Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105057 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nindyasari Laksmita Putri
" ABSTRAK
Pendahuluan: Jantung adalah organ yang metabolisme energinya bersifat aerobik
dan mutlak memerlukan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir dalam
pembentukan ATP. Pada keadaan hipoksia, terjadi pembentukan radikal bebas
akibat terganggunya aliran elektron yang kemudian mengakibatkan stres oksidatif
sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Glutation (GSH) merupakan
antioksidan endogen yang dapat menangkal radikal bebas sehingga mencegah
kerusakan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh hipoksia
sistemik selama 1 3 5 dan 7 hari terhadap kadar GSH jaringan jantung
Metodologi Jaringan jantung berasal dari tikus Sprague-Dawley jantan usia 6
8 minggu yang telah terpapar kondisi normoksik sebagai kontrol dan kondisi
hipoksia sistemik berkelanjutan selama 1 3 5 dan 7 hari. Kadar GSH kemudian
diukur dan dianalisa menggunakan ANOVA. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hipoksia sistemik berkelanjutan selama 1 3 5 dan 7 hari
tidak menunjukkan perbedaan bermakna kadar GSH jaringan jantung p 005
Kadar GSH terendah yang ditemukan pada hari 3 1395 ng mg protein
Kesimpulan Hipoksia sistemik berkelanjutan pada penelitian in tidak
berpengaruh terhadap kadar GSH jaringan jantung.

ABSTRAK
Introduction: Heart is an organ which the aerobic energy metabolism of it needs
oxygen as a final electron for the needs of ATP production. In hypoxic condition
the electron flow is interrupted; causing free radicals formation leading to
oxidative stress and potentially causes tissue damage. Glutathione (GSH) works
as an endogenous antioxidant to counteract free radicals thus preventing tissue
damage. This study aimed to analyze the correlation between hypoxia within 1 3
5 and 7 days with GSH levels in the heart tissue. Method The heart sample of
was obtained from male SpragueDawley 6 8 weeks old) that has been exposed
to normoxic condition as the control and continuous systemic hypoxia within 1
3 5 and 7 days The GSH level was then measured and analyzed using ANOVA.
Results The result of this study depicted that continuous systemic hypoxia
exposure of 1 3 5 and 7 days showed no significant differences to the GSH level
of the heart tissue p 0.05 The lowest GSH level was found on day 3 1 395
ng mg protein Conclusion Continuous systemic hypoxia in this study showed
no influence in GSH level in the heart tissue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vega Andhira
"ABSTRAK
Pendahuluan: otak adalah organ yang metabolisme energinya sangat bersifat aerobik dan mutlak memerlukan oksigen. Oksigen diperlukan sebagai akseptor elektron terakhir dalam kebutuhan ATP. Bila terjadi hipoksia, aliran elektron terganggu sehingga terjadi pembentukan radikal bebas yang mengakibatkan stres oksidatif dan berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan. Glutation (GSH) merupakan antioksidan endogen yang dapat menangkal radikal bebas sehingga mencegah kerusakan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk analisis hubungan antara hipoksia sistemik selama hari dengan kadar GSH jaringan otak. Metodologi: jaringan otak yang digunakan pada penelitian ini diambil dari tikus Sprague-Dawley jantan minggu) yang telah terpapar dengan kondisi normoksik sebagai kontrol dan hipoksia sistemik berkelanjutan dalam . Kadar GSH kemudian diukur dan dianalisa menggunakan ANOVA dan post-hoc LSD. Hasil: hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara kadar GSH dari jaringan otak dengan durasi paparan hipoksia sistemik berkelanjutan, yang dipresentasikan dengan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok terpapar dengan kadar GSH terendah yang ditemukan di hari ng/mg protein). Hasil uji post-hoc LSD menunjukkan bahwa hanya dengan 1 hari terpapar hipoksia dapat menghasilkan penurunan kadar GSH yang bermakna. Analisa berkelanjutan menggunakan uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa hari terpapar berbanding terbalik dengan kadar GSH Kesimpulan: GSH ditemukan menurun pada jaringan otak yang terpapar oleh hipoksia sistemik berkelanjutan akibat penggunaannya yang terus-menerus.

ABSTRACT
Introduction: brain is an organ that has an aerobic energy metabolism and it fully needs oxygen. Oxygen is required as a final electron for the needs of ATP. If hypoxia occurs, the electron flow is interrupted, causing the formation of free radicals that leads to oxidative stress and potentially causes tissue damage. Glutathione (GSH) works as an endogenous antioxidant which can counteract free radicals thereby preventing tissue damage. This study aimed to analyze the correlation between hypoxia within days with GSH levels in the brain tissue. Method: the brain sample of this study was taken from male Sprague-Dawley weeks old) that has been exposed to normoxic condition as the control, and continuous systemic hypoxia within The GSH level was then measured and analyzed using ANOVA and post-hoc LSD. Results: the result of this study showed that there was a correlation between the GSH level of the brain tissue with the exposure duration of continuous systemic hypoxia, as it presented a significant difference between the control group and exposure groups with the lowest GSH level was found on day/mg). The post-hoc LSD test results showed that even only 1 day of hypoxic exposure may lead to significantly reduced GSH level . Further analysis conducted with Pearson Correlation test showed that the days of exposure is negatively correlated to the GSH levels . Conclusion: GSH was found to decrease in the brain tissue that was exposed to continuous systemic hypoxia due to the continuous usage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexandra Francesca Chandra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Glutation tereduksi (GSH) adalah antioksidan endogen nonenzimatik utama di paru dan saluran pernapasan. GSH mengoksidasi spesi oksigen reaktif (ROS) untuk mencegah terjadinya kerusakan oksidatif, sehingga GSH menjadi salah satu parameter pengukuran derajat stres oksidatif. Hipoksia sistemik kontinu telah diketahui menyebabkan pembentukan ROS dan kerusakan oksidatif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh waktu paparan hipoksia sistemik kontinu terhadap pembentukan ROS di jaringan paru, yang direpresentasikan melalui kadar GSH. Metode: Sampel paru didapat dari tikus Sprague-Dawley jantan berusia 6-8 minggu dengan berat badan 150-200 g, yang telah terpapar kondisi normoxia (kontrol) atau hipoksia sistemik kontinuselama hari. Kemudian, kadar GSH diukur dari ekstrak jaringan paru. Hasil: Data analisis dengan ANOVA mengindikasikan adanya perbedaan bermakna antara kadar GSH paru terhadap perbedaan waktu pemaparan hipoksia sistemik kontinu Perbandingan post hoc LSD memperlihatkan bahwa dibutuhkan pemaparan hipoksia setidaknya 5 hari untuk menimbulkan efek, ditunjukkan dengan adanya penurunan bermakna kadar GSH pada kelompok hipoksia 5 hari dan 7 hari Namun, paparan hipoksia selama kurang dari atau sama dengan 3 hari tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar GSH. Kemudian, uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik yang sangat kuat antara waktu pemaparan hipoksia terhadap kadar GSH paru Kesimpulan: Waktu pemaparan hipoksia sistemik kontinu mempengaruhi kadar GSH paru secara berbanding terbalik, di mana kadar GSH paru semakin menurun seiring dengan semakin bertambahnya waktu paparan hipoksia

ABSTRACT
Background: Reduced-glutathione (GSH) is a major endogenous nonenzymatic antioxidant in the lung and airway system. GSH oxidizes reactive oxygen species (ROS) to prevent oxidative damage. Hence, GSH is considered one of the parameters for measuring the degree of ROS-induced oxidative stress. Continuous systemic hypoxia has been known to cause ROS formation and oxidative damage. Consequently, this research attempted to see the effect of exposure time to continuous systemic hypoxia to ROS formation in the lung as reflected by GSH level. Methods: Lung samples were collected from 6-8 weeks old male Sprague-Dawley rats weighing 150-200g, previously exposed to normoxic environment (control) or continuous systemic hypoxia (days. Afterwards, GSH level was measured from lung extracts. Results: Data analysis using ANOVA indicated a significant difference in lung GSH level upon different exposure times to continuous systemic hypoxia Post hoc LSD comparisons revealed that hypoxic exposure should be of at least 5 days to yield an effect, as shown by significantly reduced GSH level in hypoxic groups of 5 days . Meanwhile, hypoxic exposure for 3 days or less did not significantly affect GSH level. Further Pearsons correlation analysis demonstrated a very strong negative relationship between hypoxic exposure times and lung GSH level Conclusion: The exposure times to continuous systemic hypoxia were inversely proportional to lung GSH level, in which lung GSH level decreased as the exposure time was increased.
"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Rahmadiansyah
"Hipoksia hipobarik merupakan kondisi dimana tubuh memiliki kekurangan oksigen dalam jaringan dan sel. Pada keadaan hipoksia, tubuh mampu memproduksi radikal bebas. Sehingga, tubuh menghasilkan antioksidan yang berfungsi menangkal radikal bebas. Salah satu antioksidan yang berfungsi yaitu glutation (GSH). Glutation memiliki peranan penting dalam antioksidan khususnya menangkal radikal bebas hidrogen peroksida (H2O2). Dengan adanya antioksidan ini, maka dapat melindungi sel tubuh yang mengalami kerusakan akibat radikal bebas. Penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan metode desain eksperimental. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok 7 kali, kelompok 14 kali, kelompok 21 kali, dan kelompok 28 kali hipoksia hipobarik intermiten (HHI). Setiap kelompok diberikan prosedur hypobaric chamber training. Selanjutnya melakukan pengukuran kadar glutation dengan menggunakan metode Ellman. Rata-rata kadar glutation organ hati kelompok tikus 7 kali HHI lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol (p = 0.001). Rata-rata kadar glutation organ hati kelompok tikus 14 kali HHI lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus 7 kali HHI (p < 0.001). Rata-rata kadar glutation organ hati pada kelompok lainnya kembali menurun setelah diberikan paparan 21 kali HHI dan 28 kali HHI dibandingkan dengan kelompok normal namun tidak memiliki makna yang signifikan. Menurut hasil penelitian ini, kadar glutation pada keadaan HHI mengalami penurunan akibat dari suatu efek perlindungan hati terhadap adanya radikal bebas yang dihasilkan dari hipoksia hipobarik intermiten.

Hypobaric hypoxia is a condition in which the body has a low level of oxygen in the tissues and cells. The effect that occurs when in a state of hypoxia is that the body produces free radicals. However, the body also produces antioxidants that work to eliminate free radicals. One of the antioxidants is glutathione. Glutathione has a role in antioxidants, especially scavenging free radical hydrogen peroxide (H2O2). With this antioxidant, it can protect from cell damage by free radicals. This research use the experimental design method. This study used 25 rats which grouped into 5 groups, namely the control group, group with 7 times, group with 14 times, group with 21 times, and group with 28 times intermittent hypobaric hypoxia (IHH). Each group will be exposed to hypobaric chamber training procedure. Furthermore, measuring glutathione levels in rat liver samples in each group using the Ellman’s method. The average glutathione level of the group rats 7 times IHH was significantly lower than that of the control rats group (p = 0.001). The average liver glutathione levels in the group rats 14 times IHH were significantly higher than the group rats 7 times IHH (p < 0.001). The average liver glutathione levels in the other groups decreased again after exposure to 21 times IHH and 28 times IHH compared to the control group but did not significantly different. According to the results of this study, glutathione levels in rat's liver decreased due to a protective effect of the liver against the presence of free radicals resulting from IHH."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenny Augusto
"Pam adalah organ yang berfungsi untuk memfasilitasi
pemlkaran oksigen dari lingkungan ke dalam tubuh. Oksigeo yang digunakan
untuk proses metabolism rentan terhadap reduksi menjadi spesies oksigen reaktif
(SOR) yang dapat merusak makromolekul di dalam sel seperti lipid, protein, dan
DNA. Untuk mencegah hal tersebut terjadi, diperlukan antioksidan. Katalase
adalah salah satu antioksidan enzimatik yang terdapat di dalam tubuh. Pada
kondisi hipoksia, jumlah oksigen yang dapat digunakan tubuh menurun,
sehingga fentan terbentuk SOR dalam jumlah banyak. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menilai aktivitas spesifik katalase pada kondisi hipoksia yang
berkeianjutan. Metode: Sarnpei paru diambil dan tikus Sprague-Dawley jantan
berusia 6-8 minggu dengan berat badan 150-200 g, yang dibagi menjadi lima
gmp yaitu, kontrol dan perlakuan (10% 02, 90% N z) selama I, 3, 5, dan 7 hari.
Kemudian, aktivitas spesifik kata1ase diukur dan dihitung dari janngan paru
tersebut. Hasil: Hasil analisis data menunjukkan adanya perbedaan bennakna
antara grup kontrol dan grup I han dan 3 han perlakuan hipoksia (p=0.014 dan
p=O.OOl). Namun, perbandingan antara grup 3 han perlakuan hipoksia dengan 7
hari perlakuan hipoksia juga menghasilkan perbedaan hasil yang signifikan
(p=O .028). Kesimpulan: Hipoksia sistemik berkelanjutan menunmkan aktifitas
spesifik di jaringan pam pada tikus diikuti dengan kenaikan mendekati level
normal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70451
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hansens Yansah
"Latar Belakang: Kondisi hypobaric diinduksi pada manusia di daerah dataran tinggi; kondisi hipoksia hypobaric intermiten adalah paparan normoxic di antara induksi hipoksia. Kondisi hipoksia hypobaric dapat membahayakan karena meningkatkan produksi stres oksidatif. GSH adalah antioksidan utama yang merupakan pertahanan utama terhadap hidrogen peroksida. Kadar hidrogen peroksida meningkat pada kondisi hipoksia. Dalam percobaan ini saya akan menelurusi pengaruh kondisi hipoksia hypobaric intermiten pada kadar glutathione GSH .
Metode: Percobaan ini menggunakan otak dari tikus jantan Sprague Dawley yang berusia 2 bulan dengan berat di 200-250 gram. Kondisi hipoksia hypobaric intermiten disimulasikan menggunakan tipe I Chamber profil penerbangan hypobaric. Tikus dibagi menjadi lima kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 tikus dan diberi perlakuan kondisi hipoksia hypobaric yang berbeda. Kemudian, kandungan protein dan kadar GSH dalam homogenat otak dengan spectrofotometer.
Hasil: Kadar GSH menurun di otak yang terpapar oleh efek hipoksia hipobarik. Tetapi dari hasil analisa statistic membuktikan bahwa data yang sudah peroleh tidak signifikan. Kesimpulan: Menurut hasil penelitian ini, tidak ada korelasi antara tingkat GSH dan hipoksia hypobaric intermiten tetapi penelitian lebih lanjut harus dilakukan.

Background: A hypobaric hypoxic condition is induced in human in high altitude areas an intermittent hypobaric hypoxic condition is continuous exposure with normoxic conditions in between. A hypobaric hypoxic condition can potentially be harmful because of the oxidative stress that it causes. GSH is the prime antioxidant that is the main defense against hydrogen peroxide. Hydrogen peroxide levels increase in hypoxic conditions. In this experiment, I am analyzing the effect of intermittent hypobaric hypoxic condition on the level of glutathione GSH.
Method: We utilized the cerebellum of two months old healthy male Sprague Dawley rats weighing at 200 250 grams. An intermittent hypobaric hypoxic condition was simulated using a hypobaric Type I Chamber flight profile. The rats are split into five groups with 5 rats in each group of varying exposure to the hypobaric hypoxic condition. Protein content in the cerebellum homogenate was also measured and the GSH level is measured.
Results: The level of GSH decreases in rat cerebellum exposed to hypobaric hypoxia. However, after statistical analysis the data is shown to be insignificant.Conclusion According to the results of this experiment, there is no correlation between the level of GSH and intermittent hypobaric hypoxia but further research should be conducted.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70420
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prinsa Raudha Anca
"Pendahuluan : Oksigen adalah zat penting yang dibutuhkan oleh sel tubuh untuk dapat bertahan hidup. Saat terjadi hipoksia, otak merupakan organ yang paling rentan terjadinya cidera sel. Kondisi ini membuat ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan yang akan memicu stress oksidatif dan berujung pada kematian sel jika sel tidak mampu beradaptasi. Elektroakupunktur memiliki efektifitas terhadap perbaikan sel dan membantu mitokondria dalam rantai pernafasan. Penelitian ini menilai pengaruh elektroakupunktur terhadap perbaikan sel secara histologi dan kadar antioksidan (SOD) pada otak tikus dengan kondisi hipoksia sistemik.
Metode : Penelitian ini adalah uji eksperimental dengan post test design dan kelompok kontrol yang menggunakan hewan coba berjumlah 24 ekor wistar yang dibagi secara acak kedalam kelompok kontrol (n=6), kelompok hipoksia (n=6), kelompok sham (n=6) dan kelompok elektroakupunktur (n=6). Kelompok hipoksia, sham, dan elektroakupunktur mendapat induksi hipoksia dalam hypoxia chamber selama 7 hari berturut-turut. Perlakuan sham dan elektroakupunktur dilakukan pada hari ke 8 selama 7 hari berturut-turut pada titik ST36 dan sehari setelahnya dilakukan penilaian.
Hasil : Pada pengukuran histologi tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok elektroakupunktur (p=1.000) dan pada penilaian SOD didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok elektroakupunktur dengan kelompok hipoksia (p=0.015).
Kesimpulan : elektroakupunktur dapat berperan dalam perbaikan sel secara histologi dan meningkatkan nilai SOD pada sel otak yang mengalami hipoksia.

ntroduction : Oxygen is an important substance needed by body cell to survive. When hypoxia occurs, brain is the most susceptible to cell injury. This condition creates an imbalance between free radicals and antioxidants that will trigger oxidative stress and lead to cell death if cells are unable to adapt. Electroacupuncture is effective for cell repair and helps mitochondria in the respiratory chain. This study assessed the effect of electroacupuncture on histological cell repair and antioxidant leves (SOD) in systemic hypoxia rat brain.
Methods : This study is an experimental test with a post test design and a control group using 24 wistars which were divided randomly into the control group (n=6), hypoxia group (n=6), sham group (n=6) and electroacupuncture group (n=6). The hypoxia, sham, and electroacupuncture groups received hypoxia induction in the hypoxia chamber for 7 consecutive days. Sham and electroacupuncture group were given on the 8th day for 7 consecutive days at the ST36 point and the day after that the assessment was carried out.
Results: On histological measurement, there was no significant difference between the control group and the electroacupuncture group (p=1.000) and on the SOD assessment, there was a significant difference between the electroacupuncture group and the hypoxic group (p=0.015).
Conclusion: electroacupuncture can play a role in histological cell repair and increase SOD values ​​in hypoxic brain cells.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdah Binti Muhammad Amin
"ABSTRACT
Hypoxia is described as a condition of decreased oxygen supply to the tissue and leads to the formation of free radicals. This phenomenon induces cell damage and initiates the pathogenesis of degenerative diseases. An enzyme known as catalase physiologically scavenges the free radicals at a cellular level. This research aims to observe the catalase specific activity in the rat heart following exposure to systemic continuous hypoxia for 1, 3, 5, and 7 days. Groups were divided according to the duration of hypoxia exposure. Catalase specific activity is calculated between groups and was measured using a spectrophotometer. Results showed catalase specific activity was relatively lower on day 1, however, it increased on day 3 and reached the peak on day 5, followed by a dramatic decrease on day 7. ANOVA test revealed significant difference within groups.

ABSTRAK
Hipoksia adalah kondisi berkurangnya suplai oksigen yang merangsang pembentukan radikal bebas di dalam sel. Enzim katalase adalah salah satu enzim yang berperan untuk mengatasi radikal bebas di dalam sel. Radikal bebas yang terbentuk dapat menyebabkan kerusakan sel dan berperan dalam patogenesis berbagai penyakit degeneratif. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati aktivitas spesifik enzim katalase pada organ jantung tikus setelah perlakuan hipoksia sistemik kontinu selama 1, 3, 5, dan 7 hari. Kelompok eksperimen dibagi sesuai lama perlakuan hipoksia. Parameter yang diukur adalah aktivitas spesifik katalase dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil menunjukkan bahwa aktivitas spesifik katalase menurun setelah hari 1, namun meningkat pada hari 3 dan mencapai puncak pada hari 5, kemudian sedikit berkurang pada hari 7, menyerupai aktivitas katalase kelompok kontrol kelompok yang tidak terpapar hipoksia . Data diuji dengan menggunakan tes ANOVA. Secara statistik, terdapat perbedaan bermakna antara grup."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naela Himayati Afifah
"Pada kondisi hipoksia, untuk tetap mencukupi jumlah adenosine trifosfat (ATP), sel akan melakukan adaptasi dengan mengubah metabolisme dari proses aerob menjadi anaerob. Sebagai enzim glikolisis anaerob, jumlah laktat dehidrogenase (LDH) pun akan meningkat di dalam sel. Paru, sebagai organ vital penyedia oksigenasi adekuat bagi tubuh, juga memiliki respon terhadap kondisi hipoksia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran adaptasi metabolisme jaringan paru melalui aktivitas spesifik LDH, pada tikus yang telah diinduksi hipoksia sistemik dibandingkan dengan normoksia (kontrol). Sejumlah tikus ditempatkan pada kandang hipoksia (kandungan O2 10%) selama 1, 3, 7, dan 14 hari. Pada akhir periode, bersama dengan kelompok tikus normoksia, semua tikus percobaan dieuthanasia, dan organ parunya dianalisis untuk pengukuran aktivitas spesifik LDH.
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas LDH paru menurun pada kondisi hipoksia dibandingkan dengan normoksia. Penurunan glikolisis anaerob pada sel paru menggambarkan kegagalan mekanisme adaptasi sel yang berujung pada apoptosis. Perhitungan One-Way ANOVA menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok normoksia dan kelompok-kelompok hipoksia (p=0,015). Pada Uji Post-Hoc diketahui bahwa aktivits LDH pada kelompok hipoksia 1 hari, 7 hari, dan 14 hari, berbeda bermakna dibandingkan normoksia.
Disimpulkan bahwa pada jaringan paru tikus hipoksia sistemik terdapat penurunan bermakna aktivitas spesifik LDH dibandingkan kontrol normoksia.

In hypoxia, to maintain adenosine triphosphate (ATP) production, cell conducts an adaptation mechanism by shifting metabolism from aerobic into anaerobic. As an anaerobic glycolytic enzyme, the amount of lactate dehydrogenase (LDH) is increasing intracellularly regarding hypoxia condition. Lung, as a vital organ regulating adequate oxygenation to systemic, has a response to hypoxia.
This research aims to get a display of metabolism adaptation on lung tissue in systemic hypoxia induced rats compared to normoxia. Some amount of rats are divided into groups and placed inside hypoxic cage (O2 10%) in 1, 3, 7, and 14 days. In the end, together with normoxia group, they were euthanized, and the lung organ was analyzed for specific LDH activity.
The result shows a declining on LDH activity in hypoxia compared to normoxia. The decreasing of anaerobic glycolytic process in lung tissue portrays a failure of lung cell adaptation mechanism, and this condicition leads to cell apoptosis. One-way ANOVA test shows significant difference on LDH specific activity between normoxia and hypoxia groups (p=0,015). Post-Hoc test then shows the significant difference is between 1 day, 7 days, and 14 days hypoxia compared to normoxia.
In conclusion, there is significant decreasing of specific LDH activity on hypoxia compared to normoxia in lung tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Dewi
"Tujuan: Menganalisis ekspresi gen manganese superoxide dismutase (MnSOD) pada jaringan jantung, otak dan darah tikus yang diinduksi hipoksia sistemik.
Desain: penelitian eksperimental in vivo dengan menggunakan hewan coba.
Metode: Sampe! penelitizm ini adalah 25 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley (Rarms novergicus L), yang dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok I tikus tanpa perlakuan hipoksia sebagai kontrol, kelompok II, III, IV dan V adalah kelompok tikus dengan perlakuan hipoksia 10% O2 selama 1, 7, 14 dan 21 hari. Setelah perlakuan tikus dimaiikan, kemudian darah, otak dan jantung tikus diambil untuk diperiksa tingkat ekspresi mRNA dengan menggunakan real time RT PCR dengan pewamaan SYBR green, serta diukur aktivitas spesifik MnSOD dengan menggunakan kit RanSOD® dengan ditambahkan NaCN untuk menghambat aktivitas CuZn SOD.
Hasil: Pada hipoksia awa] (1 hari) ekspresi relatif mRNA MnSOD dan aktivitas spesifik MnSOD menunjukkan penurunan di darah dan jantung, sedangkan pada otak tidak te1jadi penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan hipoksia sistemik perlindungan antioksidan pada otak terjadi lebih awal dibandingkan jantung dan darah. Pada hipoksia awal di jantung dan darah, mulai terjadi peningkatan ROS sehingga aktivitas spesink MnSOD menurun, namun belum dapat menstimulasi peningkatan eksprsi mRNA-nya_ Pada hipoksia I-I4 hari baik ekspresi mRNA maupun aktivitas spesiiik MnSOD pada ketiga jaringan tersebut mengalami peningkatan sejalan dengan lamanya hipoksia. Pada hipoksia lanjut (21 hari) terjadi korelasi negatif antara ekspresi relatif mRNA dngan aktivitas spesiiik MnSOD di jantung dan darah. Hal ini mnmgkin disebabkan karena produksi ROS yang sangat masif, sehingga ekspresi MRNA terus ditingkatkan namun stres oksidatif belum dapat diatasi, sedangkan pada otak fenomena tersebut tidak terjadi. Hal ini diduga karena peningkatan ROS pada hipoksia lanjut masih dapat diatasi dengan aktivitas enzim MnSOD yang tersedia tanpa harus meningkatkan ekspresi mRNA-nya. Hasil ini menunjukkan bahwa otak cenderung lebih dilindungi dalam keadaan hipoksia sistemik dibandingkan janrung dan darah. Hasil analisis uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa perubahan ekspresi relatif MRNA dan aktivitas spesifik MnSOD pada induksi hipoksia sistemik pada darah sejalan dengan perubahannya pada jantung dan otak.
Kesimpulan: Setiap jaringan mempunyai pola ekspresi gen MnSOD dan aktivitas MnSOD yang berbeda-beda pada kondisi hipoksia. Terdapat perbedaan regulasi ekspresi gen MnSOD antara hipoksia sistemik awal dan lanjut. Pengukuran ekspresi MnSOD (mRNA dan aktivitas spesifik) pada darah dapat sekaligus menggambarkan ekspresi tersebut pada jantung dan otak.

Background: The aim of this study is to determine the gene expression of manganese supenoxide dismutase (MnSOD) in rat?s heart, brain and blood induced by systemic hypoxia.
Design: This study is an in vivo experimental study.
Method: This study was conducted on 25 male Sprague Dawley rats (Rattus no1°e:~_gicn.s~ L) which were divided into 5 groups and subjected to systemic hypoxia by placing them in hypoxic chamber supplied by 10% O3 for O, l, 7. I4, 2.1 days. respectively. Rats were sacrified after treatment, and the blood. heart and brain were used for measurement of relative mRNA level ofMnSOD with real time RT PCR and measurement of spesitic activity of MnSOD enzyme using RanSOD® kit.
Result: Determination of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) in rat blood and heart cells under early hypoxic induction (1 day) resulted in the lower levels compared to the level in control group. After l day of hypoxic induction the gene expression level was then increased and again decreased under very late hypoxic condition (21 days) compared to the control. This suggests that the blood and heart cells at early hypoxia have not enough time to provide more MnSOD enzyme through gene expression to eliminate the sudden accumulation of ROS. In contrast to the results in heart and blood cells. the gene expression of MnSOD in brain cells were demonstrated to be increased since early systemic hypoxia (day I) up to day l4_ and tends to decrease under late hypoxic condition (day 21) although the level still slightly higher compared to the level in control group. Under late hypoxic condition (21 days). the capacity of1VlnSOD to eliminate the accumulated ROS has been saturated as found in brain cells, or even reduced to the lower level than in normal condition as found in blood and heart cells. This study could demonstrate that brain cells have different pattern of gene expression of MnSOD compared to blood and heart cells during several time points of hypoxic induction, particularly at early stage. It should also be considered that the levels of gene expression of MnSOD in each tissue were distinct although measured under the same condition. Analysis of Pearson correlation test shows that pattern of gene expression ot`MnSOD in blood cells is appropriate with the pattern in heart and brain cells under hypoxic condition.
Conclusion: Every tissue has the different pattern of gene expression of MnSOD (relative mRNA expression and specific activity) under hypoxic condition There is different regulation of MnSOD gene expression at early and late hypoxia Analysis gene expression of MnSOD in blood cells could represent the analysis of gene expression of MnSOD in heart and brain cells under hypoxia condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32890
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>