Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197801 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alvina Widhani
"Latar Belakang: Pada ODHA didapatkan peningkatan inflamasi dan stres oksidatif. Puasa Ramadan dapat memperbaiki inflamasi dan stres oksidatif, namun penelitian pada ODHA yang mendapat antiretroviral belum pernah dilakukan.
Tujuan: Mengetahui pengaruh puasa Ramadan terhadap high sensitivity Creactive protein (hs-CRP) dan status antioksidan total (SAT) pada ODHA yang mengonsumsi antiretroviral.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian prospektif pada 29 orang ODHA dengan ARV yang berpuasa dan 29 yang tidak berpuasa. Kriteria inklusi yaitu pria, 20-40 tahun, mendapat ARV lini 1 minimal 6 bulan, serta tidak dalam fase inisiasi pengobatan untuk infeksi oportunistik. Pasien yang mendapat steroid atau imunosupresan lain atau pasien dengan adherens minum ARV kurang dari 95% dieksklusi. Pemeriksaan kadar hs-CRP dan SAT dilakukan sebelum dan saat puasa Ramadan (setelah 14 hari puasa).
Hasil: Karakteristik baseline usia, hitung CD4, HIV-RNA, kombinasi ARV, status hepatitis B dan C, serta kadar hs-CRP tidak berbeda antara kelompok berpuasa dengan kontrol. Setelah dua minggu, terdapat penurunan signifikan hs-CRP pada kelompok yang berpuasa dibandingkan kontrol (p=0,004). Median perubahan hs-CRP pada kelompok puasa adalah -0,41 (IQR -1; 0,1) mg/L, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 0,2 (IQR -0,3; 1,5) mg/L. Konsumsi polyunsaturated fatty acid, berat badan, jumlah rokok, dan jumlah jam tidur per hari menurun selama puasa Ramadan (berturut-turut p=0,029; p<0,001; p<0,001; dan p<0,001). Tidak ditemukan perbedaan bermakna perubahan SAT antara kelompok yang berpuasa dengan kontrol (p=0,405). Median perubahan SAT pada kelompok puasa adalah 0,05 (IQR -0,03; 0,12) mmol/L, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 0,04 (IQR -0,13; 0,36) mmol/L.
Simpulan: Puasa Ramadan menurunkan kadar hs-CRP pada ODHA yang mengosumsi antiretroviral. Puasa Ramadan belum meningkatkan kadar SAT pada ODHA yang mengonsumsi antiretroviral.

Background: Inflamation and oxidative stress were increased among HIV patients. Studies had showed Ramadan fasting could improve inflammation and oxidative stress, but not one of them had been conducted in HIV patients receiving antiretroviral therapy.
Aim: to know the effect of Ramadan fasting on hs-CRP level and total antioxidant status among HIV patients on highly active antiretroviral therapy.
Methods: A prospective cohort study comparing 29 HIV-infected patients on stable ART doing Ramadan fasting versus 29 non-fasting patients. Inclusion criteria were male, 20-40 years old, receiving first line ART for at least six months, and not on initial phase of opportunistic infection?s treatment. Patients who consumed steroid or other immunosuppressant or patients with poor ART adherence were excluded. Level of hs-CRP was obtained before and during Ramadan after at least 14 days fasting.
Results: Baseline age, CD4 cell count, HIV-RNA, ART combination, hepatitis B and hepatitis C status, and hs-CRP level were similar for both fasting and control groups. After 2 weeks, a significant hs-CRP decrease was found in fasting group compared to non-fasting one (p=0.004). Median difference of hs-CRP in fasting group was -0.41 (IQR -1 and 0.1) mg/L, while in control group the median difference was 0.2 (IQR -0.3 and 1.5) mg/L. Polyunsaturated fatty acid consumption, body weight, amount of cigarette smoking, and total sleep hours per day were decreased significantly during Ramadan fasting (p=0.029; p<0.001, p<0.001, p<0.001 respectively). There was no statistically significant changes in total antioxidant status between the two groups (p=0.405). Median total antioxidant status changes in fasting group was 0.05 (IQR -0.03;0.12) mmol/L. Median total antioxidant status changes in control group was 0.04 (IQR -0.13; 0.36) mmol/L.
Conclusion: Ramadan fasting decreased hs-CRP level among HIV patients on antiretroviral therapy. Ramadan fasting had not increased total antioxidant status among HIV patients on antiretroviral therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Erwindo
"Latar Belakang: Puasa ramadan menurunkan petanda inflamasi pada individu sehat. pasien PGK (Penyakit ginjal kronik) yang menjalanin hemodialisis rutin meskipun dianjurkan tidak berpuasa sebagian besar masih tetap berpuasa ramadan. PGK merupakan kondisi inflamasi kronik dengan petanda inflamasi IL-6 yang tinggi, IL-6 berkorelasi kuat dengan skor inflamasi malnutrisi dan menjadi prediktor mortalitas pasien PGK yang menjalanin HD rutin. Saat ini belum diketahui pengaruh puasa ramadan pada pasien PGK yang menjalanin HD rutin apakah akan juga mempengaruhi petanda inflamasi seperti individu sehat.
Tujuan: Mengetahui pengaruh puasa Ramadan pada pasien dengan hemodialisis rutin terhadap inflamasi.
Metode: Penelitian dengan desain kohort prospektif yang dikerjakan pada ramadan tahun 2022 (April-Mei) pada pasien hemodialisis rutin di 3 unit HD, dibagi menjadi 2 kelompok (berpuasa/tidak berpuasa) dimana subjek dengan kondisi infeksi, dalam terapi steroid, edema pulmo, diabetes yang tidak terkontrol, disabilitas, tuli pendengaran serta memiliki penyakit kardiovascular berat dikeluarkan dalam penelitian ini. Kadar IL-6 dan skor MIS dinilai sebelum menjalankan proses HD di minggu pertama dan terkhir ramadan. Analisis dilakukan dengan menghitung median dari tiap variable dependen.
Hasil: Total 70 subjek diikutsertakan pada penelitian ini. Sebagian besar subjek penelitian adalah laki-laki (54,3%), berusia lebih dari 45 tahun (52,9%), berasal dari rumah sakit PMI (42,9%) dengan jenis dialiser LF (Lowflux) 78,6%. Durasi lama puasa lebih dari sama dengan 15 hari adalah 70%, tidak menjalankan ibadah puasa saat HD 71,4% dengan lama menjalani hemodialisis lebih dari 5 tahun 48,6% dan komorbid hipertensi 64,3%. Delta kadar IL-6 Kel berpuasa 6,1 pg/mL, kel tidak berpuasa 13,6 pg/mL dengan p=0,828. Delta MIS kel berpuasa 1 point dan kel tidak berpuasa 2 point dengan p=0,376.
Simpulan: Pasien hemodialisis rutin yang berpuasa ramadan menunjukan peningkatan kadar IL-6 dan skor MIS lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak berpuasa walaupun secara statistik tidak bermakna
Background and Objectives Ramadan fasting reduces sign of inflammation in healthy individuals. CKD patients who undergo routine hemodialysis, although those patients are not recommended to fast, most of them were still fasting. CKD is a chronic inflammation condition which indicated by high level of IL-6. Level of IL-6 is strongly correlated with Malnutrition- Inflammatory Score (MIS) and is a mortality predictor in PGK patients who undergo routine dialysis. Currently, there is no information on the effect of Ramadan fasting on CKD patients who undergo dialysis and whether it has similar effect on inflammation index compared to healthy individuals.
Materials and Methods: The study employed prospective cohort design which was done during Ramadan 2022 (April – May) on routine hemodialysis patients in 3 hemodialysis unit. The subject was divided into two groups (i.e. fasting/ non- fasting) where subjects with infection conditions, undergoing steroid therapy, pulmonary edema, uncontrolled diabetes, disability, hearing impaired, and cardiovascular disease are excluded from this study. Level of IL-6 and MIS score was taken before undergo hemodialysis in the first and last week of Ramadan. Data analysis was done by calculating median to every dependent variable.
Results: A total of 70 subjects were included in this study. Most of the subjects are male (54.3%), aged more than 45 years old (52.9%), taken from PMI hospital (42.9%), and with low-flux membrane dialyzers (LF) (78.6%). The duration of fasting was more or equal to 15 days (70%), undergo hemodialysis without fasting (71.4%), have been undergo hemodialysis for more than five years (48.6%) and comorbidity of hypertension (64.3%). The change of IL-6 level in fasting group was 6.1 pg/mL; not fasting group was 13.6 pg/mL with p value= 0.828. The difference in MIS in fasting group was 1 point and non-fasting group was 2 points with p value=0.376.
Conclusion: Patients undergo routine hemodialysis in fasting group showed increase in IL-6 levels and MIS score lower compared to non-fasting group, although statistically insignificant. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Qurratu Ayunin
"Jumlah infeksi baru HIV di Indonesia masih tinggi yaitu mencapai 46.000 dan jumlah kematian yang disebabkan oleh HIV sejumlah 38.000 kematian pada Tahun 2018. Koinfeksi Hepatitis C pada pasien HIV cukup tinggi yaitu berkisar 2-15%.  Penelitian ini bertujuan meneliti pengaruh koinfeksi Hepatitis C terhadap kesintasan pasien HIV yang mendapatkan terapi antiretroviral di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tebet pada tahun 2015-2020. Penelitian dilakukan menggunakan desain kohort retrospekstif dengan analisis kesintasan. Pengambilan data dilakukan secara total sampling yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 284 sampel. Data dianalisis secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel penelitian yang diteliti. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan masing-masing variabel independen dengan kesintasan pasien HIV dengan menggunakan Regresi Cox. Analisis multivariat dilakukan untuk mendapatkan model yang robust dan parsimonius dengan analisis Regresi Cox. Hasil penelitian menjukkan kesintasan kumulatif pasien HIV yaitu 85,4 %. Pengaruh koinfeksi Hepatitis C terhadap kesintasan pasien HIV yang mendapatkan terapi ARV di RSUD Tebet Tahun 2015-2020 didapatkan HR 1,94 (95% CI 0,81-4,6) dengan nilai p: 0,13 setelah dikontrol oleh variabel indeks massa tubuh dan status kerja. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik dari koinfeksi Hepatitis C terhadap kesintasan pasien HIV yang mendapatkan terapi ARV di RSUD Tebet Tahun 2015-2020.

The number of new HIV infections in Indonesia is still high, reaching 46,000 and number of deaths caused by HIV is 38,000 in 2018. Hepatitis C coinfection in HIV patients is high, ranging 2-15%. This study aims to examine the effect of Hepatitis C coinfection on survival of HIV patients receiving antiretroviral therapy at RSUD Tebet in 2015-2020. This research used retrospectif cohort design with survival analysis. This study used total sampling as much as 284 HIV patient. Data were analyzed univariately to see the frequency distribution of each variable studied. Bivariate analysis was performed to see the relationship of each independent variable with the survival of HIV patients using Cox Regression. Multivariate analysis was performed to obtain robust and parsimonius models with Cox Regression. The results of research found cumulatif survival of HIV patients in RSUD  Tebet were 85,4 %. The Effect of Hepatitis C Coinfection on Survival HIV Patients Who Receive Antiretroviral Therapy in RSUD Tebet from 2015-2020 had HR 1,94  (95% CI 0,81-4,6) after adjusted with body mass index and working status. There were no corelation from Hepatitis C Coinfection on Survival HIV Patients Who Receive Antiretroviral Therapy in RSUD Tebet from 2015 until 2020."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Solekhah
"Peningkatan pravelensi Orang dengan HIV/AIDS ODHA dari tahun ke tahun merupakan salah satu masalah kesehatan global yang serius. Antiretroviral ARV merupakan satu-satunya pilihan terapi yang tersedia bagi ODHA yang harus dikonsumsi seumur hidup dengan kepatuhan tinggi 95 guna mencapai efektfitas obat. Akan tetapi, masalah kepatuhan masih menjadi masalah utama bagi ODHA. Pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya merupakan faktor yang dapat mendukung tingkat kepatuhan dalam menjalani pengobatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS, terapi ARV dan infeksi oportunistik dengan tingkat kepatuhan ODHA dalam menjalani terapi antiretroviral. Digunakan metode cross sectional consecutive total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 50 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan dalam menjalani terapi ARV p value = 0.107 > 0.05.

Increasing the number of People Living with HIV AIDS PLWHA from year to year is one of the serious global health problems. Antiretroviral ARV is the only available therapeutic option for PLWHA to be consumed for a lifetime with high adherence 95 in order to achieve drug effectiveness. However, compliance issues are still a major problem for PLWHA. Knowledge about the disease and theraphy are factors that can support medication adherence.
This study aims to determine the correlation between the level of knowledge about HIV AIDS, ARV therapy and opportunistic infections and the level of adherence of PLWHA in antiretroviral therapy. The method of cross sectional consecutive total sampling was used with 50 respondents in total. The results of this study indicate there is no significant correlation between the level of knowledge and the level of adherence in undergoing antiretroviral therapy p value 0.107 0.05.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Nova Utami Carmeliya
"Sampai saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah dan obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS. HIV/AIDS masih dianggap sebagai penyakit yang menakutkan karena kurangnya informasi yang jelas dan benar mengenai HIV.AIDS di masyarakat. Sehingga masih ada diskriminasi dari masarakat terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS).
Mengetahui dirinya telah terinfeksi HIV/AIDS membuat Odha menjadi stres, ditambah Iagl dengan sikap, tanggapan dan perlakuan masyarakat terhadap Odha. Masih banyak Odha yang dikucilkan oleh masyarakat sehingga dengan perlakuan tersebut para Odha berusaha untuk tidak tampil di masyarakat dan mengucilkan diri sebelum dikucilkan. Hal ini yang membuat para Odha menjadi stres. Dengan mengetahui apa sebenarnya yang rnenjadi sumber stres para Odha melalui penelitian ini akan didapat gambaran mengenai sumber-sumber stres yang dilami oleh Odha. Karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber stres apa saja yang dialami oleh Odha.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan studi kasus yang memungkinkan kita untuk mempelajari masalah secara mendetail dan mendalam, serta jumlah kasus dalam metode ini jauh Iebih kecil dari pada metode penelitian kuantitatif, mengingat subyek dalam penelitian ini sulit untuk didapat. Dengan menggunakan metode studi kasus maka dapat dilihat keunikan pengalaman individu. Pengumpulan data dalam penelitian ini didapat melalui wawancara dan observasi terhadap subyek.
Dari hasil wawancara dan observasi terhadap 3 orang Odha yang masih belum mempunyai gejala (belum pada tahap AIDS) diketahui sumber-sumber stres pada Odha adalah : Sumber stres internal, ketakutan akan bertambah parahnya penyakit dan perubahan penampilan fisik ; sumber stres eksternal, adanya sikap diskriminasi dari masyarakat terhadap Odha, Harga obat-obatan yang mahal, perencanaan masa depan, kerahasiaan identitas sebagai Odha, dan hasil diagnosa yang menyatakan positif HIV. Jadi selain sikap diskriminasi dan penyakit itu sendiri ada beberapa sumber stres lain yang dialami oleh Odha.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi Odha dalam menghadapi stres yaitu faktor internal, dimana Odha berusaha untuk menerima keberadaannya sebagai Odha dengan mendekatkan diri dengan Tuhan dan menambah informasi mengenai HIV/AIDS dan faktor eksternal yaitu,adanya dukungan sosial. Subyek (Odha) selain membutuhkan dukungan sosial dari keluarga, dokter dan para relawan juga membutuhkan dukungan dari masyarakat umum. Dukungan sosial tersebut berupa dukungan semangat, perhatian, penerimaan dan informasi.
Penelitian ini mudah-mudahan dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian Iain yang berhubungan dengan Odha dan mungkin dapat Iebih mendalam Iagi memperoleh informasi mengenai Odha dan masalah-masalahnya, seperti misalnya sumber-sumber stres yang dialami oleh Odha yang telah memasuki tahap AIDS (Odha yang sudah mempunyai gejala) dan dengan jumlah subyek yang lebih banyak, sehingga akan memperoleh gambaran mengenai sumber stres pada Odha yang lebih lengkap dan mendalam."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Marlina Meilani
"Introduksi
Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS), sejak dikenalnya sindrom penyakit ini lebih dari 2 (dua) dekade, terus menerus menyebar diseluruh dunia tanpa ada tanda-tanda pengurangan. Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada orang dengan HIV/AIDS sekitar 40%-50%. Tujuan penelitian yaitu mengetahui kesintasan tiga tahun pasien HIV/AIDS dan pengaruh ko-infeksi TB terhadap kesintasan 3 tahun pasien HIV yang mendapat terapi ARV.
Metode
Penelitian ini adalah dengan pendekatan cohort retrospective di RSPI prof.dr. Sulianti Saroso Tahun 2009-2011.
Hasil
Probabilitas kesintasan kumulatif pasien HIV/AIDS yang mendapat ART pada tahun pertama adalah 84,2%, 2 tahun adalah 81,4%, dan 3 tahun adalah 79,26%. Hasil analisis multivariate dengan uji regresi Cox Time Dependent Covariate menemukan koinfeksi TB mempengaruhi kecepatan kematian pasien HIV/AIDS (adjusted HR 1,60; 95% CI: 0,96-2,67) setelah dikontrol oleh faktor risiko penularan dan hitung CD4 sebelum terapi ARV. IDU memiliki pengaruh terhadap kesintasan tiga tahun pasien HIV/AIDS (aHR 1,71; 95% CI: 1,04-2,95). Apabila pajanan Koinfeksi TB dapat dieliminasi, maka sebesar 40% kematian pasien HIV/AIDS dapat dicegah di Rumah Sakit Prof. Sulianti Saroso.
Diskusi
Pengaruh TB terhadap HIV, selain mempercepat progresivitas HIV juga berakibat pada mortalitas HIV. Koinfeksi TB menambah laju hazard terhadap ketahanan hidup pasein. Tingkat mortalitas pengidap HIV yang sekaligus mengidap TB 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pengidap HIV tanpa TB.
Saran
Meningkatkan kualitas conselling kepada ODHA yang mendapat ART khususnya pada pasien dengan koinfeksi TB. Meningkatkan pogram kolaborasi TB-HIV di rumah sakit untuk menunjang efektifitas program dan pelayanan kesehatan kepada pasien HIV/AIDS.

Introduction
Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV / AIDS), since this disease syndrome known more than two (2) decades, continuously spread throughout the world with no signs of abatement. Tuberculosis (TB) is a major cause of morbidity and mortality in people with HIV/AIDS around 40%-50%. The purpose of research is to determine the three-year survival rate of patients with HIV / AIDS and TB co-infection influences the 3-year survival of patients with HIV who receive antiretroviral therapy.
Methods:
This study is a retrospective cohort approach in RSPI Prof. Sulianti Saroso Year 2009-2011.
Results:
The cumulative probability of survival of patients with HIV / AIDS who receive antiretroviral treatment in the first year was 84.2%, 2 years was 81.4%, and 3 years was 79.26%. Results of multivariate analysis with the Cox regression Time Dependent covariate find TB affects the speed of death in HIV / AIDS (adjusted HR 1,60; 95% CI: 0,96-2,67)) after controlled by transmission risk factors and CD4 counts before ART. IDU patients had 2 times the risk of a hazard than patients with non-IDU group (adjusted HR 1.95, 95% CI: 1.17 to 3.24). If TB Co-infection can be eliminated from th e susceptible population, then the death of 40% of patients with HIV/AIDS can be prevented in the Infectious Disease Hospital Prof. dr. Sulianti Saroso.
Discussions:
Effect of TB to HIV, besides accelerating the progression of HIV also result in mortality of HIV. TB adds to the hazard rate of survival pasein. The mortality rate of people with HIV who also have tuberculosis 2 times higher compared to HIV without TB.
Recommendations:
Counselling to improve the quality of people living with HIV who received antiretroviral therapy, especially in patients co-infected with TB. Increase pogram TB-HIV collaboration at the hospital to support effective programs and health services to patients with HIV / AIDS.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahajeng Dewantari
"Ketaatan minum obat dalam penanganan HIV/AIDS dengan pengobatan ARV merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan terapi. Di Indonesia belum ada data yang menyebutkan angka pasti ketaatan minum obat ARV pada ODHA. Ketaatan minum obat ARV dipengaruhi oleh adanya faktorfaktor psikologis (stigma diri dan fungsi kognitif) dan non psikologis yang terdiri dari faktor demografi (umur, waktu tempuh tempat tinggal ke rumah sakit, akses berobat, tingkat pendidikan, pekerjaan, tinggal sendiri atau bersama orang lain, pembiayaan berobat, penggunaan NAPZA) dan faktor obat dan penyakit (kompleksitas regimen obat, adanya infeksi oportunistik, sumber transmisi HIV).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi ketaatan minum obat ARV pada ODHA yang berobat di UPT HIV RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah 67,7%, stigma diri memiliki hubungan yang bermakna dengan ketaatan minum obat ARV, sedangkan faktor non psikologis yang diteliti dan fungsi kognitif tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan ketaatan minum obat ARV.

Adherence to ARV is an important factor in determining the success of HIV/AIDS treatment. There has been no data about adherence to ARV in plwh in indonesia. Adherence to ARV is influenced by psychological factors (self-stigma and cognitive function) and non-psychological factors consisting of demographic (age, travel time between living place and hospital, access to treatment, level of education, occupation, living alone or with others, treatment payment, illicit drugs use), disease and treatment factor (treatment regimen complexity, opportunistic infections, source of HIV transmission).
The result of this study showed that prevalence of adherence to ARV in plwh coming to HIV integrated service unit Cipto Mangunkusumo hospital is 67,7%, that self-stigma had significant relation with adherence to ARV, while psychological factors and cognitive function had no significant relation with adherence to ARV.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairina Widyanti
"Penelitian ini ingin melihat hubungan antara dukungan sosial yang diberikan oleh orang-orang di sekitar subjek dengan kepatuhan subjek dalam menjalani terapi antiretroviral (ARV). Subjek penelitian berjumlah 40 orang, mayoritas berjenis kelamin laki-laki (38 orang). Data penelitian dimabil dengan menggunakan metode self report (laporan pribadi subjek penelitian) yang berbentuk kuesioner. Data penelitian ini kemudian diolah oleh peneliti dengan menggunakan teknik penghitungan korelasi pearson product moment.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi mengenai jumlah dukungan sosial yang diterima subjek tidak berhubungan secara signifikan dengan kepatuhan menjalani terapi ARV-nya. Begitu juga dengan persepsi kepuasan terhadap dukungan sosial yang diterimanya. Namun, jika diteliti lebih lanjut, terdapat satu item mengenai persepsi kepuasan terhadap dukungan sosial yang diterima subjek yang dapat membuatnya merasa lebih baik ketika ia sedang merasa di bawah yang berhubungan secara signifikan dengan kepatuhan menjalani terapi ARV.
Disamping hasil penelitian di atas, peneliti juga mencoba untuk meneliti hubungan yang terdapat antara data tambahan yang terdapat di data kontrol dengan golongan kepatuhan subjek. Penggolongan kepatuhan didasarkan pada ketaatan subjek dalam mengkonsumsi ARV tepat waktu selama empat hari terakhir (7 kali waktu konsumsi ARV). Jika subjek melewatkan satu kali saja, berarti ia digolongkan sebagai tidak patuh. Penghitungan ini menggunakan metode chi-square. Hasilnya, tidak ada satupun informasi yang didapatkan dari data tambahan tersebut yang berhubungan dengan golongan kepatuhan menjalani terapi ARV pada Odha karena tidak dapat dipenuhinya syarat penghitungan chisquare.

The research is about the correlation between social support the people living with HIV/AIDS (PLWHA) receives from neighbourhood with their adherence in running the antiretroviral (ARV) therapy. The majority of respondents are male (38 men) and the other two are women. Researcher using a self-report questionnaires in collecting the data. The data then was calculating using the pearson product moment correlation.
The result shows that the perception about the amount of social support isn't significantly related to the PLWHA's adherence. So do the perception of satisfaction of social support. It isn't significantly related to PLWHA's adherence also. But, if we see the correlation of each item to the adherence, there is an item about perception of satisfaction of social support that can make PLWHA feel better if he/she feel very bad which significantly related to his/her adherence in running ARV therapy.
Besides the result above, researcher also try to find if the data control she got related to the PLWHA's adherence group in running their ARV therapy. The groups divided into two, adhere or not adhere. Respondent will be considered as adhere if he/she got the perfect result in the last 7 times of consuming ARV. The method used here is chi-square. The result shows that there is no correlation between the data control and the divisions of adherence.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
155.92 WID h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Triana S
"ABSTRAK
Latar Belakang:
Terapi ARV pada ODHA diharapkan dapat menurunkan angka kematian dan
kesakitan serta menekan penularan HIV. Untuk mencapai tujuan MDG’s tahun 2015,
diharapkan 90% ODHA sudah mendapatkan terapi ARV secara teratur. RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru telah memberikan terapi ARV sejak tahun 2004 tetapi belum
pernah diteliti pengaruh ARV terhadap survival pasiennya.
Metode :
Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif dengan 319 sampel dan
dilakukan selama Mei-Juni 2013. Data penelitian diperoleh melalui data rekam medis
RS. Data dianalisis dengan menggunakan analisis survival metode Kaplan-Meier dan
dilanjutkan dengan analisis multivariate
Hasil:
Penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memakan ARV secara teratur
memiliki survival yang lebih baik. Pasien yang tidak memakan ARV atau memakan
ARV tetapi tidak teratur, memiliki risiko kematian sebesar 42,5 kali lebih besar jika
dibandingkan dengan pasien yang memakam ARV secara teratur. (p=0,01, 95%CI:
13-138). Jumlah kematian selama pengamatan hanya 5,8% pada kelompok yang
teratur memakan ARV, sedangkan pada kelompok yang tidak mencapai 28%. Faktor
lain yang turut meningkatkan survival adalah jumlah CD4 pada awal pengobatan
>100 sel/mm³(p=0,01, HR=4,39, 95% CI(1,8-10,5). Walaupun kurang bermakna
secara statistik, perlu mempertimbangkan pemberian ARV pada stadium klinis awal
sebagai faktor yang turut meningkatkan survival ODHA mengingat stadium klinis
dapat diperiksa di semua layanan kesehatan. (p=0,07, HR=2.3, 95%CI 0,9-5.6).
Faktor pendidikan secara statistik juga bermakna membedakan survival pasien.
Dalam penelitian ini stadium klinis dibuktikan sebagai confounding.
Hal yang disarankan adalah meningkatkan cakupan penemuan dan tatalaksana
dini kasus HIV/AIDS dengan melakukan pelacakan pada semua kasus mangkir,
meningkatkan kepatuhan memakan ARV dan mengupayakan pendampingan kasus
secara maksimal.
ABSTRACT
Background:
ARV for HIV or AIDS patients is a hope to reduce the mortality, morbidity
and to prevent the transmissions. To achieve the MDG the minister of health need to
cover 90% AIDS people with ARV adherently. RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
have giving the therapy for AIDS patients since 2004, but have never studied the
survival analysis and another factors that contribute to yet.
Method:
This study is a cohort retrospective design, with 319 samples. Take place in
Arifin Achmad Hospital Of Pekanbaru, Riau Province in May-June 2013. The
resource are medical record of HIV/AIDS patiens in VCT clinic. Was analyse by
Kaplan-Meier survival analysis and then for further use multivariate analyses.
Result:
The study show that the survival of patiens who take ARV adherently is
higher than the other one. The patients who no used ARV adherently will have
mortality rate 42,5 times than the patients that used ARV addherently. (p=0,01,
95%CI: 13-138). The deaths amount only 5,8% on the adherently ARV patients, but
at another side, the deaths amount increase by 28%. Another factor that contribute to
increase the survival are CD4 amounts at the beginning of therapy that >100
sel/mm³(p=0,01, HR=4,39, 95% CI(1,8-10,5). We need to consider the clinical of
AIDS stadium as one of factor that contribute to increase the survival too if use ARV
at the beginner of clinical stadium. (p=0,07, HR=2.3, 95%CI 0,9-5.6). The educations
level has the value statistically to distinguish the survival. In this study, the clinical
stadium is a confounder.
We sugest to improve the early detection and prompt treatment by tracking
the lost of follow up patients, increase the adherent of ARV and by mentoring
or”buddy” programe for all HIV cases."
2013
T35661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Febriani Putri
"Latar Belakang Walaupun mendapatkan terapi antiretroviral (ARV), inflamasi kronik akibat infeksi HIV dikombinasikan dengan faktor-faktor lain menyebabkan proses penuaan lebih dini pada pasien HIV/AIDS, salah satu tandanya risiko jatuh.
Tujuan Mengetahui proporsi kejadian jatuh dan risiko jatuh serta faktor faktor yang berhubungan pada pasien HIV/AIDS dalam terapi ARV.
Metode Studi potong lintang dilakukan pada pasien HIV/AIDS berusia > 40 tahun dalam terapi ARV minimal 6 bulan. Pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pencatatan data demografis, pengukuran antropometri, faktor terkait HIV, terapi ARV, komorbid, obat, penilaian depresi dengan Indo-BDI-II, neuropati dengan kriteria Toronto, frailty dengan kriteria Fried, dan risiko jatuh dengan uji Timed Up and Go (TUG). Pasien menolak, tidak dapat berjalan dan memiliki gangguan motorik dieksklusi. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan pada faktor-faktor tersebut.
Hasil Dari 102 sampel didapatkan proporsi kejadian jatuh 24,5% dan risiko jatuh sebesar 51,96%. Subjek mayoritas laki-laki (83,3%), median usia (IQR) 45 (5) tahun, CD4 nadir median (IQR) 71,5 (220,25) sel/mm3, CD4 saat ini median (IQR) 495,5 (361) sel/mm3, komorbid terbanyak hepatitis C (31,3%), polifarmasi 21,6% subjek, dalam terapi lini 2 ARV (10.78%), depresi (14,71%), neuropati 38,2%) prefrail 53,9% dan frail 14,7%, penapisan demensia 14,7%. Faktor yang berhubungan dengan risiko jatuh adalah prefrail/frail (OR 6,395, IK95% 2,348-17,417 p<0,001) riwayat jatuh (OR 3,162 IK95% 1,085-9,212 p 0,035) dan penggunaan Efavirenz (OR 5,878 IK95% 1,083-31,906 p 0,040).
Kesimpulan Proporsi kejadian jatuh pada pasien HIV/AIDS dalam terapi ARV meyerupai populasi geriatri non HIV dengan risiko jatuh 52%. Faktor yang behubungan adalah status prefrail/frail, riwayat jatuh sebelumnya, dan penggunaan Efavire

Background Despite given Antiretroviral Therapy (ART), chronic inflammation due to HIV infection combined with other factors implicate in the early aging process. Fall risk is one of the aging symptoms that can be assessed objectively.
Aims To determine proportion of any fall and factors associated with risk of fall in PLWH undergoing antiretroviral therapy.
Methods cross sectional study in PLWH aged 40 years or older who has take ART at least for 6 months. Data were recorded in subjects fulfilled inclusion criteria, including demographic data, anthropometry measurements, HIV related factors, comorbidities, drugs prescribed, depression using Indo-BDI-II questionnaire, neuropathy assesment sing Toronto Scoring criteria, Fried criteria frailty, and fall risk assessed by Timed Up and Go Test. Patients denied to participate, unable to walk, or having motoric abnormality in upper extremity was excluded. Bivariat and multivariat analysis was carried out to these factors.
Results among 102 subjects, proportions of any falls was 24,5% subjects and proportions of fall risk was 52%. Most of subjects were male (83,3%), median of age (IQR) was 45 (5) years, with nadir CD4 (IQR) was 71,5 (220,25) cell/mm3 and current CD4 was 495,5 (361) cells/mm3. Hepatitis C was the most comorbid disease (31,3%), polypharmacy prescribed in 21,6%, and 10,8% were in LPV/r therapy. Factors included were depression found in 14,7%, neuropathy in 38,2%m prefrail 53,9%, frail 14,7%, and patients positive screened for dementia 14,7%. Significant factors associated with risk of fall were prefrail/frail status (OR 6,395, IK95% 2,348-17,417 p<0,001), history of fall (OR 3,162 IK95% 1,085-9,212 p 0,035), and under EFV prescription (OR 5,878 IK95% 1,083-31,906 p 0,040).
Conclusion proportion of any fall in PLWH undergoing antiretroviral therapy resembled those in geriatric population, with high rate of fall risk up to 52% of the patients. Factors associated with risk of fall were frail/prefrail status, history of previous fall, and current EFV use.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>