Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9990 dokumen yang sesuai dengan query
cover
La Vayesh Beanda
"[ABSTRAK
Konsep mengenai conflict prevention atau penecegahan konflik merupakan
konsep yang terus berkembang seiring dengan berkembangnya karakter konflik.
Namun demikian, pencegahan konflik seringkali diabaikan dan tidak ditanggapi
dengan serius karena banyaknya keraguan yang muncul pada aktor-aktor
internasional dan negara sebagai pihak ketiga, terutama karena hasil akhir dari
pencegahan konflik yang tidak berwujud. Padahal, pencegahan konflik penting
sebab jika konflik sudah pecah menjadi konfrontasi terbuka dan telah melibatkan
penggunaan kekerasan, biaya dan upaya yang dibutuhkan untuk mengatasinya
akan jauh lebih besar, ditambah lagi jumlah korban serta kerugian moral dan
materiil yang ditimbulkan juga sangat besar. Di sisi lain, banyak juga literatur
yang menyuarakan pendapat positifnya terkait pencegahan konflik dan PBB
sebagai organisasi internasional juga telah melakukan upaya-upaya untuk
pencegahan konflik. Oleh karena itu, tinjauan pustaka ini akan mengkaji literaturliteratur terkait pencegahan konflik untuk melihat dinamika perkembangan pencegahan konflik pasca-Perang Dingin.

ABSTRACT
Conflict prevention is seen as a concept that keeps evolving along with the
characters of conflict. However, conflict prevention is often ignored and not taken
seriously because there are many doubts from international actors and states as a
third party, especially since the result of conflict prevention are intangible. As a
matter of fact, conflict prevention is actually needed because if the conflict had
already broken out into open confrontation and has involved violence, the costs
and efforts required to overcome them will be much greater, moreover the number
of victims as well as the moral and material losses will be very large. On the other
hand, many literatures also expressed their positive view regarding conflict
prevention and the UN as an international organization has also made efforts for
conflict prevention. Therefore, this literature review will examine literatures on conflict prevention to look at the dynamics of the development of conflict prevention in the post-Cold War era. , Conflict prevention is seen as a concept that keeps evolving along with the
characters of conflict. However, conflict prevention is often ignored and not taken
seriously because there are many doubts from international actors and states as a
third party, especially since the result of conflict prevention are intangible. As a
matter of fact, conflict prevention is actually needed because if the conflict had
already broken out into open confrontation and has involved violence, the costs
and efforts required to overcome them will be much greater, moreover the number
of victims as well as the moral and material losses will be very large. On the other
hand, many literatures also expressed their positive view regarding conflict
prevention and the UN as an international organization has also made efforts for
conflict prevention. Therefore, this literature review will examine literatures on conflict prevention to look at the dynamics of the development of conflict prevention in the post-Cold War era. ]"
2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Garlan Archista Duarsa
"Penelitian ini ingin membahas perkembangan teori Democratic Peace pasca Perang Dingin. Periode tersebut dipilih karena terjadi peningkatan jumlah negara demokrasi yang signifikan, dan runtuhnya Uni Soviet yang merupakan musuh bersama negara-negara demokrasi. Penelitian ini akan menggunakan metode kajian pustaka. Hasil penelitian menunjukkan pendapat para akademisi yang beragam mengenai teori Democratic Peace pasca Perang Dingin. Para akademisi yang mendukung penerapan teori Democratic Peace pasca Perang Dingin memiliki dua argumen utama, yaitu landasan normatif dan struktural demokrasi. Sementara para akademisi yang mengkritik teori tersebut mempunyai tiga sanggahan utama: (1) operasionalisasi konsep yang bermasalah, (2) landasan normatif dan struktural yang bermasalah, dan (3) relasi demokrasi dan perdamaian yang bermasalah.

This research will analyze the development of Democratic Peace Theory post Cold War. That period has been chosen because it witnessed an increasing spike of new democracies, and the fall of Soviet Union, which were the common enemy for the democracies. This research will use literature review methods. The result of the research shows the variety of arguments presented. Those who support the notion of Democratic Peace post Cold War have two main arguments, the normative and structural foundation in democracies. While those who criticize the idea of Democratic Peace have three main rebuttals: (1) issues in concept operations, (2) issues in the normative and structural foundations, and (3) issues in the relations between democracy and peace.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lya Anggraini
" Kota Jayapura merupakan Ibu Kota dari Provinsi Papua yang rawan konflik vertikal-horizontal dan konflik elit.Tujuan penelitian adalah menganalisis kebijakan pencegahan konflikdi Kota Jayapura. Membahas bagaimana Pemerintah Kota Jayapura menurunkan Undang-undang No.7/2012 setelah Permendagri No.42/2015 untuk pencegahan konflik. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan Model Ambiguitas Konflik untuk Implementasi Kebijakan dari Matland 1995 . Hasil Penelitian menunjukkan bahwa konflik di Kota Jayapura adalah akibat Ambiguitas Kebijakan dalam interpretasi tujuan dan alat kebijakan. Pemerintah Kota Jayapura menurunkan kebijakan dari pemerintah pusat secara simbolik dengan program dan alokasi dana. Instrumen yang digunakan untuk mengelola OPD dan pemangku kepentingan adalah instrumen kapasitas. Keberhasilan kebijakan pencegahan konflik didukung alat otoritas dari TNI/Polri, sehingga stabilitas sosial dan politik di Kota Jayapura terjaga untuk pembangunan. Pemerintahan kota dapat bersinergi dengan pemerintahan adat dalam mengelola konflik ditingkat sosial. Permasalahan implementasi kebijakan adalah kurang menjawab permasalahan mendasar orang asli Papua.
Jayapura city is the capital of Papua Province, prone to vertical horizontalconflicts, and conflicts of elites. The focus of this study is to analyze conflict prevention policies in Jayapura City. To elaborate how the government of Jayapura City adopts Law Nr.7 2012 and MOHA Decree Nr.42 2015. This qualitative research uses the Ambiguity Conflict Model of Policy Implementation by Matland 1995 . The researcher suggests that conflict in Jayapura City is the outcome of Policy Ambiguity in interpreting goals and instrument of policies. The city government of Jayapura implements the central governments rsquo policy symbolically in forms of program and budget earmarking. The instrument used to manage the city governance and stakeholders is the capacity instrument. Success of conflict prevention policy is supported by authoritative instruments from the military police, resulting the maintenance of social and political stability in Jayapura City needed for development. The city government is able to synergize with the indigenous governance in managing conflict at the social level. Problems of policy implementation are the inability to answer the basic needs of Indigenous Papuans. "
2018
T50802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joseph Kristanto
"Tulisan ini akan melihat perkembangan kehadiran Amerika Serikat (AS) di kawasan Laut China Selatan semenjak berakhirnya Perang Dingin. Dengan mengeksplorasi literatur-literatur yang membahas hal tersebut, penulis berharap mampu menghasilkan suatu gambaran yang utuh terkait dengan evolusi kehadiran AS beserta dengan kebijakan luar negeri yang dibuat oleh AS terkait dengan isu Laut China Selatan. Pembahasan terhadap ke-34 literatur yang diangkat dalam tinjauan literatur ini kemudian menghasilkan sejumlah temuan berupa: (1) misi naval presence United States Navy (USN/AL AS) merupakan komponen penting dari strategi kebijakan luar negeri AS; (2) terdapat peningkatan kehadiran AS di kawasan Laut China Selatan dalam beberapa waktu terakhir, meskipun hal ini terbukti gagal untuk membendung perilaku agresif China sebagai akibat dari ketiadaan strategi raya yang mendasari kebijakan luar negeri AS di kawasan serta keengganan AS untuk membangun suatu kerja sama ekonomi dengan negara-negara di kawasan; (3) peningkatan kapabilitas sistem anti-access/area denial (A2/AD) China membuat AS harus mencari strategi baru untuk bisa mempertahankan kebebasan operasionalnya di kawasan yang berujung pada lahirnya strategi Air-Sea Battle (ASB); (4) diperlukan kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara di kawasan apabila AS ingin membendung China. Sementara itu, terdapat pula sejumlah celah penelitian yang berhasil diidentifikasi oleh penulis, utamanya yang berkaitan dengan pengembangan kapabilitas AS dalam menghadapi praktik grey zone oleh China, termasuk pelibatan penjaga pantai AS dalam Freedom of Navigation Operations (FONOPs).

This literature review will take a closer look at the evolution of the United States’ presence in the South China Sea region since the end of the Cold War. By exploring works of literature that discussed this particular issue, the writer hopes that this literature review will be able to provide a comprehensive understanding regarding the evolution of US presence and foreign policies in the South China Sea region. After analyzing the 34 pieces of literature discussed in this literature review, the writer argues that: (1) the naval presence mission of the United States Navy (USN) is an important component in US foreign policy strategy; (2) an increase in US presence in the South China Sea could be seen in recent times, although it has to be admitted that this surge in US presence has proven ineffective in curbing China’s aggressive behavior as a result of the absence of a comprehensive grand strategy that underlies US foreign policy in the region and US’ reluctance to establish a comprehensive economic cooperation with its allies and partners in the region; (3) the increasing capabilities of China’s anti-access/area denial (A2/AD) system have compelled the US to seek new strategies to maintain its operational freedom in the region, resulting in the emergence of the Air-Sea Battle (ASB) strategy; (4) establishing closer cooperation with countries in the region is a must if the US wants to contain China. The writer also identifies several research gaps, particularly concerning the development of US capabilities in dealing with China’s grey zone practices in the region, which could also include the involvement of the US Coast Guard in Freedom of Navigation Operations (FONOPs)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi (P3I) Setjen DPR RI, 2004
327.16 KON
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Leatherman, Janie
Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress, 2004
305.8 BRE
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Elisabeth I.P.
"Situasi keamanan di wilayah Eropa mengahami perubahan semenjak berakhirnya perang dingin. Seiring dengan perubahan yang terjadi tersebut maka sifat-sifat ancaman keamanan Nato juga mengalami sejumlah perubahan. Untuk menghadapi sifat-sifat ancaman yang berbeda ini, Nato mulai mengadakan peruhahan-perubahan dalam strateginya, Nato merasakan strategi deterrence tidak lagi dirasa cukup atau kurang tepat dalam menangani isu-isu keamanan yang baru tersebut. Untuk menerapkan peran baru Nato sebagai manajemen konflik yang baru dilakukannya path saat berakhirnya perang dingin. Nato tidak saja menggunakan kekuatan militer semata-mata, namun juga menggunakan sarana kemitraan, dialog dan kerjasama. Peran sebagai manajemen konflik merupakan suatu hal yang baru bagi Nato, sehingga masih banyak kekurangan dan permasalahan-permasalahan yang muncul berkenaan dengan itu.
Tesis ini dimaksudkan untuk menjelaskan peran baru Nato sebagai manajemen konflik di Kosovo, yang diantaranya dilakukan melalui intervensi militer dan misi penjaga perdamaian. Konsep besar yang digunakan adalah manajemen konflik yang dikutip dari pendapat T. William Zartman, yang terdiri dari military intervention, peacekeeping forces, unilateral reform assistance, dan mediation. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mendeskripsikan intervensi militer dan peacekeeping Nato di Kosovo. Dalam menganalisa intervensi militer dan peacekeeping Nato di Kosovo, tidak terlepas dari konflik manajemen Nato lainnya seperti mediasi.
Berdasar analisa data, disimpulkan bahwa terdapat berbagai kekurangan-kekurangan yang kemudian menyebabkan manajemen konflik yang dilakukan oleh Nato kurang efektif, sehingga walaupun pertikaian etnis di Kosovo dapat dihentikan dan terciptanya kembali keamanan, namun tindakan yang dilakukan oleh Nato dapat menimbulkan suatu contoh yang kurang baik dalam hubungan internasional."
2002
T10778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aliardo
"ABSTRAK
Sahara Barat merupakan sebuah wilayah di Afrika Utara yang pernah menjadi koloni Spanyol. Selama berabad-abad sejak abad ke ll sampai abad ke I9 Masehi Sahara Barat merupakan penghubung antara Sub Sahara dengan Wilayah Sahara Barat. Sekitar pertengahan abad ke ll maschi, Konfederasi Sanhaja beraliansi dengan suku Lamtuna untuk mendirikan dinasti Almoravid yang kckuasaannya saat ini meliputi Maroko, Tlemcen, semenanjung Iberia hingga ke utara meliputi Mauritania, Senegal dan Mali kemudian ke selatan meliputi kerajaan Ghana. Pada Abad ke 16 masehi, Dinasti Saadi Arab menaklukan Kerajaan Songhai yang berada di sekitar Sungai Niger. Perdagangan Trans Sahara menjadikan Sahara Barat sebagai jalur straregis antara Timbuktu yang bcrada di Mali dcngan Marakesh.
Tahun i884 dalam konferensi Berlin, Spanyol mendapatkan Sahara Barat sehingga selanjutnya Sahara Barat dikenai juga dengan Sahara Spanyol. 10 Mei tahun 1973, sebuah organisasi pembcbasan kawasan Sahara Barat di utara Afrika bernama Polisario dibentuk. Organisasi yang bertujuan tmtuk mempeijuangkan kemerdekaan kawasan Sahara Barat dari koloni Spanyol itu mendapatkan sambutan meluas dari masyarakat setempat. Sepuluh hari setelah dideklarasikan Front Polisario melancarkan serangan untuk pertama kalinya terhadap angkatan darat Spanyol.
Sebuah kesepakatan antara Spanyol, Mauritania, dan Maroko secara diam-diam dibuat oleh Spanyol yang pada saat itu mengalami permasalahan politik dan ekonomi dalam negeri serta mendapat tekanan dari komunitas internasional terutama PBB yang mcngeluarkan resolusi tahun 1960 tentang dekolonisasi negara-negara non seMgovernmerzl. Selain itu, Spanyol juga baru mengalami keguncangan politik dalam negeri yang mengakibatkan terjadinya perubahan rezim di Spanyol.
Kesepakatan yang dibangun antara Spanyol, Mauritania, dan Maroko adalah pcmbagian kawasan Sahara Barat kcpada Mauritania dan Marcko oieh Spanyol. Hal inilah kemudian yang membuat Polisario sebagai kelompok perlawanan masyarakat Sahara Barat yang bertujuan untuk kemerdekaan Sahara Barat dan mendapat dukungan Al Jazair, melakukan perlawanan dan menimbulkan konflik yang berkepanjangan Scjak tahun 1975 hingga saat ini.

ABSTRACT
Western Sahara is a region in North African which has ever become colony of Spanyol. During for centuries since century ll until century I9 Masehi Western Sahara was link between Sub Sahara with Regions Western Sahara. About mid of century I I masehi, Confederacy Sanhaja alliance with tribe Lamtuna for building dynasty Almoravid the power is in this time cover Marocco, Tlemcen, peninsula Iberia is finite to north cover Mauritania, Senegal and Mali then to south cover empire of Ghana. At Century I6 masehi, Dynasty Saadi Arab conquered Empire of Songhai residing in about Niger river. Commerce of Trans Sahara makes Western Sahara as strategic line between Timbuktu residing in Mali with Marakesh.
Year |884 in Line conference, Spanyol get Western Sahara so that hereinafter Sahara Barat recognized also with Sahara Spanyol. I0 May year 1973, an organization liberation of area of Westem Sahara in north of African so called Polisario is formed. organization with aim to fight for independence of area of Western Sahara from Spanyol colony get greeting extend from local public. Ten day after declaration Front Polisario launch attack forthe first time his (it?s to ground forces Spanyol.
A agreement between Spanyol, Mauritania, and Marocco on the quiet made by Spanyol which at that moment experience problems of domestic economics and politics and also getting pressure from intemational community especially PBB spending resolution year 1960 conceming nations decolonization non self-government. Besides, Spanyol also newly experience disputes home affairs politics resulting the happening of change of regime in Spanyol.
Agreement which woke up between Spanyol, Mauritania, and Marocco is area by territory of Western Sahara to Maroceo and Mauritania by Spanyol. The this is then making Polisario as a group resistance of public Western Sahara with aim to independence of Western Sahara and getting support A1 Jazair, make against and generate endless conflict since year 1975 was finite in this time."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34470
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Wiguna
"ABSTRAK
Sejak awal berdirinya, Indonesia sering diasosiasikan sebagai pemimpin di institusi kawasan Asia Tenggara, The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Berakhirnya Perang Dingin membuat peran yang dilakukan Indonesia semakin beragam. Tulisan ini akan melihat posisi Indonesia dan kondisi lingkungan yang mendorong Indonesia dalam menjalankan peran di ASEAN. Secara kronologis, tulisan ini akan melihat peran Indonesia di ASEAN pada masa Orde Baru pasca Perang Dingin, peran Indonesia di ASEAN pada masa krisis ekonomi Asia 1997, dan peran Indonesia di ASEAN pada masa pasca krisis ekonomi 1997. Tinjauan pustaka ini berusaha untuk menunjukkan konsensus, perdebatan, dan kesenjangan akademis dalam topik ini. Dari pemetaan literatur yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pada masa Orde Baru pasca Perang Dingin, Indonesia tetap mampu menginisiasi kerja sama di ASEAN walaupun signifikansi ASEAN sempat dipertanyakan. Pada masa krisis ekonomi Asia 1997, krisis ekonomi, kebakaran hutan, dan instabilitas politik di Indonesia menjadi sumber masalah di ASEAN. Krisis tersebut membuat Indonesia berperan pasif di ASEAN. Pasca krisis, Indonesia kembali menunjukkan kepemimpinannya dengan menginisiasi Komunitas ASEAN maupun memediasi konflik di kawasan, salah satunya adalah kasus Preah Vihear. Namun pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia dinilai tidak lagi memprioritaskan ASEAN dalam kebijakan luar negerinya. Indonesia berfokus pada urusan dalam negeri dan mencoba berperan lebih di tingkat internasional. Secara umum, peran Indonesia di ASEAN didominasi di sektor keamanan dan politik. Kajian literatur menunjukkan bahwa kepentingan, kepemimpinan, dan dinamika politik internal dan internasional memengaruhi peran yang dilakukan Indonesia di ASEAN.

ABSTRACT
Since its inception, Indonesia has often been associated as a leader in the institution of the Southeast Asian region, The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). The end of the Cold War made Indonesia's role more diverse. This paper will look at Indonesia's position and environmental conditions that are driving Indonesia to play a role in ASEAN. Chronologically, this paper will look at Indonesia's role in ASEAN during the post-Cold War New Order, Indonesia's role in ASEAN during the 1997 Asian economic crisis, and Indonesia's role in ASEAN in the post-1997 economic crisis period. This literature review seeks to show consensus, debate, and academic gaps in this topic. From the literature mapping conducted, it can be concluded that in the post-Cold War New Order era, Indonesia was still able to initiate cooperation in ASEAN even though the significance of ASEAN was questioned. During the 1997 Asian economic crisis, the economic crisis, forest fires and political instability in Indonesia were a source of problems in ASEAN. The crisis made Indonesia a passive role in ASEAN. After the crisis, Indonesia again showed its leadership by initiating the ASEAN Community and mediating conflicts in the region, one of which was the Preah Vihear dispute. But in the first period of President Joko Widodo's administration, Indonesia was considered to no longer prioritize ASEAN in its foreign policy. Indonesia focuses on domestic affairs and tries to play a greater role at the international level. In general, Indonesia's role in ASEAN is dominated in the security and political sectors. The literature study shows that the interests, leadership, and dynamics of internal and international politics influence the role of Indonesia in ASEAN."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fajrian Rizki
"Perkelahian antar pelajar sepertinya memang menjadi persoalan klasik, namunperkembangannya menjadi perkelahian duel gladiator yang telah memakan korbanyaitu Hillarius Christian Even raharjo menjadikan fenomena tren kenakalanremaja ini tidak bisa di sepelekan lagi, Hillarius Christian Even Raharjomerupakan salah satu di antara banyak pelajar yang menjadi korban trenaktualisasi diri dari budaya kekerasan pelajar sekarang ini, dimana adanya istilah ldquo;pentolan rdquo; pada suatu sekolah menjadikan dasar terciptanya budaya baru ini.Dalam penelitian ini penulis bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapanstrategi pemolisian dalam mencegah fenomena duel gladiator di kalangan pelajarSMA Kota Bogor; studi kasus kekerasan yang menewaskan siswa SMA BudiMulia Hillarius Christian Even Raharjo sehingga ke depannya dapat menjadiacuan dan pedoman dalam mencegah terjadinya budaya kekerasan yang terjadi dikalangan pelajar Kota Bogor. Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukanpenulis adalah melalui pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data yangberasal dari naskah wawancara dan dokumen resmi. Teknik analisis datadilakukan dengan cara pengumpulan data, reduksi data, dan display data.Penelitian ini diketahui bahwa karakteristik dalam konflik perkelahian pelajaran ldquo;bomboman rdquo; yang dilakukan oleh SMA Budimulia dan SMA Mardiyuanatermasuk di dalam pola delikuensi sistematik yaitu di lakukan secara sistematiskarena ada norma, aturan, dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti setiap siswayang terlibat perkelahian. Faktor-faktor penyebabnya adalah pengaruh diri sendiri,pengaruh keluarga, pengaruh sekolah, dan pengaruh lingkungan sosial. PolrestaBogor Kota dalam penerapan program Pre-emtif kepolisian, dengan melakukanpendidikan masyarakat atau pembinaan penyuluhan yang ditujukan langsungkepada sekolah ndash; sekolah yang dapat menimbulkan konflik perkelahian di luarjam pelajaran sekolah.

Student fights seem to be a classic problem, but its development into a gladiator fight that has been sacrificed victim is Hillarius Christian Even raharjo make thephenomenon of juvenile delinquency trends this cannot be in funny moment,Hillarius Christian Even Raharjo is one of many students who become victims thetrend of self actualization of the current student violence culture, where the term frontman in a school makes the basis for the creation of this new culture. In thisstudy the authors aim to know how the implementation of policing strategies inpreventing gladiator duel phenomenon among high school students Bogor City acase study of violence that killed high school students Budi Mulia HillariusChristian Even Raharjo so that in the future can be a reference and guidance inpreventing the occurrence of culture of violence that occurred among studentsBogor City. In this research, the writer approach is through qualitative approachby collecting data from interview script and official document. Data analysistechniques performed by data collection, data reduction, and display data. Thisresearch is known that the characteristic in conflict of bomboman battle lessonconducted by high school Budimulia and high school Mardiyuana is included inpattern of systematic deliquency that is done systematically because there arecertain norms, rules and habits to be followed by every student involved infighting. The causal factors are self influence, family influences, schoolinfluences, and the influence of the social environment. Bogor Kota Police in theimplementation of Pre emtive Police program, by conducting communityeducation or counseling counsel directed directly to schools that can lead toconflict fighting outside school hours.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>