Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150762 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Damayanti
"Hidup sebagai perempuan single parent dengan HIV positif memunculkan beragam stigma dimasyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran stigma pada perempuan single parent dengan HIV positif. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriftif dengan pendekatan konten analisis. Tehnik pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam yang dilakukan pada 13 partisipan. Tehnik sampling yang digunakan purposive sampling. Data dianalisis dengan tehnik analisis konten konvensional.
Hasil penelitian membentuk 5 tema yaitu:1) mengalami stigma internal, 2) mengalami stigma eksternal dan diskriminasi, 3) memiliki anak sebagai motivator hidup tertinggi, 4) mengalami kelelahan fisik berlebih, 5) mengalami masalah dalam memulai interaksi dengan calon pasangan hidup baru.
Kesimpulan penelitian ini adalah perempuan single parent mengalami stigma ganda dengan status sebagai single parent dan HIV positif. Pada penelitian ini direkomendasikan bahwa perempuan single parent dengan HIV membutuhkan dukungan yang lebih, dibandingkan perempuan HIV yang lain, oleh karena double stigma yang mereka emban.

Life as a single parent women with HIV positive experienced various stigma in community. This study aimed to obtain a picture stigma felt by single parent women with HIV-positive. This study used qualitative methods with the content analysis approach. The participants ware recruited with purposive sampling. In depth interviews conducted with 13 participants, single parent woman with HIV positive in Bandar Lampung city Lampung province. Data were analyzed by conventional content analysis techniques.
Finding showed five themes, as follows : 1) having an internal stigma, 2) having external stigma and discrimination, 3) having children as a highest life motivator, 4) excessive physical fatigue, 5) having problems in getting started interaction with prospective new life partner.
The finding highlight that single parent women experience double stigma , due in their status as HIV positive and as single parent. The present study suggest that single parent women need more support stsyems, compared with women living with HIV another, because of the double stigma they have.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T46306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinulingga, Elysabeth
"Latar belakang: Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mengalami berbagai masalah setelah terdiagnosa HIV baik secara fisik maupun psikososial. Hal ini menyebabkan ODHA menutup diri agar mereka tak diketahui orang lain karena merasa terstigma. Masalah ini dapat berlanjut ODHA menstigma dirinya dan dapat menularkan HIV lagi bagi pasangannya atau orang lain. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh model intervensi spiritual peka budaya Karo dan menguji model tersebut. Metode penelitian: Tahap I: penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dan kuantitatif. Selanjutnya dikembangkan model intervensi spiritual peka budaya Karo. Mengembangkan intervensi menggunakan metode PATH (Problem – Analysis – Test – Help) yang diusulkan oleh Buunk dan Vugt (2008). Tahap II: uji coba model dengan quasi experiment with control group design. Jumlah sampel kelompok intervensi 60 orang dan 60 orang kelompok kontrol. Hasil: hasil penelitian tahap I di penelitian kualitatif dihasilkan 14 thema, dan hasil kualitatif didapatkan Odds Ratio (OR) dari variable Religiusitas adalah 3,5 (5%CI: 2,324-5,329), artinya warga jemaat GBKP yang religiusitas nya kuat akan mempunyai odds (berisiko) mencegah perilaku penularan HIV sebesar 3,5 kali lebih tinggi dibandingkan warga jemaat GBKP yang tidak memiliki Religiusitas kuat di Kabupaten Karo. Lalu model ini dikembangkan berdasarkan teori cultural care dan masukan dari para pakar. Hasil tahap II: Uji korelasi kanonikal secara kolektif fungsi kanonikal signifikan dengan nilai p = 0,0001 di fungsi 1 dan 0,003 di fungsi 2. Kesimpulan: ada hubungan yang kuat antara intervensi spiritual peka budaya Karo terhadap stres dan stigma. Artinya pemberian intervensi model spiritual peka budaya Karo dengan menambah pengetahuan, dukungan sosial dan dukungan keluarga dapat mengurangi stres dan stigma sebesar nilai korelasinya. Rekomendasi: akan dilakukan studi lanjutan tanggapan perawat untuk persfektif ke ODHA.

Introduction: People living with HIV/AIDS (PLWHA) experience various problems after being diagnosed with HIV, both physically and psychosocially. These problems cause PLWHA to close themselves so that they are not known to others because they feel stigmatised. This problem can cause PLWHA to continue stigmatising themselves and transmit HIV again to their partners or other people. This study aimed to develop a Karo culture-sensitive spiritual intervention model to prevent HIV stigma. Methods: Phase I: this study uses qualitative and quantitative research design. Furthermore, a model of spiritual intervention sensitive to Karo culture was developed. Develop interventions using the PATH (Problem – Analysis – Test – Help) method proposed by Buunk and Vugt (2008). Phase II: model trials with quasi-experiment with control group design. The total sample of the intervention group was 60 people and 60 people of the control group. Result: the results of the phase I study in the qualitative study produced 14 thema, and the qualitative results obtained the Odds Ratio (OR) of the Religiosity variable was 3.5 (5%CI: 2,324-5,329), meaning that GBKP congregation residents whose religiosity is strong will have odds (risk) of preventing HIV transmission behavior by 3.5 times higher than GBKP congregation residents who do not have strong religiosity in Karo Regency. Then this model was developed based on the theory of cultural care and input from experts. Phase II results: Test the canonical correlation collectively of significant canonical functions with p values = 0.0001 in function 1 and 0.003 in function 2. Conclusion: there is a strong link between Karo culture's sensitive spiritual interventions to stress and stigma. This means that the intervention of the Karo culturally sensitive spiritual model by increasing knowledge, social support and family support can reduce stress and stigma by the correlation value. Recommendation: a follow-up study of nurse responses to effectiveness to PLHIV will be carried out."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodorus Hedwin Kadrianto
"Tujuan: mengetahui tingkat pengetahuan, persepsi, sikap, dan tindakan dokter gigi di DKI Jakarta terhadap HIV/AIDS dan prosedur kontrol infeksi, serta kesediaan merawat pasien HIV/AIDS.
Metode: Survei ini memiliki desain potong lintang, dan dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 189 dokter gigi di 15 kecamatan di provinsi DKI Jakarta yang dipilih secara acak. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah dokter gigi yang memiliki pengalaman studi pascasarjana dalam bidang kedokteran maupun kedokteran gigi.
Hasil: Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah (76,7%) dan sikap yang negatif (58,2%), dengan persepsi dan tindakan berada pada tingkat netral. Dari 5 parameter yang diujikan dalam bagian pengetahuan, nilai terendah ditunjukkan pada parameter tatalaksana gigi dan mulut, sedangkan nilai terbaik pada parameter transmisi. Hanya 47,1% responden yang bersedia merawat pasien HIV/AIDS. Alasan utama dokter gigi yang belum bersedia merawat pasien HIV adalah rasa takut akan risiko transmisi dan kurangnya pengetahuan mengenai tatalaksana gigi mulut pada pasien HIV/AIDS. Analisis multivariat menunjukkan sejumlah faktor yang dapat dijadikan prediktor kesediaan merawat pasien HIV/AIDS: persepsi positif (OR 7,26; 95% CI, 1,33-39,72; p = 0,022), sikap netral (OR 6,63; 95% CI, 2,99-14,68; p = 0,000), tidak bekerja di praktik pribadi (OR 3,66; 95% CI, 1,01-13,27; p = 0,048), dan jenis kelamin pria (OR 3,48; 95% CI, 1,36-8,90; p = 0,009).
Kesimpulan: Kesediaan responden penelitian ini paling kuat berkorelasi dengan sikap responden, diikuti persepsi dan tindakan. Pengetahuan berkorelasi dengan persepsi dan sikap; persepsi berkorelasi dengan pengetahuan, sikap, dan kesediaan; sikap berkorelasi dengan pengetahuan, persepsi, tindakan, dan kesediaan; serta tindakan berkorelasi dengan persepsi, sikap, dan kesediaan.

Objectives: The purpose of this study was to assess knowledge, perception, attitudes, and practices of dentists in Jakarta towards HIV/AIDS and infection control procedures, and willingness to treat HIV/AIDS patients.
Methods: A cross-sectional survey was conducted using a self-administered questionnaire toward 189 dentists in 15 subdistricts randomly selected in Jakarta. Dentist with experience of any postgraduate study related to medicine or dentistry was excluded.
Results: Majority of respondents had poor knowledge (76.7%) and attitudes (58.2%), with average level of perception and practices associated with dental treatment for patients with HIV/AIDS. Among 5 topics in the knowledge section, the lowest result was about dental management, while the highest was about HIV transmission. Only 47.1% showed willingness to give dental treatment for patients with HIV/AIDS. Two main reason of refusal reported by the dentists was fear of HIV transmission and lack of knowledge about dental management for HIV/AIDS patients. Multivariate analysis revealed several factors which could be used to predict dentist willingness: positive perception (OR 7.26; 95% CI, 1.33-39.72; p = 0.022), average attitude (OR 6.63; 95% CI, 2.99-14.68; p = 0.000), not working in private practice (OR 3.66; 95% CI, 1.01-13.27; p = 0.048), and male gender (OR 3.48; 95% CI, 1.36-8.90; p = 0.009).
Conclusion: Willingness of dentists in this study had strongest correlation with attitudes, followed by perception and practices. Knowlege was correlated with perception and attitudes; perception was correlated with knowledge, attitudes, and willingness; attitudes was correlated with knowledge, perception, practices, and willingness; and practices was correlated with perception, attitudes, and willingness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yovella Medhira Fujiasti
"Menurunnya kekebalan tubuh serta munculnya kondisi dimana mikroorganisme pathogen mudah menginfeksi membuat penderita HIV-AIDS rentan terkena Penyakit Infeksi Oportunistik yang berujung kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran serta faktor-faktor berhubungan dengan terjadinya penyakit infeksi oportunistik pada pasien HIV dan AIDS di RSU Pengayoman tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Populasi penelitian yaitu seluruh pasien HIV dan atau AIDS di RSU Pengayoman dari tahun 2013 hingga 2017 sebanyak 234 menggunakan teknik total sampling. Data diambil dari ikhtisar pengobatan pasien HIV.
Hasil penelitian menujukkan bahwa proporsi penyakit infeksi oportunistik di RSU Pengayoman tahun 2017 sebesar 63,2 dimana TB Paru merupakan penyakit terbanyak yaitu 40,2 . Keteraturan mengambil ARV, jumlah CD4 saat terdiagnosa HIV, dan jenis kelamin berhubugan dengan penyakit infeksi oprtunistik. Berdasarkan analisis multivariat diketahui keteraturan mengambil ARV berpengaruh secara signifikan terhadap penyakit infeksi oportunstik nilai P = 0,0001 dan risiko penyakit infeksi oportunistik pada pasien yang tidak teratur mengambil ARV 3,9 kali lebih tinggi dibandingkan pasien yang teratur mengambil ARV POR = 3,9 ; 95 CI = 2,07 ndash; 7,4."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmeang, Berliana
"Stigma terhadap ODHA menjadi salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan, perawatan, pengobatan, dan dukungan HIV/AIDS. Pengetahuan mempengaruhi terjadinya stigma terhadap ODHA. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma terhadap ODHA di kalangan remaja usia 15-19 tahun di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia SDKI Tahun 2012 dengan disain cross-sectional. Sampel penelitian sebanyak 8.316 orang total sampling.
Hasil studi menunjukkan 71,63% remaja mempunyai stigma terhadap ODHA, 49,10% remaja mempunyai pengetahuan yang kurang tentang HIV. Pengetahuan yang kurang tentang HIV/AIDS berhubungan dengan stigma terhadap ODHA (PR= 1,210 95% CI: 1,149-1,273) setelah dikontrol oleh keterpaparan media massa. Perlu dilakukan peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS pada remaja guna mengurangi stigma terhadap ODHA.

Stigma towards people living with HIV/AIDS is one of biggest obstacle in HIV/AIDS prevention, treatment, care, and support. HIV/AIDS knowledge affected stigma towards people living with HIV/AIDS. This study aimed to identify the relationship HIV/AIDS knowledge related stigma towards people living with HIV/AIDS among adolescent 15-19 years old in Indonesia. The study used Indonesian Demographic and Health Survey IDHS in 2012 with cross sectional design. Subject of the study were as many as 8.316 persons.
The result showed 71,63% adolescent had stigma towards people living with HIV/AIDS, 49,10% adolescent had lack of HIV/AIDS knowledge. Lack of HIV/AIDS knowledge were significantly related to stigma towards people living with HIV/AIDS (PR= 1,210 95% CI 1,149 1,273) after controlling exposure to mass media. Need to improve HIV/AIDS knowledge among adolescent to reduce stigma towards people living with HIV/AIDS.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragi, Indika Royani
"Pendahuluan. Para penderita HIV diketahui memiliki risiko kanker yang lebih tinggi di banding populasi umum, dan kondisi itu mempengaruhi morbiditas dan mortalitas populasi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran prevalensi ADC dan NADC selama 8 tahun terakhir di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia.
Metode. Penelitian ini menggunakan 149 sampel yang diambil secara konsekutif. Karakteristik demografis yang dinilai yaitu jenis kelamin, usia, faktor risiko, CD4+, terapi ARV, stadium kanker dan obat ARV yang diberikan.
Hasil. Dari seluruh pasien didapatkan Limfoma Non Hodgkin (LNH) sebagai kanker terbanyak, yaitu 45 pasien (30%) dari seluruh kanker dan diikuti kanker serviks sebanyak 30 (20%) pasien. Kanker tipe NADC terbanyak meliputi kanker tipe sarkoma dan kanker hati sebanyak masing masing 10 (6%) dari seluruh kasus. Sebanyak 119 (79,9%) pasien memiliki usia kurang dari 50 tahun dan 82 (55,03%) dalam terapi ARV. CD4+ pada 102 (68,46%) pasien berada dibawah 200 sel/uL dan CD4+ > 350 sel/uL dimiliki oleh 16 (17,45%) pasien.
Simpulan. Pada penelitian kami, didapatkan ADC lebih banyak dari NADC (87 vs 62). Peningkatan terapi ARV, skrining kanker dini dan tatalaksana komorbiditas akan membantu peningkatan kualitas hidup dan kesintasan terkait kanker pada pasien HIV.

Introduction. Patients with HIV are known to possess a higher risk of malignancy compared to the general population. The purpose of this study was to get an overwiew of the prevalence of ADC and NADC over the last 8 years at Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta, Indonesia.
Methods. This study used 149 samples consecutively. Demographic characteristics assessed were sex, age,risk factors, CD4+, ARV therapy, malignancy stadium and ARV consumed.
Results. Of all patients, Non-Hodgkin’s Lymphoma (LNH) was the most common malignancy with 45 patients (30%) of all cancers, followed by cervical cancer with 30 patients (20%). Most common NADC included sarcoma type cancer and liver cancer each with 10 patients (6%) of all cases. One-hundred and nineteen patients (79.9%) were younger than 50 years old and 82 patients (55.03%) were taking ARV therapy. Serum CD4+ count in 102 patients (68.46%) were <200 cells/uL and 16 patients (17.45%) had CD4+ count >350 cells/uL.
Conclusion. In our study, the number for ADC was larger than NADC (87 vs 62). Increasing ARV therapy, early cancer screening and management of comorbidities will help improve the quality of life and cancer-related survival in HIV patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Salsabila
"Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem imun dengan tahap akhir berupa AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Penyebab kematian pada penderita HIV dapat dikelompokkan menjadi terkait AIDS dan tidak terkait AIDS. Sejak digencarkannya pemberian ARV, beberapa penelitian menunjukkan penurunan tren mortalitas serta perubahan tren penyebab mortalitas menjadi penyakit yang tidak terkait dengan AIDS. Penelitian terbaru diperlukan untuk mengevaluasi penyebab kematian pada pasien HIV rawat inap di RSCM selama periode 2020-2023. Metode Penelitian deskriptif observasional dengan metode kohort retrospektif ini menggunakan data rekam medis rawat inap RSCM periode Juli 2020-Juni 2023. Variabel yang diamati diantaranya adalah luaran, status terapi ARV, dan penyebab kematian. Hasil Dari total 497 pasien yang dianalisis dalam penelitian ini, proporsi mortalitas pasien sebesar 21,1% dengan proporsi tertinggi pada tahun 2020 (25,9%) dan mengalami penurunan hingga tahun 2023. Penyebab mortalitas didominasi oleh penyebab terkait AIDS (76,2%), dengan penyebab terbanyak berupa syok sepsis (20%). Sebanyak 81,6% pasien yang tidak pernah/putus terapi ARV mengalami kematian akibat penyebab terkait AIDS. Kesimpulan Proporsi mortalitas pasien HIV rawat inap RSCM mengalami penurunan dari tahun 2020 hingga 2023. Penyebab mortalitas masih didominasi oleh penyebab terkait AIDS, khususnya pada kelompok tidak pernah/putus terapi.

Introduction Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a virus that attacks the immune system, with the final stage being Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). The causes of death in HIV patients can be categorized as AIDS-related and non-AIDS-related. Since the intensification of ARV administration, several studies have indicated a shift in the trend of mortality causes towards non-AIDS related cause of death. New research is needed to evaluate the causes of death in HIV inpatients at RSCM during the period 2020-2023. Method This observational descriptive study with a retrospective cohort design utilizes medical records data of hospitalized patient at RSCM from July 2020 to June 2023. Observed variables include outcomes, ARV therapy status, and causes of death. Results Of the total 495 patients analyzed in this study, the patient mortality rate was 21.1%, with the highest mortality rate in 2020 (25,9%) and continue to decrease until 2023. Mortality causes were predominantly AIDS-related (76,2%), with the most common cause being septic shock (20%). A total of 81,6% of patients who never/discontinued ARV therapy experienced death due to AIDS-related causes. Conclusion The proportion of mortality in HIV inpatients at RSCM has decreased from 2020 to 2023. The causes of mortality are still predominantly AIDS-related, especially in the group with no/interrupted therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Octaviana
"Pendahuluan: Prevalensi neuropati sensorik HIV (NS-HIV) di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2006 adalah 33%, saat seluruh pasien mendapatkan terapi antiretroviral (ARV) stavudine. Walaupun stavudine tidak digunakan lagi, pasien masih mengeluhkan gejala NS-HIV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan NS-HIV dan nyeri neuropatik; kadar kemokin CCL5 plasma dan antibodi IgG CMV pada NS-HIV dan nyeri neuropatik. Tujuan lain adalah untuk mengetahui dan gambaran intra-epidermal nerve fiber density (IENFD) dan makrofag CD14+ perineural pada NS-HIV.
Metode: Penelitian potong lintang yang dilakukan di RSCM pada tahun 2015-2017. Didapatkan 197 pasien HIV dalam terapi ARV tanpa stavudin >12 bulan. NS-HIV ditegakkan berdasarkan The AIDS Clinical Trial Group Brief Peripheral Neuropathy Screening Tool (ACTG-BPNST/BPNST), sedangkan nyeri neuropatik dinilai menggunakan kuesioner Douleur Neuropathique 4 (DN4). Dilakukan pengambilan darah untuk mengukur hitung sel T CD4+, viral load, CCL5, antibodi IgG CMV. Dilakukan pemeriksaan nerve conduction study (NCS) dan Stimulated SkIin Wrinkle (SSW) test. Biopsi kulit dilakukan pada 9 pasien NS-HIV dan 5 pasien tanpa NS (NS-) untuk menilai intra-epidermal nerve fiber density (IENFD) dan makrofag CD14+ perineural dan dibandingkan kontrol sehat.
Hasil: Prevalensi NS-HIV adalah 14,2% sedangkan prevalensi nyeri neuropatik 6,6%. Faktor yang berhubungan dengan NS-HIV adalah viral load >500 kopi/ml dan meningkatnya usia. Faktor yang berhubungan dengan nyeri neuropatik adalah penggunaan ARV Protease Inhibitor (PI) dan durasi ARV< 2 tahun. Kadar CCL5 plasma dan antibody IgG CMV tidak berhubungan terhadap NS-HIV dan nyeri neuropatik. Median IENFD pada pasien NS-HIV lebih rendah dibandingkan pasien HIV tanpa neuropati (3 vs 5,8 /mm2); median IENFD pasien HIV dengan dan tanpa neuropati sensorik lebih rendah dibandingkan kontrol sehat (11,2/mm2). Empat dari lima pasien NS-HIV dengan INEFD rendah mempunyai hitung CD4+ nadir yang rendah. Makrofag CD14+ dapat diidentifikasi perineural pada pasien NS-HIV dan pasien HIV tanpa neuropati sensorik.
Kesimpulan: Prevalensi NS-HIV menurun jauh saat stavudin tidak lagi digunakan. Prevalensi nyeri neuropatik lebih rendah dari prevalensi NS-HIV. Meningkatnya usia dan terdeteksinya viral load berhubungan dengan NS-HIV; PI dan durasi penggunaan ARV yang lebih pendek berhubungan dengan nyeri neuropatik. IENFD pasien HIV lebih rendah dibandingkan kontrol sehat. Pasien NS-HIV dengan IENFD rendah memiliki hitung CD4+ nadir yang rendah. Makrofag CD14+ perineural di epidermis dapat diidentifikasi pada pasien HIV dengan dan tanpa neuropati sensorik.

Introduction: Prevalence of HIV associated sensory neuropathy (HIV-SN) in Cipto Mangunkusumo Hospital (CMH) was 33% in 2006 where all patients used stavudine. Despite stavudine use has been reduced; some patients still complain the symptom of HIV-SN. This study aimed to explore the prevalence and associated factors of HIV-SN and neuropathic pain; to know plasma CCL5 chemokine level and CMV IgG antibody in HIV-SN and neuropathic pain; to study the pattern of intra-epidermal nerve fiber density (IENFD) and perineural CD14+ macrophage in HIV-SN.
Method: It was a cross sectional study carried out at CMH from 2015 until 2017. We tested 197 HIV patients who had antiretroviral treatment (ART) without stavudine for >12 months. The AIDS Clinical Trial Group Brief Peripheral Neuropathy Screening Tool (ACTG-BPNST/BPNST) and Douleur Neuropathique 4 (DN4) questionnaire were used to assess HIV-SN and neuropathic pain respectively. Nerve conduction study (NCS) and Stimulated Skin Wrinkle (SSW) test were performed. The current CD4+ T-cell counts, viral load, CCL5 and IgG CMV antibidoy were measured. Skin biopsy was performed in 5 HIV-SN and 9 HIV-NoSN to assess IENFD and CD14+ macrophage compare to healthy control subjects.
Result: The prevalence of HIV-SN was 14.2% and neuropathic pain was 6.6%. Viral load >500 copies HIV-RNA/ml and increasing age were associated with HIV-SN, while protease inhibitor (PI) and ART duration<2 years were associated with neuropathic pain. CCL5 plasma level and CMV IgG antibody were not associated with HIV-SN and neuropathic pain. IENFDs in HIV-SN were lower than HIV-NoSN (3 vs 5.8/mm2, respectively); IENFDs in HIV patients generally were lower than healthy control (11.2/mm2). Four of 5 HIV-SN patients with low IENFD had low nadir CD4+ T-cell count. CD14+ macrophage can be identified around the nerves of both HIV-SN and HIV-NoSN patients.
Conclusion: Prevalence of HIV-SN in the era without stavudine is lower. Prevalence of neuropathic pain is lower than prevalence of HIV-SN. Increasing age and detectable viral load are associated with HIV-SN; PI and shorter duration of ART are associated with neuropathic pain. IENFDs in HIV patients are lower than healthy control. HIV-SN patients with low IENFD tend to have low nadir CD4+ T-cell count. CD14+ macrophage is present in both HIV patients with and without sensory neuropathy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evan Rivana
"ABSTRAK
Latar belakang: Risiko terjadinya tuberkulosis TB pada pasien HIV adalah 20 dan 37 kali lebih besar dibandingkan pada mereka yang tidak terinfeksi HIV dan menyebabkan kematian sebesar 25 . Organisasi kesehatan dunia WHO telah merekomendasikan penggunaan isoniazid sebagai pencegahan TB bagi pasien HIV, namun bukti yang menyatakan efektivitasnya pada populasi di Indonesia setelah 3 tahun belum ada.Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan besar sampel sebesar 20 orang pasien HIV yang telah menerima IPT yang berobat ke poliklinik VCT Penyakit Dalam RS Persahabatan periode Juli 2016-Februari 2017. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan penunjang, kemudian didata faktor-faktor demografinya. Data yang diperoleh diolah secara deskriptif.Hasil: Angka kejadian TB pada pasien HIV yang telah mendapat IPT sebesar 20 , 3 diantaranya 75 TB-MDR. Subjek yang terkena TB 75 berusia antara 18-40 tahun, seluruhnya berjenis kelamin laki-laki dan berpendidikan SD-SMA dengan 75 berpendapatan
ABSTRACT Background The risk of having tuberculosis TB in HIV patients is 20 to 37 times higher than normal population, and causes 25 of death in HIV. World Health Organization WHO recommends isoniazid as a preventive therapy IPT for TB in HIV patients. However, to date, no study has proven the effectivity of IPT in HIV patients in Indonesia after 3 years.Methods A cross sectional study was conducted. Twenty HIV patients who had received IPT from VCT outpatient clinic, Persahabatan Hospital from July 2016 to February 2017 were recruited. Subjects undergone anamnesis and supporting examination and the demographic factors related to TB were recorded. Data then analyzed using descriptive statistics.Results The rate of TB in IPT given HIV patients was 20 , 3 of which 75 were MDR TB. Seventy five percent of the subjects were 18 40 years old, all were male and low educated, and 75 had "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Winarto
"Infeksi HIV terus bertambah. Angka kesakitan dan angka kematian infeksi HIV dapat dihambat dengan terapi ARV. Terapi ARV efektif menekan viral load namun dapat menimbulkan dampak ketidaknyamanan. Kenyamanan spiritual merupakan aspek sentral untuk kesehatan. Pengkajian kenyamanan spiritual digunakan untuk menentukan masalah keperawatan. Penelitian ini ditujukan untuk membentuk instrumen kenyamanan spiritual pada pasien HIV positif. Metode penelitian menggunakan mixed methode. Hasil penelitian kenyamanan spiritual pasien HIV terdapat tiga faktor kenyamanan spiritual yaitu intrapersonal, interpersonal dan transpersonal. Instrumen kenyamanan spiritual pasien HIV positif valid dan reliabel untuk digunakan. Hasil respon regulator tekanan darah sistolik dan denyut jantung berhubungan dengan kenyamanan spiritual dengan tekanan darah sistolik dapat mendeteksi kenyamanan spiritual pada faktor intrapersonal (sensitivitas 70,8%), faktor interpersonal (spesivisitas 70,4%) dan faktor transpersonal (spesivisitas 81,5%). Uji diagnostik perubahan denyut jantung dapat mendeteksi kenyamanan spiritual pada faktor intrapersonal (sensitivitas 60%), faktor interpersonal (spesivisitas 61,5%) dan faktor transpersonal (spesivisitas 80,8%).

The infection of HIV increases continuously with morbidity and mortality rates can be inhibited through the provision of ARV therapy. Giving ARV therapy suppresses effectively the viral load even though it has an impact on patients' discomfort. However, spiritual comfort is a central aspect in health care. Therefore, spiritual comfort needs to be determine nursing problems. This research intended to produce a spiritual comfort instrument to patients with HIV positive. The research used a mixed-method. The HIV patients' spiritual comfort consisted of three factors which are intrapersonal, interpersonal and transpersonal. The instrument of spiritual comfort for patients with HIV positive valid and reliable to use.  The regulator response of systolic blood pressure and heart rate related to the spiritual comfort. The systolic blood pressure detect the spiritual comfort for intrapersonal factor 70.8% sensitivity, interpersonal factor 70.4% specificity, and transpersonal factor 81.5% specificity. The heart rate changes in diagnostic test detect spiritual comfort in intrapersonal factor 60% sensitivity, interpersonal factor 61.5% specificity, and transpersonal factor 80.8% specificity."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
D2580
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>