Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113485 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rian Fabian Sofyan
"ABSTRAK
Fistula perianal merupakan salah satu penyakit yang cukup banyak di divisi bedah digestif RSCM Namun sampai saat ini belum tersedia karakteristik pasien sehingga penatalaksanaan sampai saat ini fistel perianal tidak banyak berubah dalam dua dekade terakhir Dilakukan penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data rekam medis pasien fistula perianal yang dilakukan pembedahan periode Januari 2009 sampai Desember 2012 di RSCM JakartaTerdapat 26 orang laki laki 74 3 dan 9 orang perempuan 25 7 penderita fistula perianal dengan usia rerata 37 03 tahun rentang 10 61 tahun median 35 tahun Pasien dirawat di bangsal bedah pasca operasi rerata 9 17 hari rentang 2 26 hari Tindakan tersering dilakukan adalah fistulektomi 60 pasien dengan dengan letak tersering pada fistula di arah jam 6 29 3 pasien yang kembali dilakukan operasi karena rekurensi 8 6 dengan waktu kembali pasca operasi pertama rerata 3 bulan pasca operasi pertama Fistula perianal merupakan salah satu penyakit tersering di divisi bedah digestif Karakteristik pasien perianal fistula terbanyak adalah laki laki dengan tindakan yang tersering dilakukannya fistulektomi Penatalaksanaan pasien dengan fistel perianal bertujuan menghilangkan fistel dengan mempertahankan fungsi dari sfingter Perlunya data yang lengkap dan terperinci didalam status dan laporan operasi dapat membantu terbentuknya penelitian yang lengkap Kata kunci fistula perianal fistulektomi karakteristik pasien lama rawat usia penatalaksanaan.
ABSTRACT
Perianal fistula is one of the most frequently disease in RSCM digestive surgery Nevertheless until now there is no data about the patient so there is no different treatment of this disease for the last two decade Have been done the retrospective descriptive research in Ciptomangunkusumo Hospital by using medical record of patient with diagnosis perianal fistula from January 2009 till December 2012 There is 26 male 74 3 and 9 female 25 7 patient with perianal fistula and with the average age was 37 03 years old range from 10 61years median 35 years old Patient was admitted in the ward with length of stay average 9 17 days range 2 26 days Fistulektomy 60 is the most frequently treatment with the location of fistula at 6 o rsquo clock 29 There is 3 patient with recurrent fistula perianal 8 6 with average time the patient was came after 3 months after the first surgeryThe treatment it self is to remove the fistula and preserve the function of sphincter The key to help the good research is to collect and write the good medical recordKey word perianal fistula fistulektomy patient characteristic length of stay age treatment."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Sulastri
"ABSTRAK
Anesthesi spinal pada bedah digestif merupakan tindakan pembedahan yang dapat
mempengaruhi keadaan hemodinamik.Pemberian Latihan mobilisasi rom dini
diharapkan mampu membantu menstabilkan keadaan hemodinamik.Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui perbedaan mobilisasi 2 jam dan 6 jam pasca
operasi digestif dengan anestesi spinal. Desain penelitian ini adalah quasi
eksperimen dengan pre-post test non equivalen dengan jumlah 60 responden.
Penilaian dilakukan dengan pengukuran tanda vital pada ketiga kelompok,
pengukuran pertama yaitu 2 jam post operasi sebelum dilakukan intervensi,
pengukuran kedua dilakukan setelah 2 DAFTAR GRAFIKjam setelah diberi
latihan mobilisasi dan pengukuran ketiga 6 jam post operasi setelah diberi latihan.
Hasil uji anova-post-hoc diperoleh perbedaan nilai p < 0.05, pada kelompok
intervensi 2, khusus nilai diastolik dan MAP. Rekomendasi penelitian ini adalah
bahwa dapat dipertimbangkan pemberian mobilisasi ROM dini baik 2 jam dan 6
jam post operasi bisa dilakukan mobilisasi secara bertahap khususnya pada pasien
dengan anestesi spinal pada pembedahan digestif ini.

ABSTRACT
Spinal anesthesia on post digestive surgery patient can influence hemodynamics’
patient. The early mobilization: ROM is expected to stabilize hemodynamic
patient post-surgery. The purpose of this study is to determine the difference on
hemodynamic status patient who have early mobilization 2 hours and 6 hours postsurgery
with spinal anesthesia. Quasi experiment was used with pre-posttest
nonequivalent method which is recruited 60 respondents. Hemodynamic statuses were
documented by measuring vital signs on 3 different groups. The first measurement was
documented on 2 hours post-surgery before intervention. The second measurements were
conducted 2 hours after early mobilization was given and third measurements were
conducted 6 hours post-surgery after mobilization. The result from ANOVA test shows
significant different (p<0.05) between second group who received ROM 2 hours postsurgery,
especially on diastolic and MAP score. It is recommended that early
mobilization 2 and 6 hours post-surgery should be given gradually, especially patient with
digestive surgery who received spinal anesthesia"
2013
T36064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Kamal
"Nyeri punggung bawah acute merupakan keluhan terbanyak kelima di fasilitas pelayanan kesehatan di Amerika Serikat, dan 30% berkembang menjadi nyeri kronis. Sebesar 60-90% penduduk Amerika Serikat mempunyai keluhan nyeri punggung bawah, dan 50% diantaranya mengeluhkan nyeri yang berulang dalam satu tahun. Nyeri punggung bawah memiliki efek psikologis dan sosial terhadap pasien. Secara ekonomi nyeri punggung bawah ini membebani negara terkait biaya yang harus dikeluarkan dalam penanganan nyeri punggung bawah. Penilaian derajat nyeri penting dilakukan pada setiap pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah dan American Pain Society menetapkan menyertakan nyeri sebagai tanda vital kelima dalam pemeriksaan terhadap nyeri punggung bawah sejak tahun 1990. Penilaian terhadap nyeri memberikan informasi yang lebih baik terhadap efek terapi, atau keberhasilan dari terapi nyeri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil evaluasi derajat nyeri dengan Numeric Rating Scale (NRS) pada kasus nyeri punggung bagian bawah (low back pain) yang mendapat intervensi nyeri di Departemen Bedah Saraf RS Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2012 -2014. Penelitian dilakukan menggunakan desain Cross Sectional Analitik, terhadap data sekunder berupa data rekam medis pasien dengan kasus nyeri punggung bawah yang berkunjung ke poliklinik Bedah Saraf Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Responden dalam penelitian ini berusia 17 tahun ke atas. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat.
Dari hasil analisis data diperoleh 57,2% pasien nyeri punggung bawah yang mendapat intervensi nyeri berusia 40 - 59 tahun, dan 52,4% diantaranya berjenis kelamin perempuan. Dari hasil pemeriksaan MRI didapatkan 66,7% dengan gambaran protrusion diskus dengan penekanan. Sebesar 71,4% pasien mendapatkan terapi kombinasi LESI dan MBN dan 95,2% pasien yang mendapatkan intervensi nyeri mengalami perbaikan skala nyeri dan dapat bertahan sampai dengan 1 tahun. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa Tidak terdapat hubungan bermakna antara gambaran MRI dengan prosedur intervensi nyeri dan jenis nyeri, tapi terdapat hubungan bermakna antara jenis nyeri dengan prosedur intervensi nyeri.

Acute lower back pain is the fifth most complaints in health care facilities in the United States, and 30% develop into chronic pain. Amounting to 60-90% of the US population has low back pain, and 50% of them complained of recurring pain in one year. Lower back pain has psychological and social effects on patients. Economically lower back pain is related to the state burdening costs to be incurred in the treatment of lower back pain. Assessment of the degree of pain is important in any patient with low back pain and the American Pain Society set to include pain as the fifth vital sign in the examination of lower back pain since 1990. Assessment of pain provide better information to the therapeutic effect, or the success of therapy pain.
This study aims to know the results of the evaluation of the degree of pain with Numeric Rating Scale (NRS) in the case of lower back pain (low back pain) who received the intervention of pain in the Department of Neurosurgery Cipto Mangunkusumo in 2012 -2014. The study was conducted using Analytical cross sectional design, due to the secondary data from medical records of patients with low back pain who visited the clinic Neurosurgery Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta, in the period of 2012 to 2014. The respondents in this study aged 17 above. Analysis of data using univariate and bivariate analyzes. From the analysis of the data obtained 57.2% of patients with low back pain who received the intervention pain aged 40-59 years, and 52.4% of them were female.
From the results obtained 66.7% of MRI examinations with a disc protrusion with 71.4% of patients receive combination therapy LESI and MBN and 95.2% of patients who received the pain intervention experienced decreasing scale of pain scale and last up to 1 year. Multivariate analysis showed that there is no significant relationship between MRI image with pain interventional procedures and types of pain, but there is a significant relationship between the type of pain with pain interventional procedures.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Marcella Widjaja
"Latar Belakang: Postoperative gastrointestinal tract dysfunction (POGD) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien pascaoperasi yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan lama rawat inap. Malnutrisi sering terjadi pada periode perioperasi. Indeks massa bebas lemak menjadi salah satu penilaian untuk identifikasi pasien dengan malnutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indeks massa bebas lemak praoperasi dengan POGD menggunakan skor Intake-Feeling Nauseated, Emesis, Exam, Duration (I-FEED) dan lama rawat inap pasien pascalaparotomi elektif. Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 92 subjek berusia 18-64 tahun yang menjalani laparotomi elektif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama bulan Maret-Mei 2023. Pengukuran indeks massa bebas lemak praoperasi menggunakan bioelectrical impedance analysis (BIA) SECA mBCA-525. Penilaian POGD berdasarkan American Society for Enchanced Recovery and Perioperative Quality Initiative Joint Consensus Statement menggunakan skor I-FEED. Penilaian rawat inap dengan data rekam medis dan perhitungan lama rawat pascaoperasi. Dilakukan analisis univariat, bivariat dan analisis multivariat pada studi ini. Hasil: Rerata indeks massa bebas lemak pasien 16,5  2,3 kg/m2 dengan kategori rendah sebanyak 29,3%. POGD terjadi pada 41,3% subjek dan median lama rawat pascaoperasi 4 (2-17) hari. Tidak ditemukan korelasi yang bermakna secara statistik pada indeks massa bebas lemak praoperasi dengan POGD menggunakan skor I-FEED dan lama rawat inap pascaoperasi. Analisis klasifikasi indeks massa bebas lemak praoperasi yang rendah meningkatkan risiko kejadian POGD (OR 2,84; 95% CI 1,13-7,16). Analisis lanjutan dengan regresi linier menunjukkan serum albumin praoperasi dan durasi operasi menjadi faktor yang paling berkorelasi dengan skor I-FEED serta asupan protein dan karbohidrat berkorelasi dengan lama rawat pascaoperasi. Kesimpulan: Tidak ditemukan korelasi bermakna antara indeks massa bebas lemak praoperasi dengan POGD menggunakan skor I-FEED dan lama rawat inap pasien pascalaparotomi elektif.

Background: Postoperative gastrointestinal tract dysfunction (POGD) is a complication that increases morbidity and length of stay. Malnutrition often occurs in the perioperative period. Fat-free mass index is one of the assessments for identifying patients with malnutrition that caused complication. This study aims to assess the association between preoperative fat-free mass index and POGD using the Intake-Feeling Nauseated, Emesis, Exam, Duration (I-FEED) score and postoperative length of stay in elective laparotomy patients. Methods: This cross-sectional study was conducted on 92 subjects aged 18-64 years at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital who underwent elective laparotomy from March to May 2023. The fat-free mass index was measured using a multi-frequency bioelectrical impedance analysis (BIA) SECA mBCA-525. The POGD assessment was based on the American Society for Enchanced Recovery and Perioperative Quality Initiative Joint Consensus Statement using the I-FEED score. The length of stay assessment calculated with postoperative length of hospitalization and medical record. Univariate, bivariate, and multivariate analyses were performed in this study. Results: The average of patient’s fat-free mass index was 16.5  2,3 kg/m2 and found 29.3% of subjects in low category. 41.3% of subjects developed POGD, and median length of postoperative hospital stay was 4 (2-17) days. There was no statistically significant correlation between preoperative fat-free mass index and POGD using I-FEED score and postoperative length of hospital stay. Classification analysis of low preoperative fat-free mass index increased the risk of POGD (OR 2.84; 95% CI 1.13-7.16). Further analysis using linear logistic for other confounding factors revealed that preoperative serum albumin and duration of surgery were the most correlated factors in I-FEED score. Protein and carbohydrate intake were correlated with postoperative length of hospital stay. Conclusion: There is no correlation between preoperative fat-free mass index and POGD using I-FFEED score and length of stay after elective laparotomy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, M. Deni
"Latar Belakang: Adenoma hipofisis adalah kumpulan dari berbagai jenis tumor yang ditemukan di kelenjar hipofisis, yang dapat menyebabkan kompresi nervus optikus, sehingga menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan lapang penglihatan akibat efek penekanan massa tumor. Tindakan operasi transfenoid pada adenoma hipofisis bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan dekompresi massa tumor dengan harapan memperbaiki atau mempertahankan fungsi nervus optikus.
Tujuan: Menilai luaran fungsi penglihatan (tajam penglihatan dan lapang penglihatan) pada pasien adenoma hipofisis serta faktor-faktor yang mempengaruhi luaran tersebut.
Metode: Penelitian potong lintang terhadap pasien-pasien adenoma hipofisis yang telah dioperasi transfenoid dari tahun 2012-2014. Fungsi penglihatan pasien (visus, visual impairment scale, dan lapang penglihatan) sebelum dan sesudah operasi transfenoid diambil dari rekam medik pasien.
Hasil: Sebanyak delapan sampel (57,1%) mengalami perbaikan dan enam pasien (42,9%) tidak mengalami perbaikan nilai visual impairment scale (VIS). Sebanyak delapan sampel (57,1%) mengalami perbaikan dan sebanyak enam pasien (42,9%) tidak mengalami perbaikan visus. Setelah dilakukan tindakan pembedahan untuk mengangkat adenoma hipofisis dengan pendekatan transfenoid, sebagian besar pasien (57,1%) mengalami perbaikan fungsi penglihatan baik dengan metode pemeriksaan visus maupun VIS. Usia, jenis kelamin, waktu onset sampai berobat, waktu berobat sampai operasi, waktu onset sampai operasi, atau volume operasi tidak berhubungan dengan luaran fungsi penglihatan pasien.
Kesimpulan: Operasi transfenoid pada adenoma hipofisis dapat memberikan perbaikan fungsi penglihatan pada sebagian besar pasien adenoma hipofisis.

Background: Pituitary adenoma is a collection of various type tumors found in the pituitary gland, which can lead to compression of the optic nerve, causing a decrease in visual acuity and field of vision due to the suppressive effect of the tumor mass. Transphenoidal surgery on pituitary adenoma aims to diagnose and decompression of the tumor mass in order to improve or preserve optic nerve function.
Purpose: Evaluate the visual function outcomes (visual acuity and field of vision) in patients with pituitary adenoma and the factors that influence these outcomes.
Method: A cross-sectional study on patients who had transphenoidal surgery of pituitary adenoma from 2012 - 2014. The patient’s visual functions (visual acuity, visual impairment scale, and field of vision) were evaluated before and after transphenoidal surgery. The data were taken from the patient’s medical record.
Result: A total of eight patients (57.1%) showed improvement and six patients (42.9%) didn’t show improvement of visual impairment scale (VIS). A total of eight pstients (57.1%) showed improvement, and as many as six patients (42.9%) did not show vision improvement. After transphenoidal surgery, most patients (57.1%) had improved their visual functions not only by Snellen chart visual acuity test, but also by VIS score. Age, gender, time of onset to treatment, treatment time until surgery, time of onset to surgery, tumor volume before surgery were not related to the patient's visual function outcomes.
Conclusion: Transphenoidal surgery of pituitary adenoma can provide visual function improvement in most patients with pituitary adenoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taqwa Rizki Fadhilah
"Latar Belakang: Nyeri tulang belakang adalah masalah umum di kalangan orang dewasa. Ini dapat mengakibatkan pembatasan aktivitas dan absensi pekerjaan. Penyakit tulang belakang lainnya seperti nyeri leher dan nyeri pinggang juga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang meningkat, terutama di kalangan remaja. Penyakit tulang belakang dapat disebabkan oleh kerusakan tulang belakang atau saraf yang menyebabkan rasa sakit dan gangguan stabilitas tulang belakang. Di Indonesia, nyeri punggung sering diabaikan atau diobati sendiri sehingga menyebabkan keterlambatan dalam penanganan yang tepat. Masih kurang penelitian tentang profil operasi tulang belakang di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan sedikit data epidemiologis penyakit tulang belakang yang dipublikasikan di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional retrospektif terhadap pasien bedah tulang belakang di departemen bedah saraf RSCM dari Januari 2018 hingga Desember 2022 yang bertujuan untuk menggambarkan profil demografi, presentasi klinis, dan waktu antara gejala pertama dan operasi pasien. Data akan dikumpulkan dari semua rekam medis yang tersedia dan dianalisis menggunakan IBM SPSS Statistik 24.0. Data tersebut akan ditabulasikan dan disajikan secara deskriptif.
Hasil: Penelitian ini melibatkan 363 pasien, dengan usia rata-rata 46,55 ± 15,732 tahun. Mayoritas pasien (41,1%) mengalami keterlambatan lebih dari 12 bulan antara onset gejala pertama dan operasi. Gejala klinis yang paling umum adalah defisit sensorik bilateral (44,6%) dan nyeri radikular (29,2%), dan penyakit tulang belakang degeneratif, terutama degenerasi lumbal (25,4%), adalah etiologi yang paling umum.
Kesimpulan: Penelitian ini menggarisbawahi prevalensi penyakit tulang belakang degeneratif dan menyoroti pentingnya diagnosis dan intervensi tepat waktu untuk meningkatkan hasil bedah untuk kondisi penytulang belakang di Indonesia.

Introduction: Back pain is a common issue among adults. It can result in activity restrictions and job absences. Other spinal diseases such as neck pain and low back pain are also becoming a rising public health concern, especially among teenagers. The number of spinal surgeries has almost doubled from 2004 to 2015. Spinal disease can be caused by damage to the spine or nerves, leading to pain and impaired spinal stability. In Indonesia, back pain is often ignored or self-treated, leading to a delay in proper treatment. There is a lack of studies on the profiles and outcomes of spinal surgeries in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) and little to no published epidemiological data of spinal diseases in Indonesia.
Method: This study is a retrospective observational study of spinal surgery patients at the department of neurosurgery RSCM from January 2018 to December 2022 that aims to describe demographic profiles, clinical presentations, and time between first symptoms and surgery of the patients. The data will be collected from all available medical records and analyzed using IBM SPSS Statistics 24.0.  The data will be tabulated and presented in a descriptive manner.
Results: The study included 363 patients, with a mean age of 46.55 ± 15.732 years. The majority of patients (41.1%) experienced delays of more than 12 months between first symptom onset and surgery. The most common clinical symptoms were bilateral sensoric deficits (44.6%) and radicular pain (29.2%). Degenerative spinal diseases, particularly lumbar degeneration (25.4%), were the most common etiology.
Conclusion: The findings underscores the prevalence of degenerative spinal diseases and highlights the importance of timely diagnosis and intervention to improve surgical outcomes for spinal conditions in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dias Syeh Tarmidzi
"Peutz Jegher Syndrome (PJS) merupakan penyakit pada saluran gastrointestinal yang ditandai dengan adanya multiple polip pada gaster, duodenum atau kolon. Faktor risiko yang banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan adalah pola makan yang kurang sehat karena efek banyaknya pertumbuhan makanan siap saji di wilayahnya. Tindakan medis yang dilakukan adalah dengan laparotomi dan polipektomi. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis pemberian evidence based practice mobilisasi dini pada pasien post laparotomi akibat PJS. Evaluasi asuhan keperawatan menunjukkan bahwa klien post laparotomi mengalami percepatan penyembuhan luka operasi dengan pemberian mobilisasi dini selama 5 hari. Hasil dari penulisan ini dapat memberikan gambaran kepada perawat bahwa pemberian mobilisasi dini setelah operasi dapat menurunkan resiko komplikasi dan mempercepat penyembuhan luka.

Peutz Jegher Syndrome (PJS) was gastrointestinal tract disease which characterize with multiple polip on the gaster, duodenum, or colon. The most risk factor was found in urban society was with unhealthy food consumption because there were increasing fast food restaurants in their environment. The most appropriate medical intervention is laparotomy and polipectomy. The aim of this paper was to analize in giving ecidence based practice with early mobilization to the post laparotomy pasient caused by PJS. The evaluation of nursing care showed that post laparotomy patient has acceleration of wound healing with five days of early mobilization. The result of this paper could give description for the nurses that giving early mobilization could decrease complication risk and acceleration of owound healing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tissy Fabiola
"Latar Belakang: Secara global diperkirakan terdapat 313 juta pembedahan yang dilakukan, dengan angka kematian 30 hari pascaoperasi mencapai 4.2 juta jiwa. Penilaian kondisi pasien preoperatif diperlukan untuk memprediksi morbiditas dan
mortalitas pasien pascabedah, maka modalitas yang digunakan dalam menilai risiko pembedahan sebaiknya memiliki akurasi dan objektivitas yang baik. Salah satu modalitas yang rutin digunakan di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) adalah skor ASA-PS. Namun skor ini sudah banyak ditinggalkan oleh negara maju dan beralih pada skor P-POSSUM yang dinilai lebih objektif, dan akurat. Studi ini menguji kesahihan skor P-POSSUM dalam memprediksi lama perawatan pasien pascabedah digestif mayor di ICU, yang mencerminkan keparahan morbiditas
pascabedah. Tujuan: Studi ini menguji kemampuan kalibrasi dan diskriminasi skor P-POSSUM dalam memprediksi lama perawatan di ICU, dan menganalisis hubungan antar variabel skor P-POSSUM dengan lama perawatan di ICU pada pasien pasabedah digestif mayor. Metode: Studi ini merupakan studi kohort retrospektif di RSUPNCM selama Januari 2017 hingga Desember 2018. Sebanyak 289 subjek yang sesuai kriteria inklusi dianalisis dari data rekam medis. Lama perawatan pascabedah di ICU dan skor P-POSSUM subjek dicatat sesuai dengan data rekam medis. Variabel PPOSSUM yang berpengaruh terhadap lama perawatan subjek dianalisis dengan analisis bivariat dan regresi logistik multivariat. Kesahihan skor dinilai menggunakan uji kalibrasi Hosmer-Lemeshow dan uji diskriminasi dengan melihat
nilai Area Under Curve. Hasil: Hasil analisis statistik menghasilkan bahwa skor P-POSSUM memiliki kemampuan kalibrasi yang baik (uji Hosmer-Lemeshow p=0.815) dan kemampuan
diskriminasi yang cukup baik (AUC 77.8%, IK 95% 0.717-0.827). Variabel PPOSSUM yang secara statistik berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap lama perawatan di ICU adalah kadar natrium, jumlah perdarahan, laju jantung, dan EKG.
Kesimpulan: Skor P-POSSUM sahih dalam memprediksi lama perawatan pasien pascabedah digestif mayor di ruang intensif (ICU).

Background: It was estimated that there was 313 million surgery underwent worldwide, with the 30-days postoperative mortality rate reaching 4.2 million cases. The evaluation of preoperative patients’ conditions is encouraged to predict
postoperative morbidity and mortality, thus the modality used to assess surgery risk should be accurate and objective. RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) routinely uses ASA-PS score to assess patients’ condition. Nonetheless, ASA-PS has
been regarded as subjective. Developed countries has started to replace this score with P-POSSUM score which was considered to be more accurate and objective. This study finds out the validity of P-POSSUM Score in predicting the length of
hospital stay in the ICU in patients who underwent digestive surgery, which reflects the severity of postoperative morbidity. Goals: This study investigated the calibration and discrimination ability of PPOSSUM score in predicting the length of stay in the ICU, and also explored the relationship between variables in P-POSSUM score and the length of stay in the ICU in patients who underwent digestive surgery.
Methods: This retrospective cohort study was conducted in RSUPNCM in January 2017 to December 2018 on 289 subjects who met the inclusion criteria. P-POSSUM score and the length of stay in the ICU unit were recorded, the data was taken from
medical record. Bivariate and multivariate logistic regression was used to investigate the relationship between P-POSSUM variables and the length of stay. The validity of P-POSSUM score was assessed by Hosmer-Lemeshow calibration
test and the measurement of the Area Under Curve (AUC).
Results: Statistical analysis showed that P-POSSUM had a good calibration ability (p=0.815 for Hosmer-Lemeshow test) and moderate discrimination ability (AUC 77.8%, CI 95% 0.717-0.827). Four P-POSSUM variables were found to be significantly associated with length of stay in the ICU (p<0.05), namely natrium level, total blood loss, heart rate and ECG. Conclusion: P-POSSUM score is valid in predicting the length of stay in the ICU in patients who underwent digestive surgery.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armalinda Pertiwi
"Penelitian penapisan beberapa Lactobacillus plantarum dan optimasi produksi protease serupa tripsin (PST) dilanjutkan dengan pemekatan dan karakterisasi parsial telah dilakukan. Tripsin memiliki peran penting dalam pencernaan protein di usus kecil namun produksi tripsin komersial saat ini masih terbatas oleh masalah sertifikasi halal dan risiko penularan penyakit yang bersumber dari babi atau sapi. Penelitian bertujuan menyeleksi koleksi isolat L. plantarum yang menghasilkan aktivitas PST tertinggi dan menentukan kondisi optimum dalam produksi PST dari L. plantarum terpilih menggunakan Response Surface Methodology (RSM) diikuti dengan pemurnian dan karakterisasi parsialnya. Tujuh isolat L. plantarum yang diperoleh dari makanan tradisional Indonesia diseleksi secara kualitatif dan kuantitatif. Semua isolat L. plantarum menunjukkan aktivitas proteolitik, terlihat adanya zona bening di sekitar koloni. Zona bening menunjukkan adanya potensi L. plantarum sebagai sumber PST secara kualitatif. Hasil pengujian kuantitatif menunjukkan bahwa isolat dengan kode B6 (L. plantarum WBM-4) menghasilkan PST dengan aktivitas tripsin tertinggi sebesar 0,16 mU/mL. Lactobacillus plantarum WBM-4 diisolasi dari buah Menteng Banjarmasin paling berpotensi untuk menghasilkan PST. Selanjutnya, L. plantarum WBM-4 dioptimalisasi produksi menggunakan Respon Surface Methodology (RSM) dan karakterisasi PST. Kondisi optimal ditentukan pada komposisi medium dengan 1,96% glukosa, 0,39% yeast extract, 1,97% skim milk, dan pH 6,62, menghasilkan aktivitas PST sebesar 0,303 mU/mL. Pemekatan enzim kasar di bawah kondisi optimum menggunakan viva spin 5000 MWCO meningkatkan kemurnian hingga 11,08 kali lipat, dengan aktivitas sebesar 2,47 mU/mL. Karakterisasi parsial menunjukkan berat molekul PST sekitar ~19 kDa dan ~29 kDa, stabilitas dalam rentang suhu 30 - 40°C, dan aktivitas optimal pada pH 7,0 - 8,0. Penambahan ion logam EDTA, Ca2+, dan Zn2+ memengaruhi aktivitas PST. Penyimpanan PST selama 30 hari pada suhu 4°C aktivitas tersisa PST masih 65% sedang pada suhu 24-28°C aktivitas hanya tersisa 15%. Hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang potensi PST yang berasal dari L. plantarum untuk aplikasi suplemen pencernaan dan memberikan alternatif sumber tripsin yang halal dan aman.

Research on screening of several Lactobacillus plantarum and optimization of trypsin-like protease production (TLP) followed by concentration and partial characterization has been carried out. Trypsin has an important role in protein digestion in the small intestine, but commercial trypsin production is currently limited by halal certification issues and the risk of transmission of diseases sourced from pigs or cattle. The study aimed to select a collection of Lactobacillus plantarum isolates that produced the highest TLP activity and determine the optimum conditions in TLP production from selected L. plantarum using Response Surface Methodology (RSM) followed by purification and partial characterization. Seven isolates of L. plantarum obtained from traditional Indonesian food were selected qualitatively and quantitatively. All L. plantarum isolates exhibited proteolytic activity, with clear zones around the colony. The clear zone shows the potential of L. plantarum as a qualitative source of TLP. The results of quantitative testing showed that isolates with code B6 (L. plantarum WBM-4) produced TLP with the highest trypsin activity value 0.16 mU/mL. L. plantarum WBM-4 isolated from Banjarmasin Menteng fruit has the most potential to produce TLP. Furthermore, L. plantarum WBM-4 optimized production using Response Surface Methodology (RSM) and TLP characterization. Optimal conditions were determined in the composition of the medium with 1.96% glucose, 0.39% yeast extract, 1.97% skim milk, and pH 6.62, resulting in TLP activity of 0.303 mU/mL. Crude enzyme concentration under optimum conditions using viva spin 5000 MWCO increases purity up to 11.08-fold, with an activity of 2.47 mU/mL. Partial characterization shows TLP molecular weights of approximately ~29 kDa and ~19 kDa, stability in the temperature range of 30 - 40 °C, and optimal activity at pH 7.0 - 8.0. The addition of EDTA, Ca2+, and Zn2+ metal ions affect TLP activity. TLP storage for 30 days at 4°C the remaining activity of PST is still 65% while at 24-28°C the activity is only 15%. The results of this study provide an overview of the potential of PST derived from L. plantarum for digestive supplement applications and provide an alternative source of trypsin that is halal and safe."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desdiani
"Latar belakang. Pabrik semen merupakan salah satu industri yang menerapkan kerja gilir bagi karyawannya untuk meningkatkan produktifitas. Kerja gilir ini berdampak pada gangguan irama sirkadian yang menyebabkan gangguan pencernaan. Di pabrik semen ini, gangguan pencernaan ditemukan pada pekerja gilir yang berotasi. Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan tujuan mengetahui prevalensi gangguan pencernaan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pencernaan
Metode penelitian. Berupa studi comparative cross sectional (perbandingan potong lintang) melalui perbandingan prevalensi gangguan pencernaan antara kelompok pekerja gilir dengan pekerja non gilir. Jumlah sampel pada kelompok kerja gilir dan kelompok non gilir masing masing 100 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana dari populasi yang memenuhi persyaratan kriteria inklusi. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner, pemeriksaan fisik, rekam medis pekerja dan data dari bagian kepegawaian.
Hasil penelitian. Didapatkan gangguan pencernaan pada pekerja gilir dengan pola rotasi dan prevalensi gangguan pencernaan sebesar 11% dengan CI 95% 4,9% - 17.1%. Faktor yang berhubungan paling kuat dengan gangguan pencernaan adalah riwayat penyakit seperti ginjal, hepatitis, tukak lambung dan batu empedu dengan p= 0,001 OR=14,635 CI 95% 2,909 - 73,626. Dan faktor yang juga berpengaruh terhadap timbulnya gangguan pencernaan adalah jumlah hari kerja dalam seminggu dengan p = 0,049 OR = 4,098 CI 95% 1,008 - 16,663 , Variabel penelitian seperti usia pekerja, tingkat pendidikan,jumlah jam kerja dalam sehari, masa kerja, stres, pola makan, kebiasaan merokok dan kebiasaan olah raga pada kedua kelompok kerja tidal( ditemukan perbedaan yang bermakna.
Kesimpulan: Dari penelitian ini tidak terbukti bahwa kerja gilir yang berotasi mengakibatkan gangguan pencernaan dan secara statistik terbukti bahwa faktor jumlah hari kerja dalam seminggu dan riwayat penyakit bermakna dalam mempengaruhi timbulnya gangguan pencernaan (p< 0,05 ).
Oleh karena itu untuk mencegah dan mengurangi gangguan pencernaan, perlu dilakukan antisipasi dan pengertian yang dalam baik dari pihak manajemen, pekerja maupun dokter perusahaan.

The Influence Shift Work To Digestive Disorder At Male Worker Part Of Production At Cement Factory PT " X" In Citeureup BogorBack ground Cement factory represent one of the industry applying shift work to its employees to increase productivity. This shift work affect at rhythm trouble of circadian causing digestive disorder. In this cement factory, digestive disorder found at shift worker which is rotation. Therefore this study conduct to identify the prevalence of digestive disorder and other factors related to digestive disorder.
Research method Comparative cross sectional (transversal crosscut comparison) passing comparison of digestive disorder prevalence among group shy worker with non shift worker. Amount of sample at shift worker team and non shy worker team of everyone 100 persons. Intake of sample conducted at random modestly from population fulling conditions of inclusion criteria. Research data obtained from interview with questionnaire, physical examination, medical record and employee data
Result of research. Digestive disorder at shift worker with rotation pattern and the prevalence digestive disorder is II % with CI 95% 4,9 - 17,1%. The most influence factor related to digestive disorder is historical of disease with p = 0,001 OR=14, 635 CI 95% 2,909 - 73,626. And factor having an effect to incidence digestive disorder is amount of workday within a week with p = 0,049 OR = 4,098 CI 95% 1,008 - 16,663. Research variable like worker age, education level, the amount of workhour within a day, year of job, sires, pattern eat, habit smoke, habit of disease history and sport at both working team have equivalent so that not be found by difference having a meaning.
Conclusion. This research didn't proven that rotating shift work caused to digestive disorder and statistically significant relation between amount of workday within a week and historical of disease with digestive disorder (p < 0,05).Therefore to prevent and lessen digestive disorder, a coordination need to conducted between management, company doctor and also worker to improve this matter.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13637
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>