Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39379 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Harini Mahmudi
"ABTRAK
Suatu model tree dipakai untuk mempelajari faktorisasi matriks sparse simetris indefinit dengan cara pemilihan pivot diagonal. Struktur dasar yang digunakan adalah eliminasi tree dan eliminasi delay (eliminasi tertunda).
Proses faktorisasi untuk matriks yang indefinit dapat dipandang sebagai suatu barisan transformasi tree yang didasari oleh data/informasi struktural dan data nilai-nilai numerik matriks. Hal tersebut memberikan suatu model dasar untuk mempelajari berbagai aspek numerik dari dekomposisi matriks sparse indefinite
"
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T4111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verdi March
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2000
S26952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oni Budipramono
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 1997
S26982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Merindasari
"

Pengenalan emosi dasar melalui ekspresi wajah menjadi domain penelitian yang berkembang saat ini. Berbagai metode machine learning telah digunakan untuk permasalahan ini. Dewasa ini, metode deep learning terbukti lebih robust untuk penyelesaian domain pengenalan emosi dasar. Salah satu metode deep learning yang dapat digunakan adalah deep belief network-deep neural network (DBN). Metode ini sebelumnya berhasil diujikan untuk pengenalan citra CIFAR-10 dan MNIST, namun masih belum digunakan untuk dataset citra emosi wajah. Oleh karena itu, pada penelitian ini, kami menggunakan DBN-DNN untuk pengenalan emosi dasar. DBN-DNN diujikan dengan 2 (dua) skema eksperimen yakni DBN-DNN dimensi penuh dimensi tereduksi. Hasil dari kedua skema menunjukkan bahwa DBN-DNN berhasil diujikan pada dataset citra wajah MUG, CK+, dan IMED untuk pengenalan 7 (tujuh) kelas emosi dasar yaitu marah, jijik, takut, senang, netral, sedih, dan terkejut. Skema DBN- DNN dimensi penuh, berhasil mendapatkan akurasi pengenalan emosi dasar pada citra wajah dataset MUG sebesar 94.07%, dengan waktu komputasi yang cukup lama yakni 7 jam 13 menit. Berbeda halnya dengan pengenalan DBN- DNN dimensi penuh pada citra wajah dataset CK+ dan MUG, meskipun waktu yang dibutuhkan saat pengenalan cukup singkat yakni 11 menit untuk  CK+ dan 7 menit untuk IMED, akurasi yang didapatkan masih cukup kecil yakni 40.64% untuk CK+ dan 44.43% untuk IMED. Kecilnya akurasi pengenalan CK+ dan IMED, dipengaruhi oleh jumlah data yang kurang banyak, berbeda dengan MUG yang mencapai 9805 data. Sehingga, DBN-DNN kurang optimal dalam melakukan proses pembelajaran pada kedua dataset tersebut, CK+ dan IMED. Sedangkan, pada skema DBN-DNN dimensi tereduksi, akurasi berhasil meningkat baik untuk pengenalan pada dataset MUG, CK+ dan IMED. Akurasi pengenalan pada MUG mencapai 94.75%, CK+ 52.84%, dan IMED 56.58%. Waktu komputasi yang diperlukan dalam pengenalan pun juga lebih efisien khususnya pada dataset MUG, menjadi 3 jam 45 menit termasuk proses reduksi dimensi SVD di dalamnya. Hal ini berbeda untuk dua dataset lain, CK+ dan IMED, keduanya membutuhkan waktu cukup lama untuk proses reduksi dimensi karena SVD menggunakan jumlah dimensi 16384 untuk mendekomposisi matriks. Namun, jika waktu yang digunakan untuk proses DBN-DNN nya saja relatif lebih singkat dari DBN-DNN dimensi penuh, yakni 2 menit untuk CK+ dan 1 menit untuk IMED.

 


Facial emotion recognition using facial expression has been popular in these past years. There are many machine learning methods used for recognition tasks.  Currently, the most robust method for this domain is deep learning. One type of deep learning method that can be used is the deep belief network – deep neural network (DBN-DNN). Although DBN-DNN has been used for recognizing CIFAR-10 and MNIST datasets, it has not yet been used for facial emotion recognition. Hence, in this research, we attempt to use the DBN-DNN for recognizing facial emotions. This research consists of two experimental schemes, DBN-DNN with full dimension and DBN-DNN with the reduced dimension. The result of these experiments shows that using the MUG facial emotion dataset, DBN-DNN has successfully recognized 7 (seven) classes of basic emotions, angry, disgust, fear, happy, neutral, sadness, and surprise. DBN- DNN with full dimension has successfully reached 94.07% accuracy for recognizing 7 ( seven) basic emotions from the MUG dataset, even the run time needed is not efficient, 7 hours and 13 minutes. Meanwhile, the CK+ dan IMED dataset is not quite good at accuracy, even the run time is quite short, 11 minutes for CK+ dataset and 7 minutes for the IMED dataset. The accuracy for the CK+ dataset reaches 40,64% and 44.43% for the IMED dataset. This accuracy occurs because of the lack number of data that is processed by DBN-DNN. DBN-DNN is good at a lot of the number of data, like MUG with 9805 data. On the other hand, DBN-DNN with reduced dimension has successfully reached higher accuracy for MUG (94.75%), CK+ (52.84%) and IMED (56.58%) The run time also more efficient, especially on MUG Dataset (3 hours and 45 minutes). But, CK+ and IMED need a longer time for finishing the dimensionality reduction with SVD. Its because the number of dimensions processed by SVD uses a full dimension of the matrix, 16384. Hence, it needs more time to run the SVD. But, the time need for processing DBN-DNN after finishing the SVD, only need 2 minutes for CK+ dataset and 1 minute for IMED dataset.

 

"
T54428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Bontor Parlindungan
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 1993
S26907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dibuat sebuah sistem pakar untuk ''trobleshooting'' komputer, yang diberi nama EXACT (expert system advisor for computer trobleshooting). Sistem pakar ini ditujukan sebagai penasehat perbaikan perangkat keras komputer pribadi IBM PC dan kompatibel. Proses pembuatan EXACT melalui tiga tahapan. Tahap pertama adalah akuisisi pengetahuan. Tahap kedua adalah representasi pengetahuan dan tahap terakhir yaitu pembuatan kelopak sistem pakar. Tahapan operasi EXACT adalah menanyakan gejala kerusakan dan keadaan perangkat keras, memberikan langkah-langkah untuk mengidentifikasi kerusakan, menyimpulkan letak kerusakan komputer, dan memberikan nasehat dan rekomendasi. Bagi pengguna komputer awam, EXACT akan memberikan nasehat bagaimana mengatasi masalah kerusakan komputer. Bagi teknisi, EXACT dapat membantu mengurangi kebingunan yang berhubungan dengan ''troubleshooting'' serta mempercepat proses diagnosa. "
JURFIN 2:8 (1998)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Derry Alamsyah
"ABSTRAK
Pada penelitian ini, penulis mencoba merealisasikan sistem pelacakan ujung-ujung jari yang diperuntukan untuk interaksi yang lebih baik antara manusia dan komputer serta untuk membantu penangkapan gerak jemari tangan guna pembuatan animasi 3D. Pelacakan posisi
ujung-ujung jari dilakukan dalam dua proses terpisah yakni: (1) pelacakan posisi dua dimensi (2D) vertical dan horizontal atau posisi (, ) dari citra RGB (red, green, blue); (2) pelacakan dimensi ketiga yaitu () dari citra kedalaman atau depth images yang dikalibrasi, yang kemudian disatukan kedalam pelacakan posisi tiga dimensi (, , ) menggunakan Particle Filter (PF).
Posisi 2D atau (, ) ditemukan dengan cara menghitung Convex Hull 2D dari citra hasil binerisasi citra asli. Sedangkan posisi 3D ditentukan menggunakan metode Stephane-Magnenat dari citra kedalaman. Setelah itu, masing-masing ujung jari dilacak oleh beberapa pelacak PF
secara simultan dengan teknologi multithreading.
Untuk menguji efektifitas sistem yang dikembangkan penulis membuat modul grafika tangan 3D untuk mensimulasikan gerakan tangan hasil pelacakan. Hasil pelacakan ujung-ujung jari ini kemudian juga digunakan untuk mensimulasikan kontrol pembesaran (zoom-in) dan
pengecilan (zoom-out) yang banyak dilakukan pada interaksi manusia dengan televisi maupun perangkat tablet melalui pembesaran dan pengecilan objek sederhana seperti bola dengan gerakan jemari tangan. Selain itu, penulis juga mengukur tingkat akurasi, overhead waktu
komputasi, dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap halangan atau occlusion dalam beberapa skenario eksperimen. Penanganan occlusion dilakukan dengan memprediksi gerakan jari menggunakan suatu model linier.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa PF merupakan metode yang baik dalam melacak yaitu ditunjukan dengan rata-rata error yang rendah, kurang dari 2. Kemudian untuk penangan occlusion didapat rata-rata error kurang dari 3. Selain itu, Kemampuan sistem baik, yaitu dalam merealisasikan informasi pelacakan ujung jari kedalam animasi tangan 3D dan antar muka alami sederhana sebagai uji kasus ditunjukan dengan kemampuan menirukan gerakan
tangan dan dalam mengontrol operasi zoom in/out.
ABSTRACT
This research tried to realize a fingertips tracking system for better interaction between
human and computer as well as to assist fingers motion capture for 3D animation building.
Fingertips tracking performed in two separate ways, they are: (1) fingertips tracking in 2D
horizontal and vertical (x, y) position in RGB (red, green, blue) image. (2) tracking in 3rd
dimension (z) from calibrated depth image, then incorporated in 3D using particle filter (PF). 2D
position is found by computing 2D convex hull from extracted binary image. other, found by
Stephane Magnenat approach in depth image. After that, each fingertips is tracked by several PF
at once with multithreading technology.
To test the effectiveness of developed system, 3D hand graphic module is applied to
simulate tracked hand motion. Then, tracked fingertips is applied to simulate scale control such
as zoom in/out process commonly done in interaction between human and television or tablet
through simple scaling object at ball using fingertips. In addition, accuracy, time overhead and
occlusion handling is added in several scenario. Occlusion handling is performed by predicting
fingertip motion in linier model.
The result, PF is reliable method in tracking shown at low average error, less from 2.
Then in occlusion handling, obtained average error less from 3. Moreover, System ability is
reliable in realizing fingertips tracking information into 3D hand animation and simple natural
user interface (NUI) as case study in this research, shown by proper system motion copy and
scaling object abilities."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radhimas Djan
"ABSTRACT
A conversational agent is a software that can communicate with humans by using natural language. Earlier approaches to build conversation agents were rule-based. With the rise of deep learning, the neural network models have been used to automatically infer the conversations used by the agents. This method allows skipping the cumbersome feature engineering process in the training and results in the application of conversational agents to the various field. There is one major problem in the neural network called catastrophic forgetting, a condition where the neural network will forget knowledge learned in the previous training phase and a new knowledge will be acquired. This problem can be mitigated by using a continuous learning model to sustain the old knowledge while keep learning new knowledge. In this project, we propose the application of neural conversational model on Dota 2, an online game with the continuous update, bug fixes, and new features. The continuous update feature has led to players struggling to stay informed of changes in the game features and characters. We propose the usage of a conversational agent with a continuous learning model to learn the everchanging patch notes while still maintaining previous patches knowledge. Our project has shown that elastic weight consolidation is not suitable for a dataset with text properties and would be better to be applied in other types of datasets which has been conducted in previous studies.

ABSTRACT
Conversational agent, adalah perangkat lunak yang digunakan untuk berkomunikasi dengan user menggunakan natural language. Pembuatan conversational agent sebelumnya menggunakan rule-based. Dengan munculnya Deep learning, model menggunakan neural network untuk menyimpulkan pembicaraan di dalam percakapan secara otomatis. Metode ini memungkinkan untuk melewati proses feature engineering di masa pelatihan dan menghasilkan conversational agent dalam banyak bidang. Namun ada satu masalah besar menggunakan neural network yaitu model akan melupakan pengetahuan yang sudah dipelajari dalam masa pelatihan sebelumnya dan pengetahuan baru akan didapatkan. Masalah ini bias di mitigasi dengan menggunakan continuous learning model untuk mempertahankan pengetahuan lama sambal mempelajari pengetahuan baru. Di dalam proyek ini, kami mengusulkan penerapan model percakapan neural network pada Dota 2, game online yang memiliki pembaruan berkelanjutan seperti memberbaiki bug dan fitur baru. Fitur pembaruan berkelanjutan telah meyebabkan pemain berupaya untuk tetap mendapatkan informasi tentang perubahan fitur dan karakter. Kami mengusulkan penggunaan conversational agent dengan continuous learning agar model dapat mempelajari perubahan yang terjadi di dalam permainan tersebut dan mempertahankan pengetahuan sebelumnya. Project ini telah menunjukkan bahwa elastic weight consolidation tidak cocok untuk dataset dengan property teks dan akan lebih baik untuk diterapkan pada jenis dataset lain yang telah dilakukan dalam studi sebelumnya"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahjuni
"Arsitektur jaringan overlay P2P berjenjang terstruktur (structured hierarchical P2P) sangat sesuai untuk jaringan heterogen karena mempertimbangkan keberagaman kapabilitas peer. Pada penelitian ini diusulkan pendekatan baru mekanisme rejoin yang dinamakan collective rejoin, dimana proses rejoin dilakukan secara per kelompok, sebagai alternatif dari pendekatan individual rejoin yang selama ini diterapkan pada arsitektur P2P berjenjang terstruktur berbasis Chord. Setiap kelompok yang mengalami kegagalan superpeer akan menunjuk normal peer dengan kapabilitas tertinggi dalam kelompoknya sebagai superpeer baru. Superpeer baru ini yang akan mengirimkan pesan rejoin ke sistem. Dengan pendekatan ini, jumlah trafik rejoin akan jauh berkurang dibandingkan pendekatan individual rejoin, sehingga konsumsi bandwidth untuk overhead trafik pengelolaan dapat dikurangi.
Kinerja pendekatan collective rejoin ini dievaluasi dengan menggunakan parameter: variasi nilai rasio superpeer, tingkat dinamika jaringan (churn), ukuran jaringan, dan tingkat kesibukan jaringan (lookup query rate). Evaluasi kinerja dilakukan dengan mengamati jumlah trafik yang dihasilkan oleh proses rejoin pada saat terjadi kegagalan superpeer (rejoin traffic load), rasio antara lookup query yang berhasil diselesaikan terhadap seluruh lookup query yang terjadi (successful lookup rate), dan banyaknya hop yang harus ditempuh untuk menyelesaikan sebuah lookup query (lookup query cost). Nilai efisiensi diperoleh berdasarkan penghitungan penghematan penggunaan bandwitdh yang dapat dilakukan oleh pendekatan collective rejoin. Pada seluruh parameter yang diujikan, pendekatan collective rejoin menghasilkan jumlah trafik rejoin yang lebih sedikit dibandingkan dengan pendekatan individual rejoin. Hal ini dibarengi juga dengan successful lookup rate yang rata-rata lebih baik, dengan tanpa meningkatkan lookup query cost. Rasio superpeer dan ukuran jaringan berpengaruh signifikan terhadap nilai efisiensi. Sedangkan pada pengujian terhadap parameter tingkat dinamika jaringan dan tingkat kesibukan jaringan, nilai efisiensi relatif tetap. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pendekatan collective rejoin efektif jika diterapkan pada jaringan P2P berjenjang terstruktur dengan ukuran kelompok yang besar (pada penelitian ini, dengan rasio superpeer terbesar adalah 10%).

By considering the diversity of p overlay network architecture is weeer capability, structured hierarchical P2Pll suited for heterogeneous networks. In this research, a new approach of rejoin mechanism is proposed, called collective rejoin, whereby rejoin process is done per group. Each group that experiences a superpeer failure will appoint a normal peer that has highest capabilities in the group as the group's new superpeer. This new superpeer will send rejoin message to the system. Using this approach, the number of rejoin traffic is less than individual rejoin. In turn, it will decrease the bandwidth consumption of management traffic overhead The collective rejoin approach performance is evaluated using parameters: variety of superpeer ratio, network dynamics level (churn), network size, and overlay network activities level (lookup query rate).
Performance evaluation is conducted by observing the number of rejoin traffic, the successful lookup rate, and the lookup query cost. The efficiency value is obtained by calculating bandwidth consumption saving by the collective rejoin approach. On all tested parameters, the collective rejoin approach produces fewer rejoin traffics than the individual rejoin approach. The successful lookup rate of collective rejoin is outperform the individual rejoin. The lookup query cost of the collective rejoin can be maintained at the same value as in the individual rejoin. Superpeer ratio and network size significantly impact the efficiency. Meanwhile, networks dynamic and activities provide a relative stable efficiency. The results show that the collective rejoin approach is useful for large group size hierarchical structured P2P (in this research the maximum superpeer ratio is 10%).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
D1939
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mendrofa, Gabriella Aileen
"Pilar adalah unit struktural penting yang digunakan untuk memastikan keselamatan penambangan di tambang batuan keras bawah tanah. Oleh karena itu, prediksi yang tepat mengenai stabilitas pilar bawah tanah sangat diperlukan. Salah satu indeks umum yang sering digunakan untuk menilai stabilitas pilar adalah Safety Factor (SF). Sayangnya, batasan penilaian stabilitas pilar menggunakan SF masih sangat kaku dan kurang dapat diandalkan. Penelitian ini menyajikan aplikasi baru dari Artificial Neural Network-Backpropagation (ANN-BP) dan Deep Ensemble Learning untuk klasifikasi stabilitas pilar. Terdapat tiga jenis ANN-BP yang digunakan untuk klasifikasi stabilitas pilar dibedakan berdasarkan activation function-nya, yaitu ANN-BP ReLU, ANN-BP ELU, dan ANN-BP GELU. Dalam penelitian ini juga disajikan alternatif pelabelan baru stabilitas pilar dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan SF. Stabilitas pilar diperluas menjadi empat kategori, yaitu failed dengan safety factor yang sesuai, intact dengan safety factor yang sesuai, failed dengan safety factor yang tidak sesuai, dan intact dengan safety factor yang tidak sesuai. Terdapat lima input yang digunakan untuk setiap model, yaitu pillar width, mining height, bord width, depth to floor, dan ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ANN-BP dengan Ensemble Learning dapat meningkatkan performa ANN-BP dengan average accuracy menjadi 86,48% dan nilai F2 menjadi 96,35% untuk kategori failed dengan safety factor yang tidak sesuai.

Pillars are important structural units used to ensure mining safety in underground hard rock mines. Therefore, precise predictions regarding the stability of underground pillars are required. One common index that is often used to assess pillar stability is the Safety Factor (SF). Unfortunately, such crisp boundaries in pillar stability assessment using SF are unreliable. This paper presents a novel application of Artificial Neural Network-Backpropagation (ANN-BP) and Deep Ensemble Learning for pillar stability classification. There are three types of ANN-BP used for the classification of pillar stability distinguished by their activation functions: ANN-BP ReLU, ANN-BP ELU, and ANN-BP GELU. This research also presents a new labeling alternative for pillar stability by considering its suitability with the SF. Thus, pillar stability is expanded into four categories: failed with a suitable safety factor, intact with a suitable safety factor, failed without a suitable safety factor, and intact without a suitable safety factor. There are five inputs used for each model: pillar width, mining height, bord width, depth to floor, and ratio. The results showed that the ANN-BP model with Ensemble Learning could improve ANN-BP performance with an average accuracy of 86.48% and an F2-score of 96.35% for the category of failed with a suitable safety factor."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>