Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173995 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Danau Maninjau merupakan salah satu danau di Indonesia yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan dengan karamba jaring apung (KJA). Kegiatan KJA pada umumnya menjadi kontroversi antara kebutuhan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan, serta antara target pencapaian produksi ikan dan daya dukung perairan. Penelitian ini bertujuan mengamati pola distribusi oksigen terlarut (DO; Disolved Oxygen) di wilayah KJA di Danau Maninjau, dan bagaimana kaitannya dengan kadar organik dan kadar klorofil di dalam air. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada dua periode, yaitu bulan Oktober 2009 dan Maret 2010. Kondisi kualitas air Danau Maninjau yang cukup nyata adalah tingkat kecerahan rendah (maksimum < 3,5 m), kadar klorofil cukup tinggi (0,005 - 0,012 mg/L), kadar Total Phosphor (TP) dan Total Nitroten (TN) cukup tinggi, yang mencirikan kondisi perairan eutrofik, demikian pula kadar bahan organik total (TOM; Total Organic Matter) menujukkan kadar yang cukup tinggi. Pola oksigen terlarut harian menunjukkan kondisi yang beragam, dengan kadar DO maksimum antara pukul 06.00 dan pukul 18.00 dan kadar yang relatif aman bagi kehidupan biota hanya sampai kedalaman 5 meter. Fluktuasi harian tersebut tampak bahwa ketersediaan DO sangat dipengaruhi aktivitas fotosintesis. Kadar DO meskipun tidak secara nyata, tampak menurun dengan bertambahnya kadar bahan organik pada kolom air."
551 LIMNO 21:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Danau Maninjau diketahui memiliki aktivitas KJA yang intensif dan fenomena kematian massal ikan di perairan tersebut sering terjadi. Tubo Belerang", adalah istilah yang ditandai dengan adanya kematian massal ikan yang dipelihara pada karamba jaring apung (KJA) di Danau Maninjau. Untuk mengenali indikasi "tubo Belerang" di Danau Maninjau, telah dilakukan pengamatan pola stratifikasi beberapa parameter kualitas air, meliputi suhu, oksigen terlarut (DO; Dissolved Oxygen) dan kadar bahan organik total (TOM; Total Organic Matter). Pengamatan dilakukan pada Agustus, Oktober, Desember 2011 dan Maret 2012 di lima stasiun yang berbeda, pada strata 0 , 25, 50, 75, 100, 125 dan 150 m, yang disesuaikan dengan kedalaman masing-masing stasiun. Pada Desember 2011 dan Maret 2012, parameter DO diukur pada kedalaman 5, 10, 15 dan 20 m. Sebagai paremeter pendukung, diukur kandungan klorofil pada kedalaman 0, 1,5, 3,0 dan 4,5 m, kedalaman Secchi, dan juga kadar total fosfor (TP) dan total nitrogen (TN) pada lapisan permukaan. Berdasarkan kadar klorofil, kedalaman Sechi, kadar TP dan TN, perairan Danau Maninjau menunjukkan kondisi eutrofik. Suhu air relatif stabil pada kedalaman di bawah 25 meter, kondisi anoksik ditemukan pada lapisan air hingga kedalaman 15 m. Kadar TOM berkisar 5,9-24,9 mg/L, dan tidak ada pola khas pada distribusi vertikal TOM. Kondisi ini secara umum sering digambarkan sebagai upwelling tetapi sebenarnya merupakan proses turnover."
551 LIMNO 20 (1-2) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Isty Alfiany
"Penelitian mengenai penilaian kesehatan perairan situ di Kampus Universitas Indonesia Depok dengan IBI (Index of Biotic Integrity) telah dilaksanakan di Situ Kenanga, Agathis, Mahoni, Puspa, Ulin, dan Situ Salam pada bulan Maret -- April 2016. Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah IBI dapat digunakan untuk menilai kesehatan perairan Situ Kampus UI dan bagaimana kondisi kesehatan perairan Situ Kampus UI. IBI diaplikasikan berdasarkan karakter komunitas ikan yang ada. Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan metode sampling bebas menggunakan alat electrofishing gear, push net, cast net mata jaring 2,5 cm, dan lift net. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IBI dapat digunakan untuk menilai kesehatan perairan berdasarkan komunitas ikan di Situ Kampus UI dengan diterapkannya beberapa modifikasi metrik. Kesehatan perairan di Situ Agathis, Mahoni, Puspa, dan Ulin tergolong sedang; kesehatan perairan di Situ Salam tergolong baik.

A research about an assesment of freshwater lakes health in University of Indonesia Campus Depok has been implemented on Kenanga, Agathis, Mahoni, Puspa, Ulin, and Salam Lakes from March to April 2016. The aim of the study is to know if IBI (Index of Biotic Integrity) can be applied on UI Campus Lakes for assess freshwater lakes health and how is the condition of freshwater health in UI Campus Lakes. IBI is applied based on character of existing fish community. Fish sampling was done by free sampling method using an electrofishing gear, a push net, a cast net [mesh 2.5 cm], and a lift net. The results showed that IBI can be used to assess freshwater health based on fish community in UI Campus Lakes by applying several metric modifications. Freshwater health on Agathis, Mahoni, Puspa, and Ulin Lakes classified as moderate/fair; freshwater health on Salam Lakes classified as good."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62975
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krismono
"Danau Limboto di Provinsi Gorontalo merupakan aset ekologis aset media produksi perikanan."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2010
551 LIMNO 17:2 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Heintje Ndahawali
"Danau Tondano yang terletak di Kabupaten Minahasa merupakan salah satu sumber daya alam perairan yang sangat strategis dan penting bagi perkembangan perekonomian di Propinsi Sulawesi Utara. Hal ini dapat dilihat dari manfaatnya sebagai sumber bahan pangan (ikan), sumber air minum (PDAM Manado), pengairan sawah, kebun, keperluan rumah tangga penduduk sekitar danau, sumber air untuk industri, sumber energi PLTA, media transportasi dan pariwisata. Saat ini salah satu kegiatan masyarakat yang menonjol di sekitar Danau Tondano adalah memelihara ikan dalam budidaya jaring apung (BJA). Kegiatan tersebut berdampak positif karena dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pelaku usaha budidaya dan juga meningkatkan produksi perikanan di Kabupaten Minahasa. Selain berdampak positif, jika berkembang tanpa kendali kegiatan BJA yang kelewat intensif ini bisa menimbulkan dampak negatif karena kegiatan tersebut menghasilkan limbah organik (terutama pencemaran unsur nitrogen dan fosfor) yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efisien sehingga sisa pakan dan kotoran ikan akan menumpuk di dasar perairan. Penumpukan limbah organik ini akan mencemari danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti eceng gondok (Eiclzhornia crasssipes (Mart.) Solms), Hydrilla verticillata ((L.F.) Royle), Ceratophyllum demersum (L.) , dan lain-lain diikuti dengan terbentuknya gas-gas yang dapat menyebabkan kematian organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.
Penelitian ini bertujuan: (a) membandingkan kualitas perairan pada wilayah yang ada kegiatan BJA dan yang tidak ada kegiatan BJA, (b) mengetahui kualitas dan tingkat kesuburan perairan Danau Tondano, (c) mengetahui jumlah limbah organik dan kegiatan budidaya ikan jaring apung dan. daya dukung serta daya tampung perairan Danau Tondano terhadap kegiatan tersebut, (d) mengetahui dampak pencemaran air terhadap ekosistem danau yang meliputi keberadaan dan fungsi Danau Tondano serta terhadap lingkungan dan kehidupan manusia yang memanfaatkannya.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: (a) kegiatan budidaya ikan jaring apung paling mempengaruhi kualitas dan tingkat kesuburan perairan Danau Tondano, (b) Apabila kegiatan BJA berlangsung terus tanpa terkendali maka akan berdampak terhadap keberadaan dan fungsi Danau Tondano serta bagi kehidupan manusia yang memanfaatkannya.
Penelitian dilaksanakan dengan metode survei dan ekspos fakto selama 1 bulan dari tanggal 11 Juni sampai 16 Juli 2001. Pengambilan sampel air dilakukan di empat stasiun pengamatan. Tiga stasiun di mana terdapat aktivitas BJA dan satu stasiun tidak terdapat kegiatan BJA. Stasiun-stasiun yang dimaksud adalah: Stasiun I di Desa Eris (2078 unit jaring apung), Stasiun II di Desa Kakas (350 unit jaring apung) , Stasiun III di Desa Remboken (40 unit jaring apung) dan Stasiun IV di Desa Tolour (tidak BJA). Pengambilan data kualitas air dilakukan sebanyak tiga kali meliputi: suhu, kecerahan, pH, DO, BOD, nitrat, nitrit, amoniak dan fosfat. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan membandingkannya dengan PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk kelas III (pembudidayaan ikan air tawar) dan pendapat para ahli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk parameter kualitas air tertentu yaitu: BOD, NH3, NO3, dan P04 di stasiun I, II, dan III telah melewati ambang batas (daya tampung) yang dipersyaratkan dalam PP Nomor 82 tahun 2001 untuk kelas III dan menurut pendapat para ahli. Hal ini diduga disebabkan oleh limbah organik dari aktivitas BJA yang telah berlangsung dari tahun ke tahun. Stasiun IV (tidak ada kegiatan BJA) masih menunjukkan kualitas air yang lebih baik dibandingkan stasiun I, II, dan III. Selama tahun 1994-2000, jumlah rata-rata beban pencemar yang dihasilkan dari aktivitas BJA di Danau Tondano adalah sebanyak 2.951,5 ton limbah organik yang mengandung 138,8 ton nitrogen dan 29,004 ton fosfor.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan: (a) Perlu adanya peraturan daerah (PERDA) yang mengatur tentang zonasi (pewilayahan) perairan Danau Tondano untuk usaha budidaya ikan, penangkapan, reservat/perlindungan, dan zona penyangga berdasarkan pada fungsi, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta kesesuaian ruang dengan mengacu pada UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan , UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, memperbaiki cara pemberian pakan dan jumlah pakan yakni 3% dari bobot ikan peliharaan per hari dan diberikan tiga kali sehari. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk ke perairan, sehingga dapat mencegah pencemaran perairan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian pakan yang tepat untuk satu unit jaring apung dengan padat penebaran 1750 ekor ikan, berat awal total biomassa ikan 50 kg, dan masa pemeliharaan tiga bulan adalah 337,5 kg pakan, tidak seperti yang terjadi sekarang di mana selama masa pemeliharaan tersebut jumlah pakan yang dihabiskan rata-rata sebanyak 450 kg pakan/unit. Metode budidaya ini akan dapat terlaksana dengan baik jika disosialisasikan kepada para petani ikan melalui berbagai program pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan, memperbaiki konstruksi BJA dan jarak antarunit jaring apung sebaiknya 10-30 m agar supaya reaerasi dapat berlangsung dengan baik di samping perlu dilakukan pengaturan musim tanam dan panen serta diversifikasi jenis ikan yang dipelihara (ikan gurami, ikan nila dan ikan patin), (d) Perlunya pengembangan teknologi BJA yang ramah iingkungan sebagai suatu teknologi yang efektif, efisien dengan produktivitas tinggi serta dampak negatifnya terhadap lingkungan perairan diupayakan seminimal mungkin. Teknologi yang dimaksud contohnya adalah satu petak keramba dengan 2 tingkat jaring (ganda), jaring pertama (lapisan atas) berukuran 5 x 5 x 3 m dengan ukuran mata jaring 1 atau 1,5 inci dipelihara ikan mas (Cyprinus carpio) dengan padat penebaran 50-105 kg/unit dan jaring kedua (di lapisan bawah) berukuran 7 x 7 x 4 m dengan ukuran mata jaring 0,5 atau 0,75 inci dipelihara ikan nila (Tylapia niloiica) dengan padat penebaran 18-50 kg/unit. Dengan rasio konversi pakan untuk ikan mas 1,3-1,68 dan ikan nila 0,5-0,9 dan masa pemeliharaan 2,5-3,5 bulan, diperoleh produksi ikan mas antara 944-1276 kg dan ikan nila 143-263 kg. Selanjutnya disarankan perlunya penelitian lanjutan tentang penggunaan jaring apung rangkap tiga yang mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik di mana bisa meningkatkan efisiensi pemberian pakan dan produksi ikan, (e) sebagai salah satu upaya untuk mengurangi populasi eceng gondok di Danau Tondano maka disarankan untuk melakukan studi tentang pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan makanan ternak, pemupukan, penghasil gas bio, penyerap limbah, dan bahan baku untuk pembuatan kertas, (f) perlu penelitian lanjutan tentang jumlah limbah organik dari aktivitas permukiman, pertanian, pariwisata dan lain-lain sehingga dapat diketahui kegiatan apa yang memiliki kontribusi terbesar terhadap pencemaran di Danau Tondano. Dengan demikian dapat dilakukan tindakan penanggulangan menurut skala prioritas, dan (g) untuk pengelolaan Danau Tondano ke depan maka peneliti menyarankan agar dibentuknya semacam badan kaordinasi (pengelola) yang bertugas untuk mengintegrasikan semua kepentingan para stakeholder dengan konsep one lake, one plan, one management.

Tondano Lake located in Minahasa Regency is one of the strategic and important natural resource for the economic development in North Sulawesi Province. This is due to its multifunction such as sources of food stuff (fish), drinking water, water for industries, water for PLTA, transportation media and tourism object. One of the prominent community activities at Tondano lakeside is floating net fish culture (BJA). This activity provides positive impact on the increase of fishery production and increasing the fish farmer income in Minahasa. On the other side, this activity also creates negative impact on water quality since by the inefficiency of feed consumption by fish population, a lot of organic waste will pollute the water quality and as the results of fish metabolism which will accumulate on the lake's bed. This accumulation will deteriorate water quality of the lake from eutrophication that stimulates blooming of phytoplankton and water hyacinth such as Eichhornia crassipes ((Mart.) Solms), Hydrilla verticilata ((L.F.) Royle), Ceratophylum demersum (L.) followed by the emergency of poisonous gases that may kill aquatic organisms (especially cultured fishes) and finally ended by thickness of anaerobic layer in the water body.
The objectives of this research are: (a) to compare water quality in the area which has BJA activity and in the area which has no BJA activity, (b) to find out the water quality and the eutrophication level of Tondano Lake, (c) to find out the amount of organic waste produced by floating net fish culture and the carrying and absorbing capacity of Tondano Lake on this activity, (d) to find out the impact of deteriorated water on the lake ecosystem which include the existence and function of Tondano Lake for human life.
The hypotheses of this research were: (a) fish floating net culture most influence the quality and fertilization level of Tondano Lake, (b) the quality and fertilization level of water will influence the existence and function of Tondano Lake and for the human life.
Survey was conducted for one month from 11 June - 16 July 2001. Water samples were taken at four stations. Three of them were used for BJA activity and one station has no BJA activity. The stations were in Eris Village (2078 units of floating net), Kakas Village (350 units of floating net), Remboken Village (40 units of floating net) and Tolour Village. Sampling of water quality was conducted three times a day including: temperature, pH, dissolved oxygen, biological oxygen demand, carbon dioxide nitrate, nitrite, ammonia and phosphate then the obtained data were analyzed descriptively and compared with Government Regulation No. 82 of 2001 about Water Quality Management and Water Pollution Control for class III (freshwater fish culture).
It was concluded that water quality parameters such as BOD, NH3, NO3, and PO4 in station I, station II and station III have exceeded the threshold level as required by Government Regulation No. 82 of 2001 (class III) and according to the experts opinion. Station IV showed better water quality than station I, station II and station III. Since 1994-2000, the average amount of organic waste produced by B.IA in each year was of 2.951,5 tons that content 138, 8 tons of nitrogen and 29,004 tons of phosphor.
Based on these results, it was suggested that: (a) Regional regulation (PERDA) is needed to regulate the zoning of fish culture activity, fish catching, reservation and buffer zone based on the function, carrying capacity, absorbing capacity of living environment and space conformity according to Act No. 9 of 1985 about Fishery, Act No. 24 of 1992 about Spatial Management, Act No. 23 of 1997 about Management of Living Environment, and Government Regulation No. 82 of 2001 about Water Quality Management and Water Pollution Control, (b) improving of fish feeding accordance efficiently up to 3% of fish weight and feeding is done three times in a day. According to the method, the requirement of fish food (pellet) to culture 1.750 of fish seeds which have initial weight 50 kg and culture time 3 months was 337,5 kg of pellet, (c) improving of KJA construction and the distance between each unit must be 10-30 m so that aeration take place continuously, arrange the harvest time and diversification of fish culture (i.e. gurami, nila and Patin fishes), (d) it is needed to develop BJA with an environmental friendly attitude namely by double floating net technique to minimize food waste into water. This technique has been tested to gold fish (Cyprinus carpio) and nila fish (lyalapia nilotica) and showed satisfied result. Furthermore it is suggested that three layers of nets may provide and increase efficiency in this net fish culture, balancing fish production and fish feeding pellets, (e) as an effort to minimize the water hyacinth population in Tondano Lake, it is suggested to make research the utilization of eceng gondok as livestock food, fertilizer, biogases producer and waste absorbing, (f) further study is needed the extend of organic waste produced by agriculture, settlement, tourism and other activities at Tondano Lake so that water pollution control can be carried out according to its priority scale, and (g) it is suggested to form a management coordination board of Tondano Lake that function to integrate all the interests of the stakeholder based on the concept of one lake, one plan, and one management.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T5211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Danau Poso berlokasi di Sulawesi Tengah dan berada pada ketinggian 502 m dpl. Danau ini merupakan tipe danau tektonik, dengan kondisi masih cukup alami. Perubahan pemanfaatan lahan di wilayah daerah tangkapan air (DTA)-nya sudah terjadi, diperkirakan akan memberi dampak terhadap kondisi perairan danau. Telah dilakukan penelitian kondisi fisik dengan fokus karakteristik DTA dan morfomentrik perairan Danau Poso pada bulan April 2007, dengan tujuan sebagai prediksi perilaku perairannya dan tingkat kepekaannya terhadap aktivitas di DTA-nya. Penelitian difokuskan pada ciri morfometri dan ciri DTA, yang bersumber dari data primer dan sekunder. Dua sub DTA utama dari Danau Poso adalah Kodina dan Meko. Tingkat pemanfaatan lahan DTA terdiri dari kawasan lindung (11,4 persen), kawasan penyangga (28,7 persen), tanaman tahunan (42,9 persen), tanaman semusim dan pemukiman (17 persen). Luas perairan danau (A) yaitu 368,9 km2, kedalaman maksimum 384,6 m dengan rasio DTA/A sebesar 3,4, memiliki volume 71.811.599.956 m3, dan waktu tinggal (retention time) 7,2 tahun. Berdasarkan nilai kedalaman relatif (Zr=1,18), perairan Danau Poso bersifat tidak stabil, nilai pengembangan garis pantai (DL= 1,59) yang menunjukan peranan tepian terhadap produktivitas perairan rendah, sedangkan luas litoral mencapai 40 km2. Fluktuasi muka air danau mencapai 1,86 m, tampak terkait dengan pola curah hujan di DTA-nya.
"
551 LIMNO 16:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Kurniasih
"Waduk Ria Rio, Jakarta Timur merupakan waduk yang dimanfaatkan masyarakat untuk penangkapan ikan. Penangkapan ikan yang terus menerus dapat menyebabkan penurunan kepadatan ikan yang ada di Waduk Ria Rio. Salah satu ikan yang sering tertangkap oleh pemancing yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus) yang mampu hidup pada kondisi lingkungan yang luas dan dapat menyesuaikan dengan jenis makanan yang tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makanan (food habit) ikan nila (Oreochromis niloticus) di Waduk Ria Rio. Penelitian kebiasaan makanan ikan meliputi pengukuran panjang tubuh dan berat ikan, serta panjang usus dan berat pencernaan. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling untuk pengambilan sampel air. Kemudian, pengambilan sampel ikan mengikuti pergerakan ikan. Pengawetan pencernaan ikan menggunakan alkohol 70%. Hasil penelitian menunjukkan ikan nila mempunyai panjang usus 3–7 kali lebih panjang dari tubuhnya dan dikategorikan sebagai ikan herbivora. Komposisi jenis makanan yang ditemukan yaitu Euglenophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, dan Bacillariophyta. Euglenophyta menjadi makanan utama dengan persentase Indeks Bagian Terbesar 75%. Kemudian, hasil perhitungan luas relung berkisar antara 4,1982—4,8267 menyatakan bahwa ikan nila mampu memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara umum. Berdasarkan hasil pengamatan parameter lingkungan, Waduk Ria Rio masih dapat mendukung kehidupan ikan nila. Informasi ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengelolaan ikan nila (Oreochromis niloticus) di Waduk Ria Rio.

Ria Rio Reservoir, located in East Jakarta, is a reservoir that is used by the community for fishing. Continuous fishing activities can lead to a decrease in fish density in the reservoir. One of the fish species that is often caught by fishermen is the Nile tilapia (Oreochromis niloticus), which can live in a wide range of environmental conditions and adapt to available food sources. The purpose of this study is to determine the food habits of Nile tilapia in Ria Rio Reservoir, which can be used as a reference for the management of Nile tilapia in the reservoir. The study includes measuring the length and weight of the fish and the digestive tract and also the food composition. The study uses purposive sampling for water sampling, and the fish sampling follows the movement of the fish. The fish's digestion is preserved using 70% alcohol. The results show that Nile tilapia has a digestive tract length of 3–7 times longer than its body and is categorized as an herbivorous fish. The food composition found includes Euglenophyta, Chlorophyta, Cyanophyta, and Bacillariophyta, with Euglenophyta being the main food source with a percentage of 75%. The calculated area of the niche ranges from 4.1982—4.8267, indicating that Nile tilapia can utilize available resources in general. Based on the observation of environmental parameters, Ria Rio Reservoir can still support the life of Nile tilapia. This information is expected to be a reference for the management of Nile tilapia in Ria Rio Reservoir."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Nur Arifah
"Danau Kenanga merupakan salah satu dari enam danau UI yang berperan sebagai daerah resapan air. Namun danau ini telah tercemar oleh berbagai jenis sampah organik dan anorganik, sedimen, residu pestisida, dan kontaminan lainnya, sehingga dapat menurunkan kualitas air. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan proses pengolahan air Danau Kenanga dengan menerapkan metode Hybrid Ozonation-Coagulation (HOC), dengan fokus pada variasi pH dan dosis koagulan. Metode HOC diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penghilangan polutan organik dan memastikan air memenuhi baku mutu kesehatan lingkungan. Analisis parameter seperti kandungan logam besi, mangan, pH, Total Dissolved Solid (TDS), total koliform, dan jumlah lumpur dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas HOC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HOC merupakan metode yang paling efektif dibandingkan metode koagulasi dan ozonasi dalam pengolahan air Danau Kenanga dengan persentase perubahan TDS sebesar 18,18% dan persentase penyisihan kekeruhan sebesar 93,7%, logam Fe 84,75%, total coliform 99,69% , nilai logam Mn sebesar 0,1 mg/L, jumlah lumpur yang terakumulasi sebesar 1,4708 g pada pH 8 dan dosis koagulan Fe sebesar 50 ppm.

Lake Kenanga is one of the six UI lakes which acts as a water catchment area. However, this lake has been polluted by various types of organic and inorganic waste, sediment, pesticide residues, and other contaminants, which can reduce water quality. Therefore, this research aims to optimize the Lake Kenanga water treatment process by applying the Hybrid Ozonation-Coagulation (HOC) method, with a focus on variations in pH and coagulant dosage. The HOC method is expected to increase the efficiency of removing organic pollutants and ensure that water meets environmental health quality standards. Analysis of parameters such as iron metal content, manganese, pH, Total Dissolved Solid (TDS), total coliform, and amount of sludge was carried out to evaluate the effectiveness of HOC. The results of the research show that HOC is the most effective method compared to coagulation and ozonation methods for treating Kenanga Lake water with a TDS change percentage of 18.18% and a turbidity removal percentage of 93.7%, Fe metal 84.75%, total coliform 99.69%, and the Mn metal value is 0.1 mg/L at pH 8 and the Fe coagulant dose is 50 ppm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutardjo
"Budidaya ikan dalam keramba jaring apung (WA), marupakan salah satu kegiatan yang berkembang pesat di waduk Jatiluhur. Dasar pertimbangan pengembangan BJA ialah untuk pemanfaatan sumber air waduk dan untuk memberikan sumber pendapatan altematif bagi masyarakat di sekitamya. Dampak positif dari pengembangan BJA antara lain meningkatnya lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya dan meningkatnya produksi ikan untuk konsumsi dalam negeri. Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) yang beroperasi di waduk Jatiluhur terus mengalami peningkatan dari 15 unit KJA pada tahun 1988 menjadi 2.100 unit KJA pada tahun 1997 dengan total produksi ikan yang di panen hingga tahun 1997 sebanyak 1.545.32 ton.
Namun demikian perkembangan WA tersebut telah menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas perairan, dan menyebabkan kegagalan panen akibat kematian ikan budidaya secara masal pada tahun 1996 dan 1997.
Dalam rangka pengendalian dampak negatif BJA tersebut, telah dilakukan berbagai upaya antara lain : penataan ruang waduk dan pengembangan KJA sistem ganda. Kematian ikan akibat perubahan kualitas air biasanya terjadi pada awal musim penghujan saat cuaca mendung, dimana intensitas cahaya matahari sangat rendah, sehingga menyebabkan rendahnya laju fotosintesis dan rendahnya produksi oksigen (02) dalam air. Berdasarkan data time series kualitas air di Ciganea terdapat peningkatan kandungan nutrien yang dihasilkan dari dekomposisi limbah organik yang berasal dari BJA. Peningkatan nutrien tersebut mengakibatkan meningkatnya kesuburan perairan dan densitas fitoplankton, sehingga akan meningkatkan kebutuhan 02 yang diperlukan fitoplankton pada malam hari. Pada kondisi populasi fitoplankton yang padat dan padatnya ikan dalam KJA, menyebabkan terjadinya defisit 02 yang lebih besar, akibatnya jumlah ikan dalam KJA yang mengalami kematian juga meningkat.
Jadi masalah utama yang menyebabkan menurunnya kualitas air di lingkungan budidaya adalah limbah organik dari kegiatan BJA, sehingga permasalahan yang di kaji pada studi ini ialah terjadinya perubahan kualitas air waduk akibat kegiatan BJA, dan proses terjadinya kematian ikan budidaya secara masal dalam KJA.
Tujuan dari studi ini ialah untuk mengetahui : 1) pengaruh kegiatan BJA terhadap perubahan kualitas air di lingkungan budidaya, waduk Jatiluhur, 2) perubahan kualitas air dari waktu ke waktu melalui indikator parameter kunci kualitas air yang terkait dengan kegiatan BJA, dan 3) perbedaan kualitas air antara daerah WA (Ciganea) dan non BJA (Ubrug) di waduk Jatiluhur.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam studi ini dapat disusun hipotesis sebagai berikut :
Pertama : Tidak ada perbedaan kualitas air antara daerah BJA dan daerah non BJA.
Kedua : Ada kecenderungan penurunan kualitas air dari waktu ke waktu di Ciganea, mulai sebelum ada kegiatan BJA sampai timbul masalah kematian ikan.
Studi ini dilaksanakan di perairan waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, dari tanggal 12 Pebruari - 5 Maret 1999. Lokasi penelitian berada di perairan Ciganea yang merupakan areal BJA dan perairan Ubrug yang merupakan areal non budidaya. Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini ialah metode surval dengan pendekatan observasi lapang di daerah terpapar dan daerah non terpapar pada kedalaman yang berbeda. Luas perairan Ciganea sekitar 40 ha dengan kedalaman ± (34 - 50) m, keadaan perairan relatif tenang karena jauh dari masukari air sungai, sedangkan perairan Ubrug luasnya sekitar 50 ha dengan kedalaman } (16 - 30) m terletak di sebelah selatan Ciganea, keadaan perairan relatif dangkal dan berarus sedang karena merupakan muara sungai Cilalawi dan Cisomang. Pengambilan sampel air dilakukan di perairan Ciganea pada 5 titik pengamatan (stasiun) dengan jarak antar titik 750 m dan di perairan Ubrug pada 3 titik pengamatan yang dianggap mewakili dengan jarak antar titik 1500 m. Pengambilan dilaksanakan sekali seminggu, selama satu bulan dan dilakukan secara vertikal untuk 3 lapisan kedalaman yang berbeda (permukaan, tengah dan dasar perairan) dengan menggunakan Bottle Water Sampler volume 3,5 L. Pengambilan sampel dilakukan dari pagi hingga siang hari, dengan
1) Perlu pengendalian jumlah KJA yang terdapat di perairan Ciganea, waduk Jatiluhur, karena jumlah KJA yang ada telah melampaui dada dukung lingkungan atau jumlah optimum yang di perbolehkan yaitu 400 unit KJAlwilayah. Pengendalian tersebut harus dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab yaitu Dinas Perikanan Propinsi Dati I Jawa Barat, dengan menerapkan sangsi hukum antara lain dengan tidak menerbitkan Surat ljin Usaha Perikanan (SIUP) untuk BJA dan mengurangi jumlah KJA yang ada dengan memindahkan ke lokasi lain diluar Ciganea sesuai dengan Rencana Tata Ruang Waduk yang ada seperti di daerah Cipariuk, Pasir Jangkung, Batu Kerong, Tegal Malaka dan Cilingga. Hal tersebut dapat dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakatlpetani BJA, dengan pendekatan penyuluhan, pelatihan dan peningkatan kesadaran, agar mereka ikut berperanserta aktif dalam menjaga pelestarian perairan waduk.
2) Perlu disosialisasikan tentang cara pemberian pakan yang sesuai dengan ketentuan, yaitu sebanyak 3 % dari berat badan ikan yang dibudidayakan. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk ke perairan, sehingga dapat mencegah terjadinya pencemaran perairan. Berdasarkan hasil penelitian jumlah sisa pakan yang terbuang ke perairan waduk adalah sekitar 5 kgMari, sehingga agar supaya tidak menimbulkan pencemaran perairan, maka jumlah sisa pakan yang terbuang harus lebih kecil dari 5 kg/hari (< 5 kg/hari) atau sekitar (1-1,5) kg/hari, sehingga hal itulah yang menjadi pedoman yang harus dipatuhi oleh semua prang yang melakukan kegiatan WA di waduk Jatiluhur. Agar hal tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka harus disosialisasikan kepada masyarakat khususnya kelompok usaha BJA/petani BJA melalui berbagai pendidikan/pelatihan dan percontohan agar ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dapat dipatuhi dan dilaksanakan.
3) Perlu peningkatan pemantauan, pengendalian dan pengawasan, terhadap kegiatan BJA di Ciganea, waduk Jatiluhur, balk dari aspek kualitas air maupun jumlah KJA yang beroperasi. Untuk pemantauan kualitas air tersebut harus dilakukan secara rutin, diikuti dengan pengendalian jumlah KJA yang beroperasi yang dilakukan melalui koordinasi dengan instansi terkait dan melibatkan lembaga masyarakat yang ada di daerah tersebut, dengan Dinas Perikanan sebagai koordinator dan penanggung jawabnya. Selanjutnya dalam pelaksanaan pengawasan perlu peningkatan penegakan hukum (law enforcement) baik kepada pengusaha BJAlpetani BJA maupun kepada aparat pemerintah. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan balk, perlu diterapkan sanksi hukum yang tegas bagi setiap pelanggar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (UU. No. 911985 tentang Perikanan, 2311997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan apabila perlu pencabutan S1UPBJA agar mereka patuh. Disamping hal tersebut perlu dibarengi dengan upaya pemberdayaan kepada kelompok usaha BJAI petani BJA melalui sosialisasi, penyuluhan, pendidikan/pelatihan dan penyadaran hukum, sehingga diharapkan mereka dapat ikut berperan serta aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan perairan dan mengawasi tindak pelanggaran yang terjadi.
4) Perlu pengembangan teknik BJA yang ramah lingkungan yaitu Keramba Jaring Apung Ganda (Berlapis) untuk mengurangi Iimbah pakan yang masuk ke perairan waduk. Berdasarkan hasil penelitian teknik budidaya ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan mencegah pencemaran perairan. Namun demikian untuk dapat dikembangkan dimasyarakat, hal tersebut masih perlu dikaji lebih mendalam terutama dari aspek ekonomi agar dapat terjangkau oleh masyarakatlpetani BJA dan aspek kemudahannya agar dapat dicontohldipraktekkan, dan sebelum dikembangkan secara luas hangs disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat melalui kelompok usaha BJA/petani BJA.

The Effects of Fish Culture on the Water Quality of Reservoir (A Case Study on Fish Cage Culture in Ciganea, Jatiluhur Reservoir, Purwakarta, West Java)Fish cage culture was carried out intensively in Jatiluhur reservoir. This activity was developed to utilize the available water resources in the reservoir and to provide alternative income source for the community around the reservoir. Beside that, positive impact the development of cages culture such us the increasing fish production for domestic consumtion and job opportunity for local community. Based on the statistical data the number of cage culture used for fish culture increased steadily for 15 unit in 1988 to 2.100 unit in 1997. Total production of fish harvested in 1997 is 1.545,32 tones. However, this considerable development of the cage culture has resulted in an adverse impact of water quality which in few resulted in the failure of production. It is reported that in 1977 about 50 % of the cages could not be hatvested as the fishes were died. The collaps of production resulting from the low water quality, usually happens during early raining season where the solar radiation is quite low. This results in the low rate of photosynthesis and consequently low oxygen production. In order to control the adverse impact of the cage culture the spatial planning was set up by reservoir management authority in collaboration with the provincial government and interrelated institution.
Based on the time series data of water quality in Ciganea, there is increase in the concentration nutrient resulted of the decomposition of the great concentration production waste of cage culture. Increases in concentration nutrient resulted in eutrophication and increasing phytoplankton density, which In few increase consentration of oxygen required by phytoplankton during night time. Increasing phytoplankton and fish densities resulted in hightly defisit oxygen, consequently the number of fish cultivated in the cage that were dead also increase.
It is clear that the main problem causing dateriotation of water quality is production waste that consisted of feed waste and metabolite. Therefore, this study is focused on the changes of the water quality in aquaculture areas of reservoir resuldted by cage culture activity. The objectives of the study are, {1) to find out the effects of cage culture activity on water quality change in waters environment; (2) to evaluate of the environmental impact of the cage culture on the water quality in Ciganea areas Jatiluhur reservoir.
The objectives of the study are, (1) to find out the effects of cage culture activity on water quality change in waters environment; (2) to evaluate of the environmental impact of the cage culture on the water quality in Ciganea waters, Jatiluhur reservoir.
The hypothesis in this study to be tested are :
First There are not the differences of water quality in both the cage culture compared with in non cage culture areas.
Second : There are the tendences of water quality decrease on periodically in Ciganea areas, before cage culture development until case of death fishes.
The area of sudy are Ciganea and Ubrug waters of Jatiluhur reservoir, Purwakarta, West Java. The study was conducted during February 12 to March 5 1999. The Ciganea waters was used for cage culture, while Ubrug waters was free of cage culture activity. The methode of study used are survey methode, survey was conducted to collect water samples and to observe aquaculture activities reservoir and environment condition.
The Area of Ciganea waters was about 40 ha, it's depth varied between (35-50) m. The waters was relatively stagnant quaite a far from the inlet of reservoir. Area of Ubrug waters was about 50 ha, it's depth varied between (16-30) m, it is south word of Ciganea. The waters condition relatively shalow, moderate curent and as the estuary from Cilalawi and Cisomang rivers. The water samples were collected weekly from 5 stations in Ciganea and 3 stations in Ubrug, using 3.5 liters Kemmerer Bottle sampler in vertical depth of surface, centre and at the bottom water. Distance between station in Ciganea and ubrug are about 750 m and 1500 m representatively. The depth of water sampled were the (0-0,5) m layer, the (1,4-1,8) m layer and the (34-49) m layer. Sampling was carried out during the day time. The physico-chemical characteristic of the water quality measured ware temperature, transparancy, pH, DO, BOD, alkalinity, amonia, amonium, nitrite, nitrate, posphate, and suspended of organic matter. Water samples ware analysed in the chemical laboratory belong to the Research Institute of Fresh Water Fisheries, compared to the standard quality of C catagory, stipulated through Governor of West Java Decree No. 38/1991. The hypothesis were tested by using statistical analysis.
Results of the study show that :
1. The water quality in Ciganea waters to degradation as long as cage cultures activity development. It is indicated by condition of water quality parameters such us NO2, NO3, NF14, NH3 and P04, have been over of threshold value for water quality standard (C criteria), it was caused by input of feeding to waters and number of feeding tend to increases as long as cage cultures activities on going.
The water quality in Ubrug is better than Ciganea waters, it is indicated by condition of water quality parameters such us NO2, NO3, NH4, NH3 and P04, was still good and still under threshold value of water quality standard (C criteria), It is because no pollutant from feeding to waters.
The result of this study can be used. to sugestion of waters environment management in Jatiluhur reservoir, as follow :
1) It is nacessary for local government (Fisheries of Services Office) to control of number cage cultures was operated in Jatiluhur reservoirs, it is because have been carying capacity over. Base on the research, the number of cage culture recommended to operation is 400 unit/areas. Ways to control of cage culture through letter of effort, limitation of cage culture operating in waters through moving of cage culture to other areas and implemented of monitoring and surveillance.
2) It is nacessary for local government (Fisheries of Services Office) to control of number feeding to water a number of 3 °Io from weight of fish biomass to culture. Its means to prevent of polluted waters from feeding. Base on the research the number of feeding waste to waters is 5 kg/day, so recommended that less than 5 kg/day or (1-1,5) kglday of feeding waste to guiden of water quality. To impernented this program mus be following to law enforcement, extention and public awerenees to local community, especially to group of fish farmers in Jatiluhur reservoir.
3) it is necessary to enhancment of monitoring, controling and surveillance for net cage culture activity in Jatiluhur reservoir, it is involving the water quality and number of net cage culture aspect and also strengthening of law enforcement through doubt of law to farmers and official government. In order to implematation this activity is needed coordination with inter instituation and non government organisation. Biside that it is needed empowerment to local community so they can do self management and surveillance of violance to cage culture activity in Jatiluhur reservoir.
4) One of alternative to decrease of organic waste to waters is development of technical culture of environmental friendly. This technical was called double net cage cultures. Base on the research this technical can increase of use feeding efficiency and prevention of pollutted waters. Howerver it is necessary to study in detail especially including economic and assesibility aspect before introduced to community.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Ulfah
"ABSTRAK
Budidaya Keramba Jaring Apung merupakan salah satu potensi ekonomi di Teluk Lampung. Pada tahun 2013, lebih dari 360.000 ekor ikan mati di Teluk Lampung, dan membuat jumlah petani budidaya KJA berkurang drastis hingga 90 . Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai lokasi KJA di Teluk Lampung berdasarkan analisis wilayah kesesuaian dan kegiatan budidaya KJA di sana. Wilayah kesesuaian ditentukan dari analisis spasial dengan metode tumpangtindih Overlay pada variabel kedalaman, suhu, salinitas, kecepatan arus, dan oksigen terlarut di Teluk Lampung. Analisis kesuburan melalui sebaran fitoplankton juga digunakan dalam penelitian ini. KJA yang terdapat di wilayah yang sesuai berada di Pantai Tanjung Putus dengan karakteristik kedalaman kurang dari 10 meter, suhu 30 C, salinitas 31 ppt, kecepatan arus kurang dari 10 m/s, dan oksigen terlarut 5 mg/Liter. KJA yang terdapat di wilayah yang tidak sesuai memiliki kedalaman kurang dari 10 meter, suhu 30 C, salinitas 30 ppt, kecepatan arus kurang dari 10 m/s, dan oksigen terlarut 3,5 mg/Liter. Wilayah yang tidak sesuai memiliki sebaran fitoplankton yang tinggi sehingga memungkinkan digunakannya ikan rucah yang murah sebagai pakan untuk budidaya. Meskipun di wilayah yang sesuai biaya pakan lebih tinggi karena penggunaan pelet, keuntungan produksi tetap lebih besar 4 kali lipat dibandingkan di wilayah yang tidak sesuai.Wilayah yang sangat sesuai dan memiliki jumlah plankton yang memadai berada di sebelah selatan kabupaten Pesawaran, sekitar pulau Sebeku, dan sebelah selatan kabupaten Lampung Selatan.

ABSTRACT
One of the economic potential at Lampung Bay is in fishery cultivation of Floating Net Cage. In 2013, more than 360,000 fish were dead at Lampung Bay. It made a big number of fishery cultivation farmer decrease to 90. Because of that, a research about floating net cage at Lampung Bay based on suitability region analysis and the activity of cultivation with Floating Net Cage is needed. For determining the suitability region, spatial analysis with overlay method from depth, temperature, salinity, flow velocity, and dissolve oxygen is done. In addition, analysis of prosperous beach is done with phytoplankton spreading at Lampung Bay. Floating net cage in Tanjung Putus Beach is located on suitable region with characteristic less than 10 meters depth, 30 C, 31 ppt salinity, less than 10 m s flow velocity, and 5 mg Liter dissolve oxygen. Floating net cage in Sari Ringgung Beach is located on unsuitable region with characteristic less than 10 meters depth, 30 C, 30 ppt salinity, less than 10 m s flow velocity, and 3.5 mg Liter dissolve oxygen. The unsuitable region has the higher number of phytoplankton than the suitable region, so the farmer can use trash fish as feed with cheaper price. Although in the suitable region the feed of fish is more expensive, the profit is 4 times higher than in unsuitable region. The most suitable region that has a higher phytoplankton spread is located in the south."
2017
S67591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>