Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92777 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rycko Amelza Dahniel
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai fenomena implementasi birokrasi di Polres Kota Sukabumi yang berkaitan dengan berbagai aspek struktur dan sosial organisasi, sehingga bermanfaat bagi pengembangan ilmu kepolisian dan reforrnasi birokrasi Polri. Berbagai karakteristik organisasi birokratik yang dikembangkan oleh Weber (1917), Robbin (1990), dan Pinchott (1993), dijadikan pola pikir untuk mengungkap praktek-praktek birokrasi di Polres Kota Sukabumi dalam melaksanakan pemolisian. Corak masyarakat yang berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas pemolisian dan praktek birokrasi di Polres Kota Sukabumi juga menjadi fokus yang dieksplorasi dalam penelitian ini.
Berbagai teori organisasi modem dan post modern yang mengaitkan pengaruh Iingkungan terhadap struktur organjsasi, organisasi pembelajar sebagai leverage peningkatan kualitas organisasi terutama menempatkan peran dan kualitas SDM di dalam pelaksanaan tugas-tugas organisasi, menjadi landasan teoritik dan pola pikir di dalam melihat fenomena birokrasi di Polres Kota Sukabumi. Berbagai paradigma teori organisasi terkini yang mengungkapkan pergeseran paradigma dari organisasi birokratik yang cenderung mekanistik menuju organjsasi organik yang lebih merespons kompleksitas dan adaptif terhadap tuntutan lingkungan organisasi guna meningkatkan kualitas pelayanan, dijadikan kerangka bertikir di dalam menganalisis fenomena clan praktek birokrasi di Polres Kota Sukabumi (Senge, 1990; Pinchot, 1993; Osbome & Plastrik, 1997; Choo, 1998; Maycunich, 2000, Pettinger, 2002).
Penelitian ini dilakukan di Polres Kota Sukabumi sebagai unit analisisnya. Pendekatan kualitatif yang lebih berfokus pada kedalaman mengungkap dan mengeksplorasi berbagai fenomena dan praktek birokrasi di Polres Kota Sukabumi menjadi bagian penting di dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, melalui teknik pengamatan terlibat (complete participant observation) dan wawancara mendalam (indepth-interview) kepada informan kunci, dengan mengandalkan peneliti sebagai instrumen penelitian diharapkan mampu mengeksplorasi kedalaman data yang lebih komprehensif. Triangulasi dan pemaknaan (meaning) terhadap fenornena temuan penelitian merupakan pendekatan yang dikedepankan di dalam melakukan analisis.
Pertama, penelitian ini menunjukkan bahwa organisasi Polres Kota Sukabumi lebih mencerminkan praktek organisasi birokrasi yang dicirikan dengan organisasi yang hirarkis mulai dari Mabes Polri pada tingkat tertinggi (strategic apex) dan organisasi Polres sebagai organisasi terdepan atau KOD (operating core) dalam melaksanakan tugas  pemolisian. Dalam implementasinya, organisasi yang hirarkis telah menempatkan Kapolres sebagai pejabat dengan otoritas yang sentral sehingga pengambilan keputusan lebih terpusat pada pimpinan puncak organisasi. Hal ini menimbulkan peran pimpinan tertinggi Polres sangat dominan dalam melakukan pengambilan keputusan sehingga kurangnya ?delegation of authority" yang diberikan kepada anggota organisasi dalarn rangka pengambilan keputusan. Praktek organisasi birokratik yang demikian dapat mematahkan kreativitas, inisiatif dan inovasi anggota organjsasi dalam melakukan tugas-tugas pelayanan masyarakat. Diferensiasi vertikal dalam struktur hirarkis yang menempatkan posisi Polwil diantara Polres dan Polda sebagai pengawas Polres, namun diberi tugas sebagai komando Operasional, telah bertentangan dengan prinsip-prinsip pengorganisasian Polri yang dititikberatkan pada pembagian daerah hukum yang serasi dengan administrasi pemerintahan di daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu.
Kedua, penelitian menemukan bahwa spesialisasi tugas ke dalam fungsi-fungsi organisasi baik yang bersifat ?vertical differentiation? dan ?horizontal differentiation? sebagai karakteristik organisasi birokratik cenderung menimbulkan ego fungsional antar unit organisasi sehingga sulit terciptanya ?teamwork?sebagai bentuk paradigma baru dalam organisasi untuk mendukung efektifitas pelaksanaan tugas pemolisian.
Ketiga, dominasi lcepemimpinan sebagai akibat dari struktur organisasi hirarkis telah membentuk budaya organisasi yang lebih merefleksikan budaya militeristik, sehingga perilaku anggota sangat patuh dan menunggu perintah atasan, berorientasi kepada senioritas, lebih reaktif dan terbentuk untuk melaksanakan tugas secara rutin dan statis. Padahal, paradigma pemolisian menuntut perilaku anggota menyesuaikan dengan perubahan rnasyarakat dan perkernbangan lingkungan organisasi yang dinamis.
Keempat, salah satu karakteristik organisasi birokrasi yang impersonal menjadi kurang sesuai dan cocok di dalam melaksanakan tugas pmolisian khususnya didalam menciptakan keteraturan sosial dalam masyarakat Sukabumi. Dengan demikian paradigma organisasi yang mengedepankan kpentingan masyarakat dalam pemolisian melalui kemitraan, kolaborasi, bimbingan dan fasilitator dalam menyelesaikan masalah sosial, merupakan esensi menciptakan organisasi pembelajar (learning organization) di lingkungan Polres Kota Sukabumi.
Kelima, penerapan manajemen SDM berbasis kompetensi sebagai praktek birokrasi di Polres Sukaburni masih belum tercermin secara nyata sebagai ?core value? organisasi sehingga perilaku anggota di lingkungan Polres Sukabumi kurang berorientasi kepada kinerja anggota tetapi lebih berorientasi kepada tugas-tugas rutin yang didasari atas hubungan patron-klien di dalarn organisasi.
Keenam, konteks dan lokalitas masyarakat Sukabumi dan kebudayaannya, mempengaruhi corak birokrasi di Polres Kota Sukabumi. Model birokrasi rasional oleh Weber yang impersonal dan otoritas yang legal tidak dapat sepenuhnya diimplementasikan, khususnya pada masyarakat Sukabumi dalam menciptakan keteraturan sosial dalam masyarakat. Secara khusus, masyarakat Sukabumi memiliki kebudayaan dominan dan hukum yang hidup untuk memecahkan masalah sosial. Sehingga strategi pemolisian yang mengedepankan fungsi pre-eratif melalui bimbingan, kemitraan dan menjadi fasilitator dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial, lebih sesuai dan efektif dalam menciptakan keteraturan sosial pada masyarakat Sukabumi.
This study is aimed to explore the various phenomena in bureaucratic implementation in Sukabumi City Police station related to various structural and social organizational aspects, to be beneficial for the development of police science and INP bureaucracy reformation. Various characteristics of bureaucratic organization developed by Weber (1917) and Pinchott (1993) is used as the framework to reveal bureaucratic practices in Sukabumi city police station in conducting policing duties. The variety of society influencing the implementation of policing duties and bureaucratic practices in Sukabumi city police station also becomes the focus to be explored in this research.
Various modern and post modern organization pattern relating environmental influence on organization structure, learning organization as the leverage to increase organization quality, mainly by putting the roles and quality of Human Resources in the implementation of organizational tasks, have become the theoretical and thinking pattem in seeing the bureaucratic phenomena in Sukabumi city police station. Various updated organizational theory paradigm which reveals the shifting of paradigm from bureaucratic organization that tends to be mechanistic to a more organic organization that responds better towards the complexity and adaptive towards the demand of organizational environs to increase service quality, is made into thinking pattem in analyzing phenomenon and bureaucratic practices in Sukabumi city police station (Senge, 1990; Pinchot, 1993; Osbome & Plastrik, 1997; Choo, 1998; Maycunich, 2000, Pettinger, 2002).
This research is made with Sukabumi city police station as the analysis unit. The qualitative approach which more focused in the in-depth revelation and exploration of various phenomenon and bureaucratic practices in Sukabumi city police station becomes the important point of this research. Therefore, through complete participant observation and in-depth interview to key informant, by relying on the researcher as research instrument, it is expected that the research can explore the depth of data more comprehensively. Triangulation and meaning on research Ending phenomenon in the approach promoted in conducting the analysis.
First, this research shows that the Sukabumi city police station organization reflect more on the a bureaucratic organization practice characterized by hierarchical organization, starting with Police Headquarter as the highest level (strategic apex) and city police station as the frontline organization or operating core in conducting policing duties.
In its implementation, this hierarchical organization has placed the head of city police as an oliicer with cen1;ralistic authority, so that the decision making is more centralized on the highest leader of the organization. This created a very dominant highest leader of city police in making decision, so that there was a lack of ?delegation of authority? delegated to organizational members in decision making. This kind of bureaucratic organization practice can break creativity, initiative and innovation of organizational members in conducting public services duties. Vertical differentiation in hierarchical structure which placed the position of area police between city police and regional police as the overseer of city police, but with duties as operational command has been contradictory to the INP organizing principles which emphasizes on division of legal jurisdiction in line with regional govemment administration in the region and integrated criminal justice system apparatus.
Second the research found that task specialization into organizational functions, both those with ?vertical differentiation? and ?horizontal differentiation? in nature as characteristic of bureaucratic organization tend to create functional ego among organization units so it is difficult to create a ?teamwork? as form of new organizational paradigm to support effectiveness of policing duties implementation.
Third the domination of leadership as a result of hierarchical organizational structure has fomied organizational culture that reflect more on militaristic culture, so that the behavior of the members are obedient and subservient to the boss, oriented to seniority, more reactive and formed to conduct routine and static duties. Whereas the policing paradigm demands a behavior of members that are adaptive to the changes of society and development ofa more dynamic organization environs.
Fourth, one of the impersonal characteristics of bureaucratic organization becomes not suitable and relevant in conducting policing duties, especially in creating social order in Sukabumi society. Thus, organizational paradigm that promotes community interest in policing through partnership, collaboration, assistance and facilitation in solving social problems, is the essence in creating learning organization in the environments of Sukabumi city police station.
Fifth, the competence based Human Resource management system as bureaucratic practice in the Sukabumi city police station is not really reflected as the core value of organization so that the behavior of members in the Sukabumi city police station oriented less to the performance of members but it oriented more on the routine tasks based on patron-client relationship in the organization.
Sixth, the context and locality of Sukabumi people and their culture influence the bureaucratic pattem in Sukabumi city police station. The rational bureaucratic model by Weber, that is impersonal and with legal authority cannot be fully implemented, especially to the Sukabumi people in creating social order in the community. Specifically, Sukabumi people have dominant culture and living law to solve social problem. Thus, policing strategy to promote pre-emptive function through assistance, partnership and facilitating in solving social problems, is more suitable and effective in creating social order in Sukabumi community.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
D899
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Beetham, David
Jakarta: Bumi Aksara, 1990
302.35 BEE b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mas`ud Said
Malang: UMM Press, 2010
302.35 MAS b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Fardiana Latief
"Penelitian ini menggambarkan bagaimana birokrasi arus utama menempatkan perempuan, lalu menjelaskan penyebab dan upaya untuk mengatasi hambatan dalam pengembangan karier seluas-luasnya. Kerangka pikir menggunakan teori femininisme eksistensialis, birokrasi arus umum dan birokrasi berperspektif ferminis. Dengan pendekatan kualitatif; dan extended case method penelitian ini memperoleh data dari dua belas perempuan yang bekerja di instansi pemerintah di DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi birokrasi arus utama adalah buta gender.
Dari perspektif perempuan terlihat dua ketimpangan representasi perempuan, pertama ketimpangan perempuan dalam struktur organisasi dan kedua ketimpangan representasi perempuan pada posisi yang marginal. Hal ini dilihat dari rendahnya jumlah perempuan yang bekerja sebagai pegawai negeri, dan ketika menjabat, masih pada posisi subordinat dengan jenis pekerjaan sebagai "pembantu" atau "pelengkap". Pengembangan karier lebih diutamakan pada laki-laki ketimbang perempuan. Upaya yang dilakukan perempuan adalah melakukan rencana kehidupannya untuk urusan karier atau keluarga secara bergantian. Oleh karena itu, perlu reformasi struktur birokrasi agar menjadi Iebih women friendly melalui kebijakan yang peka gender dan dispensasi pada perempuan dengan affirmative actions.
Women in Bureaucracy: A Study Case on Women's Carrier Development in Several Governmental InstitutionsThis study attempts to shed light on women's carrier development within mainstream bureaucracy, and seeks to identify causes and efforts to overcome obstacles women face in their carrier. Concepts of bureaucracy within mainstream paradigm as well as feminist, and feminist existentialism are employed as theoretical framework. Using qualitative approach and extended case method, data gathered from twelve subjects working in government institutions in the Province of DKI Jakarta.
Results lead to a conclusion that mainstream bureaucracy is gender blind. Tackling the results from feminist perspectives, it has been identified that women are underrepresented in organizational structure and managerial position. Carrier development path are mainly reserved for men. It is therefore recommended to start reforming the structure of bureaucracy to accommodate women's best interests by means of gender-sensitive policies as well as affirmative actions.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafuan Rozi Soebhan
"Pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di Indonesia mengalami keadaan bureaumania, berupa kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi, nepotisme dan politisasi birokrasi. Birokrasi cenderung dijadikan alat status quo untuk mengkooptasi masyarakat, guna mempertahankan dan memperluas kekuasaan monolitik partai dan rezim berkuasa. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan sebagai lapis tengah dan aktor public services yang netral dan adil, kenyataannya dalam beberapa kasus birokrasi malah menjadi penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi. Bertindak diskriminatif dalam pelayanan publik dan melakukan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara untuk kepentingan "partai tertentu".
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, menjelaskan dan menganalisa gejala politik dengan menjelaskan kecenderungan apa, bagaimana dan mengapa muncul gerakan yang menginginkan birokrasi di Indonesia menuju birokrasi yang netral dari afiliasi politik. Untuk itu data dikumpulkan lewat analisis dokumen berbagai media yang sudah beredar di masyarakat yang merekam aktivitas dan pendapat pelaku-pelaku gerakan tersebut. Kemudian dilakukan langkah deduksi yaitu menarik penalaran tema permasalahan dari umum ke khusus, berupa analisa terhadap perubahan paradigma dan reposisi birokrasi, serta memikirkan beberapa indikator yang bisa dipergunakan dalam membangun kondisi netralitas politik birokrasi.
Kerangka pemikiran yang melandasi tesis ini antara lain dari pemikiran legal rasional Max Weber, bureaumania Baron de Grimm, bureaucratic polity Karl D. Jackson, kepolitikan birokrasi Harold Crouch, korporatisme negara Dwight Y. King dan Manuel Kaiseipo, mobilisasi birokrasi William D. Lidlle, krisis partisipasi politik Myron Weiner, ketidakpuasan birokrasi akibat berpolitik dari Hans Antlov dan Cederroth, serta reinventing Government dan David Osborn dan Ted Gaebler.
Ada beragam bentuk gerakan netralitas politik birokrasi antara tahun 1998-1999 yang menentang politisasi birokrasi. Ada yang moderat menyatakan unitnya keluar dan KORPRI, menyatakan unitnya tidak berafiliasi dengan Golkar, ada yang menginginkan perubahan posisi birokrasi di lingkungan eksekutif dan di legislatif, Ada pernyataan kritis dari tokoh oposisi yang ingin pembubaran organisasi birokrasi (KORPRI), ada pernyataan bersikap netral dan objektif dari lembaga ilmiah non departemen. Solusi dari gerakan ini adalah pentingnya untuk membuat kebijakan dan sanksi yang mengharuskan PNS bertindak netral, disebabkan Partai Golkar dan partai yang lain akan terus berupaya untuk menggunakan jalur birokrasi untuk kemenangannya dalam pemilihan umum.
Temuan tesis ini antara lain kasus-kasus keterlibatan birokrasi di sejumlah daerah dalam pemilihan umum 1999 menunjukkan gerakan netralitas birokrasi belum mampu meminimalkan tingkat keikutsertean birokrasi dalam aktifitas mendukung partai politik tertentu. Dari 27 daerah pemilihan, hanya ada 2 daerah pemilihan yang birokrasi bertindak relatif netral. Hal ini menjadi semacam indikasi bahwa masih berlangsungnya secara terus-menerus keadaan politisasi birokrasi di Indonesia, seperti yang diramalkan teori korporatisme negara. Birokrasi di awal era reformasi masih seperti yang dulu. Keadaan Cita-cita gerakan netralitas politik birokrasi belum menjadi kenyataan pada tahun pertama reformasi di Indonesia.
Agaknya berlaku seperti apa yang dikemukakan Antlov-Cederroth dan Charles E. Lindbolm bahwa praktik birokrasi di negara-negara berkembang yang menunjukkan pemihakan birokrasi (pegawai pemerintah) pada suatu partai politik, telah memunculkan ketidakpuasan-ketidakpuasan politik, khususnya dan pegawai negeri itu sendiri. Keasyikan birokrasi bermain dalam politik, pada titik tertentu, telah menghasilkan kecenderungan birokrasi yang korup, tidak efisien dan amoral. Hal ini akan menjadi perhatian kita bersama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Jaipuri
"Tesis ini berusaha mungurai permasalahan di seputar budaya birokrasi IAIN SU, khususnya masalah kebijakan. Di sini budaya dilihat sebagai sesuatu yang dibangun bersama, sehingga merupakan tatanan nilai dan norma yang dianut dalam komunitas lembaga tersebut.
IAIN SU sebagai bagaian dari birokrasi pemerintah berada di bawah kendali departemen Agama, Namun sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi, kepadanya diberikan wewenang oleh pemerintah untuk menentukan sebagian kebijakan bagi operasional dan pengembangan diri. Namur meskipun ia memiliki kewenangan untuk merumuskan kebijakan sendiri, masih terdapat fenomena kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa di antara kebijakan yang ditetapkan terdapat kebijakan yang tidak dapat berjalan efektif, kebijakan yang menyebabkan terjadinya involusi dalam perkembangan kelembagaan, serta kebijakan yang kurarig berkenan di hati sebagian pegawai dan dosen.
Berbagai kondisi yang merupakan bagian dari proses kebijakan tersebut dapat mempengaruhi kreatifitas dan loyalitas kerja, serta mempengaruhi efektifitas dan efisiensi jalannya birokrasi pendidikan. Hal ini akan berujung pada lemahnya produktifitas berupa output mahasiswa.
Ada keinginan pimpinan untuk membangun birokrasi IAIN dengan manajemen organisasi yang korpopratif. Namun terjebak pada keterikatan yang kuat dengan birokrasi pemerintah menyebabkan lembaga ini justru berputar di dalam birokrasi itu sendiri antara birokrasi mesin dan professional. Di sisi lain, keinginan mengakomodasi kebutuhan mahasiswa untuk menjadi pegawai purna studi turut mendorong lahirnya kebijakan yang justru involutif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This writing take theme/topic with complexity about prolem which classic,fundamental,but regular actual .Be said to be classic because bureaucracy organization problem was worked through since antic greek era plato and Aristoteles....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Bureaucracy in the living of modern state is an implementer institution to reach the goal of the state and governance. Bureaucracy practiced in the world of governance emerges a concept of governance bureaucracy that has become a determinant factor in conducting governance whereas the success of governance is determined by its governance bureaucracy. As success determinant in achieving the goal of the state, it is expected to be able to perform optimum role in governance implementation. Therefore, we need bureaucracy that is able to perform professionally and neutral. In carrying out the governance, neutrality professionalism bureaucracy can realize effective and afficient bureaucracy in order to achieve state goal especial to enhance public welfare. Therefore, effort to energizing bureaucracy is pretty needed to carry out governance."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Albrow, Martin
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989
352.63 ALB b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Sangadji
"ABSTRAK
Secara umum, Disertasi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh birokrasi di bidang kesehatan di Kotamadya Ambon memang telah membuka diri terhadap peluang partisipasi publik. Secara khusus, tujuan dari Disertasi ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh partisipasi publik terhadap pelayanan publik di bidang kesehatan di Kotamadya Ambon, secara riil telah dilaksanakan oleh pelaku pelayanan publik.
Lokasi penelitian adalah di Puskesmas Rawat Inap X dan Puskesmas Non Rawat Inap Y di Kota Ambon. Pemilihan Puskesmas dengan perbedaan Rawat Inap dan Non Rawat Inap didasari oleh asumsi penulis bahwa besar kemungkinan perbedaan status tersebut membawa dampak pada kualitas pelayanan publik.
Disertasi ini menggunakan metode kualitatif dengan beberapa langkah pengumpulan data sebagai berikut :Pertama, studi sekunder dan wawancara dengan peneliti dalam topik penelitian sejenis untuk mendapatkan gambaran awal masalah Disertasi; Kedua, wawancara mendalam yang dilakukan kepada beberapa informan kelompok pengunjung/pasien baik di Puskesmas Rawat Inap maupun Non Rawat Inap kemudian dijadikan informan dalam kegiatan wawancara mendalam. Ketiga, Selain melakukan wawancara mendalam, penulis dalam upaya menggali data lebih dalam, juga melakukan FGD dengan peserta yang mencakup wakil dari Kantor Dinas Kesehatan Ambon, Pejabat Puskesmas (Rawat Inap dan Non Rawat Inap) Karyawan Puskesmas (Rawat Inap dan Non Rawat Inap) Dokter Puskesmas (Rawat Inap dan Non Rawat Inap). Keempat, terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yakni melihat realita pelayanan publik di Puskesmas sebagai salah satu sentra pelayanan publik di bidang kesehatan, maka diperlukan data kuantitatif melalui survei.
Melalui penelitian Disertasi ini, terungkap bahwa reformasi birokrasi di Kotamadya Ambon juga sudah banyak direalisasikan. Namun demikian, semua upaya realisasi reformasi birokrasi tersebut belum sepenuhnya berjalan. Beberapa aspek yang telah dicapai dalam derajat tertentu, antara lain adalah : Pertama, birokrasi pelayanan publik di Kotamadya Ambon dalam derajat tertentu telah mengembangkan keterbukaan (transparency). Kedua, berkaitan dengan keterbukaan adalah kebertanggungjawaban (accountability). Ketiga, birokrasi pelayanan publik di Kotamadya Ambon, khususnya dalam pelayanan publik bidang kesehatan, dalam batas-batas tertentu sudah mulai membangun aksesibilitas partisipasi publik melalui mekanisme pengaduan. Keempat, birokrasi pelayanan publik di Kotamadya Ambon, khususnya di bidang kesehatan,telah berupaya untuk tidak berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus lebih kepada yang lemah dan kurang berdaya. Sementara itu, mengacu pada hasil penelitian Disertasi ini maka agen atau pengguna pelayanan masih belum mampu berpartisipasi secara aktif. Mereka hanya berpartisipasi secara pasif dan belum mampu mewujudkan diri mereka secara aktual sebagai ?active society?. Protes sosial (terbatas pada penyampaian keluhan dan pengaduan) memang ada tetapi hasil penelitian Disertasi ini hanya mengungkap bahwa protes-proses sosial itu hanya dilakukan secara sendiri-sendiri oleh individu-individu yang tidak puas terhadap pelayanan publik yang diterimanya.

ABSTRACT
In general, this dissertation aims to know how far bureaucracy in area of health in Municipality of Ambon had been exposing to opportunities of public participation. Specifically, the purpose of this dissertation is to know how far the public participation to public service in health in Ambon Municipality, actually have been carried out by the person responsible for public service.
The observation was done at the Inpatient health center X (Puskesmas Rawat Inap X) and non-Inpatient health center Y (Puskesmas non-Rawat Inap Y) in Ambon City. Health center election with a difference Inpatient and Non Inpatient based on the author?s assumption that the most likely of that status differences have an impact on the quality of public services.
This dissertation uses qualitative methods of data collection with a few steps as follows: First, secondary studies and interviews with researchers in similar research topics to get a preliminary description of the problem Dissertation; Second, in-depth interviews are conducted to some informants group visitors/ patients both in the Inpatient and Non-Inpatient Health Center and then made the informant in-depth interviews. Third, the addition in-depth interviews, the authors in an effort to dig deeper into the data, also conducted FGDs with participants including representatives from the Office of Health Office of Ambon, Officer Health Center (Inpatient and Non Inpatient) Employee Health Center (Inpatient and Non Inpatient) Medical Doctor Health Center (Inpatient and Non Inpatient). Fourth, related to the objectives to be achieved in this study, that seeing the reality of public service at the Health Center as one of the center of public services in health, we need quantitative data through surveys.
Through this dissertation research, it was revealed that the reform of the bureaucracy in Ambon also been many realized. However, all attempts at bureaucratic reform has not yet been realized fully operational. Some aspects that have been achieved in some degree, among other things: First, the public service bureaucracy in Ambon has developed a certain degree of openness (transparency).
Ambon Municipal Government considers that the public is the main stakeholders in the service. Second, openness is associated with accountability. Ambon Municipality has succeeded in increasing the accountability reporting responsibility to realize the various budget responsibilities, achievement in the development of public services by exploiting the role of mass media and other public information. Third, the bureaucracy of public services in the Municipality of Ambon, especially in public services in health, within certain limits, have started developing the accessibility of public participation through the complaint mechanism. Fourth, the public service bureaucracy in Ambon, particularly in the areas of health, has been oriented to try to be as strong, but must be more to the poor and less powerful.
Meanwhile, referring to the results of this dissertation research, then the agent or service users are still not able to actively participate. They only participate passively and not yet able to realize their actual self as ?active society.? Social protest (limited to the submission of grievances and complaints) do exist but the results of research in this dissertation reveal that the protest-social process is only done independently by individuals who are dissatisfied with public services received."
Depok: 2010
D914
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>