Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 115764 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alexandra Francesca Chandra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Glutation tereduksi (GSH) adalah antioksidan endogen nonenzimatik utama di paru dan saluran pernapasan. GSH mengoksidasi spesi oksigen reaktif (ROS) untuk mencegah terjadinya kerusakan oksidatif, sehingga GSH menjadi salah satu parameter pengukuran derajat stres oksidatif. Hipoksia sistemik kontinu telah diketahui menyebabkan pembentukan ROS dan kerusakan oksidatif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh waktu paparan hipoksia sistemik kontinu terhadap pembentukan ROS di jaringan paru, yang direpresentasikan melalui kadar GSH. Metode: Sampel paru didapat dari tikus Sprague-Dawley jantan berusia 6-8 minggu dengan berat badan 150-200 g, yang telah terpapar kondisi normoxia (kontrol) atau hipoksia sistemik kontinuselama hari. Kemudian, kadar GSH diukur dari ekstrak jaringan paru. Hasil: Data analisis dengan ANOVA mengindikasikan adanya perbedaan bermakna antara kadar GSH paru terhadap perbedaan waktu pemaparan hipoksia sistemik kontinu Perbandingan post hoc LSD memperlihatkan bahwa dibutuhkan pemaparan hipoksia setidaknya 5 hari untuk menimbulkan efek, ditunjukkan dengan adanya penurunan bermakna kadar GSH pada kelompok hipoksia 5 hari dan 7 hari Namun, paparan hipoksia selama kurang dari atau sama dengan 3 hari tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar GSH. Kemudian, uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik yang sangat kuat antara waktu pemaparan hipoksia terhadap kadar GSH paru Kesimpulan: Waktu pemaparan hipoksia sistemik kontinu mempengaruhi kadar GSH paru secara berbanding terbalik, di mana kadar GSH paru semakin menurun seiring dengan semakin bertambahnya waktu paparan hipoksia

ABSTRACT
Background: Reduced-glutathione (GSH) is a major endogenous nonenzymatic antioxidant in the lung and airway system. GSH oxidizes reactive oxygen species (ROS) to prevent oxidative damage. Hence, GSH is considered one of the parameters for measuring the degree of ROS-induced oxidative stress. Continuous systemic hypoxia has been known to cause ROS formation and oxidative damage. Consequently, this research attempted to see the effect of exposure time to continuous systemic hypoxia to ROS formation in the lung as reflected by GSH level. Methods: Lung samples were collected from 6-8 weeks old male Sprague-Dawley rats weighing 150-200g, previously exposed to normoxic environment (control) or continuous systemic hypoxia (days. Afterwards, GSH level was measured from lung extracts. Results: Data analysis using ANOVA indicated a significant difference in lung GSH level upon different exposure times to continuous systemic hypoxia Post hoc LSD comparisons revealed that hypoxic exposure should be of at least 5 days to yield an effect, as shown by significantly reduced GSH level in hypoxic groups of 5 days . Meanwhile, hypoxic exposure for 3 days or less did not significantly affect GSH level. Further Pearsons correlation analysis demonstrated a very strong negative relationship between hypoxic exposure times and lung GSH level Conclusion: The exposure times to continuous systemic hypoxia were inversely proportional to lung GSH level, in which lung GSH level decreased as the exposure time was increased.
"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vega Andhira
"ABSTRAK
Pendahuluan: otak adalah organ yang metabolisme energinya sangat bersifat aerobik dan mutlak memerlukan oksigen. Oksigen diperlukan sebagai akseptor elektron terakhir dalam kebutuhan ATP. Bila terjadi hipoksia, aliran elektron terganggu sehingga terjadi pembentukan radikal bebas yang mengakibatkan stres oksidatif dan berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan. Glutation (GSH) merupakan antioksidan endogen yang dapat menangkal radikal bebas sehingga mencegah kerusakan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk analisis hubungan antara hipoksia sistemik selama hari dengan kadar GSH jaringan otak. Metodologi: jaringan otak yang digunakan pada penelitian ini diambil dari tikus Sprague-Dawley jantan minggu) yang telah terpapar dengan kondisi normoksik sebagai kontrol dan hipoksia sistemik berkelanjutan dalam . Kadar GSH kemudian diukur dan dianalisa menggunakan ANOVA dan post-hoc LSD. Hasil: hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara kadar GSH dari jaringan otak dengan durasi paparan hipoksia sistemik berkelanjutan, yang dipresentasikan dengan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok terpapar dengan kadar GSH terendah yang ditemukan di hari ng/mg protein). Hasil uji post-hoc LSD menunjukkan bahwa hanya dengan 1 hari terpapar hipoksia dapat menghasilkan penurunan kadar GSH yang bermakna. Analisa berkelanjutan menggunakan uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa hari terpapar berbanding terbalik dengan kadar GSH Kesimpulan: GSH ditemukan menurun pada jaringan otak yang terpapar oleh hipoksia sistemik berkelanjutan akibat penggunaannya yang terus-menerus.

ABSTRACT
Introduction: brain is an organ that has an aerobic energy metabolism and it fully needs oxygen. Oxygen is required as a final electron for the needs of ATP. If hypoxia occurs, the electron flow is interrupted, causing the formation of free radicals that leads to oxidative stress and potentially causes tissue damage. Glutathione (GSH) works as an endogenous antioxidant which can counteract free radicals thereby preventing tissue damage. This study aimed to analyze the correlation between hypoxia within days with GSH levels in the brain tissue. Method: the brain sample of this study was taken from male Sprague-Dawley weeks old) that has been exposed to normoxic condition as the control, and continuous systemic hypoxia within The GSH level was then measured and analyzed using ANOVA and post-hoc LSD. Results: the result of this study showed that there was a correlation between the GSH level of the brain tissue with the exposure duration of continuous systemic hypoxia, as it presented a significant difference between the control group and exposure groups with the lowest GSH level was found on day/mg). The post-hoc LSD test results showed that even only 1 day of hypoxic exposure may lead to significantly reduced GSH level . Further analysis conducted with Pearson Correlation test showed that the days of exposure is negatively correlated to the GSH levels . Conclusion: GSH was found to decrease in the brain tissue that was exposed to continuous systemic hypoxia due to the continuous usage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hansens Yansah
"Latar Belakang: Kondisi hypobaric diinduksi pada manusia di daerah dataran tinggi; kondisi hipoksia hypobaric intermiten adalah paparan normoxic di antara induksi hipoksia. Kondisi hipoksia hypobaric dapat membahayakan karena meningkatkan produksi stres oksidatif. GSH adalah antioksidan utama yang merupakan pertahanan utama terhadap hidrogen peroksida. Kadar hidrogen peroksida meningkat pada kondisi hipoksia. Dalam percobaan ini saya akan menelurusi pengaruh kondisi hipoksia hypobaric intermiten pada kadar glutathione GSH .
Metode: Percobaan ini menggunakan otak dari tikus jantan Sprague Dawley yang berusia 2 bulan dengan berat di 200-250 gram. Kondisi hipoksia hypobaric intermiten disimulasikan menggunakan tipe I Chamber profil penerbangan hypobaric. Tikus dibagi menjadi lima kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 tikus dan diberi perlakuan kondisi hipoksia hypobaric yang berbeda. Kemudian, kandungan protein dan kadar GSH dalam homogenat otak dengan spectrofotometer.
Hasil: Kadar GSH menurun di otak yang terpapar oleh efek hipoksia hipobarik. Tetapi dari hasil analisa statistic membuktikan bahwa data yang sudah peroleh tidak signifikan. Kesimpulan: Menurut hasil penelitian ini, tidak ada korelasi antara tingkat GSH dan hipoksia hypobaric intermiten tetapi penelitian lebih lanjut harus dilakukan.

Background: A hypobaric hypoxic condition is induced in human in high altitude areas an intermittent hypobaric hypoxic condition is continuous exposure with normoxic conditions in between. A hypobaric hypoxic condition can potentially be harmful because of the oxidative stress that it causes. GSH is the prime antioxidant that is the main defense against hydrogen peroxide. Hydrogen peroxide levels increase in hypoxic conditions. In this experiment, I am analyzing the effect of intermittent hypobaric hypoxic condition on the level of glutathione GSH.
Method: We utilized the cerebellum of two months old healthy male Sprague Dawley rats weighing at 200 250 grams. An intermittent hypobaric hypoxic condition was simulated using a hypobaric Type I Chamber flight profile. The rats are split into five groups with 5 rats in each group of varying exposure to the hypobaric hypoxic condition. Protein content in the cerebellum homogenate was also measured and the GSH level is measured.
Results: The level of GSH decreases in rat cerebellum exposed to hypobaric hypoxia. However, after statistical analysis the data is shown to be insignificant.Conclusion According to the results of this experiment, there is no correlation between the level of GSH and intermittent hypobaric hypoxia but further research should be conducted.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70420
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Aditya Asa
"Hipoksia adalah kondisi dimana tubuh manusia tidak mempunyai suplai oksigen yang cukup. Dalam kondisi ini, tubuh akan melakukan adaptasi dengan memproduksi antioksidan untu menghindari kerusakan yang dihasilkan oleh stress oksidatif. Hipobarik hipoksia adalah kondisi hipoksia yang dialami di tekanan yang tinggi, umumnya di tengah proses penerbangan. Sebagai organ utama yang memproduksi oksigen, paru-paru dipercaya mempunyai peran yang tinggi untuk melindungi tubuh dari stress oksidatif yang berkepanjangan. Penelitian ini akan memfokuskan kepada aktifitas glutation sebagai antioksidan endogen yang melindungi paru-paru dari kerusakan oksidatif. Metode: Sel jaringan paru dikumpulkan dari 150-200g tikus yang telah disimpan dan terpapar oleh induksi hipoksia hipobarik intermiten. Aktifitas GSH akan dihitung dari ekstrak sel paru tikus. Hasil: Dibandingkan dengan kelompok kontrol, aktifitas glutathione terlihat menurun secara signifikan di antara kontrol ndash; hipoksia 3, kontrol ndash; hipoksia 4, hipoksia 1 ndash; hipoksia 3, dan hipoksia 1 ndash; hipoksia 4. Kesimpulan: Kondisi hipoksia memberikan pengaruh terhadap aktifitas glutathione di sel jaringan paru tikus.Kata kunci: Glutathione, Stres Oksidatif, Hipoksia Hipobarik Intermiten, Sel Jaringan Paru.

Background Hypoxia is a condition where the body does not have enough oxygen, the body will then adapt naturally by producing antioxidant to prevent oxidative stress. Hypobaric hypoxia is basically a hypoxia condition experienced in high altitude, commonly during flight. As a main organ that supplies oxygen for the body, researcher believed that lungs would have a certain role in this condition. Therefore, this research will focus on the effect reduced glutathione GSH as the non enzymatic antioxidant in intermittent hypobaric hypoxia condition in the lungs. Methods Lungs samples were collected from 150 200 g of rats that had been frozen and exposed to hypoxia hypobaric intermittent conditions. GSH level was then measured by the extracts of the rats. Results Compared to control variable, glutathione level was decreased in hypoxia 1x, 2x, 3x, 4x treatment, and are significant between the control ndash hypoxia 3, control ndash hypoxia 4, hypoxia 1 ndash hypoxia 3 and hypoxia 1 ndash hypoxia 4. Conclusion Intermittent hypobaric hypoxia affects glutathione level in lungs tissues. Key words Glutathione, Oxidative Stress, Intermittent Hypobaric Hypoxia, Lungs Tissue Cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Rahmadiansyah
"Hipoksia hipobarik merupakan kondisi dimana tubuh memiliki kekurangan oksigen dalam jaringan dan sel. Pada keadaan hipoksia, tubuh mampu memproduksi radikal bebas. Sehingga, tubuh menghasilkan antioksidan yang berfungsi menangkal radikal bebas. Salah satu antioksidan yang berfungsi yaitu glutation (GSH). Glutation memiliki peranan penting dalam antioksidan khususnya menangkal radikal bebas hidrogen peroksida (H2O2). Dengan adanya antioksidan ini, maka dapat melindungi sel tubuh yang mengalami kerusakan akibat radikal bebas. Penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan metode desain eksperimental. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok 7 kali, kelompok 14 kali, kelompok 21 kali, dan kelompok 28 kali hipoksia hipobarik intermiten (HHI). Setiap kelompok diberikan prosedur hypobaric chamber training. Selanjutnya melakukan pengukuran kadar glutation dengan menggunakan metode Ellman. Rata-rata kadar glutation organ hati kelompok tikus 7 kali HHI lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol (p = 0.001). Rata-rata kadar glutation organ hati kelompok tikus 14 kali HHI lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus 7 kali HHI (p < 0.001). Rata-rata kadar glutation organ hati pada kelompok lainnya kembali menurun setelah diberikan paparan 21 kali HHI dan 28 kali HHI dibandingkan dengan kelompok normal namun tidak memiliki makna yang signifikan. Menurut hasil penelitian ini, kadar glutation pada keadaan HHI mengalami penurunan akibat dari suatu efek perlindungan hati terhadap adanya radikal bebas yang dihasilkan dari hipoksia hipobarik intermiten.

Hypobaric hypoxia is a condition in which the body has a low level of oxygen in the tissues and cells. The effect that occurs when in a state of hypoxia is that the body produces free radicals. However, the body also produces antioxidants that work to eliminate free radicals. One of the antioxidants is glutathione. Glutathione has a role in antioxidants, especially scavenging free radical hydrogen peroxide (H2O2). With this antioxidant, it can protect from cell damage by free radicals. This research use the experimental design method. This study used 25 rats which grouped into 5 groups, namely the control group, group with 7 times, group with 14 times, group with 21 times, and group with 28 times intermittent hypobaric hypoxia (IHH). Each group will be exposed to hypobaric chamber training procedure. Furthermore, measuring glutathione levels in rat liver samples in each group using the Ellman’s method. The average glutathione level of the group rats 7 times IHH was significantly lower than that of the control rats group (p = 0.001). The average liver glutathione levels in the group rats 14 times IHH were significantly higher than the group rats 7 times IHH (p < 0.001). The average liver glutathione levels in the other groups decreased again after exposure to 21 times IHH and 28 times IHH compared to the control group but did not significantly different. According to the results of this study, glutathione levels in rat's liver decreased due to a protective effect of the liver against the presence of free radicals resulting from IHH."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindyasari Laksmita Putri
" ABSTRAK
Pendahuluan: Jantung adalah organ yang metabolisme energinya bersifat aerobik
dan mutlak memerlukan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir dalam
pembentukan ATP. Pada keadaan hipoksia, terjadi pembentukan radikal bebas
akibat terganggunya aliran elektron yang kemudian mengakibatkan stres oksidatif
sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Glutation (GSH) merupakan
antioksidan endogen yang dapat menangkal radikal bebas sehingga mencegah
kerusakan jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh hipoksia
sistemik selama 1 3 5 dan 7 hari terhadap kadar GSH jaringan jantung
Metodologi Jaringan jantung berasal dari tikus Sprague-Dawley jantan usia 6
8 minggu yang telah terpapar kondisi normoksik sebagai kontrol dan kondisi
hipoksia sistemik berkelanjutan selama 1 3 5 dan 7 hari. Kadar GSH kemudian
diukur dan dianalisa menggunakan ANOVA. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hipoksia sistemik berkelanjutan selama 1 3 5 dan 7 hari
tidak menunjukkan perbedaan bermakna kadar GSH jaringan jantung p 005
Kadar GSH terendah yang ditemukan pada hari 3 1395 ng mg protein
Kesimpulan Hipoksia sistemik berkelanjutan pada penelitian in tidak
berpengaruh terhadap kadar GSH jaringan jantung.

ABSTRAK
Introduction: Heart is an organ which the aerobic energy metabolism of it needs
oxygen as a final electron for the needs of ATP production. In hypoxic condition
the electron flow is interrupted; causing free radicals formation leading to
oxidative stress and potentially causes tissue damage. Glutathione (GSH) works
as an endogenous antioxidant to counteract free radicals thus preventing tissue
damage. This study aimed to analyze the correlation between hypoxia within 1 3
5 and 7 days with GSH levels in the heart tissue. Method The heart sample of
was obtained from male SpragueDawley 6 8 weeks old) that has been exposed
to normoxic condition as the control and continuous systemic hypoxia within 1
3 5 and 7 days The GSH level was then measured and analyzed using ANOVA.
Results The result of this study depicted that continuous systemic hypoxia
exposure of 1 3 5 and 7 days showed no significant differences to the GSH level
of the heart tissue p 0.05 The lowest GSH level was found on day 3 1 395
ng mg protein Conclusion Continuous systemic hypoxia in this study showed
no influence in GSH level in the heart tissue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Riani
"Ruang lingkup dan cara penelitian :
Likopen (Lycopene) tergolong antioksidan karotenoid yang banyak ditemukan dalam buah dan sayur, terutama pada buah tomat berwarna merah. Likopen dari tomat olahan diserap lebih baik dibanding dengan likopen yang terdapat dalam tomat segar. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efek hepatoprotektif likopen sebagai antioksidan pada tikus yang diracun karbontetraklorida. Penelitian dilakukan terhadap 4 kelompok tikus strain Sprague Dawley. Kelompok I adalah kelompok kontrol, kelompok II adalah kelompok yang mendapat emulsi tomat, kelompok III yang diracun dengan CCl4 dan kelompok N adalah kelompok yang mendapat emulsi tomat sebelum diracun CCl4. Pada penelitian ini tomat terlebih dahulu dibuat menjadi serbuk dengan teknik "drum drier". Sebelum diberikan pada hewan coba serbuk tomat dibuat menjadi emulsi dengan minyak. Efek hepatoprotektif emulsi tomat dinilai dengan menetapkan aktivitas enzim GPT plasma. Pada tikus kelompok III aktivitas enzim GPT lebih tinggi (190,185 U/L) daripada kelompok IV (54,596 U/L), walaupun tidak menyamai aktivitas enzim GPT plasma tikus kelompok kontrol (33,464 U/L). Glutation tereduksi (GSH) dan enzim katalase tergolong antioksidan endogen. Pemberian emulsi tomat pada kelompok tikus sebelum diracun CCla menunjukkan kadar GSH plasma sebesar 2,761 μmol/mL dan GSH jaringan hati sebesar 1,236 μmol/mL lebih tinggi secara bermakna dari kelompok yang diracun dengan CCl4 (2,280 µmol/mL dan 0,669 µmol/mL). Aktivitas katalase plasma pada kelompok tikus yang dilindungi dengan emulsi tomat sebelum diracun CCl4 menunjukkan aktivitas katalase lebih tinggi (0,323 U/mL) dibandingkan kelompok yang diracun dengan CCl4 (0,160 U/mL). Gambaran yang sama juga diperlihatkan oleh aktivitas katalase jaringan hati. Aktivitas katalase jaringan hati yang diberi perlindungan emulsi tomat lebih tinggi secara bermakna (121,328 U/g) dibandingkan yang diberi CCl4 (64,914 U/g). Pemberian emulsi tomat dapat melindungi hati terhadap kerusakan akibat radikal bebas yang disebabkan oleh pemberian CCl4."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranita Astikya Carolina
"Obesitas ditandai dengan akumulasi lemak berlebih dan menyebabkan stres oksidatif. Apabila tidak ditangani, stres oksidatif dapat menurunkan kualitas hidup, memicu berbagai penyakit, dan meningkatkan mortalitas. Salah satu cara untuk mengurangi stres oksidatif adalah dengan puasa intermiten. Puasa intermiten dapat meningkatkan pertahanan antioksidan, termasuk glutation tereduksi (GSH) sebagai antioksidan endogen sehingga mengurangi radikal bebas dan mencegah stres oksidatif. Penelitian dilakukan dengan metode uji klinis acak dengan kontrol. Subjek penelitian adalah karyawan pria dewasa berusia 19-59 tahun dengan IMT ≥ 25 kg/m2. Subjek terbagi menjadi kelompok kontrol dan puasa melalui randomisasi sederhana. Puasa intermiten 5:2 dilakukan setiap hari Senin dan Kamis selama 8 minggu serta tidak diperkenankan makan dan minum selama 14 jam berpuasa. Kadar GSH diukur menggunakan metode Ellman sebelum dan sesudah perlakuan pada sampel leukosit yang tersimpan dari penelitian sebelumnya oleh Yudhistina K, et al. Pengaruh puasa intermiten 5:2 terhadap kadar GSH dianalisis dengan uji perbandingan rerata Wilcoxon dan Mann-Whitney dengan batas kemaknaan 5%. Kadar GSH sesudah perlakuan menurun signifikan pada kelompok kontrol (p = 0,01) dengan kadar GSH 0,433 (0,041-2,372) µmol/mL menjadi 1,247 (0,415-2,631) µmol/mL dan kelompok puasa (p < 0,001) dengan kadar GSH 0,604 (0,080-2,976) µmol/mL menjadi 1,874 (0,052-6,937) µmol/mL. Kadar GSH sesudah perlakuan pada kelompok puasa lebih rendah signifikan (p = 0,045) dibandingkan kelompok kontrol. Selisih perubahan kadar GSH pada kelompok puasa lebih tinggi signifikan (p = 0,041) dibandingkan kelompok kontrol. Puasa intermiten 5:2 selama 8 minggu dapat meningkatkan kadar GSH pada pria dewasa dengan obesitas.

Obesity is characterized by excessive fat accumulation and correlates with oxidative stress, which can reduce quality of life, lead to various diseases, and increase mortality. An alternative way to reduce oxidative stress is intermittent fasting which can increase antioxidant defences, including reduced glutathione (GSH) as an endogenous antioxidant, thereby reducing free radicals and preventing oxidative stress. This study used a randomized controlled clinical trial. The subjects were male employees aged 19-59 years with BMI > 25 kg/m2 divided into control and fasting groups through simple randomization. Intermittent fasting 5:2 was done every Monday and Thursday for 8 weeks and subjects were not allowed to eat or drink during fasting. GSH levels were measured using the Ellman method in leukocytes stored from previous study by Yudhistina K, et al. The effect of intermittent fasting 5:2 on GSH levels was analyzed by the Wilcoxon and Mann-Whitney tests with a significance limit of 5%. GSH levels post-intervention decreased significantly both in the control group (p = 0.01) with GSH levels of 0.433 (0.041-2.372) µmol/mL to 1.247 (0.415-2.631) µmol/mL and the fasting group (p < 0.001) with GSH levels of 0.604 (0.080-2.976) µmol/mL to 1.874 (0.052-6.937) µmol/mL. GSH levels post-intervention in the fasting group were significantly lower (p = 0.045) than in the control group. The changes in GSH levels in the fasting group was significantly higher (p = 0.041) than in the control group. Intermittent fasting 5:2 for 8 weeks can increase GSH levels in adult males with obesity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Abdi Zil Ikram
"Stres oksidatif di hati dapat terjadi akibat peningkatan produksi radikal bebas berlebih seperti ROS yang akhirnya menyebabkan kerusakan hepatoseluler. Glutation GSH , antioksidan non enzimatik, berperan dalam memberikan efek proteksi melawan radikal bebas. Selama ini, bekatul diperkirakan mempunyai potensi antioksidan pada hati. Peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bekatul padi Oryza sativa varietas IPB3S terhadap kadar GSH pada organ hati tikus yang diinduksi karbon tetraklorida CCl4 . Dua puluh empat ekor tikus jantan Sprague Dawley dibagi ke dalam enam kelompok yaitu, tanpa perlakuan, CCl4, bekatul 150 mg/kgBB, bekatul 150 mg/kgBB CCl4, bekatul 300 mg/kgBB, dan bekatul 300 mg/kgBB CCl4. Kadar GSH jaringan hati tikus diukur pada tiap kelompok perlakuan menggunakan metode Ellman. Data kemudian dianalisis menggunakan One-way ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kadar GSH jaringan hati tikus yang bermakna pada kelompok bekatul 150 mg/kgBB p=0,01 dan bekatul 150 mg/kgBB CCl4 p=0,046 dibandingkan dengan kelompok tanpa perlakuan dan CCl4 saja. Sebaliknya, tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok bekatul 300 mg/kgBB p=0,118 dan bekatul 300 mg/kgBB CCl4 p=0,247 terhadap kelompok tanpa perlakuan. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ekstrak bekatul mempunyai potensi sebagai antioksidan terhadap jaringan hati jika dilihat dari adanya peningkatan kadar GSH.

Oxidative stress in the liver can occur as a result of increased production of excess free radicals such as ROS that eventually cause hepatocellular damage. Glutathione GSH , a non enzymatic antioxidant, plays a role in providing protection against the effects of free radicals. Recently, rice bran has been predicted to have antioxidant potential in the liver tissue. Researcher wanted to determine the effect of rice bran variety IPB3S Oryza sativa extract to level of GSH in the rats liver induced by carbon tetrachloride CCl4 . Twenty four male Sprague Dawley rats were divided into six groups which are control, CCl4, rice bran extract 150 mg kgBW, rice bran extract 150 mg kgBW CCl4, rice bran extract 300 mg kgBW, and rice bran extract 300 mg kgBW CCl4. GSH levels in rats liver tissue in each treatment group were measured using Ellman 39 s method. Data were analyzed using One way ANOVA. The results showed a significant increase in rats liver tissue GSH levels in 150 mg kgBW rice bran extract group p 0.01 and 150 mg kg rice bran extract CCl4 group p 0.046 compared to the control group and CCl4 group alone. In contrast, there were no significant differences in the 300 mg kgBW rice bran extract group p 0.118 and 300 mg kgBW rice bran extract CCl4 group p 0.247 compared to control group. This study suggested that rice bran extracts had antioxidant potential on liver tissue observed from elevated level of GSH.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Academic Press, 1954
612.014 4 GLU
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>