Ditemukan 94523 dokumen yang sesuai dengan query
Andrea Arimurti
"Penelitian dalam skripsi ini adalah mengenai keabsahan perceraian yang dilakukan melalui layanan pesan singkat (sms). Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif yang sepenuhnya mempergunakan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Saat ini di masyarakat sudah muncul fenomena perceraian atau penjatuhan talak yang dilakukan melalui sms seiring dengan perkembangan teknologi.
Maka dari itu hal ini perlu diteliti lebih lanjut apakah perceraian atau penjatuhan talak yang dilakukan melalui sms ini sudah sesuai dengan perundangundangan yang berlaku, yakni UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan juga Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan pasal 39 UU Perkawinan No . 1 Tahun 1974 dan pasal 113 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perceraian maupun penjatuhan talak hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan sudah berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak namun tidak berhasil.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perceraian maupun penjatuhan talak yang dilakukan melalui layanan pesan singkat adalah tidak sah kecuali kedua belah pihak kemudian mengurus hal tersebut di Pengadilan. Dalam kasus pun Hakim terlihat terlalu buru-buru dalam menetapkan putusan karena bukti yang diajukan sebenarnya tidak cukup lengkap untuk membuktikan bahwa Tergugat benar mengirimkan SMS yang berisi talak kepada Penggugat.
Research in this thesis is about the validity of the divorce via short message service. This research is a juridical normative legal reseach using library research approach with written legal norms and case study. The divorce is evolve with the development of technology that makes a phenomenon of divorce via short message service.Therefore, it needs to be further investigated, whether the divorce via sort message service is in accordance with the Marriage Law No. 1 of 1974 and also the Compilation of Islamic Law. According to Article 39 of the Marriage Law No. 1 of 1974 and Article 113 Compilation of Islamic Law stated that a divorce can only be done at the Court after the Ccourt had tried to reconcile both of sides, but did not work.Based on this research, it can be conclude that the divorce done through short message services is invalid unless both sides then took the matter to the Court. In this case, the judge look too quick take a decision because the evidence presented on the Court was not complete enough to prove that there is an sms containing a request to divorce."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65776
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nabilah Karimah
"Tujuan perkawinan adalah untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin, namun seringkali belum mempunyai keturunan dijadikan sebagai alasan mengajukan perceraian ke pengadilan. Penelitian ini menganalisa pertimbangan hukum dan putusan hakim Pengadilan Agama pada Putusan Pengadilan Agama Cilegon No. 164/Pdt.G/2012/PA.Clg dan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0300/Pdt.G/2013/PA.Dpk dalam memutus perkawinan yang menjadikan belum mempunyai keturunan sebagai alasan perceraian ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analisis dan metode analisis data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum mempunyai keturunan sebagai alasan perceraian dapat digunakan untuk mengajukan permohonan bercerai di Pengadilan Agama apabila hal tersebut dibuktikan telah menimbulkan ketidakrukunan dalam rumah tangga. Hakim menjadikan penjelasan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam sebagai dasar perceraian.
The purpose of marriage is to achieve happiness, but there are some case where not having any child used as a reason to get divorce. This research analyzes the legal considerations and religious court judge's decision on Cilegon Religious Court No. 164/Pdt.G/2012/PA.Clg. and Decision of Depok Religious Court No. 0300/Pdt.G/2013/PA.Dpk. in deciding marriage divorce where not having any child used as a reason to get divorce, from the perspective of the law and regulation applied in Indonesia. The author conducted research using normative juridical approach to the specification of descriptive analysis and qualitative data analyzing methods.The results show that not having any child can be used as a reason to apply for a divorce in court if it is proved that the reason has caused disharmony in the household. The judge makes the explanation of Article 39 paragraph (2) of Act 1 of 1974 jo. Article 19, point (f) of Government Regulation No.9 of 1975 and Section 116 letter (f) Compilation of Islamic law as the basis for divorce."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55713
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yurra Maurice Adhitya Rendra
"Suatu perceraian tidak berakibat hilangnya kewajiban orang tua untuk tetap memberi nafkah kepada anak-anaknya sampai dewasa. Meskipun telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan namun masih banyak orang tua yang tidak melaksanakan kewajibannya terhadap nafkah anak. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian terhadap nafkah anak, faktor-faktor apa saja yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menentukan kewajiban bapak memberikan nafkah anak, apakah pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat dan Depok dalam Putusan No.605/Pdt.G/2010/PAJB, dan Putusan No. 226/Pdt.G/2008/PA Dpk telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, upaya hukum apa yang dapat ditempuh jika tidak dilaksanakannya putusan pengadilan dan apakah ada sanksi yang mengatur. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan penelitian kepustakaan dengan data sekunder yang ditunjang dengan wawancara. Di dalam Hukum Islam, UU No.1/1974, dan Kompilasi Hukum Islam apabila terjadi perceraian maka nafkah anak ditanggung oleh ayah menurut kemampuannya, jika ayah tidak mampu maka ibu ikut memikulnya. Faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menentukan nafkah anak adalah dilihat dari kemampuan ekonomi ayah berkaitan dengan pekerjaan, gaji dan tanggungan lainnya. Putusan Pengadilan Agama Nomor 605/Pdt.G/2010/PAJB dan Nomor 226/Pdt.G/2008/PA Dpk telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu berdasarkan Hukum Islam, UU No.1/1974 dan KHI. Upaya yang dapat ditempuh oleh ibu jika ayah tidak membayar biaya nafkah maka ibu dapat memohonkan kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutuskan proses perceraian untuk mengeluarkan surat perintah sita eksekusi. UU No.1/1974 maupun KHI tidak ada ketentuan yang mengatur masalah sanksi yang dapat diterapkan terhadap ayah yang tidak melaksanakan kewajibannya memberi nafkah. Khusus Pegawai Negeri Sipil berdasarkan PP No.10 Tahun 1983 Jo PP No.45 Tahun 1990, jika terjadi perceraian maka sepertiga dari gaji ayah akan dipotong untuk nafkah anak.
A divorce shall not deprive the parent’s obligation to provide their children livelihoods up to adulthood. Notwithstanding regulated in various laws and regulations there are still many parents who do not carry out such obligations. The main issue of this study is to study the legal consequences of divorcement because on children living, what factors that are being considered by judge in determining father’s obligation in providing children livelihoods, whether the consideration of Jakarta Barat and Depok Religious Court Judges in Verdict No.605 / Pdt.G/2010/PAJB, and Decision No. 226/Pdt.G/2008/PA Dpk are in compliance with the applicable regulations, what legal action that can be taken if such decision is not being properly implemented and are there any sanctions involved. The research method used within this study is a normative legal research method that is conducted by research literature using secondary data, supported by interviews.In the Islamic Law, Law No.1/1974 and compilation of Islamic law in the event of divorce, the children livelihood shall be borne by the father in accordance to his ability, if the father is not able to provide such obligation, then the mother shall have the obligation as well. The factors which the judge considered in determining the child livelihoods are seen from the father’s economic ability in connection with the occupation, salary and other dependents. Religious court verdict No. 605/Pdt.G/2010/PAJB Number and No. 226/Pdt.G/2008/PA Dpk are already in accordance with the applicable regulations based on Islamic Law, Law No.1/1974 and KHI. The Legal Action that can be taken by the mother if the father does not fulfill his obligation is by submitting plead to the Chairman of the Religious Court who decided the divorcement process to issue the writs of execution foreclosure. Either Law No.1/1974 or KHI have the provision governing the sanctions that can be applied to the father who does not carry out his obligation to provide livelihoods. Special for Civil Servants based on Government Regulation / PP No. 10 of 1983 Jo PP No.45 of 1990, in the event of divorce then one third of father’s salary shall be deducted for the children livelihoods."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mohammad Naufal
"Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan, tetapi mempertahankan keluarga yang tidak mudah. Penulis tertarik untuk menuliskan karya ilmiah ini supaya para pembaca, masyarakat, terutama pasangan suami-istri dapat meminimalisasi terjadinya perceraian. Rumusan masalah dalam perjanjian ini adalah bagaimana pengaturan Hukum Perkawinan dan Perceraian menurut ketentuan hukum Islam dan hukum positif di Indonesia? Bagaimana dampak talak satu yang dijatuhkan suami kepada istrinya menurut hukum Islam? Bagaimana penerapan hukum Islam dan pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur nomor: 2469/Pdt.G/2019/PA.JT?. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut dilakukan kajian hukum dan metode penelitian yang digunakan adalah analisis normatif. Pengaturan perkawinan dan talak yang telah dilakukan oleh pemohon sudah sah secara agama dan hukum, pemohon hanya membayar mut’ah senilai dan nafkah selama masa ‘iddah sesuai dengan keteapan Majelis Hakim. Pertimbangan Majelis Hakim terkait dengan adanya pemberian mut’ah dari Pemohon kepada Termohon untuk memberikan kepastian hukum bahwa Pemohon dengan sengaja ingin mengajukan permohonan talak dan mengucapkan talak kepada Termohon di sidang Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Marriage is an outer and inner bond between a man and a woman as husband and wife, aiming to form a happy and eternal family based on divinity, but maintaining a family that is not easy so that divorce arises. The main question in this agreement is whether the contents of Amar's decision regarding the divorce between the Petitioner and the Respondent, PA Jakarta Timur Number: 2469/Pdt.G/2019/PA.JT Dated June 24, 2019 — Plaintiff against the Defendant, are consistent with the editorial rules. Impact of Islamic Law and the Decision of the Religious Courts PA Jakarta Timur Number 2469/Pdt.G/2019/PA.JT Dated June 24, 2019 — Plaintiff versus Defendant Against the Marriage Situation of the Petitioner and the Respondent. To answer the main question, a study of regulatory law was carried out and the nature of the study used was descriptive analysis, the data used were secondary data, qualitative data analysis, and drawing conclusions. The conclusion from the analysis is that the Panel of Judges should allow the Petitioner to impose a divorce one ba'insugra which is the type of divorce that will be handed down later at the trial of pronouncing the divorce vows held at the East Jakarta Religious Court in accordance with the provisions of the Islamic Law Compilation. This, according to the author, is to provide clear certainty to the Petitioner who wishes to return with the Respondent, this can be done by means of a new marriage contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hani Regina Sari
"Dalam suatu perkawinan terkadang timbul permasalahan yang bisa mengakibatkan terjadinya perceraian pada pasangan suami istri. Setelah perceraian, timbul permasalahan hak asuh anak pada pasangan yang mempunyai anak dalam perkawinannya. Hak untuk mengasuh anak yang masih di bawah umur biasanya jatuh kepihak ibu. Namun dalam kasus tertentu, hak asuh tersebut bisa jatuh kepihak ayah. Penelitian ini akan membahas mengenai pemberian hak asuh atas anak di bawah umur kepada orang tua laki-laki (Ayah) yang terjadi akibat perceraian. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tinjauan hukum dalam menentukan hak asuh bagi anak di bawah umur yang jatuh kepada orang tua laki-laki (ayah) akibat perceraian dan aspek hukum yang ditimbulkan dari putusan perceraian yang telah berkuatan hukum tetap dan hak asuh anak yang telah diputuskan kepada orang tua laki-laki (ayah) (studi kasus) putusan Pengadilan Negeri Nomor 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatifdengan tipologi penelitian deskriptif evaluatif. Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa Hakim memberikan hak asuh anak di bawah umur kepada sang ayah, dikarenakan beberapa faktor salah satunya adalah ibu tidak merawat dan mengurus anak-anaknya. Hakim memutuskan perkara ini dengan memperhatikan hal-hal yang bertujuan mementingkan lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tersebut dikemudian hari.
In a marriage, sometimes problems arise that can lead to divorce for married couples. After a divorce, child custody issues arise for couples who have children in their marriage. The right to care for a minor usually falls on the mother's side. However, in certain cases, the custody may fall on the father's side. This study will discuss the provision of custody of minors to male parents (father) which occurs as a result of divorce. The problem raised in this study is the legal review in determining custody of minors who fall to male parents (father) due to divorce and legal aspects resulting from divorce decisions that have permanent legal force and custody of children who have it was decided to the male parent (father) (case study) District Court decision Number 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. To answer this problem, a normative juridical research method with a descriptive evaluative typology was used. The results of the study concluded that the Judge gave custody of underage children to the father, due to several factors, one of which was that the mother did not care for and take care of her children. The judge decided this case by taking into account things that were aimed at promoting the environment, growth and development of these children in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Puspa Meidyana
"Perkawinan merupakan salah satu dari peristiwa penting yang harus dicatatkan. Pencatatan perkawinan sendiri merupakan salah satu syarat perkawinan sebagaimana dalam Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan. Apabila perkawinan tersebut tidak dicatatakan maka perkawinan tersebut hanya sah menurut hukum agamanya. Dalam perkawinan tentu tidak selamanya berjalan lurus, tentu akan terjadi suatu perselisihan dan pertengkaran. Dari perselisihan dan pertengkaran ini terkadang berujung pada suatu perceraian. Pada Undang-Undang No 1 Tahun 1974 sebenarnya mensukarkan suatu perceraian. Namun perceraian tersebut boleh apabila memenuhi alasan sebagaimana dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975. Dalam pencatatan perceraian membutuhkan akta perkawinan sebagai salah satu syarat agar diterbitkannya akta perceraian hal ini dapat pula dilihat dalam Pasal 75 Peraturan Presiden No 25 tahun 2008. Penerbitan akta perceraian tanpa akta perkawinan tidak sesuai dengan Pasal 75 Peraturan Presiden 25 Tahun 2008 sebab akta perceraian harus membubuhkan No Kutipan Akta Perkawinan.
Marriage is one of a important occurance that should be registered. Marriage Registraton is one of the legal requirements ruled by the Law Number 1 Year 1974 about Marriage article 2. A unregistered marriage is only valid according to religious law. A marriage sometimes there is a conflict that leads to a divorce. The Law Number 1 Year 1974 is disallow the occurrence of a divorce. The divorce is allowed if the fulfillment of the reasons as in Article 19 of Government Regulation Number 9 Year 1975. In the registration of divorce a marriage certificate is one of the requirement can also be seen in Article 75 of Presidential Regulation No. 25 of 2008. Publishes Divorce Certificate without Marriage Certificate is a falacy and make inconsistant law because prefer in article 75 on President Regulation Number 25 Year 2008 a divorce certificate must attach a Number on Marriage Certificate. The Issuance of a Divorce Certificate without Marriage Certificate it is not in accordance with Article 75 of Presidential Regulation 25 Year 2008 because The Divore Certificate must affix Number of Marriage Certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tri Astuti Handayani
"Perkawinan yang didasari niat baikpun kadang harus kandas dalam suatu perceraian yang tidak diinginkan oleh siapapun, yang akhirnya akan berujung pada perpisahan antara dua insan, dua keluarga dan kemudian pemisahan atas harta yang mungkin telah mereka nikmati bersama sebelumnya. Harta dari suami dan istri yang selama ini dikenal secara otomatis menjadi harta bersama apabila terjadinya suatu perkawinan kemudian menjadi dilema. Menurut Jumhur Ulama tidak dikenal adanya harta bersama kecuali dengan adanya perkongsian atau syarikat, demikian pula dalam Al Qur'an IV:32 dinyatakan bahwa ...bagi laki-laki ada harta kekayaan perolehan dari hasil usahanya sendiri dan bagi wanita ada harta kekayanaan perolehan dari usahanya sendiri. Selama ini apabila terjadi pembagian harta bersama tidak menjadi bermasalah apabila sang suami yang berusaha dan berupaya untuk mencari nafkah karena memang tugas dan tanggungjawabnya sebagai suarni, tetapi kemudian menjadi bermasalah apabila sang istri yang seharusnya hanya bertugas mengurus rumah tangga berperan ganda sebagai pencari nafkah juga, lalu terjadi perceraian.
Berdasarkan analisis deret waktu atas kasus yang diteliti, terlihat bahwa harta yang ada sebenarnya mayoritas milik sang istri, tetapi putusan hukum menentukan bahwa harta seluruhnya harus dibagi dua. Gambaran yang didapat secara garis besar adalah bahwa sistem peradilan yang mengatur pembagian harta Gono gini harus dikaji ulang guna mendapatkan aturan dan putusan hukum yang adil dan pasti.
Sometimes a good will of marriage can be felt down into a divorce which is unwanted by anyone in this world. Divorce means separation between two human being, two family, and then followed by property acquired jointly which is possible had been enjoyed together before. We used to know that husband's and wife's earnings property as a common property but when they get divorce it becomes a dilemma. According to unknown Jumhur Scholar of Islam, he said that there is no common property in marriage and it is also stated clearly in Al Qur'an IV: 32" for men they have their own property from their own earnings and for women they have their own property from their own earnings too. This issue will not be emerge when a couple got divorce because only the husband who become the breadwinner. But most of the cases, it will be emerge because the wife has become the breadwinner too.Based on the time series of analysis of the case that is being examined, it seems that the property belongs to the wife. But, legal decision say different, it was stated that the property should be share equally between husband and wife. The analysis lead us to a description that a Judicature System which is regulate the property acquired jointly must be re-examine to get equitable regulation for the couple."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18118
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hanna Citra Anafi
"Tingginya tingkat perceraian di Indonesia menimbulkan kekhawatiran terhadap kehidupan anak-anak korban perceraian. Berdasarkan UU Perkawinan, kewajiban orang tua dalam memelihara dan mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya tetap berjalan meskipun orang tua telah bercerai. UU Perlindungan Anak juga menyebutkan kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak. Melaksanakan tanggungjawab sebagai orang tua dalam mengasuh anak tentunya membutuhkan biaya, baik biaya hidup maupun biaya pendidikan. Oleh karena itu tunjangan anak merupakan hal penting dalam hal pemenuhan hak anak agar anak dapat tumbuh dan berkembang demi masa depannya. Demi perkembangan hukum, melalui penelitian ini dilakukan perbandingan dengan negara lain, yaitu Australia, salah satu negara yang mempelopori sistem tunjangan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mengenai tunjangan anak sebagai kewajiban orang tua akibat perceraian berdasarkan ketentuan yang ada di Indonesia dan Australia. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran umum tentang kewajiban orang tua akibat perceraian yang ada di Indonesia dan Australia serta menambah ilmu pengetahuan tentang tunjangan anak sebagai kewajiban orang tua akibat perceraian dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis–normatif dengan melakukan studi pustaka terhadap data sekunder. Di Indonesia, belum ada penghitungan secara pasti mengenai jumlah tunjangan anak beserta pemungutannya kecuali bagi Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, belum ditemukan konsekuensi yang efisien terhadap orang tua yang tidak memenuhi kewajibannya setelah perceraian. Berbeda dengan Australia, negara tersebut sudah memiliki sistem mengenai tunjangan anak setelah perceraian. Dimulai dari adanya departemen yang khusus bertugas untuk menangani penagihan tunjangan anak, formula untuk menghitung jumlah tunjangan anak yang harus dibayarkan, serta berbagai konsekuensi yang akan dihadapi oleh orang tua sebagai upaya pemaksaan agar tunjangan anak dibayarkan. Melalui analisis terhadap putusan pengadilan di kedua negara tersebut, menunjukkan bahwa lebih mudah untuk meninggalkan kewajiban orang tua di Indonesia dibandingkan dengan di Australia.
The high divorce rate in Indonesia raises concerns about the lives of children who are victims of divorce. Based on the Marriage Law, the obligation of parents to care and educate their children as well as possible continues even though the parents are divorced. The Child Protection Law also mentions the obligations of parents in fulfilling children's rights. Carrying out parental responsibilities in raising children certainly requires costs, both living expenses and educational costs. Therefore, child support is essential in terms of fulfilling children's rights so they can grow and develop for their future. For the sake of legal development, this research makes a comparison with other countries, namely Australia, one of the countries that pioneered the child support system. This study aims to learn about child support as a parent's obligation due to divorce based on the provisions in Indonesia and Australia. The expected benefits of this research are to provide an overview of parental obligations due to divorce in Indonesia and Australia and to increase knowledge about child support as a parent's obligation due to divorce by using legal research methods juridical-normative by conducting literature studies on secondary data. In Indonesia, there is no exact calculation regarding the amount of child support and its collection except for civil servants. In addition, efficient consequences for parents who do not fulfill their obligations after divorce have not been found. Unlike Australia, the country already has a system regarding child support after divorce. Starting from a department specifically tasked with handling child support collection, a formula for calculating the amount of child support that must be paid, as well as the various consequences that parents will face in an effort to force child support to be paid. Through an analysis of court decisions in both countries, it is shown that it is easier to abandon parental obligations in Indonesia than in Australia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arliyani Hidayati
"Skripsi ini membahas perceraian dengan alasan suami menuduh isteri berzina disertai penyangkalan anak dan apakah pemeriksaan perceraian Li?an dalam Putusan Nomor:xxxx/Pdt.G/2010/PA.Slw telah sesuai dengan ketentuan Hukum Islam, lalu bagaimana kedudukan anak Li?an beserta akibat hukum suami istri berdasarkan Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Skripsi ini dibuat berbentuk yuridis-normatif menggunakan metode deskriptif analitis. Dapat disimpulkan bahwa Suami menuduh istrinya berzina harus melihat dengan mata kepalanya sendiri tidak bisa hanya berdasarkan prasangka dan kecemburuan semata, tetapi tidak dapat membuktikannya dengan empat orang saksi maka dilakukan sumpah li'an sesuai Al-Qur'an surat an-Nur ayat 6 sampai ayat 9. Berakibat suami istri bercerai untuk selamanya dan anak bernasab kepada istri, suami tidak wajib memberi nafkah.
This research discusses divorce by reason of the husband accuses his wife of adultery with the child and whether the denial of inspection Li'an divorce in Decision No. xxxx/Pdt.G/2010/PA.Slw in accordance with the provisions of Islamic law, and how the position of the child Li'an husband and wife and their legal consequences based on Islamic Law and Law No. 1 of 1974. This research paper is composed form of juridical-normative descriptive analytical method. It can be concluded that the husband accuses his wife of adultery should look eye his own head could not only based on prejudice and jealousy alone, but can not prove it by four witnesses then made oath according Li'an the Qur'an's vein an- Nur verse 6 to verse 9. Resulted divorced husband and wife and children and for nasab to the wife, the husband is not obliged to make a living."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45284
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Asmuni
"Sampai hari ini, masyarakat Islam di seluruh dunia, meyakini bahwa akad nikah mempunyai makna yang sakral. Pelaksanaannya dilakukan dalam suasana hikmat dan dalam satu majlis pernikahan. Peelaksanaan akad nikah sangat formalistik dan verbalistik. Pelaksanaan talak atau cerai dalam perspektif ulama klasik sangat bebas dan tergantung kepada kehendak suami, sebab dialah yang memiliki hak cerai dan tidak perlu dengan meminta pertimbangan isteri. Talak dapat dijatuhkan di mana saja, kapan dan dalam kondisi apapun. menurut Kompilasi Hukum Islam, talak atau cerai hanya sah jika dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah upaya damai tidak dapat dicapai"
Universitas Dharmawangsa, 2016
330 MIWD 48 (2016)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library