternate according to this study can not represent, altough it is close to, the prevalence of diabetes in North Maluku according to Riskesdas which is include larger area. Prevalence of diabetes in Ternate has relationship with age, family type, nutritional status, and occupation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina
"Asupan serat dalam menu harian penyandang diabetes masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan serat dalam makanan selingan penyandang diabetes melitus (DM) 2 terhadap kadar glukosa darah. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain menyilang alokasi acak pada 7 laki-laki dan 13 perempuan di Klinik Dokter Keluarga Kayu Putih Jakarta. Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok: kelompok kontrol mendapat anjuran diet DM dan kelompok perlakuan mendapat anjuran diet DM dan pemberian makanan selingan yang mengandung serat 6 gram/hari selama 3 minggu. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Status gizi obes didapatkan pada 55% subyek. Sebagian besar subyek tidak mematuhi anjuran diet DM: asupan lemak tinggi sedangkan asupan serat 7,0–13,7 g/hari. Pada awal penelitian, kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial serum kedua kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna. Setelah periode perlakuan, perubahan kadar glukosa darah tidak bermakna, namun terlihat cenderung menurun pada kelompok perlakuan. Kesimpulan: pada penyandang DM tipe 2, pemberian makanan selingan yang mengandung serat 6 gram selama 3 minggu tidak menurunkan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial serum.

Fiber intake in the daily menu of diabetes patients was observed to be lower than recommendation. The aim of this study was to evaluate the effect of fiber supplementation as snack on blood glucose levels in type 2 diabetic subjects. This randomized, cross-over controlled clinical trial involved 7 men and 13 women, who visited to Family Doctor Clinic Kayu Putih in Jakarta. Subjects were assigned into two groups: control group who got diabetic diet recommendation, while treatment group got diabetic diet recommendation and snack containing 6 grams fiber/day for three weeks. Fasting blood glucose (FBG) and 2 hours postprandial blood glucose (PPBG) levels were assessed before and after intervention. Fifty five percent of the subjects were obese. Majority of subjects could not comply with diabetic regiment: high in fat, while fiber intakes was around 7.0–13.7 g/day. At baseline, FBG and PPBG levels were comparable. After intervention period, blood glucose level did not changed significantly, but tend to decrease in the treatment group. In conclusion: snack containing 6 grams of fiber for three weeks did not decrease FBG and PPBG of type 2 diabetic subjects."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okta Festi Amanda
"Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu komplikasi serius yang sering terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2. Dibutuhkan sebuah penanda yang dapat mendeteksi PGK sejak awal untuk mencegah progresifitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kadar malondialdehida (MDA) serum dengan estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG). MDA merupakan penanda stres oksidatif yang diprediksi berperan dalam tahap awal kerusakan ginjal.
Desain penelitian ini adalah potong lintang. Populasi yang digunakan adalah pasien DM tipe 2 rawat jalan di Puskesmas Pasar Minggu. Sampel yang dianalisis sejumlah 50 orang (14 laki-laki, dan 36 perempuan, rentang usia 39-74 tahun), diambil dengan tenik total sampling. Kadar MDA diukur secara spektrofotometri berdasarkan reaksi antara MDA dengan asam tiobarbiturat, dengan nilai koefisien korelasi (r) dari metode tersebut 0,9996 dan koefisien variasi (%KV) intra dan antar pengukuran berkisar 2,75-13,33%.
Nilai eLFG diukur berdasarkan metode kinetik Jaffe, dengan koefisien korelasi (r) 0,9994 dan %KV intra dan antar pengukuran berkisar 2,91 – 9,52%. Kadar MDA pasien DM tipe 2 diperoleh 0,82 ± 0,26 nmol/ml, dan nilai eLFG diperoleh 78,30 ± 26,77 (Cockroft-Gault); 76,08 ± 24,17 (MDRD study); dan 79,25 ± 21,04 (CKD-EPI). Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar MDA dengan nilai eLFG berdasarkan persamaan Cockroft-Gault (p =0,039, r = -0,293), tetapi tidak terlihat hubungan yang bermakna dengan nilai eLFG berdasarkan persamaan MDRD study dan CKD-EPI (p = 0,051 dan p = 0,053; r = -0,277 dan r = -0,275).

Chronic kidney disease (CKD) is one of serious complication that most common in type 2 diabetes mellitus patients. It is important to find a marker that can detect it earlier to prevent its progression. The aim of this study was to analyze the correlation between malondialdehyde (MDA) concentration and estimated glomerular filtration rate (eGFR). MDA is an oxidative stress marker which was predicted allies in early stage of kidney damage.
The design of this study is cross sectional. The population was type 2 DM outpatients at Pasar Minggu Local Government Clinic. Total sampling method was used in sample selection. Samples being analyzed were as much as 50 patients (14 males, 36 females, age ranges : 39-74 years). MDA was measured by spectrophotometric based on its reaction with thiobarbituric acid. The coefficient correlation (r) of this method was 0.9996 and the coefficient of variation (%CV) within and between run were 2.75 - 13.33%.
eGFR was measured based on kinetic Jaffe method. Its coefficient correlation (r) was 0.9994 and %CV within and between run were 2.91-9.52%. MDA concentration in type 2 DM patients in this research was 0.82 ± 0.26 nmol/mL and the eGFR values were 78.30 ± 26.77 (Cockroft-Gault); 76.08 ± 24.17 (MDRD study); and 79.25 ± 21.04 (CKD-EPI). There was a significant correlation between MDA concentration and eGFR based on Cockroft-Gault formula (p =0.039, r = -0.293), but there were no significant correlation between MDA concentration and eGFR based on MDRD study and CKD-EPI (p = 0.051 and p = 0.053; r = -0.277 and r = -0.275).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46473
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>