Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154916 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kim, Eun Hee
"Tesis ini membahas penggunaan kata sapaan dalam buku-buku percakapan bahasa Korea yang ditulis oleh orang Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menganalisis penggunaan kata sapaan dalam buku yang tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan kata sapaan dalam buku-buku percakapan bahasa Korea yang ditulis oleh orang Indonesia. Data penelitian ini adalah buku-buku percakapan bahasa Korea yang berjudul Cepat Mudah dan Praktis Kuasai Percakapan Sehari-hari Bahasa Korea, Gampang Praktis Berbicara Bahasa Korea, Mendadak Pintar Berbicara Bahasa Korea, Percakapan Sehari-hari Bahasa Korea dan Pintar Bahasa Korea. Teori yang dipakai untuk menganalisis penggunaan kata sapaan dalam percakapan bahasa Korea tersebut adalah teori kata sapaan oleh S. Ervin-tripp, teori SPEAKING yang dikemukan oleh Dell Hymes yang menghasilkan konteks percakapan, teori konteks sosial dan Interaksi di antara penutur dan mitra tutur oleh Holmes. Untuk melihat penggunaan kata sapaan ini buku-buku percakapan bahasa Koreayang ditulis oleh orang Korea dipakai sebagai pembanding.
Hasil penelitian menunjukkan adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian penggunaan kata sapaan dalam buku-buku percakapan bahasa Korea dan penyebabnya. Ketidaksesuaian penggunaan kata sapaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan sistem kata sapaan bahasa Korea dan bahasa Indonesia dan juga konteks sosial. Kata sapaan bahasa Korea ini merupakan bagian dari konteks sosial budaya Korea yang mempengaruhi penggunaan bahasa. Penelitian ini bermanfaat dalam pengajaran bahasa Korea di Indonesia karena memberikan informasi bahan ajar bahasa Korea yang baik.

This thesis discusses the use of Korean address terms found in Korean conversation books which are written by Indonesian. This research is a qualitative research which aims to analyze the use of Korean address terms. Data of this research are Korean conversation books written by Indonesian, entitled Cepat Mudah dan Praktis Kuasai Percakapan Sehari-hari Bahasa Korea, Gampang Praktis Berbicara Bahasa Korea, Mendadak Pintar Berbicara Bahasa Korea, Percakapan Sehari-hari Bahasa Korea dan Pintar Bahasa Korea. In analyzing the data, this research uses Address Term Theory by S. Ervin-tripp, SPEAKING theory of Dell Hymes, Social Context and Interaction between interlocutors by Holmes.
The result of this analysis shows that there are some inappropriatenesses found in those conversation books related to the use of Korean address terms. These inappropriatenesses are caused both by the difference of addressing system between Korean and Indonesian and by the difference of social context from two countries which influences the use of language. This thesis is useful to enable Indonesian learn Korean
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T45623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Puji Lestari
"Kata sapaan merupakan bentuk linguistik yang digunakan untuk memanggil mitra tutur dalam percakapan. Penggunaan kata sapaan juga mencerminkan norma dan tingkat keakraban hubungan sosial. Penelitian tentang penerjemahan kata sapaan, khususnya bahasa Korea ke bahasa Indonesia, masih sulit ditemukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap strategi penerjemahan takarir kata sapaan bahasa Korea ke bahasa Indonesia. Pertanyaan penelitian yang diangkat adalah strategi penerjemahan takarir apa yang digunakan untuk menerjemahkan kata sapaan bahasa Korea ke bahasa Indonesia berdasarkan jenisnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 234 kata sapaan yang diklasifikasikan ke dalam 7 jenis sesuai teori kata sapaan Kang dan Jeon (2013). Hanya 5 jenis kata sapaan yang dianalisis strategi penerjemahannya. Menurut hasil analisis, penerjemah hanya menerapkan 6 dari 9 strategi penerjemahan takarir yang dikemukakan oleh Cintas dan Remael (2021). Strategi tersebut di antaranya peminjaman, penerjemahan harfiah, eksplisitasi, substitusi, kompensasi, dan penghilangan. Peminjaman menjadi strategi yang paling sering digunakan dalam menerjemahkan kata sapaan nama diri. Penerjemahan harfiah paling sering digunakan untuk menerjemahkan kata sapaan kekerabatan. Sementara itu, substitusi menjadi strategi yang paling sering digunakan untuk menerjemahkan kata sapaan jabatan, nomina umum, dan penarik perhatian.

Terms of address are linguistic forms which used to call the listener in a conversation. The usage of terms of address also reflects norms and degrees of familiarity of social relationships. Research on translation of terms of address, especially from Korean into Indonesian, is still difficult to find. This research aims to reveal the subtitling strategies of Korean terms of address into Indonesian. The appointed research question is what subtitling strategies are used to translate Korean terms of address into Indonesian based on their types. This research uses the descriptive analysis method with quantitative and qualitative approach. The result shows that 234 Korean terms of address were found and classified into 7 types according to terms of address theory by Kang and Jeon (2013). Only 5 types were taken to be analyzed. From the analysis, the translator only applied 6 of the 9 subtitling strategies proposed by Cintas and Remael (2021). These strategies include loan, literal translation, explicitation, substitution, compensation, and omission. Loan is most often used to translate personal names terms of address. Literal translation is most frequently used to translate kinship terms of address. Meanwhile, substitution is most frequently used to translate work position, common nouns, and attention-catching terms of address."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mellyana Murtanu
"Dalam bahasa Korea, kata geurae berposisi sebagai kata seru dalam sebuah kalimat, namun penggunaannya dalam komunikasi lisan memiliki berbagai makna dan fungsi. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat diketahui bahwa terlepas dari makna dasarnya, kata geurae juga sering digunakan sebagai pemarkah wacana (Discourse Marker/DM), khususnya dalam sebuah percakapan. Pemarkah wacana merupakan kata yang digunakan oleh penutur untuk mengekspresikan perasaan dan pandangan penutur terhadap suatu konteks pembicaraan ke mitra tutur. Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk menganalisis bentuk, makna, dan fungsi kata geurae sebagai pemarkah wacana dalam percakapan Bahasa Korea. Penelitian ini merupakan penelitian linguistik deskriptif yang bersifat studi literatur. Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa kata geurae memiliki tujuh fungsi wacana yang dapat dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu kata reaktif dan kata progresif. Geurae sebagai kata reaktif memiliki fungsi wacana afirmasi, jawaban, rasa kaget, konfirmasi, dan tanggapan, sedangkan kata geurae sebagai kata progresif berfungsi untuk menarik perhatian dan penekanan.

In Korean, the word geurae is positioned as an exclamation point in a sentence but its use in oral communication has diverse meanings and functions. Based on various references from previous researches, it is shown that apart from its basic meaning, the word geurae is also often used as a Discourse Marker (DM), especially in a conversation. Discourse markers are words use by speakers to express their feelings and view of a conversation context to a speech partner. The purpose of this study was to analyze the form, meaning, and function of the word geurae as a discourse marker in Korean conversation. This study is a descriptive linguistics study of literature. From the results of data analysis, it can be concluded that the word geurae has seven discourse functions that can be categorized into two categories, namely reactive words and progressive words. Geurae as a reactive word has a discourse function of affirmation, answer, surprise, confirmation, and response, whereas the word geurae as a progressive word serves to attract attention and emphasis. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nickyta Cahaya Putri
"Penelitian ini mengkaji komponen makna verba bahasa Korea yang memiliki relasi makna ‘memakai’. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan makna enam verba bahasa Korea yang memiliki relasi makna ‘memakai’, yakni verba sseuda, sayonghada, iyonghada, chakyonghada, ibta, dan sinta berdasarkan komponen maknanya. Penelitian ini dirancang untuk menjawab dua pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana makna konseptual keenam verba tersebut dan bagaimana perbedaan makna keenam verba yang menjadi objek penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Analisis komponen makna digunakan untuk mencari tahu perbedaan keenam objek penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan: pertama, keenam verba memiliki makna konseptual yang sama dari tiga kamus yang digunakan sebagai data primer. Kedua, perbedaan keenam verba ini dibagi ke dalam 4 kategori komponen maknanya, yakni objek yang diikuti oleh verba, tujuan pemakaian, posisi objek, dan asal kata. Terdapat 1 komponen umum dan 13 komponen pembeda dari keenam verba yang dianalisis.

This research examines componential meaning of Korean verb which have the semantic relation of ‘to use’. The purpose of this research is to describe the difference in meaning of the six Korean verbs that have semantic relation of ‘to use’ based on the componential meaning, namely sseuda, sayonghada, iyonghada, chakyonghada, ibta, and sinta. This research aims to answer two questions, which are how is the conceptual meaning of the six verbs and how is the meaning differences between the six verbs which are the object of this research. This research is a qualitative research which uses a descriptive analysis method. Componential analysis of meaning is used to find out the difference between those six research objects. This research concludes that the six verbs have the same conceptual meaning with three different dictionaries used as a primary data. Furthermore, the differences between those six verbs differ based on the categories, which are the object that followed by the verb, the purpose of the usage, the position of the object, and the origin of the word. In this research, there is 1 common component and 11 diagnostic components from the analyzed six verbs."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Miranda
"Penerjemahan merupakan kegiatan mengubah sebuah pesan dari satu bahasa ke bahasa lain. Penerjemahan harus dilakukan dengan cara mencari kata yang setara dalam kedua bahasa secara tepat. Namun, setiap bahasa mempunyai struktur yang berbeda. Terlebih lagi, setiap negara mempunyai budaya tersendiri yang mempengaruhi pembentukan makna kosakata. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi kesepadanan sebuah kata dalam dua bahasa. Oleh karena itu, kesalahan dalam penerjemahan dapat terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesalahan penerjemahan teks bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia. Sumber data penelitian ini adalah teks sumber dan teks sasaran yang terdapat pada buku Bahasa Korea Terpadu untuk Orang Indonesia 3. Rumusan masalah penelitian adalah bagaimana kesalahan penerjemahan pada sumber data diklasifikasikan berdasarkan jenis kesalahannya. Penelitian ini menggunakan pendekatankuantitatif dan kualitatif, dengan metode analisis deskriptif. Penelitian ini menemukan 62 kesalahan pada sumber data yang diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) jenis kesalahan. Kesalahan pemilihan padanan kata 10 data (16%), kesalahan struktur bahasa sasaran 18 data (29%) dan kesalahan penyampaian pesan teks sumber 34 data (55%). Dari hasil temuan dapat disimpulkan bahwa kesalahan penyampaian pesan teks sumber adalah kesalahan yang paling dominan.

Translation is the process of converting text from language to language. It searches for corresponding words from one language to another, as accurately as possible in order to reduce language barrier. However, each language has a different structure. Each country has its own culture that influences the formation of vocabulary meaning. Cultural influences can also affect the agreement of a word in two different languages. Therefore, in performing translations, errors are likely to happen. This study aims to analyze the mistranslation of cultural texts from Korean into Indonesian. The data sources studied are cultural texts and translations in Bahasa Korea Terpadu 3 textbook. The main focus of this research are the kind of Korean to Indonesian translation errors found in the textbook. This study uses two approaches: the quantitative and the qualitative approach. After further investgation, there were a total of 62 errors found in the textbook. Based on the error type, it was found that there were 3 types of errors, i.e., word selection error 10 data (16%), target language (TL) structure error 18 data (29%), and source text’s (TL) message transfer error 34 data (55%).  From the findings, it can be concluded that the source text’s message transfer error is the dominant error."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Triana Dewi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kesalahan ejaan dan tata bahasa Korea pada karangan yang dibuat oleh 35 mahasiswa Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea Universitas Indonesia angkatan 2013/2014. Penelitian ini menggunakan analisis kesalahan berbahasa dan metode campuran dengan mendiskripsikan jenis kesalahan ejaan dan tata bahasa dari data kuatitatif yang didapat. Sumber penelitian ini diambil dari soal ujian TOPIK (Test of Profiency in Korean). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesalahan berbahasa Korea terjadi pada kesalahan ejaan vokal, konsonan, dan susunan kata, serta kesalahan tata bahasa yakni pada partikel, final ending, kala, dan struktur.

ABSTRACT
The topic of this paper is Korean Grammar and Spelling Errors of writing examination result which was made by 35 Korean Studies Students of the academic year of 2013/3014 of the University of Indonesia. This research is using language error’s analysis, and also using mix method by describing types of grammar and spelling errors from the qualitative data that was got. This sources in this research is taken from writing case of TOPIK (Test of Profiency in Korea). The result of this reseach shows that spelling error is occured on vowel and consonant writing, word formation, and also occurred in grammar, such as Korean particle using, final ending, tenses , and the structure of sentence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nickyta Cahaya Putri
"Penelitian ini mengkaji komponen makna verba bahasa Korea yang memiliki relasi makna ‘memakai’. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan makna enam verba bahasa Korea yang memiliki relasi makna ‘memakai’, yakni verba sseuda, sayonghada, iyonghada, chakyonghada, ibta, dan sinta berdasarkan komponen maknanya. Penelitian ini dirancang untuk menjawab dua pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana makna konseptual keenam verba tersebut dan bagaimana perbedaan makna keenam verba yang menjadi objek penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Analisis komponen makna digunakan untuk mencari tahu perbedaan keenam objek penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan: pertama, keenam verba memiliki makna konseptual yang sama dari tiga kamus yang digunakan sebagai data primer. Kedua, perbedaan keenam verba ini dibagi ke dalam 4 kategori komponen maknanya, yakni objek yang diikuti oleh verba, tujuan pemakaian, posisi objek, dan asal kata. Terdapat 1 komponen umum dan 13 komponen pembeda dari keenam verba yang dianalisis.

This research examines componential meaning of Korean verb which have the semantic relation of ‘to use’. The purpose of this research is to describe the difference in meaning of the six Korean verbs that have semantic relation of ‘to use’ based on the componential meaning, namely sseuda, sayonghada, iyonghada, chakyonghada, ibta, and sinta. This research aims to answer two questions, which are how is the conceptual meaning of the six verbs and how is the meaning differences between the six verbs which are the object of this research. This research is a qualitative research which uses a descriptive analysis method. Componential analysis of meaning is used to find out the difference between those six research objects. This research concludes that the six verbs have the same conceptual meaning with three different dictionaries used as a primary data. Furthermore, the differences between those six verbs differ based on the categories, which are the object that followed by the verb, the purpose of the usage, the position of the object, and the origin of the word. In this research, there is 1 common component and 11 diagnostic components from the analyzed six verbs."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indoneisa, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Utami Ningsetyo
"Jurnal ini adalah sebuah penelitian yang membahas tentang perubahan bahasa populer ke dalam bahasa standar dalam kehidupan masyarakat korea dan akan menitikberatkan pembahasan penelitian pada salah satu jenis karya sastra yaitu lagu dari Deulgukhwa, band legendaris Korea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahasa populer apa saja yang telah distandarisasikan menjadi bahasa standar dalam kumpulan lagu band Deulgukhwa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam kumpulan lagu band Deulgukhwa terdapat bahasa populer, yaitu ~고프다(~gopheuda-ingin), ~말아, ~말아라, ~말아요 (~mara, ~marara, ~marayo-jangan) dan 푸르르다 (phureureuda-biru) yang kini telah distandarisasikan oleh Pemeritah Korea Selatan melalui sebuah Institusi Nasional Bahasa Korea atau 국립국어원 (guknibgugowon), Institusi yang membuat sebuah kebijakan akan perubahan bahasa populer menjadi bahasa standar. Hal ini dilakukan, supaya masyarakat Korea tidak perlu merasa khawatir atau salah akan berbahasa yang baik dan benar.

This journal is a study that discusses the changing of popular language into standard language in the life of Korean society and will focus on the discussion of research on one type of literary work namely the song from Deulgukhwa, the legendary Korean band. The purpose of this study is to find out which popular language that have been standardized into standard language in the collection of Deulgukhwa band song. The research method used is a qualitative descriptive research method. The results of this study found that in the Deulgukhwa band song there are popular languages, namely ~고프 (~gopheuda-Ingin), ~ 말아, ~말아라, ~말아요 (~ mara, ~ marara, ~ marayo-Jangan) and 푸르르다 (phureureuda -biru) which has now been standardized by the South Korean Government through a Korean National Institution or 국립국어원 (Guknibgugowon), an institution that makes a policy of changing popular languages into a standard language. This is done so that the Korean people do not need to feel worried or wrong in speaking right."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raina Surtiani
"ABSTRAK
Jurnal ini bertujuan untuk menganalisis unsur pragmatik, yaitu implikatur percakapan dan pelanggaran maksim yang terdapat pada web drama Gogh rsquo;s Starry Night. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik kajian pustaka. Manusia sebagai makhluk sosial berinteraksi menggunakan bahasa yang merupakan sarana efektif untuk berkomunikasi satu sama lain. Dalam praktiknya, penutur bahasa banyak menggunakan implikatur dan pelanggaran maksim untuk mencapai tujuan tertentu dan menyampaikan maksud tertentu secara tidak langsung. Karakter-karakter pada drama Gogh rsquo;s Starry Night banyak menggunakan implikatur percakapan dan melakukan pelanggaran maksim demi mencapai tujuan yang diinginkan. Pelanggaran maksim yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pada drama ini berupa flouting a maxim dan violating a maxim, serta pelanggaran pada maksim relevansi, maksim pelaksanaan, dan maksim kuantitas, dilakukan untuk mengecoh dan menyenangkan mitra tutur, serta untuk menyampaikan maksud yang ingin disampaikan tanpa perlu mengatakannya secara langsung.

ABSTRACT
This journal focuses on analyzing the pragmatic elements, which are the conversational implicature and violation of maxims, from dialogues used in Gogh rsquo s Starry Night. This journal uses qualitative method with the technique of literature review. As social beings, humans are interacting with language, which is an effective way to communicate with one another. In real life, speakers use a lot of implications and maxim violations to achieve certain goals or to deliver their intentions indirectly. Characters in Gogh rsquo s Starry Night use a lot of conversational implicatures and violating maxims to attain those goals. Maxim violations which are used by the characters on this drama such as flouting a maxim, violating a maxim, and the violation of maxim of relevance, maxim of manner, and maxim of quantity, are used to deceive and satisfy the hearer, or to tell the truth without saying it directly."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Saiful Mubin
"

Intonasi merupakan salah satu aspek yang perlu dikuasai seorang pemelajar bahasa asing karena jika intonasi tidak dituturkan secara tepat, hal itu akan berakibat pada kesalahpahaman (Penny, 1991). Begitu pula pemelajar Korea yang belajar bahasa Indonesia. Penelitian ini menginvestigasi bagaimana intonasi tuturan deklaratif dan interogatif bahasa Indonesia dituturkan oleh pemelajar Korea. Penelitian ini menggunakan subjek penelitian pemelajar BIPA dari Korea yang berada pada tingkat pemula, madya, dan tinggi. Data penelitian berupa tiga tuturan bahasa Indonesia yang terdiri atas dua kalimat tunggal dan satu kalimat majemuk dalam percakapan yang diperankan sebanyak tiga kali. Penelitian ini mengaplikasikan pendekatan IPO dengan tiga kegiatan utama: eksperimen produksi ujaran, analisis akustik ujaran, dan eksperimen uji persepsi ujaran. Kajian ini menunjukkan bahwa ciri akustik yang menandai ketiga tingkat pemelajar adalah kontur intonasinya. Tinggi nada tidak memiliki keterkaitan dengan tingkat pemelajar. Tinggi nada secara khusus hanya menandai kontras tuturan deklaratif dan interogatif. Ciri akustik tuturan tingkat pemula dan madya masih menunjukkan adanya kesamaan dengan pola intonasi bahasa Korea, sedangkan pola intonasi tuturan tingkat tinggi tidak sama dengan bahasa Korea maupun bahasa Indonesia. Hanya kontras tinggi nada tuturan dekalaratif dan interogatif tingkat tinggi yang cenderung sama dengan bahasa Indonesia. Meskipun demikian, semua tuturan dari semua tingkat diterima dengan baik oleh orang Indonesia.

 

 


Intonation is one of the aspects that need to be mastered by a foreign language learner because if intonation is not spoken correctly, it will result in misunderstanding (Penny, 1991). The idea is applied to Korean who learns Bahasa Indonesia. This study investigates how Korean learners make use of intonation to express declarative and interrogative utterances of Bahasa Indonesia. The subject of this study is native Koreans who study BIPA at the beginner, intermediate, and advance levels. The data of this study are three utterances in Bahasa Indonesia consisting of two single sentences and one compound sentence which then each subject needed to utter for three times. IPO approach is applied with three main activities: speech production experiment, speech acoustic analysis, and speech perception test experiment. This study showed that there is a particular relation between intonation contour and the learners level of comprehension. However, it failed to prove any relationships between pitch and the level of the learners. Regardless, the study found that pitch only marks the contrast of declarative and interrogative speech. The acoustic characteristics of beginner and intermediate speech levels still show similarities with the Korean intonation patterns, while the high-level speech intonation patterns are not the same as Korean and Indonesian. Only the high contrast of high-level declarative and interrogative speech tones tends to be the same as Indonesian. Nevertheless, all speeches from all levels were well received by Indonesians.

 

Keywords: Indonesian intonation pattern; Korean intonation pattern; Indonesian language learners level; declarative sentence; interrogative sentence

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>