Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15752 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Saliva sebagai material deteksi dini penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) pada pasien dengan periodontitis. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit pernafasan yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2020, PPOK akan menjadi penyebab
kematian keempat di seluruh dunia. Deteksi dini PPOK sangat dipentingkan karena penyakit ini cepat berkembang dan sulit diobati. Diagnosis kerja PPOK didasarkan pada pemeriksaan positif dari sputum, namun kontaminasi sputum dengan bakteri orofaring dapat menyebabkan hasil negatif palsu. Diperlukan alternatif material biologis yang dapat memecahkan masalah tersebut. Periodontitis telah diketahui sebagai salah satu faktor resikot terjadinya PPOK. Beberapa penanda biologis terjadinya periodontitis seperti Porphorymonas gingivalis, enzim sialidase dan interleukin (IL-8) terdapat dalam saliva. Penanda tersebut juga telah dihubungkan dengan PPOK, oleh karena itu saliva mempunyai potensi sebagai material biologis yang memiliki banyak penanda adanya PPOK pada pasien dengan periodontitis. Studi pustaka ini memaparkan analisis penggunaan saliva sebagai material biologis alternatif untuk deteksi dini PPOK pada pasien dengan periodontitis. Berbagai informasi dari jurnal, buku teks dan artikel dari internet digunakan sebagai bahan acuan tulisan ini. Saliva mempunyai potensi sebagai material biologis untuk deteksi dini PPOK pada pasien dengan periodontitis.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a serious respiratory disease that causes death. World Health Organization (WHO) estimates that in 2020, COPD is responsible the fourth cause of death worldwide. Early detection of COPD is important because of its progressive characteristic and difficulty in treatment. Diagnosis of COPD is based on positive results from expectorated sputum, but contamination by oropharyngeal bacteria would cause false negative results. Overcoming
this possible disadvantage of procedure would need alternative biological material for diagnosis. Periodontitis has been known to be one of the risk factors of COPD. Periodontitis has been linked to the presence of Porphorymonas gingivalis, sialidase enzyme, and interleukin (IL) 8 in the saliva. These markers have also been correlated COPD, therefore saliva has potential use as biological material harboring the markers of COPD in patients with periodontitis. This review focused on analysis of the potential use of saliva as an alternative biological material for early detection of COPD in patients
with periodontitis. Full range of information obtained from journals, textbooks and online scientific articles was obtained. Saliva is suggested as promising biological material for early detection of COPD in patients with periodontitis."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meka Yusselda
"Pertumbuhan dan aktivitas masyarakat yang cepat membawa dampak yang signifikan terhadap lingkungan. Salah satu masalah kesehatan yang ditimbulkan dari perubahan lingkungan dan karakteristik masyarakat yaitu masalah paru-paru. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit yang dikarakteristikan dengan adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Selain masalah fisik, PPOK dapat pula menimbulkan masalah psikososial, salah satunya adalah dukacita. Intervensi yang dilakukan untuk masalah ini adalah dengan mengeksplorasi persepsi, dukungan serta mekanisme koping klien. Kompleksitas masalah yang mungkin ditimbulkan oleh PPOK membuat keadaan ini perlu mendapatkan perhatian yang kusus, sehingga pelaksanaan asuhan keperawatan pada PPOK perlu memperhatikan segala aspek yang ada pada individu.

Rapid human growth and activities can bring a significant effect to environmental system. One of the problem caused by environmental changing is lung problem. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a disesase characterized by airflow limitation that is not fully reversible. Not only physical problem, COPD also contribute to psychosocial problem like grieving. One of nursing intervention for this problem is by exploring client perception, support, and coping mechanism about grieving. The complexity of the problem which is possibly caused by COPD makes this condition need to be concern specifically, thus nursing implementation adressed to COPD should pay attention to all aspects in each individual.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Yunda Setyowati
"Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara akibat dari kombinasi dua penyakit pernapasan, yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa piroksikam mengikat reseptor formil peptida-1 (FPR-1) untuk menghambat aktivasi neutrofil dan mengurangi pelepasan anion superoksida dari neutrofil yang diinduksi N-Formil-L-metionin-L-leusil-L-fenilalanin (fMLF) secara in vitro. Pada penelitian ini, dilakukan eksperimen secara in vivo pada antagonis FPR-1 yaitu piroksikam terhadap histologi paru. Penelitian ini menggunakan mencit betina DDY yang dibagi menjadi 6 kelompok: kontrol dan kontrol negatif yang diberikan CMC Na 0,5% secara oral, kontrol positif diberikan inhalasi budesonid 1mg/kg BB/hari, serta 3 kelompok variasi dosis piroksikam 0,026mg/20gBB mencit/hari; 0,052mg/20gBB mencit/hari; 0,104mg/20gBB mencit/hari secara oral. Mencit dipaparkan asap rokok (6 batang rokok/hari selama 8 minggu), kemudian diobati baik dengan piroksikam atau budesonid selama 3 minggu. Dalam studi histologi, dilakukan pewarnaan Periodic acid–Schiff (PAS) dan masson’s trichrome. Berdasarkan penelitian, Dosis 0,026mg/20gBB piroksikam memberikan perbedaan bermakna pada penebalan dinding bronkus (p<0,05). Dosis 0,026mg/20gBB piroksikam memberikan perbedaan bermakna pada jumlah sel goblet (p<0,05). Dosis 0,104mg/20gBB piroksikam memberikan perbedaan bermakna pada proporsi fibrosis (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas anti-inflamasi piroksikam dapat dikaitkan dengan penurunan penebalan dinding bronkus, jumlah sel goblet, dan proporsi fibrosis.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is given by the symptoms of airway limitation of two respiratory disease, chronic bronchitis and emphysema. On the previous experiment found that piroxicam binds to formyl peptide receptor-1 (FPR-1) to inhibit neutrophil activation and reduce superoxide anion that released from neutrophil induced by N-Formyl-L-methionyl-L-leucyl-L-phenylalanine (fMLF) with in vitro method. In this study, in vivo experiments were conducted on the FPR-1 antagonist piroxicam on lung histology. This experiment is done by using female DDY mice, divided into 6 different groups: control and negative control were given CMC Na 0,5% orally, positive control was given 1mg/kg BW/day of budesonide inhalation, and three variation dose groups of piroxicam 0,026mg/20gBW mice/day; 0,052mg/20gBW mice/day; 0,104mg/20gBW mice/day orally. Mouse were exposed to CS (6 cigarettes/day for 8 weeks), then treated with piroxicam either budesonide for 3 weeks. In lung histological studies, Masson’s trichrome and Periodic acid–Schiff (PAS) staining were performed. Doses 0,026mg/20gBW piroxicam significantly reduced bronchial wall thickening (p<0,05). Doses 0,026mg/20gBW piroxicam significantly reduced number of goblet cells (p<0,05). Doses 0,104mg/20gBW piroxicam significantly reduced fibrosis proportion (p<0,05). Based on this result, the anti-inflammation activity of piroxicam may be attributed to the reduction of bronchial wall thickening, number of goblet cells, and fibrosis proportion."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ticoalu, Deisy Christine
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan:Data mengenai pasien PPOK pada ras melanesia belum ada.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Mengetahui faktor risiko dan nilai uji jalan 6 menit pada pasien PPOK ras Melanesia di Kota Jayapura, Papua.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di RSUD Dok II Jayapura.Pengambilan sampel dilakukan pada bulan September 2017.Hasil: Pada penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 40 pasien PPOK.Faktor risiko pasien PPOK ras Melanesia yang merokok adalah 27 subjek 67,5 , pajanan biomass 18 subjek 45 , ISPA berulang 12 subjek 30 dan IMT kurang 6 subjek 15 , normal 33 subjek 82,5 , lebih 1 subjek 2,5 .Terdapat hubungan bermakna antara kelompok PPOK dengan ISPA berulang p=0,003 , OR 11,67 dengan IK 95 2,2-61,2 .Terdapat hubungan bermakna antara kriteria spirometri berdasarkan GOLD dengan rokok p=0,016 , pajanan biomass p=0,013 , OR 11,76 dengan IK 95 1,31-105,50 , ISPA berulang p=0,041, OR 0,16 dengan IK 95 0,03-0,785 dan IMT p=0,002 .Jarak tempuh uji jalan 6 menit terbanyak pada kelompok 200-300 m dengan 36 subjek 90 .VEP 1prediksi terbanyak adalah 50-80 dengan 30 subjek 75 dengan rerata 58,33 10,083 dan rerata VEP 1 ml adalah 1375 445,88.Pemeriksaan foto toraks pasien PPOK ras melanesia adalah normal sebanyak 38 subjek 95 dan emfisematous 2 subjek 5 .Skor CAT pasien PPOK ras melanesia di RSUD Dok II Jayapura < 10 sebanyak 36 subjek 90 dan > 10 sebanyak 4 subjek 10 dengan hubungan bermakna antara skor CAT dengan kelompok PPOK p=0,042 .Indeks brinkman IB pasien PPOK ras melanesia di RSUD Dok II Jayapura adalah ringan sebanyak 7 subjek 7 , sedang 12 subjek 44 dan berat 8 subjek 30 serta hubungan bermakna antara IB dengan hasil spirometri berdasarkan GOLD p= 0,005 .Faktor komorbid yang didapatkan pada pasien PPOK ras melanesia di RSUD Dok II Jayapura adalah gagal jantung sebanyak 2 subjek 5 . Nilai rerata uji jalan 6 menit m adalah 277,88 32,83 dan VO2 maks ml/Kg/mnt adalah 22,08 1,047 serta tidak terdapat hubungan bermakna antara kelompok PPOK ras melanesia di RSUD Dok II Jayapura dengan uji jalan 6 menit dan prediksi VO2 maks.Kesimpulan: ISPA berulang, pajanan biomass,rokok, IMT merupakan faktor yang berpengaruh pada PPOK ras melanesia. Uji jalan 6 menit pasien PPOK ras melanesia lebih rendah dibandingkan non melanesia.Kata kunci :Faktor risiko, PPOK, ras melanesia, uji jalan 6 menit.
ABSTRACT
Background and purpose:Data on patients with COPD on melanesian races is not present. The aim of this study was to determine the risk factors and 6-minute road test scores in patients with COPD Melanesia in Jayapura City, Papua.Method:This research is cross sectional study conducted in RSUD Dok II Jayapura. Sampling was conducted in September 2017.Result:In this study the inclusion criteria were 40 patients with COPD. Risk factors for COPD patients smoking Melanesia were 27 subjects 67.5 , biomass exposure 18 subjects 45 , recurrent lower inspiratory infection of 12 subjects 30 and BMI less 6 subjects 15 , normal 33 subjects 82.5 , more 1 subject 2.5 . There was a significant relationship between group of COPD with recurrent lower inspiratory infection p = 0,003, OR 11,67 with CI 95 2,2-61,2 . There was significant relation between spirometry criteria based on GOLD with cigarette p = 0,016 , biomass exposure p = 0.013, OR 11.76 with 95 IK 1.31-105.50 , recurrent lower inspiratory infection p = 0.041, OR 0.16 with CI 0.03-0.785 and IMT p = 0.002 . The distance of the 6-minute walking test was highest in the 200-300 m group with 36 subjects 90 .The FEV 1 predicted was 50-80 with 30 subjects 75 with mean of 58.33 10,083 and FEV 1 ml is 1375 445.88. The examination of chest X-rays of patients with COC melanesia is normal for as many as 38 subjects 95 and emfisematous 2 subjects 5 .The CAT scores of melanesian COPD patients in RSUD Dok II Jayapura 10 for 4 subjects 10 with significant association between CAT score and group COPD p = 0,042 . Brinkman index IB of COPD patient melanesia in RSUD Dok II Jayapura was mild s 7 subjects 7 , 12 subjects 44 and weight 8 subjects 30 and significant relationship between IB and spirometry based on GOLD p = 0,005 . The comorbid factor obtained in patients with COPD melanesia in RSUD Dok II Jayapura is a heart failure of 2 subjects 5 . The mean value of the 6-minute walking test m was 277.88 32.83 and the max VO2 ml / Kg / mnt was 22.08 1.047 and there was no significant association between the melanesian rape COPD group in RSUD Dok II Jayapura by testing 6 min walking test and prediction VO2 max.Conclusions: Recurrent acute lower respiratory infection, biomass exposure, cigarette, BMI is a contributing factor in COPD melanesia. The 6-minute road test of COPD patients of melanesia is lower than non melanesia. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Imelda Farida Mauly
"ABSTRAK
Latar belakang penelitian : Polisi Lalu Lintas yang bekerja di daerah lalu lintas yang padat terpajan emisi kendaraan selama bertahun-tahun. Banyak penelitian melaporkan pajanan asap, bahan kimia dan partikel dalam emisi akan merusak faal paru. Belum ada data mengenai faal paru polisi lalu lintas di Wilayah Jakarta Selatan
Metode penelitian :
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (JABODTABEK) dengan desain cross-sectional untuk menentukan faal paru polisi lalu lintas dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini dilakukan pada polisi lalu lintas di Wilayah Jakarta Selatan pada bulan Oktober-November 2012 dengan teknik pengambilan total sampling. Wawancara menggunakan Kuesioner Pneumobile Project Indonesia, dilakukan pemeriksaan uji faal paru, foto toraks dan pengukuran CO ekshalasi. Data dianalisis secara deskriptif dan multivariat dengan menggunakan SPSS versi 17.
Hasil penelitian : Pada penelitian ini kami menemukan sebanyak 181 subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi, kelompok umur terbanyak 41-50 tahun (35,4%), status gizi kelebihan berat badan (54,1%) dan perokok ringan (33,1). Sebanyak 9 subjek ditemukan kelainan faal paru dengan rincian 5 obstruksi ringan dan 4 restriksi ringan. Gambaran kelainan foto toraks ditemukan sebanyak 5 subjek. Nilai kadar CO ekshalasi didapatkan dengan rerata 14,0 ± 8,5. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan bermakna secara statisitik antara faktor usia, status gizi, merokok, masa kerja, pemakaian APD dan kualitas udara dengan faal paru.
Kesimpulan: Terdapat kelainan faal paru pada 9 (5%) polisi lalu lintas di Wilayah Jakarta Selatan. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara gambaran faal paru dengan semua faktor-faktor yang diteliti.

ABSTRACT
Background: Traffic policemen working in the busy traffic signal areas get exposed to the vehicular missions for years together. Many studies have reported exposure to smoke, chemicals and particles in emissions will damage lung function. Since there were no data available on the parameters of traffic police personnel of South Jakarta.
Methods: This study is part of a major research area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (JABODETABEK) with cross-sectional study to determine the pulmonary function of traffic police and the factors that influenc. The study was conducted traffic policemen in South Jakarta Regional in Oktober-November 2012. Interview using Kuesioner Pneumobile Project Indonesia, Pulmonary function test, Chest X-ray and CO exhaled. The data were analyze using descriptive and multivariate processed to look at the relationship between variables with SPSS version 17.
Results: In this study we found as many as 181 subjects the inclusion criteria with predominant age group between 41-50 years old (35,4%), over weight (54,1%) and mild smoker (33,1%). A total of nine subjects with pulmonary function abnormalities details mild obstruction 5 and 4 mild restriction.Chest X-ray abnormality was found by 5 subjects. Levels of CO exhalation values ​​obtained with a mean 14.0 ± 8.5. The analysis conducted in this study found no significant relationship between the statistics of age, nutritional status, smoking, length of service, use of mask and air quality index with lung function.
Conclusion: There pulmonary function abnormalities in 9 (5%) of traffic police in the area of South Jakarta. There was no statistically significant association between lung function overview with all the factors studied."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asysyukriati Rifai Prawiro
"ABSTRAK
Latar Belakang: Prevalens PPOK memiliki kecenderungan meningkat, penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Eksaserbasi dan beberapa penyakit komorbid menyebakan disabilitas yang berdampak pada kualitas hidup pasien PPOK. Kualitas hidup yang baik adalah tujuan utama dalam penatalaksanaan pasien PPOK. Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan CAT dan SGRQ dalam menilai kualitas hidup pasien PPOK yang dikontrol dengan indeks BODE melalui pengukuran selama 6 bulan.
Metode: Penelitian ini merupakan studi prospektif terhadap 49 pasien PPOK stabil yang memenuhi kriteria inklusi melalui pengukuran pada 0, 3 dan 6 bulan di poliklinik Asma dan PPOK RS Persahabatan. Pasien PPOK stabil dilakukan pemeriksaan spirometri, pengukuran IMT, pengisian kuesioner CAT dan SGRQ, skala sesak mMRC dan uji jalan 6 menit.
Hasil: 49 pasien PPOK stabil pada awal evaluasi terdiri dari 5 orang pasien PPOK derajat I, 16 orang pasien PPOK derajat II, 21 pasien PPOK derajat III dan 7 pasien derajat. Kelompok usia 48-81 tahun dengan median 69 tahun dan rerata 67,04 ± 8,86. Riwayat merokok dari 49 pasien laki-laki terdiri dari 30 pasien memiliki indeks Brinkman (IB) berat, 12 pasien dengan IB sedang dan 7 pasien IB ringan. Komorbid terbanyak adalah penyakit kardiovaskuler (40%). CAT memiliki korelasi yang sangat kuat dengan SGRQ (r=0,89, p<0,0001) dan korelasi yang kuat dengan indeks BODE (r=0,65, p<0,0001). SGRQ memiliki korelasi yang kuat dengan indeks BODE (r=0,69, p<0,0001).
Kesimpulan: CAT dapat digunakan dengan baik untuk menilai kualitas hidup pasien PPOK seperti SGRQ. Korelasi CAT dengan SGRQ sangat kuat dan kuat dengan indek BODE tetapi SGRQ masih sedikit lebih baik dibandingkan CAT dalam memprediksi tingkat angka tahan hidup atau prognostik pasien PPOK.

ABSTRACT
Background: COPD has been increase in prevalence, a leading cause of morbidity and mortality worldwide. Exacerbation of COPD and some comorbid disease cause disability with impact on related quality of life (HRQoL). A good quality of life is major goal in management of COPD patients. The purpose of this study was to determine the correlation of any CAT, SGRQ and BODE index to estimate the quality of life in COPD patients.
Methods: The study was conducted with prospective study in 49 stable mild to very severe degree of COPD patients with repeated measurements in 0, 3 and 6 months at Asthma and COPD clinic Persahabatan Hospital. Stable COPD patients performed spirometry, measured BMI, fill out CAT and SGRQ questionnaire, MMRC dyspnea score and 6 minute walking test
Results: Forty nine COPD patients consist of 5 COPD patients of stage I, 16 patients of stage II, 21 patients of stage III and 7 patients of stage IV had been evaluated for 6 months. The median is 69 years (48;81) and mean 67,04 ± 8,86. Smoking history of patient consist of severe degree in 30 patients, 12 patients of moderate, and 7 patients of mild Brinkman index The most comorbid is cardiovascular disease (40%). A patient was die at the end evaluation. The CAT correlates very well with SGRQ (r=0.89, p<0.0001) and well with BODE index (r=0.65, p<0.0001). The SGRQ correlates well with BODE index (r=0.69, p<0.0001).
Conclusion: The CAT could be as reliable tools in predicting HRQoL as SGRQ. The CAT correlates very well with SGRQ and well with BODE index, but SGRQ is a bit better to predict survival COPD patient or prognostic patient than CAT."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Mariska Taruli Godang
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit komorbid yang sering ditemui pada pasien PPOK. Penyakit paru obstruktif kronik dipertimbangkan sebagai faktor risiko berkembangnya diabetes tipe 2 melalui beberapa mekanisme antara lain inflamasi sitemik, merokok, stres oksidatif, obesitas dan penggunaan kortikosteroid inhalasi. Prevalens DM pada pasien PPOK di Indonesia belum diketahui secara pasti. Diabetes melitus sebagai penyakit komorbid pada pasien PPOK akan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pasien PPOK.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan analisis deskriptif yang dilakukan di poliklinik asma ndash;PPOK Rumah sakit umum pusat Persahabatan pada bulan Februari ndash; Maret 2017 untuk melihat kejadian diabetes pada pasien PPOK. Enam puluh empat pasien PPOk di ambil untuk ikut dalam penelitian ini secara consecutive sampling. Pada semua pasien dilakukan wawancara, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium.
Hasil: Pada penelitian ini diambil 64 pasien PPOK lakilaki: 60, perempuan : 4 dengan usia rata rata 65 8.7 tahun. Sebanyak 12 subjek 18.8 sudah memiliki riwayat DM sebelumnya dan pasien ini dimasukan kedalam kelompok DM tanpa memandang hasil laboratorium. Dari 52 81.3 subjek yang belum diketahui status DM ditemukan 2 subjek 3,1 dengan diagnosis DM. Prevalens DM pada pasien PPOK pada penelitian ini sebesar 21.9. Ditemukan 16 subjek 25 dengan kadar HbA1c sesuai dengan prediabetes. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara usia, jenis kelamin, riwayat merokok, sataus gizi, hambatan aliran udara dan penggunaan kortikosteroid inhalasi dengan kejadian DM pada pasien PPOK.
Kesimpulan: Prevalens DM pada pasien PPOK dalam penelitian ini adalah sebesar 21..9 . Penapisan komorbid DM penting dilakukan secara berkala.

Background: Type 2 diabetes mellitus DM is a common comorbidity of COPD. COPD may be considered as a risk factor for new onset type 2 DM via multiple pathophysiological alterations such as systemic inflammation, smoking, oxidative stress, obesity and inhaled corticosteroid use. Exact prevalence of DM in COPD patients in Indonesia are still unclear. Co morbid conditions like DM have great impacts on the outcome of COPD in the form of severity, morbidity and mortality
Method: A cross sectional study with descriptive analysis was done in Asthma COPD clinic Persahabatan Hospital from February to March 2017 to screen COPD patients for DM. Sixty four subjects were recruited consecutively. Interview, physical examination and laboratory testing were performed in all subjects.
Results: A total of 64 patients with COPD Males 60, Female 4 with mean age 65 8.7 were screened for DM. Patients with known history of DM were 12 18.8 and were enrolled as Known DM cases. Remaining 52 81.3 patients whose DM status were unclear and screened by random or fasting blood sugar and HbA1c. Two subjects 3.1 were considered as newly diagnosed DM cases. Prevalence of DM in present study was 21.9. Number of patients with prediabetes were 16 subjects 25. There were no significant relationship among gender, age, smoking, nutritional status, airflow limitation and inhaled corticosteroid use in occurrence of DM among COPD patients.
Conclusion: Prevalence of DM in COPD patients in the present study is 21.9. It is important to screen all COPD patients for DM routinely.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Dwi Apriliana
"Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah di Indonesia. PPOK ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang disebabkan oleh kelainan saluran napas atau kelainan anatomis paru atau kombinasi dari keduanya. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada penderita PPOK yaitu kurangnya asupan oksigen pada waktu malam hari. Keadaan tersebut akan semakin diperberat apabila penderita PPOK juga menderita gangguan tidur Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA adalah gangguan tidur yang disebabkan penyumbatan saluran napas dan menyebabkan jeda sementara saat napas minimal 10 detik.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan seleksi fitur Information Gain untuk mencari fitur-fitur yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK. Setelah proses seleksi fitur selesai, peneliti menggunakan metode Random Forest untuk mengklasifikasi pasien PPOK yang beresiko tinggi terkena OSA dan yang berisiko rendah terkena OSA. Sampel pada penelitian ini merupakan 111 pasien PPOK yang berada di RS Cipto Mangunkusumo.
Dari hasil penelitian ini, nilai akurasi terbaik didapat saat penggunaan 4 fitur terbaik dari keseluruhan fitur (10% fitur dari keseluruhan fitur) sebesar 85.71% dengan sensitifitas dan spesifisitas berturut-turut sebesar 71.43% dan 92.86%. Fitur yang memiliki rangking terbaik adalah lingkar pinggang.

Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is one of the epidemic diseases in Indonesia. The characters of COPD can be seen from airway abnormalities, anatomical abnormalities of the lungs, or the combination of both. One complication that can occur in patients with COPD is lack of oxygen intake at night. This situation will be further aggravated if COPD patients also suffer from Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA is a sleep disorder caused by airway obstruction, and causes a temporary pause when breathing for at least 10 seconds.
In this study, we used Information Gain feature selection to determine which features that affect the risk of OSA in COPD patients. After the feature selection process was completed, we used the Random Forest Classifier method to classify who has the high risk and who has the low risk of developing OSA in COPD patients. The sample in this study consist of 111 COPD patients with 34 features who hospitalized in Cipto Mangunkusumo Hospital.
From experimental result, the best accuracy are obtained by 4 features (10% of total features) i.e 85.71% with sensitivity and specificity are 71.43% and 92.86% respectively. The feature with highest ranking is waist size.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Erni
"Penyajian serial kasus ini bertujuan untuk menganalisis dukungan nutrisi optimal pada penderita paru-paru obstruktif kronis. Pemilihan kasus berdasarkan karakteristik yang terdapat pada pasien paru-paru obstruktif kronis, yaitu usia lansia, sedang mengalami eksaserbasi akut, terdapat komplikasi dan faktor komorbid, serta malnutrisi (underweight atau obesitas), yang dirawat di rumah sakit. Kebutuhan energi ditentukan dengan menggunakan perhitungan rumus Harris Benedict dan dikalikan dengan faktor stres yang sesuai. Komposisi protein 1,2–1,7 gr/kg BB/hari, lemak 25-30%, dan karbohidrat 50–60%. Hasil analisis dari dua kasus didapatkan rerata pencapaian asupan lebih dari 90% kebutuhan energi basal pada hari terakhir perawatan, satu kasus mencapai 70%, dan satu kasus lagi telah mencapai mencapai 85% kebutuhan energi total. Hanya satu kasus yang mendapat suplementasi mikronutrien lengkap dosis RDA. Monitoring dan evaluasi yang diberikan meliputi klinis, imbang cairan, toleransi asupan, dan analisis asupan. Dukungan nutrisi yang optimal, pemberian edukasi serta motivasi kepada pasien dan keluarganya, akan memberikan toleransi asupan yang baik disertai perbaikan klinis.

The aim of this serial case is to analyze optimal nutritional support in patients with COPD. The cases selection based on the characteristics of COPD patients, i.e. older age, acute exacerbation, complications, and comorbidity factor, as well as malnutrition (underweight or obese), who were hospitalized. Basal energy requirement were determined by the Harris-Benedict equotion and was multiplied by stress factor to calculate total energy requirement. Macronutriens compositions for protein ranged from 1.2 - 1.7 g/kg bw /day, lipids 25-30%, and carbohydrate 50-60% of total calories requirement. Intake analysis from two cases showed a mean intake over 90% of basal energy needs on the last day of treatment, one case reached 70%, and other case reached up to 85% of total energy needs. Only one case received full-dose micronutrient supplementation equal to RDA. Monitoring and evaluation included clinical status, fluid balance, intake tolerance, and intake analysis. Optimal nutritional support, provision of education and motivation to patients and their families, will enhanced intake tolerance along with clinical improvement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Nurwidhiyasari
"ABSTRAK
Penyakit paru obstruktif kronik PPOK menurut The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease GOLD adalah salah satu penyakit saluran pernapasan yang tidak dapat menular. Klasifikasi pengelompokan ABCD terbaru didasarkan pada gejala dan penilaian risiko eksaserbasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai klasifikasi Pengelompokan ABCD pada kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan pada pasien dengan PPOK. Metode: Desain penelitian ini menggunakan cross sectional dengan metode convenience sampling pada 200 pasien dengan PPOK stabil yang mengalami PPOK selama lebih dari 3 bulan dan tanpa gagal jantung kronis grade 3 dan 4 di Rumah Sakit Persahabatan, Rumah Sakit Budhi Asih dan Pasar Minggu RSUD. Gejala menggunakan COPD Assessment Test CAT dan kuesioner kualitas hidup menggunakan St George 39s Respiratory Questionnaire SGRQ. Hasil: Analisis Chi Square menunjukkan bahwa p = 0,000.

ABSTRACT
Chronic obstructive pulmonary disease COPD according to The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease GOLD is one of the non communicable diseases of the respiratory tract. The latest ABCD Groupings classification is based on symptoms and risk assessment of exacerbations. The aim of this study was to assess the classification of ABCD Groupings on the quality of life associated with health in patients with COPD. Methods The design of this study used cross sectional with convenience sampling method in 200 patients with stable COPD who had COPD for more than 3 months and without chronic heart failure grade 3 and 4 at Persahabatan Hospital, Budhi Asih Hospital and Pasar Minggu Hospital. Symptoms use COPD Assessment Test CAT and quality of life questionnaires using St George 39s Respiratory Questionnaire SGRQ. Result Chi Square analysis shows that p 0,000."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>