Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205792 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darma Syahputra
"Latar belakang : Diabetes Mellitus (DM) dapat terjadi pada pilot sipil akan menyebabkan struk dan gangguan kardiovaskular sehingga membahayakan keselamatan penerbangan. Tujuan penelitian ini adalah identifikasi kaitan total jam terbang dan faktor lainnya terhadap DM pada pilot sipil di Indonesia.
Metode : Penelitian menggunakan metode potong lintang dengan sampel purposif pada pilot sipil di Indonesia yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan pada tanggal 26 Mei ? 6 Juni 2015. Pengumpulan data menggunakan formulir kuesioner, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Data yang dikumpulkan adalah karakteristik demografi dan pekerjaan, kebiasaan makan, indeks massa tubuh (IMT) dan kebiasaan olah raga. Kategori Diabetes Mellitus berdasarkan PERKENI.
Hasil: Diantara 690 pilot yang melakukan pemeriksaan medis, 428 subjek bersedia mengikuti penelitian. Subjek yang diikutsertakan dalam analisis sebanyak 292, 10,3% memiliki kadar gula puasa tinggi dan 89,7% memiliki kadar gula puasa normal. Jika dibandingkan subjek dengan jam terbang 16-4999 jam subjek dengan jam terbang 5000-27500 jam mempunyai risiko lebih besar menyandang DM risiko relatif suaian (RRa)=2,86; 95% interval kepercayaan (CI)=1,38-5,94; p=0,005]. Selanjutnya dibandingkan pilot dengan IMT normal, pilot dengan obesitas memiliki risiko lebih besar menyandang DM (RRa=3,29; 95% CI=0,76-14,29; p=0,111).

Background : Diabetes Mellitus (DM) can occur in civilian pilots will lead to a stroke and cardiovascular disorders, endangering flight safety. The purpose of this study was the identification of linkages total flying hours and other factors against the DM at civilian pilot in Indonesia.
Methods: A cross-sectional study using the method with a purposive sample in civilian pilots in Indonesia, which performs periodic health checks on Flight Health Center on May 26 to June 6, 2015. The data were collected using a questionnaire form, physical examination and laboratory findings. The data collected were the demographic characteristics and work, eating habits, body mass index (BMI) and exercise habits. DM classification based on standard PERKENI.
Results : Among the 690 pilots who conduct medical examination, 428 subjects were willing to follow the study. Subjects were included in the analysis as much as 292, 10.3% had high fasting glucose levels and 89.7% had normal fasting glucose levels. Compare to the pilots with total flight hours 16-4999 hours, pilots total flight hours 5000-27500 had 2.86 higher risk DM [RRa = 2.86; 95% CI = 1.38 to 5.94; p = 0.005]. Furthermore, compared to the pilot with normal BMI, the pilot with obesity had 3.3 higher risk DM (RRa = 3.29; 95% CI = 0.76- 14.29; p = 0.111).
Conclusions: The pilots who had total flight hours 5000 hours or more and obese had higher risk to be DM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Prathama
"Latar belakang: Mata merupakan indera yang sangat penting dalam penerbangan. Salah satu fungsi untuk menentukan perkiraan jarak, sehingga diperlukan fungsi kedua mata yang baik. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya identifikasi pengaruh jam terbang total terhadap risiko miopia ringan pada pilot sipil di Indonesia.
Metode: Studi potong lintang dengan purposif sampel pada pilot sipil yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan dengan rentang waktu 27 April sampai dengan 13 Mei 2015. Definisi miopia ringan jika mata memerlukan koreksi penglihatan jauh dengan lensa < -3 dioptri. Data karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan diperoleh dari kuesioner. Data tajam penglihatan dan kadar gula darah puasa didapatkan dari rekam medis Balai Kesehatan Penerbangan. Analisis menggunakan regresi Cox dengan waktu konstan.
Hasil: 690 pilot sipil yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Balai Kesehatan Penerbangan, 428 subjek bersedia menjadi responden. Subjek terpilih untuk dianalisis berjumlah 413 pilot dan 15 pilot lainnya menderita miopia berat. Dari 413 pilot, 141(34,1%) miopia ringan dan 272 (65,8%) normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi miopia ringan adalah ras, status perkawinan dan jam terbang total secara signifikan. Subjek dengan ras selain Asia dibandingkan dengan ras Asia berisiko 2,1 kali lipat lebih besar menderita miopia ringan [risiko relatif suaian (RRa)=2,19; p=0,030]. Dibandingkan dengan subjek tidak menikah, subjek yang menikah berisiko 3,8 kali lipat menderita miopia ringan (RRa=3,80; p=0,000). Selanjutnya, dibandingkan subjek dengan jam terbang total 16-194 jam, subjek dengan jam terbang total 195-30285 jam mempunyai risiko 4,5 kali lipat menderita miopia ringan (RRa=4,56; p=0,000).
Kesimpulan: Subjek yang menikah, ras non Asia dan yang memiliki 195 atau lebih jam terbang total mempunyai risiko lebih tinggi menderita miopia ringan di Indonesia.

Background: Eye is very important organ in aviation?s operation. One of the functions is to estimate distance where both healthy eyes are needed. The purpose of this study was to identify the influence of total flight hours on the risk of mild myopia among civilian pilots in Indonesia.
Methods: Study design was cross-sectional with purposive sampling among pilots those who got medical examinations at Civil Aviation Medical Center on April 27th - May13th, 2015. Mild myopia is condition the eyes need negatif lens corection for distance visual acuity less than -3 diopters. Demographic characteristic, occupational characteristic, ranking characteristics, and habits were obtained from questionnaire. Visual acuity and fasting blood sugar levels data were obtained from medical records in Aviation Medical Board. Data were analysed with Cox regression.
Resulted: 690 civilian Indonesia?s pilots who conducted medical examination, 428 subjects were willing to participate. Total subjects to be analyzed were 413 pilots and 15 pilots were not involved since severe myopia. Amongst of 413 pilots, 141 (34,1%) mild myopia and 272 (65,8%) normal. Factors influencing mild myopia were race, marital status and total flight hours. Non-Asian subject had 2.1-fold risk of mild myopia compared to Asian race subject [adjusted relative risk (RRa)=2.19; p=0.030]. Subjects who were married had 3.8-fold risk of mild myopia compared with subjects who were not married (RRa=3.80; p=0.000). Subjects who had total flight hours 195-30285 hours had 4.5-fold risk to be mild myopia compared with subjects 194 or less total flight hours (RRa=4.56; p=0.000).
Conclusion: Married subject, non-Asian race and those who have 195 or more total flight hours constitute a higher risk of suffering mild myopia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devrizal Hendry
"Latar belakang: Gangguan pendengaran sensorineural pada pilot merupakan masalah kesehatan yang dapat menyebabkan inkapasitasi pada saat pilot menjalankan tugas terbangnya dan berdampak terhadap keselamatan penerbangan. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi jam terbang total dan faktor dominan lainnya terhadap risiko gangguan pendengaran sensorineural di antara pilot sipil di Indonesia.
Metode: Desain penelitian potong lintang dengan purposive sampling pada tanggal 4-20 Mei 2015 terhadap pilot laki-laki berusia 20-60 tahun dan pilot memiliki lisensi Commercial Pilot License (CPL) atau Air Transport Pilot License (ATPL) yang sedang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala (medex) di Balai Kesehatan Penerbangan, Jakarta. Gangguan pendengaran yaitu subyek memiliki ambang dengar 25 dB atau lebih. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara memakai kuesioner. kemudian data diambil dari rekam medis pada hari pemeriksaan. Risiko gangguan pendengaran sensorineural dianalisis menggunakan risiko relatif (RR) dengan regresi Cox.
Hasil: Selama 3 minggu masa pengumpulan data terdapat 681 pilot yang melakukan medex di Balai Kesehatan Penerbangan, didapatkan 314 pilot yang memenuhi kriteria penelitian. Sebanyak 15,9% mempunyai gangguan pendengaran sensorineural. Pilot dengan jam terbang total lebih 5000 jam dibandingkan kurang 5000 jam berisiko gangguan pendengaran sensorineural 4,7 kali lipat [risiko relatif suaian (RRa)=4,73; p=0,137]. Pilot dengan usia 45-60 tahun dibandingkan usia 20-44 tahun berisiko gangguan pendengaran sensorineural 6,8 lipat (RRa=6,87; p=0,000).
Simpulan: Jam terbang total 5000 jam atau lebih serta usia 45-60 tahun meningkatkan risiko gangguan pendengaran sensorineural pada pilot sipil di Indonesia.

Background: Sensorineural hearing loss in civil pilots could interfere pilots? performance to safely operate an aircraft thus could cause incapacitation on board. This study aimed to identify risk factors of sensorineural hearing loss among civil pilots in Indonesia.
Methods: A cross-sectional study design with purposive sampling on 4-20 May 2015 was conducted on pilots of the male civilian. The inclusion criteria civilian pilots male 20-60 years old and had Commercial Pilot License (CPL) or Air Transport Pilot License (ATPL) who were taking medical examinations (medex) in Civil Aviation Medical Centre, Jakarta. Hearing impairment defined by hearing threshold of 25 dB or more. Demographic data were collected by interviewed pilots using questionnaires while audiometry and laboratory data were collected from medical records. Risk factors of sensorineural hearing loss were analyzed by Cox regression.
Results: Three weeks collecting data had 681 pilot conducted medex in Civil Aviation Medical Centre, among 314 commercial pilots were fulfilled the criteria?s. Percentage of sensorineural hearing loss from audiometry data were 15.9%. Subjects with 5000 flight hours or more had almost five times increased risk of sensorineural hearing loss compared to subjects with less than 5000 flight hours [adjusted relative risk (RRa) = 4.73; p = 0.137]. Subjects aged 45-60 year-old had almost seven times increased risk of sensorineural hearing loss compared to subjects aged 20-44 year-old (RRa= 6.87; p = 0.000).
Conclusion: Total flight hours 5000 hours or more and age of 45-60 years increased the risk of sensorineural hearing loss among civilian pilots in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurita Chairina
"Latar belakang: Lingkungan kerja pilot dengan paparan radiasi kosmik dan hipoksia dapat menyebabkan gangguan metabolisme lemak yang terlihat pada pemeriksaan profil lipid darah. Dislipidemia merupakan faktor risiko utama aterosklerosis yang menyebabkan serangan jantung sehingga dapat mengancam keselamatan penerbangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor - faktor risiko dislipidemia pada pilot sipil di Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan consecutive sampling pada pilot sipil yang memeriksakan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan. Data profil lipid didapatkan dari pengisian kuesioner. Variabel yang dianalisis adalah jam terbang total, asupan makanan, Indeks Massa Tubuh IMT, kebiasaan merokok, dan latihan fisik.
Hasil: Terdapat 128 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia mengikuti penelitian. Didapatkan prevalensi dislipidemia 61,7 dengan mayoritas kadar HDL rendah sebesar 57. Faktor - faktor dominan yang berhubungan dengan dislipidemia adalah obesitas dan asupan makanan tidak sesuai. Pilot sipil dengan asupan makanan tidak sesuai meningkatkan risiko dislipidemia sebesar 2x lipat dibandingkan pilot sipil dengan asupan makanan sesuai OR= 2,44; IK 95 = 1,15 - 5,18; p= 0,02. Jika dibandingkan dengan pilot sipil dengan IMT normal, pilot obese berisiko 4x lipat terjadi dislipidemia OR= 4,21; IK 95 = 1,48 - 11,99; p= 0,007.
Simpulan: Asupan makanan tidak sesuai dan obesitas berhubungan dengan terjadinya dislipidemia pada pilot sipil di Indonesia.

Background: Pilot's occupational environment with cosmic radiation and hypoxia exposure can influence lipid metabolism which reflected in blood lipid profile. Dyslipidemia is the main risk for atherosclerosis that lead to heart attack which can threats flight safety. The purpose of this study was to identify associated risk factors for dyslipidemia among civilian pilot in Indonesia.
Methods: This was cross - sectional study using consecutive sampling among civilian pilots who went to periodic medical check - up in Balai Kesehatan Penerbangan. Blood lipid profiles data was obtained from questionnaire. Variables that went into analyze are total flight hours, food intake, Body Mass Index BMI, smoking habit, and physical activity.
Results: There were 128 respondents who met the inclusion criteria and willing to participate. The dyslipidemia prevalence was 61,7 with low - HDL index was the highest up to 57. Obesity and inapproriate food intake were dominant risk factors that associated with dyslipidemia. Civilian pilots with inapproriate food intake compared with those who had appropriate food intake had 2 - fold risk to have dyslipidemia OR 2,44 95 CI 1,15 - 5,18 p 0,02. Obese pilots had 4 - fold risk to have dyslipidemia compared with those pilots with normal BMI OR 4,21 IK 95 1,48 - 11,99 p 0,007.
Conclusion: Inapropriate food intake and obesity associated with dyslipidemia among civilian pilots in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdi Afian
"Latar belakang: Tekanan darah tinggi diantara pilot sipil akan menyebabkan gangguan kardiovaskular sehingga akan mengganggu kelangsungan dan kelancaran penerbangan serta bagi perusahaan maskapai juga akan kekurangan pilot. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui faktor-faktor dominan terhadap tekanan darah sistolik tinggi pada pilot sipil.
Metode: Penelitian potong lintang dengan metode sampling purposif pada pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan pada tanggal 18-29 Mei 2015. Data dikumpulkan dengan menggunakan formulir khusus untuk penelitian ini. Data yang dikumpulkan adalah karakteristik demografi dan pekerjaan, klinis, kebiasaan olahraga, kebiasaan makan, indeks massa tubuh dan riwayat penyakit. Tekanan darah sistolik tinggi ialah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg.
Hasil: Dari 690 pilot yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala, 428 pilot laki-laki bersedia berpartisipasi mengikuti penelitian ini. Usia dan riwayat penyakit hipertensi merupakan faktor risiko dominan yang berhubungan dengan tekanan darah sistolik tinggi. Jika dibandingkan dengan pilot usia 19-39 tahun, yang berusia 40-65 tahun mempunyai 15,1 kali lipat lebih besar risiko terkena tekanan darah sistolik tinggi [rasio odds suaian (ORa)= 15,12; p= 0,001]. Pilot dengan riwayat penyakit hipertensi dibandingkan dengan yang tidak ada riwayat memiliki risiko tekanan darah sistolik tinggi 93,2 kali lipat lebih besar (ORa= 93,21; p= 0,001).
Kesimpulan: Usia 40-65 tahun dan memiliki riwayat hipertensi meningkatkan risiko tekanan darah sistolik tinggi di antara pilot sipil di Indonesia.

Background: High blood pressure among civilian pilot will cause cardiovascular disease and this condition will disrupt the flight and for the airline company will have problem with pilot shortage. The purpose of this study was to identified the dominant factors related to high systolic blood pressure on the civilian pilot.
Methods: A cross-sectional study with a purposive sampling method on a pilot who perform periodic medical examinations in the Civil Aviation Medical Center on 18 to 29 May 2015. Data were collected using a special form for this study. The data collected were demographic and job characteristics, clinical, exercise habits, eating habits, body mass index and history of the disease. High systolic blood pressure is systolic blood pressure ≥ 140 mmHg.
Results: Of the 690 pilots who conduct periodic health examinations, 428 male pilots willing to participate to follow this study. Age and history of hypertension is the predominant risk factor associated with high systolic blood pressure. When compared with the pilot age 19-39 years, 40-65 years old have a 15.1-fold greater risk of high systolic blood pressure [odds ratio (adjusted ORa)= 15.12; p= 0.001]. Pilot with a history of hypertension compared to those without a history of having high systolic blood pressure risk 93.2 times larger (ORa= 93.21; p= 0.001).
Conclusion: Age of 40-65 years and had history of hypertension increased the riskj of systolic blood pressure among civilian pilot in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Teguh Pribadi
"Latar belakang : Hiperkolesterolemia antara lain menjadi faktor risiko penyakit jantung koroner dan komplikasinya dapat menyebabkan inkapasitasi pada pilot. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan kebiasaan makan lemak dan faktor lainnya terhadap risiko hiperkolesterolemia pada pilot sipil di Indonesia.
Metode : Penelitian menggunakan metode potong lintang dengan sampel purposif pada pilot sipil di Balai Kesehatan Penerbangan Jakarta tanggal 18-29 Mei 2015. Karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan diperoleh melalui wawancara. Data kolesterol total diperoleh dari laboratorium yang telah dikalibrasi. Kategori kolesterol total dibagi dua yaitu hiperkolesterolemia ( ≥ 240 mg/dl) dan normal (< 200 mg/dl). Analisis menggunakan risiko relatif yaitu regresi Cox dengan waktu konstan.
Hasil : Di antara 690 pilot yang melakukan pemeriksaan medis, 428 subjek bersedia mengikuti penelitian. Subjek yang diikutsertakan dalam analisis sebanyak 327 pilot, 12,3% memiliki hiperkolesterolemia dan 87,7% memiliki kadar kolesterol normal. Subjek dengan kebiasaan makan lemak hampir setiap hari dibandingkan hampir tidak pernah berisiko 3,8 kali lipat lebih besar hiperkolesterolemia [risiko relatif suaian (RRa)=3,78; p=0,223]. Subjek dengan usia 50-65 tahun dibandingkan dengan 19-34 tahun berisiko 1,8 kali lipat lebih besar hiperkolesterolemia (RRa=1,82; p=0,103). Selanjutnya subjek dengan riwayat hiperkolesterolemia dibandingkan tanpa riwayat hiperkolesterolemia berisiko 2,1 kali lipat lebih besar hiperkolesterolemia (RRa=2,13; p=0,118).
Simpulan : Kebiasaan makan lemak hampir tiap hari, usia 50 tahun atau lebih, riwayat keluarga hiperkolesterolemia dalam keluarga meninggikan risiko hiperkolesterolemia di antara pilot sipil di Indonesia.

Background : Hypercholesterolemia becoming one of a risk factor for coronary heart disease and complications may cause the pilots incapacitation. The purpose of this study was to identify eating fatty food habits and other factors and the risk of hypercholesterolemia in civilian pilots in Indonesia.
Methods : A cross sectional study with purposive sampling was conducted in civilian pilots at Indonesian Aviation Medical Center in Jakarta from 18-29 May, 2015. Demogrhapic characteristics, employment, habits was obtained through interviews. Total cholesterol data obtained from laboratory test had been calibrated. Category of cholesterol total was divided into hypercholesterolemia (≥ 240 mg/dl) and normal (<200 mg/dl). Analysis using risk relative by Cox regression with a constant time.
Result : Among the 690 pilots who conducted medical examination, 428 subjects agree to join the study. This analysis included 327 pilots, 12.3% had hypercholesterolemia, and 87.7% normal cholesterol levels. The subjects who had eating fatty food habits almost every day compared to almost never, had 3.8 fold higher risk to be hypercholesterolemia [adjusted relative risk (RRa)=3.78; p=0.223]. The subject aged of 50-65 years compared to 19-34 years, had 1.8 fold higher risk to be hypercholesterolemia (RRa=1.82; p=0.103). Furthermore, subjects with a family history of hypercholesterolemia compared with no family history, had 2.1 fold higher risk to be hypercholesterolemia (RRa=2.13; p=0.118).
Conclusions : Having eating fatty food habits almost every day, age 50 and over, history of hypercholesterolemia elevate the risk of hypercholesterolemia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Kristanto Mulyantoro
"Kekurangan gizi pada awal kehidupan (1000 hari pertama) terutama masa prenatal akan memberikan multiple effect yang bersifat irreversible yaitu hambatan pertumbuhan linier yang direpresentasikan oleh pendek, pertumbuhan dan perkembangan organ termasuk pancreas yang direpresentasikan oleh diabetes mellitus dan tumbuh kembang otak yang direpresentasikan oleh kemampuan kognitif. Tingginya pendek pada populasi dewasa dan tingginya penyakit diabates mellitus di perkotaan berdasarkan survei Riskesdas 2007 mengindikasikan bahwa gangguan pertumbuhan linier dan perkembangan organ terjadi secara parallel.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai apakah pendek usia dewasa mewakili stunting awal kehidupan dalam menjelaskan risiko penyakit diabetes mellitus usia dewasa.
Penelitian ini memanfaatkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dengan disain cross sectional yang mewakili daerah perkotaan di 33 propinsi di Indonesia. Subyek penelitian adalah 12.639 laki-laki dan perempuan berumur 20 - 49 tahun. Penyakit diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan kadar gula darah puasa 2 jam post prandial sedangkan hambatan pertumbuhan linier awal kehidupan diukur dengan pencapaian tinggi badan (pendek) di usia dewasa.
Analisis dilakukan 2 level yaitu : (1) melakukan uji bivariat, stratifikasi, multivariat pada kondisi saat ini (subyek dewasa). (2) Melakukan analisis risiko kekurangan gizi awal kehidupan terhadap penyakit diabetes mellitus menggunakan teori dan bukti ilmiah hasil penelitian sebelumnya. Data yang digunakan dalam analisis penelitian ini cukup memadai yang ditunjukkan dengan konsistensi antar variabel dan konsisten dengan hasil penelitian lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi diabetes mellitus sebesar 3,8% dan proporsi pendek sebesar 37,7%. Pendek usia dewasa pada IMT<23 merupakan faktor risiko penyakit diabetes mellitus OR adjusted 1,52 (CI 95% : 1.08-2.12). Bertambahnya umur meningkatkan risiko terkena penyakit diabetes mellitus dengan OR 3,05 (CI 95% : 1,82-5,09) pada umur 30-39 tahun dan OR 7,58 (CI 95% : 4,69-12,27) pada umur 40-49 tahun. Keluarga kaya mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita diabetes mellitus dengan OR 1.90 (CI 95% : 1.36-2.66). Minum minuman berkafein ≥1 x/hr dapat mencegah penyakit diabetes mellitus dengan OR 0,48 (CI 95% : 0,33-0,71).
Kesimpulan penelitian ini adalah pendek usia dewasa pada kelompok IMT < 23 merupakan faktor risiko penyakit diabetes mellitus.

Malnutrition in early life (1000 first day), especially during pregnancy would cause multiple effect which were irreversible, such as obstruction in linear growth were represented by short stature, growth and development of organs, including the pancreas represented by diabetes mellitus, and brain growth is represented by deficiency in cognitive abilities. The high prevalence of short stature in adult and the high prevalence of diabetes mellitus disease in urban population based on Riskesdas 2007 survey data indicated that disruption of linear growth and organ development occured in parallel.
The purpose of this study was to assess whether short stature in adulthood represent stunting in their early life, in order to explain the risk of diabetes mellitus in adult. This study was utilized data from Indonesian Basic Health Research 2007 with a cross-sectional design representing urban areas in 33 provinces in Indonesia. Subjects were 12,639 men and women aged 20-49 years. Diabetes mellitus was diagnosed based on fasting blood glucose levels, 2 hours post prandial, while linear growth retardation in early life is measured by the attainment of height (short stature) in adulthood. Analysis was done in 2 levels:
(1) Worked on bivariate, stratified, multivariate testing on current conditions (adult subjects). (2) Performed a risk analysis of malnutrition in early life towards diabetes mellitus disease using theories and scientific evidence based on previous researches. The data used in this analysis were sufficient, indicated by consistency between variables and consistency with the results of other related studies.
Results of this study showed that the proportion of diabetes mellitus was 3.8% and the proportion of short stature was 37.7%. Short stature in adults with BMI <23 was a risk factor for diabetes mellitus with adjusted OR of 1.52 (CI 95%: 1:08-2:12). Increasing age increased the risk of diabetes mellitus with 3.05 OR (95% CI: 1.82 to 5.09) at the age 30-39 years and 7.58 OR (95% CI: 4.69 to 12.27) at the age of 40-49 years. Wealthier families have a higher risk of developing diabetes mellitus with OR 1.90 (95% CI: 1.36-.66). Drinking caffeinated beverages ≥1 x / day could prevent diabetes mellitus with OR 0.48 (95% CI: 0.33 to 0.71).
Conclusion of this study was short stature in adult with BMI <23 was a risk factor for diabetes mellitus."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D1444
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Deyasningrum
"Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis dimana tubuh tidak bisa menggunakan insulin untuk metabolisme glukosa. Penyakit ini terus menerus bertambah setiap tahun baik pada masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Disayangkan, penyakit diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan, hanya bisa dikendalikan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor dominan terhadap kejadian pre DM dan DM tipe 2 pada Staf Kependidikan FKM UI, Depok. Variabel independen yang diteliti adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, asupan zat gizi (energi, karbohidrat, lemak, dan serat), aktivitas fisik, status gizi lebih, lingkar pinggang, dan pengetahuan gizi. Desain studi penelitian yaitu cross sectional dengan analisis chi square. Penelitian dilakukan pada 122 responden dan pada bulan April 2014.
Hasil penelitian menunjukkan 26,2% penderita pre DMDM (Pre DM (17,2%) dan DM (9%)). Variabel yang memiliki perbedaan proporsi yang bermakna dengan kejadian pre DM-DM adalah umur. Faktor dominan adalah riwayat keluarga dan umur. Staf kependidikan FKM UI diharapkan meningkatkan kesadaran untuk melakukan pola hidup sehat baik makan-makanan seimbang maupun olahraga rutin, dan melakukan pengecekan glukosa darah.

Diabetes mellitus type 2 is a chronic disease which the body can not use insulin for glucose metabolism. The disease is constantly increasing every year both in urban and rural communities. Unfortunately, diabetes mellitus can not be cured, only controlled.
This study aims to determine the dominant factor on the incidence of pre-diabetes and type 2 diabetes mellitus in Education Staff at FKM UI, Depok. The independent variables studied were age, sex, family history, the adequacy of nutrients (energy, carbohydrates, fats, and fiber), physical activity, BMI, waist circumference, and nutrition knowledge. The study design is a crosssectional study with a chi-square analysis. The study was conducted on 122 respondents, on April 7 to 25, 2014.
Results showed 26.2% of patients with pre-DM - DM (Pre DM (17.2%) and DM (9%)). Variables that had significant differences in the proportion of the incidence of pre-DM and DM is age. Dominant factor is family history ang age. Education Staff at FKM UI is expected to raise awareness for do healthy lifestyle such as eat balanc meals and exercise regularly, and do a blood sugar check.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55909
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Anggun Sayekti
"Diabetes mellitus merupakan salah satu bentuk penyakit tidak menular dengan prevalensi yang terus meningkat di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Selain berdampak pada kualitas hidup individu dan keluarga, diabetes mellitus menjadi masalah kesehatan utama karena berdampak pada banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan kesehatan dan hilangnya produktivitas akibat penyakit.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 pada pekerja pria. Penelitian ini dilakukan di head office PT. X dengan melibatkan 64 pekerja pria sebagai responden dan dilakukan dari bulan Januari hingga Juni 2013. Variabel yang diteliti adalah umur, riwayat keluarga, aktivitas fisik, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, asupan serat, berat badan berlebih, obesitas sentral, hipertensi, dislipidemia, durasi tidur, stres kerja, dan derajat merokok. Analisis yang digunakan adalah analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square.
Hasil analisis menunjukkan variabel yang memiliki hubungan bermakna adalah umur, aktivitas fisik, asupan energi, asupan protein, asupan lemak, berat badan berlebih, obesitas sentral, dan hipertensi.

Diabetes mellitus is one of non communicable diseases which its having continuously increasing prevalence in South East Asia, including Indonesia. Besides its influences in quality of life of people and their family, diabetes mellitus also causes loss of productivity and increases health care cost.
This study was aimed to know the relationship between risk factors and diabetes mellitus type 2 in male employees. There were 64 head office male employees involved in this study which was held in January until June 2013. Variables of this research were age, family history, physical activity, energy intake, protein intake, fat intake, carbohydrate intake, fiber intake, overweight and obese, abdominal obesity, hypertension, dyslipidemia, sleep duration, work related stress, and degree of smoking.This research used bivariate analysis with chi squa re test.
The result of this study showed that age, physical activity, energy intake, protein intake, fat intake, overweight and obese, abdominal obesity, and hypertension was significantly related to type 2 diabetes mellitus.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47296
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyani
"LATAR BELAKANG: Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang di dunia (IDF, 2011). Salah satu provinsi yang memiliki prevalensi Diabetes yang tinggi adalah Provinsi Banten. Prevalensi DM Provinsi Banten di daerah perkotaan sebesar 5,3% (mendekati angka nasional 5,7%) (Balitbangkes, 2008).
TUJUAN: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon.
DISAIN: Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional, yang merupakan analisis data sekunder dari data Program Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 dan Faktor Risikonya di Kota Cilegon. Data dikumpulkan tahun 2011 dan analisis dilakukan tahun 2012.
HASIL: Prevalensi DM Tipe 2 adalah sebesar 4,4%. Variabel yang terbukti memiliki hubungan dengan kejadian DM Tipe 2 adalah aktivitas fisik (p: 0,032). Orang yang aktivitas sehari-harinya ringan memiliki risiko 2,68 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang aktivitas fisik sehariharinya sedang dan berat (OR: 2,68; 95% CI: 1,11-6,46).

BACKGROUND: Diabetes Mellitus is one of big health problems. Global study showed that diabetician in 2011 had reached 336 millions people (IDF, 2011). One of provinces that had high prevalence of Diabetes Mellitus is Banten Province. The prevalence of Diabetes Mellitus in Banten Province in urban areas is 5,3% (approaching the national prevalence 5,7%) (Balitbangkes, 2008).
OBJECTIVE: The objective of this research was to investigate the risk factors that have correlation with Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) in Citangkil Primary Health Care and Pulo Merak Primary Health Care, Cilegon City.
DESIGN: This research was a quantitative research with cross sectional design. It used the secondary data of T2DM and Its Risk Factors Controlling Program in Cilegon City. Data was collected in 2011 and the analyzing was done in 2012.
RESULT: The Prevalence of T2DM was 4,4%. The variabel that have correlation with T2DM is physical activity (p value: 0,032). People who have low intensity in physical activity has 2,68 times probabilty to get T2DM than people who has middle and high intensity in phisycal activity (OR: 2,68; 95% CI: 1,11-6,46).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>