Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1666 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Juvenile sex offender therapy has changed markedly since it emerged in the 1980s. Toolkit for working with juvenile sex offenders provides therapists with a summary of evidence-based practice with this population, including working with comorbid conditions and developmental disabilities. It provides tools for use in assessment, case formulation, and treatment, and includes forms, checklists, and exercises.
The intended audience is practitioners engaged in the assessment and treatment of juveniles whose sexual interests and/or behaviors are statistically non-normative and/or problematic. Readers will find a chapter on academic assessment and intervention, a domain frequently not covered by texts in this field.
"
London: Academic Press, 2014
e20427787
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
New York : Guilford Press, 2006
354.153 JUV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Ary Nurani
"Defisit empati dianggap sebagai faktor penting yang berperan dalam penyerangan seksual oleh remaja. Mereka mengalami defisit dalam empati, terutama empati terhadap korban spesifik mereka (victim empathy). Atas dasar tersebut, sebagian besar intervensi bagi pelaku kekerasan seksual mengikutsertakan empati dalam programnya. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa empati pelaku kekerasan seksual terhadap korbannya terhambat oleh distorsi kognitif sehingga pelaku mengalami defisit pada victim empathy (Barnett dan Mann, 2013b). Salah satu intervensi yang bisa digunakan untuk menyasar distorsi kognitif adalah rational emotive behavioral therapy (REBT). Dalam penelitian ini, REBT bertujuan mengidentifikasi dan mengubah irrational belief pada remaja pelaku penyerangan seksual yang menghambat proses victim empathy mereka. Dengan demikian, mereka diharapkan mampu mengidentifikasi emosi dan kognisi secara lebih tepat sehingga mereka mampu melihat pengalaman orang lain secara tepat. Partisipan yang terlibat adalah dua orang tahanan remaja pria berusia 17 dan 19 tahun. Intervensi dilakukan dalam 6 sesi. Kedua partisipan mengalami peningkatan victim empathy dan general empathy, diketahui dari perbaikan skor victim empathy, interpersonal reactivity index (IRI), dan evaluasi kualitatif. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa irrational belief yang melandasi kekerasan seksual yang dilakukan oleh kedua partisipan adalah low tolerance belief dan selfdepreciation/other-depreciation belief.

Empathy deficit is considered as an important factor that contributes in juvenile sex offending. They have deficit in empathy, especially empathy for their specific victim (victim empathy). Recent research suggests that lack of victim empathy in them occur as a result of cognitive distortion (Barnett dan Mann, 2013b). One of the interventions that could be used to target cognitive distortions is rational emotive behavior therapy (REBT). In this study, REBT aims to identify and change the irrational belief in juvenile sex offenders which inhibit victim empathy. Thereby, they are expected to be able to identify their emotion and cognition accurately so that they are able to understand and feel others? experience appropriately. Participants involved were two adolescent male prisoners aged 17 and 19. Interventions conducted in 6 sessions. Result shows that both participants reported an increase in victim empathy and general empathy which is indicated by improvement in victim empathy score, interpersonal reactivity index (IRI) score, and qualitative evaluation. This research also found that irrational belief which underlies sexual offending for both participants is the low tolerance belief and self-depreciation/other-depreciation belief."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damayanti Athiah Wardana
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembinaan anak yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Tangerang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual harus mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Lembaga yang melakukan pembinaan bagi anak yang terpidana melakukan tindak pidana kekerasan seksual ialah Lembaga Pembinaan Khusus Anak dan dibantu oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
Pembinaan anak di LPKA Kelas I Tangerang tidak sepenuhnya dibantu oleh Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Serang dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan kebijakan internal LPKA Kelas I Tangerang. Pembinaan bagi anak yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual juga tidak dibedakan dari anak yang melakukan tindak pidana lain, dan pembinaan khusus hanya akan diadakan ketika muncul hal yang sifatnya darurat.

This study aims to determine the rehabilitation development of juvenile sex offenders in the Youth Correctional Center (LPKA) Tangerang. The results showed that the criminal prosecution of juvenile sex offenders should be referred to the Law No. 11 Year 2012 on Children Criminal Justice System. Institutions which are providing supervision for children who are convicted of a criminal act of sexual violence is the Agency is assisted by the Special Child and Community Advisors.
Rehabilitation development of children in LPKA Tangerang is not fully accompanied along by Social Counsellor (Pembimbing Kemasyarakatan) from The Central Penitentiary (Bapas) Serang due to limitation of human resources and internal policies of LPKA Tangerang. Guidance for juvenile sex offenders inside LPKA Tangerang is no different from children who commit other crimes, and special guidance will only be held when it appeared the nature of the issue a child has is an emergency.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hapsari Santosa
"ABSTRAK
Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, angka kriminalitas yang
dilakukan oleh remaja laki-laki mengalami tren peningkatan. Setengah dari pelaku
kriminalitas tersebut merupakan pelaku kekerasan. Dalam hal ini remaja laki-laki
pelaku kekerasan di dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan kelompok
individu yang paling membutuhkan intervensi. Intervensi berbasis cognitivebehavioral
merupakan salah satu intervensi yang dinilai efektif untuk mengatasi
hal ini. Sejalan dengan perkembangan third-wave-therapies, Young dan rekanrekannya
mengembangkan Terapi Skema. Terapi Skema bertujuan untuk
menurunkan aktivasi skema, meningkatkan kesadaran psikologis, sehingga
partisipan secara sadar melakukan kontrol atas skema tersebut. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana TS efektif untuk menurunkan
sikap terhadap kekerasan pada remaja pelaku kekerasan nonseksual. Metode
Penelitian ini menggunakan one group before-and-after study design dan
accidental sampling di dalam LP Anak Tangerang. Hasil Kedua partisipan
menunjukkan penurunan sikap terhadap kekerasan. Hal ini diketahui dari
perubahan skor Skala Sikap Terhadap Kekerasan dan evaluasi kualitatif.
Kesimpulan Terapi Skema efektif dalam menurunkan sikap terhadap kekerasan
pada remaja pelaku kekerasan nonseksual.

ABSTRACT
Background In recent years, crime committed by teenage boys showed an
increasing trend. Half of the crime perpetrators are violent offenders. In this case
teenage boys violent offenders in prison is a group of individuals who are most in
need of intervention. Interventions based on cognitive-behavioral therapy is one
that is considered effective to overcome this problem. In line with the
development of third-wave-therapies, Young and his colleagues developed
Schema Therapy. Schema Therapy aims to reduce the activation of schemas,
increasing psychological awareness, so that participants consciously exert control
over the schema. The purpose of this study was to determine the extent to which
Schema Therapy is effective to reduce attitude towards violence in juvenile
nonsexual offenders. Methods This study used a one-group before-and-after study
design and accidental sampling in the LP Anak Pria Tangerang. Results Both
participants showed a decrease in attitudes towards violence. It is known from the
Attitudes Toward Violence Scale scores and qualitative evaluation. Conclusions
Schema Therapy is effective in reducing attitude towards violence in juvenile
nonsexual offenders."
2014
T42047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusuma Minayati
"Perilaku antisosial dan kriminalitas pada anak dan remaja merupakan permasalahan penting yang terjadi di Indonesia dan berbagai negara. Dalam menghadapi permasalahan ini, negara menyelenggarakan suatu program pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Masalah perilaku sering lebih menjadi perhatian, meskipun depresi merupakan masalah yang juga signifikan pada populasi ini. Depresi pada anak dan remaja memiliki perbedaan gambaran dengan dewasa, dapat menjadi hal yang melatarbelakangi munculnya masalah perilaku, dan bila tidak segera dikenali dan ditangani dapat mempengaruhi perkembangan anak dan remaja itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran gejala depresi serta faktor-faktor yang berhubungan pada anak didik pemasyarakatan di LPKA. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan studi potong lintang, dan dilaksanakan di LPKA Kelas I Tangerang pada bulan Juni-September 2018. Sebanyak 86 responden berpartisipasi dalam penelitian ini, dan pada penilaian dengan Child Depression Inventory (CDI), dijumpai 44,2% responden mengalami gejala depresi. Pada penilaian lanjutan dengan Mini-International Neuropsychiatric Interview for Children and Adolescent (MINI-KID) didapatkan sebagian besar responden memenuhi kriteria diagnosis distimia, dan komorbiditas paling banyak adalah distimia dan gangguan penggunaan zat psikoaktif non alkohol. Dari penilaian terhadap faktor yang berhubungan, didapatkan anak didik yang menjalani masa penahanan kurang dari 1 tahun dan tidak dikunjungi keluarga memiliki risiko lebih besar mengalami depresi. Pada analisis multivariat didapatkan perundungan adalah faktor perancu, dan konsultasi ke layanan kesehatan selama masa penahanan tidak berhubungan dengan adanya depresi. Setelah mendapatkan hasil tersebut dapat disarankan penapisan gejala depresi pada anak didik pemasyarakatan dan penanganan yang sesuai. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mempelajari faktor lain yang memengaruhi depresi pada anak didik pemasyarakatan.

Antisocial behavior and crime in children and adolescents are crucial problems which occur in Indonesia and various countries. In dealing with this problem, the state organizes a coaching program at the Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Behavioral problems are often more of a concern, although depression is also a significant problem in this population. Depression in children and adolescents which has different symptoms in adults could be the background of the emergence of behavior problems, and if not immediately recognized and handled can affect the development of children and adolescents themselves. This study aims to describe depressive symptoms and related factors in juvenile offenders in LPKA. This study was an observational study with cross sectional study design, and was conducted in LPKA Kelas I Tangerang in June-September 2018. A total of 86 respondents participated in this study, and the assessment with Child Depression Inventory (CDI), 44,2% of respondents encountered depression symptoms. In the follow-up assessment with the Mini-International Neuropsychiatric Interview for Children and Adolescent (MINI-KID) instrument, it was found that most respondents met the diagnosis criteria fr dystimia, and the most comorbidities were dysthimia and disruption of the use of non-alcoholic psychoactive substances. From the assessment of related factors, it was found that juvenile offenders who underwent a detention period of less than 1 year and were not visited by their families had a greater risk of depression. In the multivariate analysis it was found that bullying was a confounding factor, and consultation to health services during the detention period was not associated with depression. After getting these results, it can be suggested screening depressive symptoms in correctional and adequate treatment. Further research is also needed to study other factors that correlated with depression in juvenile offenders."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hore, P.J.
Oxford: Oxford University Press, 2009
538.362 HOR n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Kusuma Amanda
"In July 2012, Indonesia enacted landmark legislation to reform the juvenile justice system. The Juvenile Justice Act is a break through which constituted to protect the rights of children in the juvenile justice system. This Act explicitly includes the principle of restorative justice, a principle that guarantees the government?s commitment to use rehabilitative and restorative approaches. The question that arises now is how this law can be satisfied through the implementation of the Act. Specifically, this paper will focus on how the restorative justice principle can be applied to juvenile commit sexual offense. This paper, learning from the United State?s rehabilitation system, will offer some suggestions to form the rehabilitation process for juvenile sex offenders in Indonesia, such as enhancing research about juveniles commit sexual offense; improving the law and regulation; and implementing counseling, supervised group homes, and other support mechanisms.
Pada bulan Juli 2012, Indonesia memberlakukan undang-undang yang penting untuk mereformasi sistem peradilan anak. Undang-Undang Pengadilan Anak merupakan terobosan yang dibentuk untuk melindungi hak-hak anak dalam sistem peradilan anak. Undang-Undang ini secara eksplisit memasukkan prinsip keadilan restoratif, prinsip yang menjamin komitmen pemerintah untuk menggunakan pendekatan rehabilitatif dan restoratif. Pertanyaan yang muncul sekarang adalah bagaimana hukum ini dapat dipenuhi melalui penerapan Undang-Undang. Secara khusus, tulisan ini akan berfokus pada bagaimana prinsip keadilan restoratif dapat diterapkan terhadap remaja yang melakukan pelanggaran seksual.
Tulisan ini, belajar dari sistem rehabilitasi Negara Amerika Serikat, akan menawarkan beberapa saran untuk membentuk proses rehabilitasi bagi pelaku remaja pelanggaran seksual di Indonesia, seperti meningkatkan penelitian mengenai remaja yang melakukan pelanggaran seksual; meningkatkan hukum dan peraturan; melaksanakan konseling, kelompok rumah yang diawasi, dan mekanisme pendukung lainnya."
Depok: Faculty of Law University of Indonesia, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Budi Cahyono
"Kekerasan seksual di Indonesia merupakan salah satu permasalahan hukum yang dianggap serius, Dalam menanggapi hal tersebut Indonesia mengatur hukuman pidana tambahan yakni kebiri kimia dan tercantum pada Undang-undang No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Ditengah polemic pro dan kontra Presiden Joko Widodo secara Resmi Menanda tangani Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak. Dengan timbul banyaknya polemik terkait keberadaan hukuman ini, maka penulis akan melakukan penelitian terkait penerapan hukuman kebiri kimia dengan menggunakan metode penelitian bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan analisis perbandingan hukum, pendekatan analisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan bahwa hukuman kebiri kimia di beberapa negara sangat memerlukan peran dari ahli medis untuk dapat melakukan penjatuhan hukuman kebiri kimia, dan hukuman kebiri kimia merupakan suatu bentuk hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak karena dianggap memiliki gangguan kelainan mental yakni pedofilia. Pada saat ini para dokter masih menolak akan keberadaan hukuman kebiri kimia dikarenakan bertentangan akan kode etik profesinya, akan tetapi penulis menemukan bahwa seharusnya dokter dapat mengambil peran penuh dalam penerapan hukuman ini sebagai bentuk menjaga kondisi Kesehatan baik secara mental maupun fisik sehingga hukuman ini dapat menjadi bentuk rehabilitasi atau pengobatan atas perbuatan menyimpang dari pelaku.

In Indonesia sexual violence is one of the legal issues that considered as serious crime. For the response of this issue, Indonesia regulates additional criminal penalties called chemical castration and Written in UU No. 17/2016 about the Second Amendment to UU No. 23/2002 Child Protection Becomes Law. In between of the pro and cons of this sentence, President of Indonesia Joko Widodo Officially Signed Government Regulation No. 70 of 2020 concerning Procedures for Carrying Out Chemical Castration, Installation of Electronic Detection Devices, Rehabilitation, and Announcement of the Identity of Perpetrators of Sexual Violence Against Children. With the emergence of many polemics related to the existence of this punishment, the authors will conduct research related to the application of chemical castration using normative juridical research methods with qualitative analysis methods. This research is using comparative legal analysis approach, an analysis approach to statutory regulations. The results of this study the authors found that chemical castration in several countries fully depends on the role of medical experts to give chemical castration sentences, and chemical castration punishment is for perpetrators of sexual crimes against that are considered to have a mental disorder, namely pedophilia. At this time doctors still reject the existence of chemical castration punishment because it conflicts with the professional code of ethics, but the authors found that doctors should be able to take a full role in implementing this punishment as a form of maintaining health conditions both mentally and physically so that this punishment can be a form of punishment. rehabilitation or treatment of the perpetrator's deviant acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiwana, Amrit
New york: Prentice hall, 1999: New york, 1999
658.4 TIW k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>