Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16392 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riski Muhaimin
"ABSTRAK
Latar belakang: Spasme infantil (SI) sering dikaitkan dengan kejang yang sulit terkontrol dan timbulnya disabilitas intelektual yang berat. Pengobatan SI dengan
ACTH saat ini di Indonesia sangat terbatas. Data mengenai karakteristik, penggunaan terapi, dan luaran jangka pendek berupa bebas spasme, resolusi gambaran EEG, dan angka kekambuhan pasien SI belum terdata dengan baik.
Tujuan: (1) Mengetahui insidens pasien SI. (2) Mengetahui karakteristik pasien SI. (3) Mengetahui karakteristik luaran jangka pendek pasien SI berdasarkan jenis terapi yang didapat. (4) Mengetahui faktor risiko luaran SI.(5) Membandingkan angka event free survival pasien SI berdasarkan jenis terapi yang didapat.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada pasien SI usia 0-2 tahun yang datang ke Poliklinik Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM
dari bulan Januari 2010 hingga Desember 2015. Pengambilan data dilakukan dengan melihat data rekam medis dan wawancara kepada orangtua. Faktor- faktor yang dianggap berpengaruh dianalisis secara multivariat.
Hasil: Insidens SI selama 2010-2015 86 pasien. Pada analisis bivariat, didapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap luaran tidak bebas kejang adalah
klasifikasi simptomatik (p=0,039; RR 0,67; IK 95% 0,51-0,88), respon awal yang baik terhadap terapi awal (p<0,001; RR 2,69; IK 95% 1,75-4,14), dan jenis terapi
saat bebas kejang (p<0,001). Pada analisis multivariat, tidak didapatkan hubungan antara masing-masing faktor. Median event free survival pada kelompok ACTH dan prednison masing-masing 8 hari dan 14 hari.
Simpulan: Status bebas kejang tampaknya lebih banyak didapatkan pada pasien yang mendapat terapi ACTH dengan atau tanpa kombinasi dengna OAE. Pengobatan menggunakan prednison juga menunjukkan luaran bebas kejang yang baik dibandingkan dengan pemberian kombinasi OAE.

ABSTRACT
Background: Infantile spasm is commonly related with uncontrolled seizure and severe intellectual disabilities. Treatment of infantile spasm with ACTH is
currently limited in Indonesia. Furthermore, some data regarding characteristics, therapies, short-term outcomes - which are free interval of spasm and resolution of electroencephalography, and recurrent rate of infantile spasm, are not well documented.
Objective: (1) To obtain the incidence of infantile spasm. (2) To obtain the characteristic of infantile spasm. (3) To obtain the characteristic of short-term
outcome of infantile spasm based on the therapies given. (4) To obtain the risk factor outcome of infantile spasm. (5) To obtain the event free survival of infantile spasm based on the therapies given.
Method: This was a retrospective cohort study on infantile spasm patients aged 0-2 years old at Neurology Outpatient Clinic of Child Health Department, Cipto
Mangunkusumo General Hospital during a period of January 2010 until December 2015. Data were taken from medical record and direct interview with parents of patients. Factors that had statistically significant were analyzed with multivariate method.
Result: The incidence of infantile spasm in 2010-2015 is 86 patients? On bivariate analysis, it was found that factors which are related with no seizure-free outcome is symptomatic classification (p=0,039; RR 0,67; CI 95% 0,51-0,88), satisfied early responds prior initial treatment (p<0,001; RR 2,69; CI 95% 1,75-4,14), and types of therapies on free interval seizure (p<0,001). On multivariate analysis, it was found that there was no correlation between each factor. The median of event free survival on ACTH and prednisone groups are 8 days and 14
days, respectively.
Conclusion: Free seizure status is generally more common in patients receiving ACTH with or without the combination of anti epileptic drugs. Treatment with
prednisone also shows good seizure-free outcome compared to combination with anti epileptic drugs.
"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Febrisandi Irsan
"Latar belakang: Kolik infantil merupakan tangisan berlebih tanpa tanda gagal tumbuh atau sakit. Salah satu penyebab kondisi ini adalah bonding ibu-bayi yang tidak adekuat. Ibu yang mengalami depresi dan tidak mendapat dukungan dalam pengasuhan dapat meningkatkan risiko terjadinya kolik infantil. Kolik infantil dapat menyebabkan bayi mengalami admisi berulang ke instalasi gawat darurat, pemberian terapi yang tidak rasional, serta mendapatkan perlakuan salah. Ibu peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berisiko mengalami jam kerja berlebih sehingga mengurangi waktu membentuk bonding dengan bayinya, burnout, hingga depresi yang merupakan faktor risiko terjadinya kolik infantil. Hingga saat ini belum ada penelitian mengenai prevalens dan faktor risiko kolik infantil pada bayi dari ibu peserta PPDS.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 67 bayi dari ibu peserta PPDS berasal dari tujuh senter pendidikan di Sumatra dan Jawa dengan menggunakan kuesioner laporan orangtua untuk anak usia 0-3 tahun yang telah diterjemahkan secara resmi dari Rome Foundation dan kuesioner Mother Infant Bonding Scale versi bahasa Indonesia. Kuesioner diisi secara daring, dengan tautan yang diberikan melalui aplikasi WhatsApp© kepada ibu peserta PPDS.
Hasil: Sebanyak 18 (26,8%) subjek mengalami kolik infantil, dan bayi dari ibu peserta PPDS dengan risiko tinggi masalah bonding ibu-bayi memilki risiko kolik infantil lebih tinggi dengan P<0,046, OR:2,922 (IK95%: 1,07-4,87). Jenis pemberian nutrisi berupa ASI atau kombinasi susu formula dan ASI tidak menunjukan perbedaan bermakna secara statistik terhadap kejadian kolik infantil dengan P=0,602, OR: 1,333 (IK95%: 0,451-3,940).
Simpulan: Risiko tinggi masalah bonding ibu-bayi dapat meningkatkan risiko kejadian kolik infantil pada bayi dari ibu peserta PPDS.

Background: Infantile colic is excessive crying without signs of failure to thrive or illness. Inadequate mother-infant bonding is one of the possible causes, and the risk is increased in mothers with depression and lack of family support. Infantile colic could lead to recurrent admission to the emergency department, irrational therapy, and child abuse. Mothers participating in medical residency training programs could experience excess working hours, less time to bond with their babies, burnout, and depression, which could increase the risk of infantile colic. Until recently, there has been no data on the prevalence and associated factors of infantile colic in infants of mothers participating in medical residency training program.
Methods: This is a cross-sectional study of 67 infants of mothers participating in medical residency training programs from seven training centers in Java and Sumatra, using a Parent Report Questionnaire for Children Aged 0-3 years which had been officially translated into Indonesian language from the Rome Foundation and the Indonesian version of the Mother-Infant Bonding Scale Questionnaire. In addition, an online link to fill online questionnaire was distributed via the WhatsApp© application.
Results: As many as 18 (26.8%) subjects experienced infantile colic. A high risk of mother-infant bonding problems is associated with infantile colic with P<0.046, OR:2.922 (95% CI: 1.07-4.87). The type of nutrition in the form of breast milk or a combination of formula and breast milk was not statistically significantly different, with P=0.602, OR: 1.333 (95% CI: 0.451-3.940).
Conclusion: High risk of mother-infant bonding issues can increase the likelihood of infantile colic in babies born to mothers participating in medical residency training programs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Billy Pramatirta
"

Latar Belakang: Kolik infantil adalah suatu gangguan saluran cerna fungsional bayi

usia 0 – 5 bulan yang meliputi periode menangis yang lama serta sulit untuk
ditenangkan. Meskipun kolik infantil biasanya akan hilang dengan sendirinya, kolik
infantil menjadi sumber masalah bagi bayi, orang tua, dan petugas kesehatan.
Pengetahuan dan perilaku ibu terkait kolik infantil di Indonesia belum pernah
dilaporkan sehingga penelitian ini hendak mencari tingkat pengetahuan dan perilaku ibu
serta faktor-faktor yang berhubungan.
Tujuan: Mengetahui prevalensi kolik infantil serta tingkat pengetahuan dan perilaku
ibu terhadap kolik infantil.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasi cross-sectional analitik. Kuesioner
untuk menilai pengetahuan dan perilaku ibu terhadap kolik infantil dibagikan kepada
sampel yang dipilih secara acak. Nilai pengetahuan dan perilaku ibu kemudian
dianalisis dengan faktor demografis usia ibu, status sosioekonomi, dan jumlah anak.
Hasil: Prevalensi kolik infantil ditemukan sebesar 13,1%. Nilai median dan IQR
pengetahuan ibu terhadap kolik infantil adalah 8 (2) dari skor maksimal 12, sedangkan
nilai median dan IQR perilaku ibu terhadap kolik infantil adalah 10 (2) dari skor
maksimal 14. Nilai pengetahuan ibu ditemukan berbeda secara signifikan pada faktor
sosioekonomi. Ibu dengan status sosioekonomi atas memiliki skor pengetahuan 10 (2)
dibandingkan ibu dengan status sosioekonomi menengah dengan skor 8 (4).
Kesimpulan: Pengetahuan ibu ditemukan berbeda bermakna pada status sosioekonomi
ibu yang berbeda. Masih terdapat pengetahuan dan perilaku ibu yang belum tepat terkait
kolik infantil sehingga dapat menjadi bahan edukasi bagi tenaga kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran ibu tentang kolik infantil.

 


Background: Infantile colic is a functional gastrointestinal disorder (FGID) of aged 0 –

5 months babies that consists of a prolonged and hard-to-soothe crying period. Although
infantile colic will naturally stop, it is a known source of problem for the baby, parents,
and health workers. Knowledge and attitude of mothers on infantile colic in Indonesia
have never been reported before, thus this study will assess mother’s knowledge and
attitude about infantile colic and related factors that may influence them.
Goal: To find out prevalence of infantile colic and knowledge and attitude of mother on
infantile colic.
Methods: This study was an observational analytical cross-sectional study.
Questionnaires to evaluate knowledge and attitude of mothers toward infantile colic
were given to randomly assigned samples. Score of mother’s knowledge and attitude
were analyzed with demographic factors, such as mother’s age, socioeconomic status,
and number of children.
Results: Infantile colic prevalence was found to be 13.1%. The median and IQR of
mother’s knowledge score was 8 (2) from maximal score of 12 while the median and
IQR of mother’s attitude score was 10 (2) from maximal score of 14. A statistically
significant difference was found on mother’s knowledge with different socioeconomic
status. Mothers with high socioeconomic status had knowledge score of 10 (2)
compared to low socioeconomic status mothers who had knowledge score of 8 (4).
Conclusion: Socioeconomic factor was found to be a significant factor affecting
mother’s knowledge on infantile colic. However, there are some points of knowledge
and attitude of mothers that were not correct. These points should be addressed by
physicians and considered in giving education for mothers to improve their knowledge
and attitude on infantile colic.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Holong Purnama Putra
"Diare pada balita merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi (31,4%) dan anak balita (25,2%). Sekitar 162.000 balita meninggal akibat diare tiap tahunnya atau sekitar 460 balita per hari (Depkes, 2011). Di Bogor angka diare meningkat tiap tahunnya data dari 2011-2013 menunjukkan ada peningkatan kasus di tahun 2011 ada 21.687 kasus tahun 2012 ada 22.625 kasus dan di 2013 ada 24.187 kasus (P3KL Dinkes Bogor, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor risiko apa saja yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja puskesmas Bogor utara. Studi ini menggunakan metode kasus kontrol dengan jumlah sampel 46 kasus dan 46 kontrol metode pengumpulan data dengan cara wawancara dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang berpengaruh antara faktor penyebab dengan kejadian diare yaitu : Perilaku mencuci tangan OR: 4,28 (95% CI 1,587-11,575), Penanganan sampah OR: 3,87 (95% CI 1,632-9,203), Sumber air bersih OR: 3,16 (95% CI 1,244- 8,039), Sarana Jamban OR: 4,52 (95% CI 1,845-11,081), Sanitasi makanan OR: 2,92 (95% CI 1,249-6,809), dan Pengetahuan orang tua OR: 2,66 (CI 95% 1,146- 6,198). Upaya penanggulangan dengan cara meningkatkan sanitasi lingkungan dan memberikan program penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat sekitar.

Diarrhea is one cause of death in infants (31,4%) and children under the age of five years (25,2%). Approximately 162.000 children under the age of five death every year or 460 every day (Depkes) in Bogor incident rate of diarrhea increase every year from 2011-2013. In 2011 there are 21.687 case, in 2012 there are 22.625 case and in 2013 there are 24.187 case. This research have a purpose to determine risk factors associated with diarrhea incident in children under the age of five on working area Puskesmas north Bogor. This study use case control method with number of sample 46 people case and 46 control. Method of data collection by interview and observation.
The results showed influence of risk factors with diarrhea incident. the risk factors have influence are Handwashing behaviour OR: 4,28(95% CI 1,587-11,575), Waste handling OR: 3,87 (95% CI 1,632-9,203), Source of clean water OR: 3,16 (95% CI 1,244-8,039), Availabilty of latrines OR: 4,52 (95% CI 1,845-11,081), Food hygiene and sanitation OR: 2,92 (95% CI 1,249-6,809), and Knowledge of parents OR: 2,66 (CI 95% 1,146-6,198). Diarrhea prevention efforts by improving enviroment sanitation and providing education programs to increase public knowledge.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imtinan Nabilah
"Diare adalah penyakit yang ditandai dengan kejadian buang air besar dengan frekuensi lebih dari tiga kali per harinya atau lebih sering dari frekuensi normal umumnya dan konsistensi tinja yang dihasilkan encer. Diare dapat terjadi pada semua kelompok usia dan balita adalah kelompok usia yang sangat rentan untuk terkena diare. Provinsi Maluku mengalami KLB Diare pada tahun 2017 dan diketahui bahwa terjadi 35 kasus KLB Diare tepatnya di Kabupaten Maluku Tengah serta diketahui bahwa Diare menjadi penyebab kematian nomor satu di Provinsi Maluku. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Provinsi Maluku berdasarkan data SDKI tahun 2017. Dengan menggunakan desain studi cross sectional dan jumlah sampel sebanyak 238. Bentuk analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat (chi square dan uji OR). Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, konsumsi vitamin A, tingkat pendidikan ibu, sumber air minum, tipe kakus, tempat pembuangan tinja balita serta pola tempat tinggal dan hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada variabel yang signifikan terhadap kejadian diare pada balita.

Diarrhea is a disease characterized by the incidence of bowel movements with a frequency of more than three times per day or more often than the general normal frequency and consistency of dilute-generated stool. Diarrhea can occur in all age groups and toddlers are the age group that is very vulnerable to diarrhea. Maluku Province experienced Diarrhea outbreak in 2017 and it is known that there were 35 cases of Diarrhea outbreak precisely in Central Maluku District and it is known that diarrhea was the number one cause of death in Maluku Province. This study aims to analyze factors related to the incidence of diarrhea in toddlers in Maluku Province based on 2017 SDKI data by using a cross sectional study design and a sample number of 238. The type of the data analysis in this research is the analysis of univariate and bivariate (chi-square and OR test). The variables used in this study are age, gender, consumption of vitamin A, the level of education of the mother, the source of drinking water, type of toilet facilities, landfills stool toddler as well as patterns of residence and the results showed that no significant variables on the incidence of diarrhea in toddlers. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Wibowo
"Air minum yang aman merupakan kebutuhan hidup yang essensial dan menjadi hak azasi setiap rnanusia, namun dalam keberadaannya air minum juga berperan sebagai transmisi penyakit. Diare, salah satu penyakit yang timbul akibat air minum yang terkontaminasi menjadi penyebab utama kematian terutama pada bayi dan balita. Di Indonesia angka kematian akibat diare pada balita 15,3% dan angka kesakitan 26,13% per 1000 penduduk pertahun. Disisi lain jangkauan penyediaan air minum bersih bagi masyarakat masih memprihatinkan karena lebih dari 60% rumah tangga balita masih mengambil dan mengolah sendiri air yang tidak memenuhi syarat dan sumbernya. Angka cakupan ledeng dan air kemasan hanya sebesar 19% dan 1,4%.
Mengkaji permasalahan di atas diduga adanya keterkaitan erat antara kondisi air minum dengan kejadian diare pada bayi dan balita di Indonesia. Berpedoman kepada beberapa literatur yang menyatakan bahwasanya diare disebabkan oleh multifactor maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare pada Bayi dan Anak Balita di Indonesia. Analisis menggunakan sumber data sekunder dari Hasil Susenas 2001 yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan.
Studi dengan rancangan cross-sectional, meneliti faktor-faktor risiko kesehatan lingkungan (air minum, sarana pembuangan tinja, kepadatan hunian, sarana pembuangan limbah, sampah) terhadap kejadian diare pada anak balita di Indonesia.
Variabel lain seperti pendidikan ibu, status ekonomi, umur, jenis kelamin, ASI dan makanan pendamping ASI juga turut dianalisis. Analisis dibedakan 2 tahap yaitu untuk kelompok bayi 0-11 bulan dan kelompok anak balita 11-59 bulan. Total sampel penelitian sebanyak 26011 anak (5174 bayi dan 20837 balita) dari seluruh Indonesia dan diperoleh melalui tahapan stratifikasi, klaster dan blok sensus dengan cara linier sistematik sampling. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat.
Dari 11 variabel yang diuji pada bayi 0-11 bulan ditemukan 4 faktor yang berkorelasi signifikan dengan kejadian diare yaitu umur (4-11 bulan OR=3,10), jenis kelamin (laki-laki OR=1,42), makanan pendamping ASI (bila diberi 2,13 kali) dan ASI (tidak eksklusif OR=3,08). Analisis multivariat di identifikasi faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare adalah umur, jenis kelamin dan makanan pendamping ASI (biskuit dan makanan lainnya). Umur bayi merupakan faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian diare pada bayi.
Hasil penelitian pada balita dibuktikan faktor-faktor yang terkait signifikan dengan kejadian diare adalah faktor umur (12-23 bulan OR=1,87), faktor pendidikan ibu (rendah 2,095 kali), faktor air minum (tidak memenuhi syarat OR=1,37), faktor sarana pembuangan tinja (tidak memenuhi syarat OR=1,43), faktor kepadatan human (padat OR=1,20), faktor sampah (tidak memenuhi syarat OR=1,20). Hasil analisis multivariat diperoleh faktor risiko terkait signifikan terhadap diare adalah faktor umur, pendidikan ibu dan air minum. Uji statistik menempatkan faktor umur paling dominan pengaruhnya terhadap kejadian diare pada balita.
Faktor lingkungan terkait signifikan dengan kejadian diare pada balita, sebaliknya tidak bermakna pads bayi. Efek protelctif ASI terbukti positif melindungi bayi dari diare, tapi bersifat tidak permanen dan dapat dipengaruhi faktor lain. Pendidikan ibu mempengaruhi prilaku dan hygiene balita terhadap tingkat risiko menderita diare. Anak berusia 5-23 bulan lebih rentan menderita diare dan pada usia ini kualitas air minum menjadi faktor risiko yang perlu lebih diperhatikan.

Risk-Factors that Associated with Diarrhea Diseases among Baby and Children Age Under Five Years in IndonesiaSafe drinking water is essential for life and declared as a fundamental human right. On the other hand drinking water also had a role in the transmission of diseases, such as Diarrhea which remain a leading high rate of the illness and death among children. In Indonesia, annual mortality and morbidity rate from diarrhea for children under age 5 years (per 1000 population) are 15.3% and 26.13%. At the other side lack of provide safe water supply indicated only 19% people served with pipe, the others 1.4 % drink from hotted water and 60% people have no access to safe water.
Looking at a wide range of drinking water problems and distribution of diarrhea diseases in communities, assumed there were association between the water and the diseases. Based on theory that diarrhea can be caused by multifactors, the research is looking forward to identify risk factors that influenced Diarrhea diseases among chidren age under 5 years in Indonesia Secondary source data of Susenas 2001 (National Social Economic Survey) is taken from National Institute Health Research Development of Ministry of Health of Republic of Indonesia.
Cross sectional-analysis study has been carried to investigate the association of the environmental health risk factors (drinking water, excreta disposal and wastewater facilities, family size and domestic waste) with diarrhea case among children age under 5 years in Indonesia. The other variables such maternal education, economic-status, age, sex, breast-feeding and baby supplement food are also investigated as risk factors of diarrhea. Stratified, cluster and bloc-sensus methods with systematic tinier sampling was used to get sample Total sample are 26011 people (5174 babies and 20837 children) from all area in Indonesia.. Data was carried out in univariate, bivanate and multivariate analysis The same analysis is applied on two different groups. First analysis is for population of babies age 0-11 months and the other is young children age 12-23 months.
Of the 11 variables tested on group of babies 0-11 months, the result of the study had indicated 4 risk factors (age (5-7 months OR-3.10), sex (man-OR-I.42), breast-feeding (ungiven-OR 3.08) and baby's supplement-food (given-OR-2.13) significantly correlated with diarrhea Furthermore, multivariate analysis had shown that the age of the baby is the most dominant factor, together with sex and supplement food factors are statistically has significant association with diarrhea.
On young children population, the study had identified that risk factors significantly associated with diarrhea are drinking water (unhealthy-OR-1.37), excreta disposal facilities (unhealthy-OR= 1.43), family density (crowded-OR-1.20), domestic-waste (unhealthy-OR-I.26), maternal-education (low-OR=2.095) and age (12-23 months-OR-1.87). Multivariate Analysis had determined that drinking water, maternal-education and age risk factors are statistically influenced diarrhea diseases. The most dominant factor is age.
Finally the study had identified environment risk factors is significant associated to diarrhea among the children, but not for the newborn-babies. Breast-feeding protection effect are identified positive preventing baby from diarrhea diseases, but it is not permanently and can be influenced by the other factors. Maternal-education factor had a role to influence children behavior and hygiene that related to risk possibility of suffering diarrhea. Children, who are age between 5-23 months, has been indicated more sensitive of suffering diarrhea diseases.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadjir
"Diare merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Dari Survei Kesehatan dan Rumah Tangga 1995, prevalensi di Jawa dan Bali 21%, di luar Jawa Bali 24 %, Nasional 23%. Di Kota Bekasi tahun 2000 insiden 20,7/1.000 penduduk.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak berusia dibawah 2 tahun di Kota Bekasi tahun 2001.
Desain penelitian ini adalah kasus dan kontrol. Populasi penelitian adalah baduta yang tinggal di wilayah Kota Bekasi, sampel adalah baduta yang sakit diare dan berobat ke sembilan puskesmas di wilayah Kota Bekasi sebagai kasus dan kontrol adalah baduta sehat yang datang ke posyandu dari mana kasus berasal. Besar sampel dalam penelitian ini 212 kasus dan 212 kontrol. Data dikumpulkan dengan mengadakan wawancara pada ibu yang anaknya sakit diare di pukesmas sebagai kasus dan ibu yang anaknya sehat di posyandu sebagaai kontrol. Entri data dengan program Epi - info versi 6.0, pengolahan dan analisis data dengan menggunakan stata versi 6.0.
Variabel yang mempunyai risiko dan berhubungan bermakna dengan kejadian diare pada baduta setelah dilakukan analisis multivariate adalah bayi umur 5 - 12 bulan OR=2,34, (95 % CI, 1,09 - 5,04), umur 13 - 24 bulan OR=3,11,(95 % CI, 1,44 - 6,71), pengetahuan ibu OR=2,78, (95% Cl, 1,71 .-4,50), pembuangan kotoran OR=4,13, (95 % CI,1,79 - 9,51), hygiene perorangan OR=4,00 (95% CI, 1,34 -11,99)
Dari hasil penelitian, peneliti ingin memberikan saran melalui peningkatan pengetahuan ibu dalam pencegahan diare pada anaknya yang berumur 5 - 24 bulan, pembuangan kotoran dan kebersihan perorangan melalui penyuluhan dan pemberian stimulan jamban baik di puskesmas maupun posyandu yang dilaksanakan lintas program maupun sector prioritas penanggulangan diare pada anak dibawah umur dua tahun dan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui besarnya masalah diare pada anak berumur < 24 bulan.

Related Factors to Phenomena Diarrhea for the Children Under Two Years Old At Bekasi in the Year Of 2001Diarrhea is still significant for a public health problem due to its bight prevalence. From a household survey in 1995, showed that prevalence of this disease 21% in Java and Bali and at the outside of Java and Bali is 24%, Nationally is 23%. There were reported at Bekasi city that the incidence of diarrhea were 24,7/1.000 in the year of 2000.
The purpose of this study is to know the factors related with the prevalence of diarrhea at the children under 2 years old at Bekasi by the year of 2001. The study used case and control design. Target populations in this study are children under two years old who live in Bekasi area. The cases are children under two years old who got sick from diarrhea, and went to 9 Health Centers where are observed. For the control are the healthy children under two years old who came to the Integrated Health Posts. The number of sample for this study are 212 cases and 212 controls. Data processing and entering by Epi-Info program version 6.0, and analyzing by Stata version 6.0.
Variable which have risk and a significance correlation with the incidence of diarrhea for the children less than two years, after using multivariate analysis are baby's at the age of 5 - 12 months OR=2,34, (95 % CI, 1,09 - 5,04); 13 - 24 months OR=3,11, (95 % CI, 1,44 - 6,71), mother's knowledge OR=2,78, (95 % CI, 1,71 - 4,50), waste disposal OR=4,13,( 95 % CI, 1,79 - 9,51) and personal hygiene OR=4,00,( 95 % CI, 1,34 - 11,99).
Based on this study, the researcher wants to give some advice especially for increasing theirs mother's knowledge for preventing theirs 5 - 24 months children, a sanitary waste disposal, individual personal hygiene by giving free latrine (by stimulans system) in the Health Center and integratet Health Post respectively. The researcher also suggest that the priority to control diarrhea disease should be given to the children under 2 years old. For the next coming years a study for diarrhea disease need to be done especially for the children under 2 years old.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 4647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gisda Irwanti
"Latar belakang. Kejang merupakan gejala disfungsi neurologis yang paling sering terjadi pada masa neonatus.Kegagalan mengatasi kejang pada tahap akut berkaitan dengan luaran perkembangan susunan saraf pusat dan kognitif yang buruk. Fenobarbital masih merupakan pilihan obat antikejang lini pertama untuk pengobatan kejang neonatus dan telah digunakan selama beberapa dekade, meskipun bukti ilmiah menunjukkan fenobarbital tidak cukup efektif dalam mengatasi kejang pada periode neonatus yaitu tidak lebih dari 50%. Studi mengenai respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus dan  faktor risiko  yang memengaruhi masih sangat terbatas dan belum diketahui secara jelas
Metode. Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif. Penelitian dilakukan dengan penelusuran rekam medis RSCM dengan diagnosis kejang neonatus yang mendapatkan terapi fenobarbital, sejak tanggal 1 Januari 2016 - 31 Desember 2020. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus dan faktor-faktor risiko yang memengaruhinya. Faktor risiko yang diteliti adalah prematuritas, ensefalopati hipoksik iskemik (EHI), hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia, infeksi susunan saraf pusat (SSP), perdarahan intrakranial dan jumlah tipe kejang. Analisis bivariat dan regresi multipel logistik dilakukan untuk menilai faktor risiko terhadap tidak responnya terapi fenobarbital.
Hasil. Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 120 subjek neonatus. Respons terapi fenobarbital pada 3 hari pertama yaitu sebesar 72,5% dan sebesar 27,5% tidak respons. Sedangkan respons terapi pada 7 hari total pengamatan sebesar 63,3% dan sebesar 36,7% tidak respons. Berdasarkan statistik faktor risiko yang memengaruhi tidak responsnya terapi fenobarbital adalah EHI [p = 0,033; RR 1,938 ( IK 1,055 - 3,564), hipoglikemia [p= 0,03; RR 2,108 (IK 1,200 - 3,703)], perdarahan intrakranial [p = 0,013; RR 2,197 (IK 1,260 - 3,820)] dan jumlah tipe kejang [p<0,001; RR 7,292 (3,643 - 14,594)]. Jumlah tipe kejang merupakan faktor risiko yang paling signifikan [p = 0,001; RR 2,961 (IK 1,573 - 5,572)].
Kesimpulan. Respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus di studi ini cukup tinggi yaitu sebesar  72,5% pada 3 hari pertama dan 63,3% pada total pengamatan 7 hari. Faktor risiko yang paling signifikan meningkatkan risiko tidak responsnya terapi fenobarbital pada kejang neonatus adalah jumlah tipe kejang. Jumlah tipe kejang > 1 meningkatkan risiko tidak respons terhadap terapi fenobarbital 2,9 kali dibandingkan dengan subjek dengan 1 tipe kejang.

Background. Seizure is the most common symptom of neurological dysfunction in neonates. Failure in the management of its acute stage is associated with poor neurodevelopmental and cognitive outcomes. Phenobarbital is the first-line anticonvulsant and drug of choice for treating neonatal seizures and has been used for decades, despite scientific evidence shows that phenobarbital is less effective to treat neonatal seizures, approximately no more than 50%. Studies on the response to phenobarbital therapy in neonatal seizures and its associated risk factors are still very limited and unclear.
Methods. This is a retrospective cohort study, using medical records review at Cipto Mangunkusumo hospital, from January 1, 2016 - December 31, 2020. This study aims to determine the response to phenobarbital therapy in neonatal seizures and the risk factors that influence it. The evaluated risk factors were prematurity, hypoxic ischemic encephalopathy (HIE), hypoglycemia, hyponatremia, hypocalcemia, central nervous system infections, intracranial hemorrhage and number of seizure types.
Result. A total of 120 neonates were included. The response to phenobarbital therapy in neonatal seizures is 72.5% in the first 3 days and 63.3%, in the total 7 days of observation. Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) shows to be one of the risk factors that significantly influence negative response [p = 0,033; RR 1,938 (95%CI 1,055 - 3,564), followed by hypoglycemia [p= 0,03; RR 2,108 (95%CI 1,200 - 3,703)], intracranial bleeding [p = 0,013; RR 2,197 (95%CI 1,260 - 3,820)] dan number of seizure types [p<0,001; RR 7,292 (95%CI 3,643 - 14,594)]. Number of seizure types more than one types was the most significant risk factor [p = 0,001; RR 2,961 (95%CI 1,573 - 5,572)].
Conclusion. This study shows 72.5% neonatal seizures responded to phenobarbital in the first 3 days and 63.3% on the 7th day. The most significant risk factors of not responding to phenobarbital therapy is the number of seizure type. Seizure type > 1 increased the risk of not responding to phenobarbital therapy 2,961 times compared with subjects with just 1 seizure type.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Galang Rambu Mustaqim
"Latar belakang. Cijantung merupakan Kelurahan dengan kepadatan penduduk yang tinggi sehingga berisiko mencemari air tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar risiko penggunaan air tanah sebagai sumber air bersih bersama dengan faktor risiko lainnya terhadap kejadian diare pada balita di Kelurahan Cijantung, Jakarta Timur.
Metode. Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2018 menggunakan desain studi cross sectional pada 124 sampel rumah tangga Kelurahan Cijantung.
Hasil. Terdapat hubungan yang bermakna pada variabel kondisi sarana pembuangan tinja p=0,019; OR=3,487 dan kondisi sarana pembuangan sampah p=0,037; OR=3,346 terhadap kejadian diare pada balita. Tidak terdapat hubungan yang bermakna pada variabel jenis sumber air bersih p=0,084 dan perilaku mencuci tangan orang tua/pengasuh p=0,191 terhadap kejadian diare pada balita. Sebanyak 90 sampel air tanah dan 40 sampel air perpipaan/PAM tidak memenuhi syarat bakteriologis Permenkes No.32 Tahun 2017.
Kesimpulan. Penggunaan air tanah sebagai sumber air bersih tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kejadian diare pada balita di Kelurahan Cijantung tahun 2018.

Background. Kelurahan Cijantung has a high population density, making it's at risk for having polluted groundwater. This study aims to know the risk of diarrhoea among toddler by the use of groundwater and other related risk factors in Kelurahan Cijantung, East Jakarta.
Method. Study was conducted from May until June 2018 using cross sectional study design of 124 household samples of Kelurahan Cijantung.
Results. Fecal disposal facilities condition p 0,019 OR 3,487 and waste disposal facilities condition p 0,037, OR 3,346 variables have a significant correlation with the incidence of diarrhea among toddler. Meanwhile types of water sources p 0,084 and parent's handwashing behavior p 0,191 has no significant correlation with the incidence of diarrhea among toddler. As much as 90 of all groundwater samples and 40 of all piped water PAM samples do not qualify the bacteriological standard stated on Permenkes No.32 Tahun 2017.
Conclusion. The use of groundwater as the household's main source of water has no significant risk effect on diarrhea among toddler in Kelurahan Cijantung 2018.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arni Safdiantina
"Autisme adalah suatu kelainan neurologik yang mempengaruhi kemampuan seeorang untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan lingkungannya ( Sutadi, 2000 ). Autisme merupakan gangguan komunikasi yang paling menunjukan deviasi. Istilah Autisme digunakan untuk ciri gangguan berbahasa dan tingkah laku. Kemampuan berbahasa sangat terlambat bila bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu, tidak mau mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan, tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan, tidak bicara sampai usia 15 bulan, tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan. Dari penelitian didapatkan orang tua baru membawa anaknya keklinik Tumbuh Kembang pada usia > 2 tahun. Pendidikan orang tua menunjukan ada hubungan dengan penerimaan anak Autisme dengan P Value = 0,0001 ( or. <0,05),pekerjaan orang tua juga ada hubungannya dengan penerimaan anak Autisme dengan P Value 0,05 ( a=0,05), demikian juga penghasilan orang tua ada hubungannya dengan penerimaan anak Autisme dimana P Value-10,0001 (a <0,05). Dan rata-rata tingkat penerimaan orang tua terhadap anak Autisme dengan usia > 2 tahun dapat dikategorikan sangat baik."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5249
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>