Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17690 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Identitas sepenuhnya merupakan suatu konstruksi sosial budaya. Tidak ada identitas yang dapat mengada di luar representasi atau akulturasi budaya. Identitas seseorang atau sekelompok kemudian menjadi rentan terhadap setiap perubahan yang terjadi disekitarnya."
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Onghokham
"Socioeconomic history of Chinese Indonesian in Java, Indonesia; collected articles"
Depok: Komunitas Bambu, 2005
951 ONG r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Onghokham, 1933-
Depok: Komunitas Bambu, 2017
951 ONG r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Audy Charles Lieke
"Tulisan ini mengkaji dan menjawab tentang peran etnik Tionghoa Indonesia dalam kegiatan politik nasional. Dari sejarah yang ada terlihat peran etnis Tionghoa cukup menonjol pada masa kolonialisme, pra kemerdekaan, pada masa orde lama dan reformasi. Peran politik etnis Tionghoa melemah pada masa Orde Baru, dan mulai meningkat lagi pada masa Reformasi. Salah satu aktor yang menonjol adalah Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Permasalahan yang ada apakah etnik Tionghoa dalam pemilihan langsung dapatkah menjadi pemimpin nasional seperti misalnya Gubernur atau Presiden? Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta hanyalah karena mengganti Joko Widodo karena dia terpilih menjadi Presiden. Studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif Deskriptif dengan pendekatan Studi Kasus. Salah satu metode yang digunakan adalah Wawancara mendalam dengan informan yang sesuai konteks. Hasil penelitian menjelaskan bahwa etnis Tionghoa telah berperan dalam perpolitikan nasional Indonesia dan setelah mengalami kemunduran pada era Orde Baru, kini berkembang lagi pada era Reformasi. Namun studi ini memperlihatkan bahwa Politik Identitas pada 2016 mengancam stabilitas keamanan dan ketahanan nasional serta berdampak pada kepemimpinan Ahok. Terbukti pada Pilgub DKI Jakarta tahun 2017 Ahok tidak terpilih lagi. Penelitian ini juga menjelaskan strategi Ahok dalam meredam konflik agar tidak meluasnya politik identitas yaitu strategi coping adaptif dengan memenuhi tuntutan pendemo untuk mengadili Ahok tujuannya tentu Ahok ingin menjaga stabilitas keamanan serta ketahanan nasional dan terciptanya ketahanan sosial budaya.

This paper examines and answers the role of Indonesian Chinese ethnicity in national political activities. From the existing history, it can be seen that the role of ethnic Chinese was quite prominent during colonialism, pre-independence, during the old order and reformation. The political role of ethnic Chinese weakened during the New Order era, and began to increase again during the Reformation period. One of the prominent actors is Basuki Tjahaja Purnama or Ahok. The problem that exists is whether ethnic Chinese in direct elections can become national leaders such as governors or presidents? Ahok became Governor of DKI Jakarta only because he replaced Joko Widodo when he was elected President. This study uses a descriptive qualitative research method with a case study approach. One of the methods used is in-depth interviews with context-appropriate informants. The results of the study explain that ethnic Chinese have played a role in Indonesian national politics and after experiencing setbacks in the New Order era, are now developing again in the Reformation era. However, this study shows that Identity Politics in 2016 threatened national security and security stability and had an impact on Ahok's leadership. It was proven that in the 2017 DKI Jakarta gubernatorial election, Ahok was not re-elected. This study also explains Ahok's strategy in reducing conflict so that identity politics does not spread, namely an adaptive coping strategy by meeting the demands of the demonstrators to try Ahok. Of course, Ahok wants to maintain security stability and national resilience and create socio-cultural resilience."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Hindus in Bali carry out various yadnya almost every day. One of the yadnya is cremation ceremony. The ceremony was held as a tribute to the deceased family. The tribute is conducted based on the belief that the souls of those who have passed away never die, but are still alive in the other unreal world. In addition, it is believed that if his ancestors are in happiness, they will also try to help and make their offspring who are still alive happy. Cremation ceremony especially in Munggu Pakraman Village Tabanan can not be separated from various equipment of ceremony. One among the unique equipments, namely the performance of Barong Kadengkleng. This Barong is always performed in this Pakraman village when there is a cremation ceremony at intermediate levels and above. The form of Barong Kadengkleng dance in the cremation ritual is accompanied by Daeng from the family at the late. The show was held the day before the cremation ceremony started from the fron entrance of the house of the late and then proceed to the border road of Munggu Pakraman Village and ended up in front of the bale adat where the body is laid. Judging from its function, the dance of Barong Kadengkleng has two functions, namely the religious function and escorting functions. In a religious function, ie every performance of Barong Kadengkleng uses offerings and performed only with regard to cremation ritual, while in its escorting function namely helping deter and escort the return of elements of pancamahabhuta and the soul to its origin."
MUDRA 31:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Luli Lusdiana Awaliah
"Tugas akhir ini membahas tentang peran organisasi Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia dalam mempertahankan kebudayaan Tionghoa di Kota Sukabumi pada tahun 2008-2019. PSMTI cabang Kota Sukabumi didirikan pada tahun 2008 oleh Robert Charly. Berdirinya PSMTI di Kota Sukabumi memiliki tujuan untuk menginventarisasi budaya Tionghoa di Indonesia. Hal ini dilakukan karena masyarakat Etnis Tionghoa di Kota Sukabumi masih memiliki rasa khawatir yang berlebih ketika menunjukan identitasnya sebagai etnis Tionghoa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh PSMTI dalam mempertahankan kebudayaan masyarakat Tionghoa di Kota Sukabumi. Pada penelitian ini digunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa upaya yang dilakukan oleh PSMTI Kota Sukabumi dalam mempertahankan budaya Tionghoa berdampak pada kembalinya tiga pilar kebudayaan Tionghoa yang sebelumnya dilarang. Selain itu, rasa khawatir yang berlebih dari masyarakat Etnis Tionghoa di Kota Sukabumi berangsur pulih, sehingga mereka berani untuk memperlihatkan kembali identitasnya sebagai Etnis Tionghoa. Adapun upaya tersebut dilakukan dengan cara pembentukan Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI) cabang Sukabumi, membuka kursus bahasa mandarin secara gratis bagi masyarakat Kota Sukabumi, memeriahkan kembali perayaan hari besar masyarakat Tionghoa, dan pembangunan Anjungan Taman Tionghoa Sukabumi di TMII.

This final project discusses the role of the Indonesian Chinese Clan Social Organization in maintaining Chinese culture in Sukabumi City from 2008 to 2019. PSMTI in Sukabumi City branch was founded in 2008 by Robert Charly. PSMTI has goal as to take an inventory of Chinese culture in Indonesia. This activity was carried out because the Chinese community in Sukabumi City still had an inflated sense of worry when they showed their identity as Chinese ethnic. Therefore, this research intends to describe the efforts made by PSMTI to maintain the culture of the Chinese community in Sukabumi City. The research uses historical researchmethods, which consist of four stages: heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The results of this research indicate that the efforts made by PSMTI Sukabumi City in maintaining Chinese culture impact the return of the three pillars of Chinese culture, which the New Order government previously prohibited. In addition, the excessive anxiety of the ethnic Chinese in Sukabumi gradually recovered, so they dared to show their identity as ethnic Chinese again. These efforts were carried out by establishing the Sukabumi branch of the Indonesian Barongsai Sports Federation (FOBI), opening a free Mandarin language course for the people of Sukabumi City, enlivening the Chinese community's celebration day, and building the Sukabumi Chinese Pavilion Park around the complex located at TMII."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Antonia Wilhelmina
"Etnis Tionghoa adalah salah satu etnis terbanyak ke-18 dari total 1.340 etnis di Indonesia berdasarkan data BPS 2010. Nama seseorang menjadi identitas diri seseorang. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa makna nama Tionghoa bagi masyarakat etnis Tionghoa kelahiran sebelum 1967, cara adaptasi apa yang digunakan untuk mengubah nama Tionghoa menjadi nama Indonesia untuk masyarakat kelahiran sebelum tahun 1967 di Indonesia, cara adaptasi apa yang digunakan untuk mengadaptasi nama Indonesia menjadi nama Tionghoa untuk masyarakat kelahiran sebelum tahun 1967 di Indonesia, dan apakah unsur budaya Cina masih dipertahankan untuk etnis Tionghoa yang lahir setelah tahun 1967. Pengambilan data dilakukan dengan studi dokumen untuk mendapatkan data dan studi pustaka sebagai sumber pelengkap data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan ekstralingual. Penelitian ini akan melakukan analisis perubahan fonologis dan analisis makna menggunakan kajian semiotik pada data nama yang terkumpul.

Chinese ethnic is the 18th most populated out of 1.340 ethnic groups in Indonesia based on BPS data taken in 2010. A person's name becomes a person's identity. The problem formulation in this study is what is the meaning of Chinese names for Chinese ethnic people born before 1967, what is the adaptation method used to change Chinese names to Indonesian names for people born before 1967 in Indonesia, what are the adaptation methods used to adapt Indonesian names to Chinese names for Chinese ethnic people born before 1967 in Indonesia, and are the elements of Chinese culture still maintained for Chinese ethnic people born after 1967. Data were collected by studying documents to obtain data and literature study as a complementary source of data. The method used in this study is the extralingual equivalent method. This study will analyze phonological changes and analyze meaning using semiotic studies on the collected name data."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wildan Ibnu Walid
"Isu tentang perubahan identitas etnis Tionghoa pasca Orde Baru sangat penting dikaji untuk melihat bagaimana perubahan batasan etnis serta upaya membangun relasi dengan etnis lain. Dalam tulisan ini, penulis membahas bagaimana upaya warga etnis Tionghoa Cirebon merekonstruksi identitas kulturalnya untuk mempertegas kembali batasan etnisnya. Proses rekonstruksi identitas etnis kultural etnis Tionghoa dibentuk dari praktik ziarah makam Ong Tien. Memori kolektif pengalaman sosial diskriminasi Orde Baru mendorong warga etnis Tionghoa Cirebon untuk mengatur ulang relasinya dengan warga lokal. Pada studi ini, citra Ong Tien dibentuk sebagai simbol kultural dan simbol sejarah untuk membangun relasi yang lebih harmoni dengan etnis lain. Merujuk pada kajian sebelumnya yang membahas implikasi kebijakan Orde Baru, penelitian ini aspek lain bagaimana etnis Tionghoa Cirebon menegaskan kembali posisinya di ruang sosial. Melalui metode kualitatif, penelitian ini menemukan bahwa praktik ziarah makam Ong Tien mengalami perubahan dari sebelum dan pasca Orde Baru. Agar batasan identitas etnis Tionghoa tetap bertahan, aktor perubahan di kalangan etnis Tionghoa Cirebon melakukan pemeliharaan identitas dengan cara melembagakan praktik ziarah makam Ong Tien sebagai perayaan budaya tahunan. Strategi dimaksudkan agar pesan-pesan makna simbolik Ong Tien tersampaikan kepada masyarakat luas.

The issue of changing Chinese ethnic identity in Post-New Order is one of the most important to see how ethnic boundaries change and how to build relationships with other ethnicities. In this paper, the author discusses how the efforts of the Cirebon Chinese ethnic community to reconstruct its cultural identity to reaffirm their ethnic boundaries. The process of reconstructing ethnic Chinese cultural identity shaped from the practice of Ong Tien's grave pilgrimage. The collective memory of the New Order's social experiences of discrimination encouraged Cirebon Chinese citizens to reorganize their relations with local residents. In this study, Ong Tien's image shaped as a cultural symbol and a historical symbol to build more harmonious relations with other ethnicities. Referring to the previous study that discussed the implications of the New Order policy, this research is another aspect of how Cirebon Chinese people reaffirm their position in the social space. Through qualitative methods, this study found that the pilgrimage practice of Ong Tien's grave had changed from before and after the New Order. In order to maintain the boundaries of Chinese ethnic identity, change actors among the Cirebon Chinese ethnic group have maintained their identity by institutionalizing the practice of the Ong Tien tomb pilgrimage as an annual cultural celebration. The strategy intended to convey Ong Tien's messages of symbolic meaning to the wider community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Masyarakat multikultur adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam perbedaan seperti suku bangsa, kebudayaan, agama, RAS dan lain sebagainya yang tinggal dalam sebuah permukiman tertentu. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultur dengan kemajemukan masyarakat serta mengakui adanya perbedaan dalam upaya mewujudkan persamaan dan kebersamaan dari masing-masing suku yang ada."
2014
902 JPSNT 21:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Letriana Cesaria
"Sastra Melayu Tionghoa adalah karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang keturunan Tionghoa di Indonesia. Pada tahun 1950-an, kebanyakan karya mereka dimuat dalam tiga majalah yaitu Star Weekly, Liberal, dan Pantjawarna. Penelitian ini melihat bagaimana nilai konfusianisme memengaruhi identitas Tionghoa Indonesia melalui teks dalam majalah tahun 1950-an. Tahun 1950-an awal merupakan tahun-tahun ketika Indonesia sudah mendapatkan kedaulatannya sebagai bangsa, tetapi Indonesia pada saat itu baru mulai untuk hidup bernegara. Pencarian identitas sebagaimana disebutkan tersebut menyebabkan konsep Indonesia pun dibangun dengan mendapatkan ̳masukan‘ dari berbagai hal yang ada di luar. Hal ini tentunya akan mengakibatkan adanya berbagai bentuk dan berbagai hal yang berbeda dari apa yang ada sebelumnya, termasuk di dalamnya adalah nilai-nilai kemasyarakatan yang di antaranya adalah nilai-nilai dalam sebuah keluarga, mengingat keluarga adalah bentuk terkecil dan bentuk inti masyarakat. Penelitian ini secara khusus menumpukan perhatian pada karya cerpen yang dibahas dalam majalah-majalah tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan deskriptif dengan menggunakan sumber data dari majalah Star Weekly, Liberal, dan Pantjawarna tahun 1950—1959. Hasil penelitian menunjukkan bahwa majalah Star Weekly, Pantjawarna, dan Liberal menjadi wahana untuk mempertahankan identitas ketionghoaan. Bentuk-bentuk pemertahanan identitas dapat dilihat dari 6 aspek yaitu nama diri, tradisi/adat, pendidikan, keagamaan, nilai bakti, dan status ekonomi. Nama diri, nilai bakti, dan status ekonomi merupakan tiga aspek yang paling banyak ditemukan dalam 11 cerpen tersebut.

Chinese Malay literature is a literary work produced by authors of Chinese descent in Indonesia. In the 1950s, most of their works were published in three magazines, namely Star Weekly, Liberal, and Pantjawarna. This study looks at how Confucian values influence Indonesian Chinese identity through texts in magazines in the 1950s. The early 1950s were the years when Indonesia had gained its sovereignty as a nation, but at that time Indonesia was just starting to live as a state. The search for identity as mentioned above causes the concept of Indonesia to be built by getting 'input' from various things outside. This of course will result in various forms and various things that are different from what existed before, including social values which include values in a family, considering that the family is the smallest form and the core form of society. This research focuses specifically on the short stories discussed in these magazines. The method used is a qualitative and descriptive method using data sources from the magazines Star Weekly, Liberal, and Pantjawarna 1950-1959. The results showed that Star Weekly, Liberal, and Pantjawarna magazines became vehicles to maintain Chinese identity. The forms of identity defense can be seen from 6 aspects, namely self-name, tradition/custom. education, religion, devotional value, and economic status. Names, values of devotion, and economic status are the three most common aspects found in the 11 short stories."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>