Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136341 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudy Rusli
"ABSTRAK
Latar Belakang: Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) selain mengalami gejala-gejala respirasi juga mengalami kelemahan otot rangka. Kelemahan ini diakibatkan penurunan massa otot (muscle wasting), gangguan nutrisi, inaktivitas fisik, inflamasi sistemik dan stress oksidatif. Penelitian ini bertujuan mengetahui manfaat pemberian modalitas stimulasi neuromuskular elektrik/neuromuscular electrical stimulation (NMES) pada otot kuadriseps femoris dan latihan fisik dibandingkan dengan hanya latihan fisik saja pada peningkatan kebugaran kardiorespirasi yang diukur menggunakan jarak tempuh uji jalan enam menit dan dinamometer hand held pada pasien PPOK stabil.
Metode: Penelitian dengan desain eksperimental dengan consecutive sampling dilakukan pada pada 17 subyek dengan PPOK derajat B,C dan D (stabil secara medis) yang datang ke RSUP Persahabatan. Pengukuran jarak tempuh uji jalan 6 menit dan kekuatan otot kuadriseps femoris (dengan dinamometer hand held) dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Subyek dibagi dalam kelompok perlakuan (9 subyek) dan kontrol (8 subyek). Kelompok perlakuan mendapat intervensi yaitu stimulasi NMES pada otot kuadriseps femoris dan latihan fisik, sementara kelompok kontrol hanya mendapat intervensi latihan fisik saja. Intervensi diberikan selama tiga kali setiap minggu selama 8 minggu berturut-turut.
Hasil : Pemberian stimulasi NMES pada kelompok perlakuan memberikan peningkatan pada peningkatan jarak tempuh uji jalan 6 menit dan kekuatan otot kuadriseps femoris dibandingkan dengan kelompok kontrol walaupun tidak bermakna secara statistik. Pada analisis tiap kelompok (perlakuan dan kontrol) terdapat peningkatan yang bermakna secara statistik yaitu peningkatan jarak tempuh uji jalan 6 menit, kekuatan otot kuadriseps femoris, dan kapasitas fungsional (pada subyek kelompok perlakuan dengan PPOK derajat C).
Kesimpulan : Pemberian stimulasi NMES pada pasien PPOK stabil yang mampu ambulasi tidak memberikan manfaat tambahan pada peningkatan kebugaran kardiorespirasi. Dibutuhkan jumlah sampel yang lebih besar untuk melihat manfaat stimulasi NMES pada pasien PPOK pada penelitian selanjutnya.

ABSTRACT
Background : Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) patient suffers not only respiratory symptoms but also skeletal muscle weakness. Weakness is caused by muscle wasting, nutritional disturbance, physical inactivity, systemic inflammation and oxidative stress. The purpose of this study is to find benefit of using neuromuscular electrical stimulation/NMES on quadriceps femoris muscle and physical exercise in improving cardiorespiratory endurance for COPD stable patient measured by six minutes walking test and hand held dynamometer.
Methods : Experimental study with consecutive sampling conducted on 17 subjects with grade B,C and D COPD (medically stable) who attended at Persahabatan General Hospital. Subjects divided into intervention and control group. Measure of distance coverage of six minutes walking test and muscle strength using hand held dynamometer is done before and after intervention. Intervention group had NMES stimulaton on their quadriceps muscles and physical exercise, while control group had only physical exercise. Intervention sessions are given three times weekly for 8 weeks periods.
Results : There is increment of distance coverage of six minutes walking test and quadriceps muscle strength of both groups but not statistically significant. Subgroup analysis reveals increment on distance coverage of six minutes walking test, quadriceps femoris muscle strength and functional capacity (in interventional group, subjects with grade C COPD).
Conclusion : Neuromuscular Electrical Stimulation for Stable COPD patient with good ambulation does not give any additional benefit for increasing cardiorespiratory endurance. Further study with larger number of subjects is needed for evaluating the effect of NMES for COPD patient."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Pia Januarti
"Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi di wilayah perkotaan. Tingginya prevalensi PPOK pada wilayah perkotaan umumnya disebabkan oleh perilaku merokok dan rendahnya kualitas lingkungan akibat paparan polusi udara. Dampak jika tidak ditangani dengan baik adalah penurunan kualitas hidup penderita akibat gejala sesak, kelemahan, dan gangguan khas yang terjadi pada saluran pernapasan. Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien PPOK dengan intervensi latihan otot pernapasan untuk mengurangi gejala-gejala yang terjadi pada pasien PPOK. Penerapan latihan otot pernapasan pada pasien yang dintervensi terbukti efektif mengurangi sesak pada pasien PPOK. Penulis merekomendasikan perawat untuk menjadikan latihan ini sebagai salah satu terapi modalitas untuk mengurangi keluhan sesak pada pasien PPOK.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a common health problem in urban areas. The high prevalence of COPD in urban areas are generally caused by smoking behavior and the low quality of the environment as a result of exposure to air pollution. If this disease can not treated properly, COPD affect on quality of life for COPD patients with the presence of dyspnea syndrome, weakness and typical disturbances that occur in the respiratory tract. This article purposes to analyze clinical practice on urban health nursing in patient with COPD by application of respiratory muscle exercise in reducing the symptoms of COPD. The application of respiratory muscle exercise in this patient showed reducing shortness of breath in COPD patients. It is recommended nurses should implemented this exercise as one of the therapeutic modalities to reduce shortness of breath in COPD patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kartika Rahayuningtyas
"ABSTRAK
Nama : Dwi Kartika RahayuningtyasProgram Studi : Magister Ilmu KeperawatanJudul : Pengaruh Paket Intervensi Keperawatan terhadap Sesak Napas dan Toleransi Latihan pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis StabilPembimbing : Tuti Herawati, S.Kp.,M.N dan Agung Waluyo, S.Kp.,M.Sc.,Ph.D Sesak menyebabkan pasien penyakit paru obstruktif kronis membatasi aktivitas sehingga terjadi penurunan toleransi latihan. Evaluasi pemberian bronkodilator, minum air hangat, latihan pernapasan diafragma, dan latihan batuk efektif belum dijadikan dalam satu paket intervensi keperawatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh paket intervensi keperawatan terhadap sesak napas dan toleransi latihan pada pasien penyakit paru obstruktif kronis stabil. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperimen dengan pre test and post test nonequivalent control group. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu Jakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dengan 40 responden. Pengukuran menggunakan skala sesak napas modifikasi Borg dan tes 6 menit berjalan. Hasil perhitungan pooled t test menunjukkan ada pengaruh signifikan paket intervensi keperawatan terhadap penurunan skala sesak napas dengan p value 0,019 dan peningkatan toleransi latihan dengan p value 0,026. Penelitian ini merekomendasikan paket intervensi keperawatan sebagai paket intervensi mandiri keperawatan untuk mengurangi sesak napas dan meningkatkan toleransi latihan. Kata kunci :Sesak napas, toleransi latihan, paket intervensi keperawatan, penyakit paru obstruktif kronis.
ABSTRACT
Name Dwi Kartika RahayuningtyasStudy Program Master of Nursing Specialization in Medical Surgical NursingTitle The Effect of Nursing Intervention Package to Breathlessness and Exercise Tolerance on Patient with stable Chronic Obstructive Pulmonary DiseaseCounsellor Tuti Herawati, S.Kp.,M.N and Agung Waluyo, S.Kp.,M.Sc.,Ph.D Breathlessness causes the patients of chronic obstructive pulmonary disease limiting their activity so the exercise tolerance decreasing. Evaluation of bronchodilator administration, warm water drinking, diaphragm breathing exercise, and effective cough exercise, have not made into one nursing intervention package yet. This study aim rsquo s to know the effect of nursing intervention package to breathlessness and exercise tolerance among with stable chronic obstructive pulmonary disease patients. This study used quantitative study method with quasy experiment design with pre test and post test non equivalent control group. This study required 40 respondent using consecutive sampling technique in Pasar Minggu General Hospital, Jakarta. The effectiveness of nursing intervention package was measured by Borg Modification Breathlessness Scale dan 6 minutes walking test. There is significant effect of nursing intervention package to the decreasing of breathlessness scale with p value 0,019 and increasing of exercise tolerance with p value 0,026. This study recommends nursing intervention package as independent nursing intervention. Keywords Breathlessness, exercise tolerance, nursing intervention package, chronic obstructive pulmonary disease. "
2018
T50580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alyanisa Ulfathinah
"Penyakit paru obstruktif kronik dapat menyebabkan seseorang mengalami keluhan pernapasan seperti sesak napas, batuk, sputum berlebih. Keluhan pernapasan dan berbagai faktor dapat mempengaruhi kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada pasien PPOK. Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan purposive sampling. Sebanyak 200 sampel diambil di tiga rumah sakit daerah jakarta pada Mei-Juni 2018. Kuesioner menggunakan COPD Assesment Test dan Pittsburgh Sleep Quality Index.
Hasil penelitan menunjukkan 66 pasien PPOK memiliki kualitas tidur buruk dengan masalah tertinggi yaitu durasi tidur. Kualitas tidur buruk ditemukan rata-rata pada usia 62 tahun, berjenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan SD/SMP, pendapatan kurang lebih Rp.2.000.000, menikah, IMT normal, memiliki >1 penyakit penyerta, terdiagnosis PPOK 12 bulan. Pasien PPOK yang mengalami kualitas tidur buruk mayoritas memiliki keluhan pernapasan sedang-berat. Tingkat keluhan pernapasan memiliki hubungan dengan kualitas tidur p = 0,016;OR:2,28. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas tidur pasien PPOK.

Chronic obstructive pulmonary disease can cause someone experience respiratory complaints such as shortness breath, coughing, excessive sputum. Respiratory complaints and many factors can influence sleep quality. This study purpose to describe sleep quality in COPD. Design used cross sectional purposive sampling in May June 2018. Respondents was 200 at three hospitals in Jakarta. Questionnaire used COPD Assesment Test and the PSQI.
Results showed that 66 COPD had poor sleep quality, the highest problems was sleep duration. Poor sleep quality was found average at 62 years old, male, education level in elementary junior high school, income Rp.2.000.000, married, had normal BMI and 1 comorbidities, diagnosed COPD for 12 months. Most of COPD who experience poor sleep had moderate severe respiratory complaints. There was relationship between respiratory complaints and poor sleep quality in COPD p 0.016 OR 2,28 . Nurses as caregivers is expected to correct or improve sleep quality in COPD.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ihsan Azizi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penurunan tekanan pada kabin pesawat dapat mencetuskan gejala hipoksia pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Saat ini belum ada laporan mengenai profil gejala hipoksia saat penerbangan dan gambaran penilaian kelaikan terbang berdasarkan kemungkinan kejadian hipoksia saat penerbangan pada jemaah haji dengan PPOK. Tujuan: Mengetahui profil pasien PPOK yang mengalami gejala hipoksia saat penerbangan dan penilaian kelaikan terbang tanpa menggunakan oksigen berdasarkan fungsi faal paru, saturasi oksigen dan aktifitas berjalan lebih dari 50 meter pada jemaah haji dengan PPOK. Metode: Studi kohort prospektif yang dilakukan pada jemaah haji Embarkasi Jakarta dengan PPOK saat pelaksanaan ibadah haji tahun 2011. Hasil: Pada studi ini didapatkan 36 subyek jemaah haji dengan PPOK. Pada penilaian pra-keberangkatan didapatkan 33 subyek yang dinilai laik terbang tanpa menggunakan oksigen. Saat penerbangan didapatkan tiga subyek mengalami gejala hipoksia. Dua orang berasal dari kelompok yang dinilai laik terbang tanpa menggunakan oksigen dan satu orang dari kelompok yang dinilai laik terbang dengan menggunakan oksigen. Karakterisitik subyek yang mengalami gejala hipoksia didapatkan pada perokok aktif (10,5%), tidak terdiagnosis PPOK sebelumnya (8,8%), PPOK derajat sedang (9,5%), usia lebih dari 60 tahun (5,3%) dan adanya komorbiditas (4,2%). Kesimpulan: Sebagian besar penderita PPOK dapat melakukan penerbangan tanpa menggunakan oksigen.

ABSTRACT
Background: The decreased pressure in aircraft cabins may cause hypoxia symptoms in patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Currently, there is no publication known to have reported the profile in-flight hypoxia symptoms and pre-flight medical screening to predict the need for oxygen supplementation in COPD pilgrims. Objective: To obtain profile of in-flight hypoxia and pre-flight assessment for fitness to fly without oxygen supplementation based on pulmonary function test, oxygen saturation, and the ability to walk more than 50 meters among pilgrims with COPD. Methods: This is a cohort-prospective study which was conducted during pilgrimage season during hajj year of 2011. Results: Thirty three COPD patients were identified and subsequently recruited to this study. Pre-flight medical assesment concluded that 33 subject were fit to fly without supplemental oxygen. Nevertheless, three subject developed in-flight hypoxia symptoms i.e. two of them were fit to fly without supplemental oxygen, while another subject was recommended to have supplemental oxygen. Characteristics of subjects with in-flight hypoxia were as follows: (10.5%) current smokers, (8.8%) not known to have COPD prior to health examination, (9.5%) moderate COPD category, (5,3%) above 60 years of age, and (4,2%) with comorbidity. Conclusion: Most pilgrims with COPD were fit to fly without oxygen supplementation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Helena
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan latihan jentera dan sepeda statis terhadap perubahan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) kondisi stabil.
Metode: Metode penelitian eksperimental dengan jumlah sampel 44 orang, terdiri dari 22 orang dengan latihan sepeda statis dan 22 orang dengan latihan jentera yang datang ke poli Rehabilitasi Medik RS Persahabatan. Penilaian kapasitas fungsional menggunakan metode Uji Jalan 6 Menit (UJ6M) dilakukan minggu I, V dan IX. Penilaian kualitas hidup diukur menggunakan St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) dilakukan minggu I dan IX. Program latihan dilakukan selama 8 minggu.
Hasil: Latihan jentera dan sepeda statis menghasilkan perbaikan signifikan baik dalam hal hasil uji jalan 6 menit dan SGRQ sejak minggu I sampai IX. Namun dalam perbandingan latihan yang memberikan hasil terbaik, jentera meningkatkan jarak tempuh jalan 6 menit lebih baik dibandingkan sepeda statis secara konsisten pada minggu I–V, V-IX dan I-IX (p <0,001). Untuk nilai SGRQ, hasil kedua latihan tidak berbeda signifikan.
Kesimpulan: Kelompok latihan jentera memiliki peningkatan kapasitas fungsional yang lebih besar dan berbeda bermakna dibandingkan kelompok latihan sepeda statis pada subjek PPOK stabil. Kelompok latihan jentera memiliki peningkatan kualitas hidup yang tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok latihan sepeda statis pada subjek PPOK stabil.

Objective: This study aimed to assess the differences between treadmill and ergocycle exercise on changes in functional capacity and quality of life in patients with stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Methods: This is an experimental research with a sample of 44 subjects, consisting of 22 subjects in the ergocycle exercise group and 22 subjects in the treadmill exercise group, at Persahabatan Hospital Medical Rehabilitation Clinic. Assessment of functional capacity using the 6 Minute Walking Test (6MWT) was performed on weeks I, V and IX. Assessment of quality of life was measured using the St. George's Respiratory Questionnaire (SGRQ) performed on the week I and IX. Training program was conducted for 8 weeks.
Results: Treadmill and ergocycle exercise produce significant improvement in both the 6MWT results and SGRQ since week I to IX. But in comparison, treadmill exercise improves 6MWT distance better than ergocycle consistently at week I-V, V-IX and I-IX (p <0.001). For the SGRQ score, both exercises did not differ significantly.
Conclusion: The treadmill exercise group had a larger and significantly different improvement in functional capacity than the ergocycle exercise group in stable COPD subjects. Treadmill exercise group improvements on quality of life was not significantly different than the ergocycle exercise group in stable COPD subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Derallah Ansusa Lindra
"ABSTRAK
Latar belakang : Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengukur volume
paru pada pasien PPOK stabil di RSUP Persahabatan Jakarta untuk mengetahui
prevalens peningkatan nilai volume paru pada pasien PPOK stabil.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional
study) pada pasien PPOK stabil yang berkunjung di Poliklinik Asma-PPOK
RSUP Persahabatan Jakarta. Dilakukan uji volume paru dengan menggunakan gas
dilusi MBNW pada pasien PPOK stabil yang diambil secara konsekutif antara
bulan Februari-Maret 2016.
Hasil : Uji Spirometri dan Volume paru dilakukan pada 36 subjek didapatkan 3
subjek (8.3%) termasuk kedalam PPOK Grup A, 10 subjek (27.8%) PPOK Grup
B, 9 subjek (25%) PPOK Grup C dan 14 subjek (8.9%) PPOK Grup D. Usia <60
tahun 9 subjek (25%) dan ≥60 tahun 27 subjek (75%). Rerata VEP1 % prediksi
47.81%, rerata nilai KRF 2476.39 ml, rerata nilai VR % 76.16%, rerata nilai
VR/KPT 42.03% dan nilai rerata KRF/KPT 59.09%. Peningkatan VR pada Grup
PPOK C-D dibanding Grup PPOK A-B, peningkatan juga terjadi pada VR/KPT
dan KRF/KPT pada Grup C-D masing-masing 62.9% dan 71.4%. Nilai VR/KPT
mempunyai hubungan bermakna dengan skala MmRC, Uji jalan 6 menit dan
eksaserbasi dalam 1 tahun, namun nilai KRF/KPT berhubungan bermakna dengan
skala MmRC dan skala CAT.
Kesimpulan : Nilai VR/KPT mempunyai hubungan bermakna dengan skala
MmRC, Uji jalan 6 menit dan eksaserbasi dalam 1 tahun, namun nilai KRF/KPT
berhubungan bermakna dengan skala MmRC dan skala CAT.

ABSTRACT
Background: This is a preliminary study to measure lung volume in patients with
stable COPD in RSUP Persahabatan Jakarta to determine the prevalence of the
increasing value of the lung volume in patients with stable COPD.
Method: This study used a cross-sectional study design of outpatiens with stable
COPD who visited Asthma-COPD clinic Persahabatan Hospital, Jakarta. The
Lung volume test using a gas dilution MBNW taken consecutively from February
to March 2016.
Results: Test Spirometry and Lung volumes performed on 36 subjects. There
were 3 subjects (8.3%) the COPD group A, 10 subjects (27.8%) COPD Group B,
9 subjects (25%) COPD Groups C and 14 subjects (8.9%) COPD Group D. At the
age <60 years of 9 there were subjects (25%) and ≥60 years of 27 subjects (75%).
The result of FEV1% 47.81%, of FRC 2476.39 ml, of RV% 76.16%, of RV / TLC
42.03% and of FRC / TLC 59.09%. The measurement of VR were in Group C-D
COPD, the increase also occurred in RV / TLC and FRC / TLC in Group C-D
respectively 62.9% and 71.4%. Value RV / TLC has a significant relationship
with the MmRC scale, a 6-minutes walking test and exacerbation within one year,
however of FRC / TLC significantly associated with MmRC scale and CAT scale.
Conclusion: Value RV / TLC has a significant relationship with the MmRC scale,
a 6-minutes walking test and exacerbation within one year, however of FRC /
TLC significantly associated with MmRC scale and CAT scale."
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anyta Hera Wahyuni
"Penurunan fungsi paru berperan pada peningkatan insiden PPOK  pada lansia. Penurunan fungsi kognitif dapat mempengaruhi ketepatan penggunaan inhaler dapat berdampak negatif terhadap prognosis. Tujuan Penelitian mengetahui hubungan fungsi kognitif dengan ketepatan penggunaan inhaler pada lansia PPOK. Metode penelitian menggunakan cross sectional dengan lokasi penelitian di poliklinik Paru Asma-PPOK. Sampel pada penelitian dipilih melalui teknik consecutive sampling berjumlah 96 responden lansia PPOK. Analisis data terdiri dari analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dan analisis multivariat menggunakan uji Regresi Logistik. Hasilnya responden mengalami gangguan fungsi kognitif dengan kategori tidak tepat dalam penggunaan inhaler sebanyak 46 responden (55.2%). Uji statistik regresi logistik didapatkan variabel fungsi kognitif berhubungan dengan ketepatan penggunaan inhaler (p=0,001; OR=40,524; CI 95% 12,537- 130,984). Kesimpulan ada hubungan antara fungsi kognitif dengan ketepatan penggunaan inhaler pada lansia PPOK setelah dilakukan uji statistik. Lansia mengalami gangguan fungsi kognitif tidak optimal dalam penggunaan inhaler. Pemberian edukasi pada lansia serta keluarga/caregiver dengan metode disesuaikan kemampuan kognitif lansia, seperti demonstrasi langsung, video instruksional, dan materi visual.

Decreased lung function contributes increased incidence of COPD in older adults. Impairment cognitive function affect accuracy of inhalers could have bad prognosis. Aim of study was to determine relationship between cognitive function with accuracy of inhaler usage in older adults with COPD. The research method used cross sectional location at polyclinic Asma-PPOK. The respondents were selected method through consecutive sampling technique, totalling 96 older adults with COPD. Data analysis consisted of univariate analysis, bivariate analysis using the Chi-square / Pearson Chi-square test, and multivariate analysis using the Logistic Regression test. Result respondents impaired cognitive function with inappropriate  use of inhalers as many as 46 respondents (55.2%). Logistic regression statistical obtained cognitive function correlated with accuracy of inhaler use (p=0.001; OR=40.524; CI95% 12.537- 130.984). Conclusion there correlation between cognitive function with accuracy of inhaler usage in older adults with COPD after statistical analysis. Older adults with impaired cognitive function are not optimal use inhalers. Providing education to older adults and caregivers by methods adjusted cognitive function, such as direct demonstrations, instructional videos, and visual materials."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Antono
"Latar Belakang: PPOK adalah penyakit yang penting di seluruh dunia baik di negara maju maupun berkembang. Penyapu jalan raya terpajan oleh partikel debu, bioaerosol dan berbagai gas berbahaya. Penelitian ini mengevaluasi prevalens PPOK pada penyapu jalan raya di Jakarta.
Metode : Penelitian potong lintang pada 153 subjek penyapu jalan raya di Jakarta, berusia lebih dari 40 tahun dengan masa kerja lebih dari 2 tahun. Pengumpulan subjek menggunakan metode cluster sampling berdasarkan lokasi kerja daerah kotamadya di Jakarta. Diagnosis PPOK berdasarkan kuesioner COPD Assessment Test CAT, The Modified British Medical Research Council mMRC, pemeriksaan spirometri berdasarkan Pneumobile Project Indonesia dan dilakukan uji bronkodilator bila didapatkan hasil obstruktif.
Hasil : Prevalens PPOK pada penyapu jalan raya di Jakarta adalah 10 dari 153 subjek 6,5 . Enam subjek laki-laki 60 , tidak menggunakan masker 80 , bekerja lebih dari 10 tahun 70 , perokok 60 dan indeks massa tubuh le;25 kg/m2 80. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dan PPOK.

Background: Chronic obstructive pulmonary disease COPD is an important disease worldwide in both high income and low income countries. Dust has been known to increase COPD risk. During sweeping activity, sweepers are exposed to dust. The street sweepers are exposed to dust particles, bioaerosols, and various harmful gases. In this study we evaluates the prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta.
Method: This is a cross sectional study among 153 street sweepers in Jakarta, Indonesia with age more than 40 years old with working period more than 2 years. Subjects were collected by cluster sampling method based on working location correlated with Jakarta regional district area. COPD was diagnosed by using questionnaires of COPD Assessment Test CAT, The Modified British Medical Research Council mMRC, spirometry examination based on Pneumobile Project Indonesia, and bronchodilator test if there was obstructive results.
Results A total of 153 subjects was selected for spirometry examination. The prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta, Indonesia was 10 of 153 subject 6.5. Six of them were males 60, do not use face mask 80 , working years 10 years 70, smokers 60, and BMI le 25 kg m2 80 .There was a statistically significant relationship between age and COPD p 0,05.
Conclusion Prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta is 6.5 . Factor related to the occurrence of COPD is age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usyinara
"Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Eksaserbasi akut pada PPOK merupakan kejadian yang akan memperburuk penurunan faal paru. Saat fase ini berlalu, nilai faal paru tidak akan kembali ke nilai dasar, oleh karena itu perlu penatalaksanaan yang tepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya eksaserbasi.
Secara umum eksaserbasi adalah perburukan gejala pernapasan yang akut. Saat ini telah diketahui penyebab dan mekanisme yang mendasari terjadinya eksaserbasi. Faktor etiologi utama penyebab eksaserbasi adalah infeksi virus, infeksi bakteri, polusi. Perbedaan suhu dapat memicu eksaserbasi terutama saat musim dingin.
Infeksi bakteri merupakan pencetus eksaserbasi yang sangat penting. Eksaserbasi akut infeksi bakteri mudah terpicu karena pasien PPOK biasanya sudah terdapat kolonisasi bakteri. Pada 30% pasien PPOK ditemukan kolonisasi bakteri dan kolonisasi ini biasanya berhubungan dengan berat derajat obstruksi dan berat status merokok. Kolonisasi bakteri merupakan salah satu faktor penting menentukan derajat inflamasi saluran napas. Berbagai spesies bakteri dikatakan akan mempengaruhi derajat inflamasi saluran napas. Hill dkk., menemukan bahwa kolonisasi bakteri Pseudomonas aeruginosa akan mempengaruhi aktivifi mieloperoksidase (merupakan prediktor aktivasi neutrofil) yang tinggi sehingga derajat inflamasi akan meningkat.
Mengingat pentingnya kolonisasi bakteri sebagai faktor pencetus eksaserbasi maka peta kuman PPOK eksaserbasi akut di suatu daerah tertentu perlu diketahui. Hal ini akan mendasari pemilihan antibiotik empiris yang akurat sesuai dengan pola kuman daerah tersebut. Dengan diketahui pola dan sensitiviti kuman maka upaya penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut akan lebih akurat sehingga eradikasi bakteri penyebab eksaserbasi akan lebih mudah dilakukan.
Sputum masih sering digunakan untuk mencari kuman penyebab infeksi saluran napas bawah karena relatif murah, tidak invasif dan tanpa komplikasi walaupun menurut beberapa ahli nilai diagnostiknya kurang dapat dipercaya akibat kontaminasi kuman orofaring. Bartlett dkk., mengemukakan bahwa sensitiviti pemeriksaan sputum hanya 15 30%. Penelitian Supriyantoro membandingkan hasil seluruh sputum biakan positif dengan hasil biakan sikatan bronkus pada 50 kasus infeksi akut saluran napas bawah, ternyata hasil biakan sikatan bronkus pada kelompok yang sama terdapat 30,8% galur kuman yang berbeda. Hal ini menunjukkan masih tingginya kontaminasi kuman orofaring pada hasil biakan sputum. Terdapat berbagai metode invasif pengambilan sputum untuk menghindari kontaminasi orofaring misalnya pengambilan sekret melalui bronkoskop, aspirasi transtrakeal dan aspirasi transtorakal. Cara invasif tersebut mempunyai ketepatan yang tinggi namun membutuhkan tenaga yang terampil, biaya mahal dan risiko tinggi.
Berbagai usaha untuk memperbaiki kualiti sputum yang dibatukkan terus dilakukan. Teknik pencucian sputum merupakan salah satu metode noninvasif untuk mengurangi kontaminasi kuman orofaring pada spesimen sputum yang dibatukkan. Mulder dkk melakukan teknik pencucian sputum dengan NaCl 0,9% dan hasilnya dibandingkan dengan hasil kultur spesimen yang diambil melalui bronkoskop. Bartlett dkk. melakukan pencucian sputum yang hasilnya dibandingkan dengan hasil kultur aspirasi transtrakeal. Jabang melakukan penelitian dengan membandingkan hasil kultur sputum yang dibatukkan dengan dan tanpa pencucian sputum. Hasilnya pencucian sputum dapat mengurangi jumlah koloni dan keberagaman kuman dari sputum yang terkontaminasi dari sekret orofaring."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>