Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25596 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atma Hayat
"Regional autonomy is intended to improve public services and local government's performance including the managerial performance in public sector budgeting. This study aims to obtain empirical evidence on the effects of antecedent variable in public sector budgeting in local government within organizational commitment and public sector managerial performance. This study employs positivist paradigm with quantitative approach. This is an explanatory study with the population of public sector managers scattered in 343 regional work units (SKPD) of South Kalimantan district and municipal government. This study uses samples of 217 public sector managers with analysis unit of public sector manager and technique of multistage random sampling. Decentralization and participation in budgeting significantly affect organizational commitment and managerial performance directly. Distributive justice in budgeting significantly affects organizational commitment yet has no significant effect on managerial performance, while organizational commitment significantly affects managerial performance. Furthermore, indirectly, organizational commitment can partially mediate the effects of decentralization on managerial performance as well as the effects of participation on managerial performance. While organizational commitment can fully mediate the effects of distributive justice on managerial performance. The results of overall study showed that participation in budgeting is the central variable in shaping organizational commitment, while the organizational commitment turns out to be the most dominant variable affecting managerial performance and becomes the bridge of managerial performance achievement when distributive justice has no significant effect on managerial performance.
Otonomi daerah dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pelayanan publik sekaligus kinerja pemerintah daerah dan termasuk pula kinerja manajerial dalam penganggaran sektor publik. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empirik atas pengaruh variabel anteseden dalam penganggaran sektor publik pada pemerintah daerah terhadap komitmen organisasional dan kinerja manajerial sektor publik. Penelitian ini menggunakan paradigma positivistik dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian bersifat eksplanatori dengan populasi para manajer sektor publik yang tersebar pada 343 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Sampel yang digunakan sebesar 217 manajer sektor publik dengan unit analisis manajer sektor publik dan teknik pengambilan sampel multistage random sampling. Secara langsung desentralisasi dan partisipasi dalam penganggaran berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional dan kinerja manajerial. Keadilan distributif dalam penganggaran berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial, sedangkan komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Selanjutnya secara tidak langsung komitmen organisasional dapat memediasi secara tidak penuh (partial mediating) pengaruh antara desentralisasi terhadap kinerja manajerial dan demikian pula pengaruh antara partisipasi terhadap kinerja manajerial. Adapun komitmen organisasional dapat memediasi secara penuh (fully mediating) pada pengaruh antara keadilan distributif terhadap kinerja manajerial.Hasil secara keseluruhan menunjukkan partisipasi dalam penganggaran merupakan variabel sentral dalam pembentukan komitmen organisasional, sedangkan komitmen organisasional menjadi variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja manajerial dan menjadi jembatan pencapaian kinerja manajerial ketika keadilan distributif tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja manajerial."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Pusat Kajian Sosiologi, LabSosio, 2016
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Alviyani
"Inovasi menjadi penting bagi perusahaan untuk bertahan dan berkembang dalam persaingan. Perilaku kerja inovatif karyawan menjadi faktor yang perlu diperhatikan perusahaan terutama pada karyawan Gen Z yang dikenal sebagai generasi yang kreatif dan inovatif. Akan tetapi, karyawan Gen Z juga sering mengungkapkan rasa kecewa dan rasa tidak adil saat mereka bekerja melalui media sosial. Sementara itu, salah satu faktor yang dapat menampilkan perilaku tersebut adalah keadilan organisasi. Penelitian ini pun dilakukan untuk melihat peran keadilan organisasi beserta keempat dimensinya terhadap perilaku kerja inovatif pada karyawan Gen Z di Indonesia. Data diperoleh dari 217 karyawan berusia 18-28 tahun di Indonesia. Perilaku kerja inovatif diukur menggunakan Skala Perilaku Kerja Inovatif yang diadaptasi oleh Etikariena dan Muluk (2014) dan keadilan organisasi diukur menggunakan Organizational Justice Scale yang diadaptasi oleh Pratiwi (2013) ke dalam Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil analisis regresi linear sederhana, keadilan organisasi berperan secara positif dan signifikan terhadap perilaku kerja inovatif (β = 0.36, p = 0.00). Keadilan organisasi dapat menjelaskan 13% varians dari perilaku kerja inovatif (R2= 0.13, p = 0.00). Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda, dimensi keadilan prosedural berperan secara positif dan signifikan terhadap perilaku kerja inovatif (β = 0.40, p = 0.00). Akan tetapi, dimensi keadilan distributif (β = 0.08, p = 0.32), keadilan interpersonal (β = 0.07, p = 0.36), dan keadilan informasi (β = -0.08, p = 0.28) tidak berperan secara signifikan terhadap perilaku kerja inovatif. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhatikan keadilan organisasi untuk meningkatkan perilaku kerja inovatif pada karyawan Gen Z di Indonesia.

Innovation becomes essential for companies to survive and thrive in competitive markets. Employees' innovative work behavior is a factor that companies need to pay attention to, especially Gen Z employees, who are known as a creative and innovative generation. However, Gen Z employees also often express disappointment and unfairness when they work through social media. Meanwhile, one factor that can display such behavior is organizational justice. This research was conducted to look at the role of organizational justice and its four dimensions in innovative work behavior on Gen Z employees in Indonesia. Data was obtained from 217 employees aged 18–28 in Indonesia. Innovative work behavior is measured using the Innovative Working Behavior Scale adapted by Etikariena and Muluk (2014), and organizational justice is assessed using the Organizational Justice Scale adapted by Pratiwi (2013) to the Indonesian language. Based on the results of simple linear regression analysis, organizational justice plays a positive and significant role in innovative work behavior (β = 0.36, p = 0.00). Organizational justice can explain 13% of the variance in innovative work behavior (R2 = 0.13, p = 0.00). Based on the results of multiple linear regression analysis, the dimension of procedural justice plays a positive and significant role in innovative work behavior (β = 0.40, p = 0.00). However, the dimensions of distributive justice (β = 0,08, p = 0.32), interpersonal justice (β = 0.07, p = 0.36), and informational justice (β = -0.08, p = 0.28) do not play a significant role in innovative work behavior. Therefore, companies need to pay attention to organizational justice to improve innovative work behavior on Gen Z employees in Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aviantara Agung Nugraha
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi keadilan organisasi terhadap perilaku kewargaan organisasi (PKO) di PT. X. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dengan responden penelitian sebanyak 33 karyawan. Persepsi keadilan organisasi di ukur dengan menggunakan alat ukur persepsi keadilan organisasi yang diadaptasi dari alat ukur persepsi keadilan organsisasi (Rego & Cunha, 2006). Alat ukur persepsi keadilan organisasi terdiri dari 17 item (a=0,907). Sedangkan PKO diukur dengan alat ukur PKO yang dikembangkan oleh Podsakoff (1990 dalam Organ et al., 2000). Alat ukur PKO terdiri dari 24 item (a = 0,812). Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi keadilan organisasi terhadap PKO (R = 0,741, p<.0,01).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hanya dimensi keadilan informasi yang menunjukkan hubungan positif dan signifikan terhadap PKO (R = 0,653, p<.0,01). Hal ini dapat diartikan semakin tinggi keadilan informasi maka akan semakin tinggi pula PKO. Peneliti kemudian merancang intervensi yang dapat meningkatkan keadilan informasi berupa pelatihan komunikasi efektif pada karyawan level jabatan manajer dan penyelia di PT. X. Tujuannya dengan meningkatkan keadilan informasi maka akan berdampak pada meningkatnya PKO di PT. X. Hasil evaluasi pemahaman menunjukkan signifikansi perbedaan pre-test dan post-test baik pada peserta pelatihan level karyawan maupun level penyelia (nilai t karyawan level manajer = -9,798 (p <0,05), nilai t karyawan level penyelia =- 6.364 (p< 0.05)). Hal ini dapat diartikan terjadi peningkatan pemahaman mengenai komunikasi efektif pada peserta pelatihan setelah pelaksanaan intervensi.

ABSTRACT
This research aims to determine the relationship between perception of organizational justice and organizational citizenship behavior (OCB) at X company. The type of this study is correlational study and the number of participants are 33 employees. Perceived Organizational Justice is measured by using measurement instrument adapted from perceived organizational justice questionnaire developed by Rego & Cunha (2006). Perceived Organizational Justice questionnaire consists of 17 items (a=0,907). Whereas, OCB measurement instrument adapted from OCB questionnaire developed by Podsakoff (1990 in Organ et al., 2000). OCB questionnaire consists of 24 items (a = 0,812).
The results showed a positive and significant relationship between perceived organizational justice and OCB (R = 0,741, p<.0,01). The results also showed that only informational justice dimension indicating a positive and significant relationship on OCB (R = 0,653, p<.0,01). It can be concluded that the higher informational justice then the higher the OCB level. Researcher then designing interventions that can improve informational justice in the form of effective communication training for employee at managerial level and supervisory level. Purpose of the intervention is to improve informational justice that will result in increased levels of OCB. Evaluation at learning criteria show significant differences between pre-test and post-test both at manageria level as well as at supervisory level (value of t for managerial level = -9,798 (p <0,05), value of t for supervisory level =-6.364 (p< 0.05)). It can be concluded that there has been an increase in knowledge about effective communication on the trainee after the implementation of intervention.
"
2013
T36057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akbar Magistra Putra
"Seiring dengan adanya pembaharuan hukum, khususnya dalam tujuan pemidanaan yang bersifat memuaskan hak dan kewajiban seluruh pihak menjadikan istilah ADR diserap ke dalam sistem hukum acara pidana. ADR di dalam sistem hukum acara pidana dikenal dengan istilah mediasi penal yang merupakan pengejawantahan dari konsep restorative justice. Dewasa ini, salah satu aparatur penegak hukum yang sering kali menerapkan mediasi penal adalah Polri, khususnya melalui fungsi Bhabinkamtibmas. Hal ini merupakan pengaktualisasian dari telah dihapuskannya wewenang penyidikan pada Polsek dan peluncuran Polisi RW yang keduanya sengaja diprogramkan untuk mengorientasikan fungsi kepolisian untuk membina dan menjaga kamtibmas melalui tindakan preemtif dan preventif. Padahal, ketentuan-ketentuan mengenai mekanisme mediasi penal sejatinya belum diatur secara letterlijk bagi Bhabinkamtibmas. Secara lahiriah, fungsi Bhabinkamtibmas sejatinya adalah untuk melaksanakan fungsi kepolisian berupa pembinaan dan penjagaan kamtibmas. Namun, saat ini juga dituntut untuk membantu penyelengaraan fungsi-fungsi kepolisian di Polri lainnya, yakni salah satunya adalah fungsi reskrim dalam hal penyelesaian perkara di luar pengadilan. Hal tersebut dapat ditemui secara parsial pada aturan internal kepolisian di Polri yang menyebutkan bahwa Bhabinkamtibmas dapat “menyelesaikan perkara ringan” dan “memediasi antar pihak” dalam penanganan tindak pidana, sehingga tuntutan ini berkaitan dengan adanya penerapan mediasi penal oleh Polri. Atas dasar tersebut, salah satu bentuk persoalan yang sering kali menjadi landasan bagi Bhabinkamtibmas dalam menerapkan mediasi penal adalah pada penanganan konflik horizontal. Di sisi lain, tuntutan bagi Bhabinkamtibmas tersebut nyatanya tidak selaras dengan adanya pembekalan pengetahuan, kompetensi, dan keterampilan dalam hal sebagai mediator dalam adanya penanganan konflik. Hal tersebut terbukti dengan adanya penanganan konflik horizontal melalui penerapan mediasi penal yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas di Polsek Serpong yang hingga saat ini belum mencapai kesepakatan damai, sehingga mengakibatkan terganggunya kamtibmas. Oleh karena itu, melalui metode penelitian yang bersifat normatif berdasarkan studi literatur, penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan secara menyeluruh mengenai persoalan penerapan mediasi penal oleh Polri, khususnya bagi Bhabinkamtibmas. Berdasarkan persoalan tersebut, Penulis menggagas adanya usulan sertifikasi konflik mediator bagi Bhabinkamtibmas dalam upaya optimalisasi mediasi penal oleh Polri.

As part of legal reforms, particularly in the area of punishment that takes into account the rights and obligations of all parties involved, the criminal procedural law system incorporated the term ADR. This later came to be known as penal mediation embodying the concept of restorative justice which has been implemented by The Indonesian National Police (Polri) through the role of Bhabinkamtibmas. It discusses the implementation of changes in the investigative authority at the Sector Police Station and the introduction of the RW Police, whose goal is to redefine the role of the police in promoting and preserving public safety through preemptive and preventive actions. However, there has been an absence of specific regulations in place for Bhabinkamtibmas regarding the penal mediation mechanism. Apart from their main duty to ensure public safety, Bhabinkamtibmas is expected to support the police in carrying out their functions, including criminal investigations to resolve cases without going to court. As stated in the internal police rules, they have the authority to “handle minor cases” and “mediate between parties” in criminal acts. Practically, there have been some problems with the horizontal conflict management suggesting that Bhabinkamtibmas lack the necessary knowledge, competence, and skills required to effectively mediate conflicts. This can be seen from the resolution of horizontal conflicts through penal mediation conducted by Bhabinkamtibmas at Serpong Sector Police Station, which has not yet to achieve a compromise, leading to issues in security and public order. Using normative research methods and drawing on literature studies, this study aims to offer a comprehensive understanding of the challenges surrounding the implementation of penal mediation by the National Police, with a particular focus on Bhabinkamtibmas. Based on these problems, the author initiated an initiative to certify conflict mediators within the Bhabinkamtibmas to enhance the effectiveness of Polri penal mediation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizqy Saputra
"Tesis ini membahas tentang perilaku kewarganegaraan organisasi (OCB) dan hubungannya dengan faktor kepuasan kerja, komitmen organisasi dan keadilan organisasi pada anggota polri di Polres Subang. Personel terdiri dari berbagai posisi jabatan, pangkat, usia, dan pengalaman kerja. OCB sebagai perilaku individu yang bijak, tidak secara langsung diakui oleh sistem penghargaan formal, dan secara agregat mempromosikan fungsi efektif organisasi. Mengukur OCB menggunakan skala pengukuran Podsakoff dkk. (1990) dengan beberapa modifikasi. Dimensi OCB (ketidakegoisan, sifat hati-hati, sportivitas, sopan santun, dan kebajikan sipil).
Pengukuran kepuasaan kerja menggunakan Survei Diagnostik Kerja (JDS) oleh Hackman dan Oldham (1975). Komitmen Organisasi diukur oleh skala Allen dan Meyer (1996) mencakup tiga dimensi: afektif, berkelanjutan, dan normatif. Keadilan organisasi diukur dalam tiga cara yaitu distributif (Price & Mueller, 1986), prosedural (Sweeney & McFarlin, 1997), dan interaksional (Niehoff & Moorman, 1993). Pendekatan kuantitatif melalui kuesioner yang disebar kepada 150 responden. Teknik analisis data menggunakan metode Path Analysis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi kapolsek memiliki nilai tertinggi pada masing-masing dimensi di tiap variabel. Dimensi terkuat adalah ketidakegoisan (OCB), ekstrinsik (kepuasan kerja), berkelanjutan (komitmen organisasi), dan interaksional (keadilan organisasi). Adanya perbedaan karakteristik pada variabel komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Terdapat pengaruh positif antara OCB, kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan keadilan organisasi.

This thesis discussess the organizational citizenship behavior and its relationship to factors of work satisfaction, organizational commitment and organizational justice to members of the Subang police officers. Personnel consists of various positions, ranks, ages, work experience. OCB is a wise individual behavior, not directly recognized by the formal reward system, and in aggregate promotes the effective functioning of the organization. To measure OCB uses the measurement scale Podsakoff et al. (1990) by modifications. Dimensions of OCB (altruism, cautioness, sportsmanship, courtesy, and civil virtue). Work satisfaction measurements uses the Job Diagnostic Survey (JDS) by Hackman and Oldham (1975).
Organizational commitment is measured by the scale Allen and Meyer (1996) which cover three main dimensions: affective, sustainable, and normative. Organizational justice measurements uses in three ways namely distributive (Price & Mueller, 1986), procedural (Sweeney & McFarlin, 1997), and interactional (Niehoff & Moorman, 1993). Quantitative approach through a questionnaire distributed to 150 respondents. The data analysis technique uses Path Analysis method.
The results showed that the Kapolsek had the highest score in each dimension on each variable. The strongest dimensions are altruism (OCB), extrinsic (work satisfaction), sustainability (organizational commitment), and interactional (organizational justice). There are differences characteristics of the variable organizational commitment and work satisfaction. There is a positive influence between OCB, work satisfaction, organizational commitment, and organizational justice.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anni`Mah Fathoni
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses rekrutmen dan kaderisasi yang dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menganalisis efektivitasnya dan kaitannya dengan Ketahanan Lembaga DPRD DKI Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan bersifat deskriptif analisis. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori efektivitas, teori kaderisasi, serta teori partai politik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Rekrutmen dan kaderisasi PKS dilakukan melalui sarana tarbiyah, organisasi underbow PKS, serta pengkaderan formal partai. (2) PKS meningkatkan kualitas kadernya melalui beberapa cara seperti pembinaan pekanan (liqa?), penerbitan buku-buku tulisan kader PKS, serta penyelenggaraan training atau seminar. (3) Kaderisasi PKS belum sepenuhnya efektif sehingga PKS perlu mengevaluasi kembali sistem kaderisasinya. (4) PKS mendukung ketahanan DPRD DKI Jakarta sebagai lembaga politik dengan menghadirkan kader-kader terbaik sebagai anggota legislatif.

This study aims to determine the process of recruitment and regeneration carried out by the Prosperous Justice Party (PKS), analyze its effectiveness and its relation with the resilience of institution of the Regional House of Representatives (DPRD) DKI Jakarta. The method used in this study is qualitative and descriptive analysis. Theories used in this study are efficacy theory, the theory of regeneration, as well as the theory of political parties. The results of this study showed that (1) Recruitment and regeneration of PKS are conducted by means of tarbiyah, under bow organizations, and party formal cadre. (2) PKS enhances the quality of cadres through several ways such as weekly coaching (Liqa'), publishing books writing by PKS cadres, as well as organizing training or seminars. (3) Regeneration of PKS has not been fully effective that it needs to reevaluate the regeneration system. (4) PKS supports the resilience of DPRD DKI Jakarta as a political institution by presenting the best cadres as legislators.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Samudra Dewa
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara keadilan organisasidan persepsi dukungan organisasi terhadap komitmen afektif karyawan di PT A. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional dengan responden penelitian sebanyak 52 karyawan. Keadilan organisasidiukur dengan menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari alat ukur organizational justice dari Neihoof Moorman 1993 yang terdiri dari 20 item a= 0,911. Alat ukur persepsi dukungan organisasi diukur menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari alat ukur perceived organizational supportdari Eisenberger 2002 yang terdiri dari 8 item a=0,892. Sementara alat ukur komitmen afektif diukur menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari alat ukur affective commitmentdari Meyer Allen 1991 yang terdiri dari 8 item a=714.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara keadilan organisasimaupun persepsi dukungan organisasi terhadap komitmen afektif R = 0,410, p < 0,001. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi dukungan organisasi lebih memengaruhi komitmen afektif jikadibandingkan dengankeadilan organisasi b= 0,418, p < 0,05. Hal ini dapat diartikan semakin tinggi persepsi dukungan organisasi maka akan tinggi pula komitmen afektif. Peneliti selanjutnya merancang intervensi yang dapat meningkatkan persepsi dukungan organisasi melalui pelatihan coaching for performanceuntuk karyawan PT A yang memiliki bawahan. Tujuannya dengan dilakukannya coachingadalah untuk meningkatkan persepsi dukungan organisasi yang selanjutnya dapat meningkatnya komitmen afektif.Hasil evaluasi pemahaman peserta menunjukkan perbedaan signifikan antara skor pre-testdan post-test t = -5,745, p < 0,001. Hal ini dapat diartikan terjadi peningkatan pemahaman mengenai coaching pada peserta pelatihan setelah pelaksanaan intervensi.

The purpose of this research is to determine the effect of organizational justice and perceived organizational support to affective commitment of the employee at A Company. The type of this study is correlational study and the number of participants are 52 employees. Organizational justice is measured by using measurement instrument adapted from organizational justice questionnaire developed by Neihoof Moorman 1993, consist of 20 item a 0,911. Perceived organizational support is measured by using measurement instrument adapted from Perceived organizational support questionnaire developed by Eisenberger 2002, consist of 8 item a 0,892. Whereas affective commitment is measured by using measurement instrument adapted questionnaire affective commitment developed by Meyer Allen 1991, consist of 8 item a 714.
The result a positive and significant relationship among organizational justice and perceived organizational support with affective commitment R 0,410 , p 0,001. The result also showed that only perceived organizational support indicating a positive and significant relationship on affective commitment than organizational justice b 0,418, p 0,05. It can be conclude that the higher perceived organizational support then the higher of affective commitment level. Researcher then designing intreventions that can improve perceived organizational support through coaching for performance training for employee of A company who has the subordinates. The purpose of the intervention is to improve perceived organizational support which can impact on improve affective commitment level. Evaluation at learning criteria show significant differences between pre test dan post test t 5,745, p 0,001. It can be concluded that there has been an increase in knowledge about coaching on the trainee after the intervention session."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Ando Nasocha
"Skripsi ini meneliti dan membahas Dampak Keadilan Organisasi pada Perilaku Kerja yang Inovatif Pada Karyawan yang Bekerja di Bidang Pelayanan Publik : Peran Mediasi dari Berbagi Pengetahuan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Dalam penelitian terdapat beberapa variabel. Variabel Organizational Justice sebagai variabel independen, Knowledge Sharing sebagai variabel mediasi dan Employee Innovative Work Behavior sebagai variabel dependen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa knowledge sharing dapat memperkuat hubungan antara organizational justice dan employee innovative work behavior. Hasil ini menggambarkan bahwa dengan tingginya organizational justice membuat perilaku inovatif pada karyawan di bidang pelayanan publik menjadi meningkat. Perilaku inovatif dapat membantu perusahaan pelayanan publik meningkatkan produktivitas karyawan dalam melaksanakan pekerjaan sehari - hari untuk mencapai sasaran kinerja pegawai.

This final paper examines and discusses the Impact of Organizational Justice on Innovative Work Behavior on Employees Working in the Public Service Sector: The Mediation Role of Knowledge Sharing. This research is a quantitative research with a descriptive design. In the research there are several variables. Organizational Justice variable as independent variable, Knowledge Sharing as mediating variable and Employee Innovative Work Behavior as dependent variable. The results of this study indicate that knowledge sharing can strengthen the relationship between organizational justice and employee innovative work behavior. These results illustrate that the high level of organizational justice makes the innovative behavior of employees in the public service sector increase. Innovative behavior can help public service companies increase employee productivity in carrying out daily work to achieve employee performance targets."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurnalis
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk meneliti pengaruh persepsi keadilan organisasi dan keterikatan kerja (work engagement) terhadap komitmen afektif untuk perubahan pada Puskesmas Kecamatan X Propinsi DKI Jakarta. Partisipan penelitian ini adalah 145 orang pegawai PNS maupun Non PNS yang mengikuti penelitian secara sukarela. Data penelitian diambil melalui kuesioner, wawancara dan data organisasi. Partisipan mengisi kuesioner dalam bentuk booklet yang terdiri dari tiga bagian yaitu; kuesioner komitmen afektif untuk perubahan, kuesioner persepsi keadilan organisasi dan, kuesioner work engagement.
Hasil analisis regressi menunjukkan persepsi keadilan organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap komitmen afektif untuk perubahan. Sedangkan tidak seperti diduga sebelumnya, work engagement ternyata tidak memiliki peran signifikan terhadap komitmen afektif untuk perubahan. Intervensi pelatihan terhadap manajemen diberikan dengan tujuan agar terjadi peningkatan persepsi keadilan organisasi yang selanjutnya berdampak pada peningkatan komitmen afektif terhadap perubahan pada pegawai Puskesmas Kecamatan X Propinsi DKI Jakarta.

This study aims to examine the influence of perceive organizational justice and work engagement on affective commitment to change at the District X Public Health Center of DKI Jakarta Province. The participants of this study were 145 civil servant and non civil servant employees who participated in the study voluntarily. The research data was taken by questionnaires, interviews and organizational data. Participants filled out the questionnaire in the form of a booklet consisting of three parts, namely; questionnaire on affective commitment to change, questionnaire on perceive organizational justice and work engagement questionnaire.
The results of the regression analysis show that perceive organizational justice have a significant effect on affective commitment to change. Whereas unlike previously expected, work engagement did not have a significant role on affective commitment to change. Training interventions for management were provided with the aim that there was an increase in perceive organizational justice which subsequently had an impact on increasing affective commitment to change in the District X Community Health Center employees of DKI Jakarta Province.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53273
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Indriyani Darsono
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh program coaching pada atasan terhadap peningkatan organizational justice dan kepuasan kerja pada bawahan PT. XXY. Karyawan mempersepsikan dirinya mendapat perlakuan yang fair di tempat kerja akan merasa lebih puas dengan pekerjaannya dan akan lebih termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik. Penelitian terhadap 20 karyawan PT. XXY dengan alat ukur adaptasi dari organizational justice (Moorman, 1991) dan kepuasan kerja (Spector, 1997) menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dari organizational justice terhadap kepuasan kerja yaitu sebesar 50,4% (los=0.01) Merujuk pada hasil tersebut maka dilakukan intervensi untuk meningkatkan organizational justice dan kepuasan kerja melalui program coaching penilaian kinerja pada perusahaan. Hasil intervensi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor pada organizational justice dan kepuasan kerja saat sebelum dan sesudah intervensi. Dengan demikian maka organisasi perlu melakukan beberapa hal diantaranya penilaian kerja secara berkala, melakukan pembenahan terhadap beberapa sistem terkait reward, memberikan training terhadap karyawan.

This study aims to see the effect of performance appraisal?s coaching program for supervisor to enhance organizational justice and job satisfaction toward subordinates at head office of PT. XXY. Employees who perceived themselves as being treated fairly, will be more likely to be satisfied with their jobs and motivated to do well. Study of 20 employees of PT. XXY with an instrument adapted of organizational justice (Moorman, 1991) and job satisfaction (Spector, 1997) showed a significant effects of organizational justice on job satisfaction equal to 50.4% (los = 0.01). Furthermore, intervention is given to improve organizational justice and job satisfaction through the performance appraisal?s coaching program. The results indicate that there are differences in intervention scores on organizational justice and job satisfaction before and after intervention. Thus, the organization needs to do several things including periodic performance appraisal, improve reward-related systems and providing training to employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T30474
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>