Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33827 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Margaretha Quina
"Fish is a popular culinary dish in Indonesian culture and a major economic resource on which
many people depend their livelihood. However, with severe pollution in Indonesian water,
including uncontrolled mercury pollution which persists in the food chain and eventually gets
into humans’ body as the top predator, fish safety is particularly worrying – especially taking
into account the frequency of average Indonesians’ consumption of fish. In various jurisdictions,
the management tool used by lawmakers and regulators with regard to this issue is information
disclosure, or known as “fish advisory warning,” to cover the failure of command and control.
This paper analyses whether Indonesian laws have provided the mandate or authority to issue
fish advisory warning under Fishery Law, Food Law, Environmental Protection and Management
Law, and Public Information Disclosure Law. It concluded that Indonesian law implies a statutory
mandate for the government to issue fish advisory warning, at least in a situation involving the
threat to general life – not specifically through the Fishery Law, Food Law, or EPML, but through
PIDL’s immediate information mandate.
Ikan adalah kuliner populer dalam budaya Indonesia dan merupakan sumber perekonomian
di mana banyak orang menggantungkan penghidupannya. Bagaimanapun, dengan beratnya
pencemaran di perairan Indonesia, termasuk pencemaran merkuri yang tidak terkontrol, namun
menetap dalam rantai makanan dan pada akhirnya masuk ke tubuh manusia sebagai predator
teratas, keamanan pangan ikan cukup mencemaskan – terlebih, mempertimbangkan frekuensi
orang Indonesia dalam konsumsi ikan. Di berbagai yurisdiksi, alat manajemen yang digunakan
oleh pembuat kebijakan dan regulator terkait isu ini adalah keterbukaan informasi, atau dikenal
sebagai “peringatan konsumsi ikan,” untuk mengantisipasi kegagalan instrumen pengendalian.
Artikel ini menganalisis apakah hukum Indonesia telah mewajibkan atau memberikan
kewenangan untuk melakukan peringatan konsumsi ikan dalam UU Perikanan, UU Pangan, UU
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU Keterbukaan Informasi Publik. Artikel
ini menyimpulkan bahwa hukum Indonesia menyiratkan mandat hukum bagi pemerintah untuk
melakukan peringatan konsumsi ikan, setidaknya dalam situasi yang melibatkan ancaman ke
kepentingan umum – tidak secara spesifik dalam UU Perikanan, UU Pangan, ataupun UU PPLH,
namun melalui UU KIP."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2016
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 2009
340 ARG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: National law Development Agency, 2006
340 INLAJOU
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Prayogo Serevin Wisnumurti
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh karena banyaknya situs e-Commerce yang mencantumkan klausula Baku yang dapat merugikan pihak konsumen. Dalam hal ini penulis berniat untuk menganalisis mengenai klausula baku yang terdapat dalam situs groupon.co.id dan livingsocial.co.id. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam situs groupon.co.id dan livingsocial.co.id terdapak klausula baku yang melanggar UUPK. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif, di mana penulis mendapatkan bahan penelitian dengan melakukan studi pustaka dan wawancara. Akibat hukum dari pencantuman klausula baku yang yang melanggar UUPK adalah batal demi hukum perjanjian yang di mana klausula baku tersebut berlaku. Selain itu pelaku usaha juga diwajibkan untuk menyesuaikan klausula bakunya dengan ketentuan di dalam UUPK.

The background of this research is because there are too many e-Commerce website that have standard clauses that can harm consumer right. In this research , writer want to analyze about standard clauses in groupon.co.id and livingsocial.co.id. The goal of this research is to find out whether groupon.co.id and livingsocial.co.id have standard clauses that contrary to consumer protection laws.This research was conducted by using normative juridical method, and the data used in this research are obtained from literature study and interviews. The legal impact that will be arise from the standard clauses that contrary to consumer protection law is null and void of the agreement. Moreover businessman are also required to adjust the standard clauses with provison from the consumer protection law."
2014
S53650
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anbiya Annisa
" ABSTRAK
Data yang dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dari tahun 2010 sampai tahun 2015 menunjukan bahwa jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia tidak sedikit. Salah satu faktor dari tingginya jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia adalah masalah keanggotaan, yaitu berkaitan dengan komitmen anggota-anggota koperasi yang tidak berlangsung lama hingga akhirnya meninggalkan koperasi menjadi koperasi tidak aktif. Di sisi lain, peraturan mengenai syarat pembentukan Koperasi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menentukan sekurang-kurangnya dua puluh 20 orang untuk mendirikan koperasi. Dibandingkan dengan badan usaha lain jumlah sebagai syarat pendirian koperasi adalah jumlah yang terbanyak. Hal tersebut nyatanya turut meningkatkan resiko masuknya calon anggota koperasi yang tidak memiliki tujuan yang sama dengan anggota-anggota koperasi, yaitu untuk mensejahterakan hidupnya. Maka dari itu, skripsi ini disusun dengan metode yuridis normatif untuk menekankan bahwa dibutuhkan pengaturan yang lebih jelas tentang anggota seperti apa yang seharusnya masuk kedalam sebuah koperasi. Dalam undang-undang yang mengatur tentang koperasi, perlu dijelaskan lebih lanjut terkait prinsip dan asas yang khusus membahas keanggotaan koperasi. Selain itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk menekan jumlah koperasi tidak aktif di Indonesia, seperti diadakannya Pra-Koperasi dan Pengendalian Intern Koperasi.
ABSTRACT Quantitative data from 2010 to 2015, which has been released by The Ministry of Cooperative and Small Medium Enterprises shows that the number of inactive cooperatives in Indonesia needs some solutions. One of the problems is cooperative member, whose commitment only last for a short period of time, and finished with them leaving the cooperation inactive. On the other hand, Act No. 25 Year 1992 stated that the minimum quantity to establish cooperative is twenty members. Compared to other business entity, this quantity is pretty much higher and put cooperative in a risk of having a lot of members who don rsquo t share the same goals, which is prosperity. Therefore, this thesis was made from juridical normative method. This thesis wants to emphasize that Indonesia critically needs a new regulations to make a clearer definitions and requirements about cooperative members. The regulations should have a separate article in relation to the principle of cooperative membership. Furthermore, Pre Cooperatives and Internal Control are needed to minimize the number of inactive cooperatives in Indonesia. "
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Liliansa
"Being a non-party to the 1951 Convention relating to the Status of Refugees (“1951 Refugee
Convention”) and 1967 Protocol relating to the Status of Refugees (“1967 Protocol”), Indonesia
does not have legal obligations to provide permanent resettlement for asylum seeker and/or
refugee. However, as a transit country for those seeking shelter in Australia, Indonesia undergoes
a myriad of issues resulting from illegal entrance by asylum seeker and/or refugee. Besides having
neither legal framework nor domestic mechanism to handle asylum seekers and/or refugee,
Indonesia’s immigration law identifies every foreigner including asylum seeker and refugee who
unlawfully enter Indonesia’s territory into the same box as illegal migrant. It then leads to the
arrest of asylum seeker and/or refugee to be put in an over-capacity detention center or other
places. This paper will analyze various issues related to asylum seeker and refugee in Indonesia
and to weigh whether it is indispensable for Indonesia to accede to the 1951 Refugee Convention
and its 1967 Protocol.
Sebagai negara yang tidak menjadi peserta dari Convention relating to the Status of Refugees
(“Konvensi Pengungsi”) dan Protokolnya, Indonesia tidak memiliki kewajiban hukum untuk
menyediakan penempatan permanen bagi pencari suaka dan/atau pengungsi. Namun demikian,
sebagai negara transit bagi mereka yang mencari suaka ke Australia, Indonesia menghadapi
berbagai permasalahan akibat illegal entrance yang dilakukan oleh pencari suaka dan/atau
pengungsi. Di samping Indonesia tidak memiliki kerangka hukum ataupun mekanisme untuk
mengatasi pencari suaka dan/atau pengungsi, hukum imigrasi Indonesia mengkategorikan
setiap orang asing termasuk pencari suaka dan pengungsi yang masuk ke wilayah Indonesia
dengan melawan hukum sebagai migran illegal. Hal ini mengakibatkan penahanan pencari
suaka dan/atau pengungsi yang kemudian ditempatkan di rumah detensi atau tempat lain yang
sudah melebihi kapasitas jumlah orang. Tulisan ini mengkaji pelbagai permasalahan pencari
suaka dan pengungsi di Indonesia serta menilai ada atau tidaknya urgensi bagi Indonesia untuk
melakukan aksesi atas Konvensi Pengungsi dan protokolnya."
University of Indonesia, Faculty of Law, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Kurniawan
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai pengharmonisasian rancangan peraturan menteri, analisis Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Lembaga Pemerintah Nonkementerian, Atau Rancangan Peraturan Dari Lembaga Nonstruktural Oleh Perancang Peraturan Perundang-Undangan. Berlakunya Permenkumham No. 23 Tahun 2018 ini kemudian memunculkan permasalahan terkait dengan kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam melakukan pengharmonisasian rancangan peraturan menteri dan akibat hukum yang ditimbulkan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, sejarah, dan konseptual. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak memiliki kewenangan mengeluarkan peraturan menteri dalam melakukan pengharmonisasian rancangan peraturan menteri karena tidak ada pendelegasian wewenang dari peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,kemudian dalam hal mekanisme proses pengharmonisasian peraturan menteri bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundangan. Permasalahan baru yang timbul yaitu masih kurangnya kualitas dan kuantitas perancang peraturan perundang-undangan yang bertugas di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melakukan pengharmonisasian seluruh rancangan peraturan menteri.

ABSTRACT
This research discusses harmonizing the draft ministerial regulation, analysis of Law and Human Right MinistryRegulation No. 23/2018 about Harmonizing The Draft Ministerial Regulation, Draft Regulation of Non-Ministerial Governmen Institutions, or Draft Regulations From Non- Structural Institutions by Legislative Drafter. The validity of Justice and Human Rights Ministry Regulation No. 23/2018 brings some problems up which related to authority of Ministry of Justice and Human Right on harmonizing the draft ministerial regulation. This study is normative which used statute, historical, and conceptual approach. The result showed Ministry of Law and Human Rights did not has any authority harmonizing the draft ministerial regulation because there is no delegation of authority from a higher regulation, that is The Law No.12/2011 Concerning The Establishment Of Legislation, then in the case of the mechanism of the harmonization of ministerial regulations contrary to the principles of the establishment of legislation. A new problem that arises is that there is still a lack of quality and quantity of the legislative drafter in charge of The Ministry Of Law and Human Right to harmonize the entire draft ministerial regulation."
2019
T54426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annissa Gabianti Anggriana
"Hak asuh atas anak lahir dari putusnya perkawinan orang tuanya. Pihak yang tidak mendapat hak asuh mempunyai hak kunjung, yang terkadang disalahgunakan untuk membawa anak tersebut pergi dari habitual residence si anak. Perbuatan tersebut dikenal sebagai penculikan anak internasional, yang diatur dalam The Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction 1980, sehingga anak tersebut dapat dikembalikan kepada habitual residence-nya. Berdasarkan kasus yang dibahas dalam skripsi ini, proses pengembalian anak yang melibatkan negara non-anggota The Hague Convention 1980 merupakan proses yang panjang dan berbelit-belit.

Right of custody arises from the dissolution of a marriage. Parent, who does not acquire the right of custody, has right of access, which can be used unlawfully to take the child out of his/her habitual residence. That action known as the international child abduction, which also regulated by The Hague Convention on the Civil Aspects of International Child Abduction 1980, so the child can be returned to his/her habitual residence. Based on the analyzed cases, the return process of a child, to non-contracting states of The Hague Convention 1980, are often long and complicated."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S59186
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Morawetz, Tom
Aldershot: Ashgate, 2000
345 Mor c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Posner, Eric A.
Aldershot: Ashgate, 2001
343.07 Pos l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>