Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192486 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miratunnisa Duhati Hardiniziya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami dan menganalisis alasaan perjanjian tertutup dan praktik monopoli termasuk dalam perjanjian dan kegiatan yang dilarang menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, serta memahami bentuk pelanggaran terkait dengan kewajiban penggunaan alat mekanis bongkar muat jenis Gantry Luffing Crane (GLC) dalam pelayanan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, disertai dengan analisis dampak yang terjadi atas pelanggaran tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan, dan buku. Perjanjian tertutup dilarang karena pada prinsipnya, seorang pelaku usaha bebas untuk menentukan sendiri pihak penjual atau pembeli atau pemasok suatu produk di pasar sesuai dengan berlakunya hukum pasar. Karena itu dilarang setiap perjajian yang bertentangan dengan kebebasan tersebut dan mengakibatkan timbulnya persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian yang dapat membatasi kebebasan pelaku usaha tertentu untuk memilih sendiri pembeli, sedangkan untuk praktik monopoli yang termasuk dalam kegiatan yang dilarang dikarenakan situasi pasar di mana hanya ada satu pelaku usaha atau satu kelompok usaha yang "menguasai" suatu produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau penggunaan jasa tertentu, yang akan ditawarkan kepada banyak konsumen, yang mengakibatkan pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tadi dapat mengontrol dan mengendalikan tingkat produksi, harga, dan sekaligus wilayah pemasarannya. Tindakan kewajiban penggunaan alat mekanis bongkar muat jenis Gantry Luffing Crane (GLC) dalam pelayanan bongkar muat pada hakikatnya melanggar Pasal 15 ayat (2) mengenai perjanjian tertutup. Dibahas pula mengenai perjanjian tertutup yang berdampak negatif yaitu merupakan salah satu bentuk pembatasan akses pasar yang diberlakukan oleh pelaku perjanjian ini terhadap pelaku usaha pesaingnya dan hambatan masuk ke pasar, terutama bagi pelaku usaha, sedangkan untuk dampak positifnya ialah suatu perwujudan dari penyediaan jasa kepelabuhanan dalam tugas BUP sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menciptakan efisiensi dan produktifitas waktu kapal tambat dan waktu bongkar muat, dan sebagai bentuk trend pelabuhan internasional di dunia.

This study aims to find, understand and analyze the reasons for the tying agreement and monopolistic practices included in the agreement and the activities prohibited by Law No. 5 of 1999, as well as understand the violation of the obligations associated with the use of mechanical devices unloading type Gantry Luffing Crane (GLC) in the service of loading and unloading at the Port of Tanjung Priok, accompanied by an analysis of the impact it had on the offense. This research is a normative juridical law using secondary data, such as legislation, and books. Tying Agreement prohibited because in principle, the businesses are free to decide for themselves the seller or the buyer or the supplier of a product on the market in accordance with the legal validity of the market. Because it prohibited any successor agreement which is contrary to the freedom and gives rise to unfair competition. Agreements which can restrict the freedom of certain businesses to choose their own buyers, while for monopolistic practices are included in the activities prohibited due to the market situation in which there is only one business actor or a group effort "mastered" a production and / or marketing of goods and / or use of certain services, which will be offered to many consumers, which resulted in businesses or groups of businesses had been able to control and manage production levels, prices, and at the same marketing area. Measures obligation to use mechanical means unloading type Gantry Luffing Crane (GLC) in the service of loading and unloading in essence violated Article 15 paragraph (2) of the tying agreement. Also discusses the negative impact of tying agreement which is one form of market access restrictions imposed by the perpetrators of this agreement against business competitors and barriers to entry into the market, especially for businesses, while its positive impact is an embodiment of the provision of port services in the function of BUP in accordance with the legislation, creating efficiency and productivity of a ship mooring and unloading time, and as a form of international ports in the world trend."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Santy Evita Irianty
"Monopoli tidak otomatis dilarang dalam perspektif persaingan usaha. Hal ini disebabkan pembuktian praktek monopoli menganut prinsip rule of reason. Benarkah praktek monopoli tersebut menimbulkan pencegahan, pembatasan, dan pengurangan persaingan, serta eksploitasi konsumen? Apakah praktek monopoli menyebabkan menyebabkan inefisiensi ekonomi, terciptanya harga yang tidak wajar, eksploitasi konsumen dari sisi non-harga, ekses profit hanya dapat dinikmati monopolis, terciptanya hambatan masuk, dan lain-lain. Selain itu, perlu dianalisa penyebab perilaku monopoli dari pemegang posisi monopoli di pasar. Apakah monopoli tersebut merupakan hasil dari kondisi pasar yang menyebabkan hanya ada satu pelaku usaha di pasar (monopoli alamiah); karena adanya peran pemerintah melalui peraturan perundang-undangan dalam rangka melindungi kepentingan umum; atau merupakan hasil dari hambatan masuk yang disengaja dari sebuah regulasi pemerintah yang berdampak mengganggu persaingan.
Tesis ini membahas potensi praktek monopoli dalam penyediaan TKBM di Pelabuhan Tanjung Priok berdasarkan hak monopoli yang dimiliki Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Tanjung Priok melalui SKB tahun 2011 tentang Pembinaan dan Penataan Koperasi TKBM. Selain itu, juga membahas potensi dampak peraturan tersebut terhadap persaingan usaha di industri jasa penyediaan TKBM di Pelabuhan Tanjung Priok.
Penelitian tesis ini menggunakan metode deskriptif-analitis dengan hasilnya menyimpulkan bahwa SKB tahun 2011 tersebut berpotensi menimbulkan praktek monopoli oleh pemegang hak monopoli. Hal ini dapat dilihat dari terciptanya eksploitasi konsumen dari sisi non-harga yaitu rendahnya produktivitas TKBM, dan sisi harga (tidak langsung) melalui terciptanya pengeluaran biaya tinggi tanpa diiringi dengan kinerja yang sepadan. SKB juga memiliki potensi dampak negatif terhadap persaingan usaha. Dampak tersebut berupa diskriminasi terhadap calon kompetitor melalui pembatasan/pengurangan pelaku usaha di pasar (hambatan masuk bagi pesaing potensial untuk menggarap pasar penyediaan jasa TKB), menghilangkan kesempatan bagi konsumen untuk mendapatkan alternatif produk dengan kualitas dan harga yang bersaing, serta tidak adanya insentif bagi incumbent untuk meningkatkan kualitas produk yang dimiliki.

Monopoly is not something that is automatically prohibited under competition perspective. This is due to evidence of monopolistic practices under the principle of the rule of reason. Is it true that the monopolistic practice lead to prevention, restriction, and lessening of competition as well as the consumer exploitation? Are monopolistic practices causing economic inefficiency, creating unreasonable prices, consumer exploitation from non - price side, excess profit of monopolist, barrier to entry, and others? It is also necessary to analyze the causes of monopoly behavior of the holder of a monopoly position. Is the monopoly the result of market conditions so there is only one business actor in the market (natural monopoly); or because of the government role through legislation in order to protect the public interest; or monopolist in the market is the result of a deliberate barriers to entry that come from government regulation to lessening competition.
This thesis discusses the potential of monopolistic practices because of monopoly held by Cooperative of Stevedore (TKBM) at Tanjung Priok Port by Joint Decree (SKB) of 2011 concerning Management and Structuring of Stevedore Cooperative. It was also discuses about the potential impact of the regulation on competition in the stevedore providing industry in Port Tanjung Priok.
This thesis uses descriptive - analytical method with the results concluded that the SKB of 2011 potentially create monopolistic practices by the holder of the monopoly that are the creation of non - price consumer exploitation in the form of low productivity of stevedore, the creation of higher expenses without being accompanied by commensurate performance. SKB also has the potential negative impacts on competition that are discrimination against potential competitors through limiting/lessening business actors in the market (barrier to entry for potential competitors to work on the market of stevedore providing services), the opportunity loss for consumers to get an alternative product under competitive quality and price, and the absence of incentives for the incumbent to improve the quality of their products."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaya Putra Zega
"Sektor kepelabuhan merupakan sektor strategis yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, oleh karakteristiknya yang demikian maka pengelolaannya diserahkan kepada BUMN dan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah. Legitimasi ini diperoleh secara konstitusional yakni, Pasal 33 UUD 1945 yang menghendaki sektor-sektor penting, strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara atau dalam bahasa lain dikelola oleh negera melalui perusahaan negara atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk. Kemudian oleh Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 kembali menegaskan hal yang serupa. Namun, ternyata dalam prakteknya oleh BUMN atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah melakukan praktek monopoli. Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba menganalisis bentuk-bentuk monopoli, pandangan KPPU, serta proses pembuktian terhadap pelanggaran praktek monopoli yang terjadi di sektor kepelabuhanan.

The Port services is a essential facilities that have high economic value, by such characteristics shall be conducted by State-Owned Companies and/or entities or institution formed or appointed by The Government. It has the constitutionally legitimacy obtained, namely Article 33 UUD 1945 that requires essential facilities controlled by the state or managed by the country through the State-Owned Companies and/or entities or institution formed or appointed by The Government. Then by Article 51 of Competition Law No. 5/1999 reaffirm it. However, such conditions in practice by State-Owned Companies and/or entities or institution formed or appointed by The Government turned out to conduct monopolistic. Therefore, this study attempts to analyze the forms of monopoly, the Business Competition Supervisory Commission's view, and the process of proving the violation of monopolistic that occurred in the Port services."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lavenia Lauri Gricella
"Metode pernunjukan langsung dalam pengadaan insfrastruktur ketenagalistrikan dari PT PLN kepada Anak Perusahaannya (PT X) yang diteruskan pada Afiliasinya (PT Y) untuk melakukan percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK) dengan membangun Mobile Power Plant (MPP) merupakan bagian dari sinergi BUMN sebagaimana diamanatkan Permen BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara dan telah diubah dengan PER-15/MBU/2012. Metode Penunjukan Langsung ini digunakan karena mempunyai sejumlah keuntungan, antara lain efisien, mempercepat proses pengadaan dan kepastian penyelesaian pekerjaan. Namun demikian, tidak jarang metode tersebut dilaksanakan tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti dalam kasus ini yaitu tidak selaras dengan UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang melarang penggunaan Penyedia Jasa yang terafiliasi pada pembangunan untuk kepentingan umum tanpa melalui seleksi. Artinya metode penunjukan langsung dari BUMN ke Anak Perusahaan BUMN dan Perusahaan Terafiliasi BUMN dilarang. Dalam kasus ini juga diduga terjadi praktik monopoli, di mana PT Y menunjuk langsung Z sebagai pemasok gas turbin berdasarkan hasil comparative study. Padahal Z bukanlah satu-satunya penyedia, bahwa masih terdapat Penyedia lain yang juga mampu untuk mengerjakan pekerjaan dengan cepat sekalipun sifat pekerjaan mendesak. Tentunya penunjukan langsung ini berpotensi menimbulkan isu persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

The direct appointment method in the procurement of electricity infrastructure from PT PLN to its Subsidiaries (PT X) which was forwarded to its Affiliates (PT Y) to accelerate the Development of Electricity Infrastructure by building a Mobile Power Plant (MPP) is part of State-Owned Enterprise (SOE) Synergy as mandated by the Regulation Minister of State-Owned Enterprise (SOE) No. PER-05/MBU/2008 concerning the Implementation of Procurement of Goods and Services of State-Owned Enterprises and amended by PER-15/MBU/2012. This Direct Appointment Method is used because it has a number of advantages, including being efficient, speeding up the procurement process and the certainty of completing work. However, it is not uncommon for these methods to be implemented not in harmony with other laws and regulations, as in this case that is not harmony with Law No. 2 of 2017 concerning Construction Services which prohibits the use of Service Providers affiliated with development for public use without going through selection. This means that the method of direct appointment from State-Owned Enterprise, to State-Owned Enterprise’s Subsidiaries and State-Owned Enterprise’s Affiliated company is prohibited. In this case, a monopolistic practice is also suspected, where PT Y directly appoint Z as the gas turbine supplier based on the results of a comparative study. Whereas Z is not the only provider, there are still other providers who are also able to do the project quickly despite the nature of the urgent work. Of course this direct appointment has the potential to cause unfair business competition issues as regulated in Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Meryati. N
"Tesis ini membahas tentang Praktek Monopoli di bidang Industri Air Bersih di Pulau Batam di lihat dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu : Pertama, Pengaturan Monopoli di bidang industri yang menguasai hajat hidup orang banyak berdasarkan hukum Persaingan Usaha. Kedua Apakah Monopoli PT ATB merupakan pelanggaran terhadap Pasal 17 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ketiga, Pertimbangan dan Putusan di tingkat keberatan Pengadilan Negeri Batam dan di tingkat kasasi Mahkamah Agung atas Praktek Monopoli oleh PT Adhya Tirta Batam. Pengaturan mengenai Monopoli yang menguasai hajat hidup orang banyak dalam hukum persaingan usaha diatur dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Salah satu tujuan utama pemberlakuan Undang-undang Persaingan Usaha adalah perlindungan kepada kegiatan usaha agar selalu dalam kondisi persaingan usaha yang sehat dan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sesuai dengan Pasal 33, UUD 1945.

This thesis discusses about the monopoly in the field of Water Industry in Batam Island of Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition: First, setting monopoly in the industry that dominate the life of the people under the law competition. Second is Monopoly PT Adhya Tirta Batam is a violation of Article 17 of Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Third, consideration and decision on the objection and the Batam District Court at the Supreme Court of Monopoly by PT Adhya Tirta Batam. Regulation of monopoly which dominate the life of the people in the business competition law under Article 51 of Law Number 5 of 1999. One major goal the implementation of the Business Competition Act is the protection of the business activities that are always in a state of healthy competition and to the welfare and prosperity of the people in accordance with Article 33, of Law UUD of 1945 Constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31707
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Ridwan
"Penetapan harga, monopoli dan penguasaan pasar merupakan perjanjian dan kegiatan usaha yang dilarang dalam UU No. 5/1999, baik larangannya bersifat parse rule ataupun rule of reason. Tindakan-tindakan tersebut dilarang karena dapat mengakibatkan adanya praktik monopoli yang merugikan konsumen. Selain itu, tindakan-tindakan tersebut menghambat persaingan usaha yang sehat. Padahal dimensi persaingan merupakan aspek yang sangat penting dalam suatu kegiatan ekonomi, antara lain sebagai sarana untuk melindungi konsumen dari eksploitasi dan penyalahgunaan produsen, serta mendorong peningkatan mutu, produk, dan pelayanan. Melalui penelitian yuridis normatif dengan metode analisis secara kualitatif, peneliti mencoba melakukan penelitian mengenai hal tersebut dalam perkara penyediaan jasa verifikasi teknis impor gula yang dilakukan oleh PT. Surveyor dan PT. Sucofindo. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan fakta terdapat pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 17 UU No. 5/1999 dalam implementasi penyediaan jasa verifikasi teknis impor gula yang dilakukan oleh PT. Surveyor dan PT. Sucofindo. Pelanggaran ini terjadi mengingat adanya pembentukan KSO dan penetapan harga yang tidak sesuai dengan UU No. 5/1999. Tindakan-tindakan itu pun tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun dalam tingkat upaya keberatan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan Putusan KPPU yang semula juga mengeluarkan Putusan adanya pelanggaran terhadap Pasal 5, Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a UU No. 5/1999. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membatalkan Putusan KPPU tersebut didasarkan pertimbangan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh kedua pelaku usaha merupakan tindakan yang dikecualikan sebagaimana dimaksud Pasal 50 huruf a UU No. 5/1999, yaitu yang menyatakan bahwa yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi, menurut peneliti pertimbangan dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kurang tepat mengingat pembentukan 1(50 dan penetapan harga jasa verifikasi tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan/perjanjian yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a UU No. 5/1999. Adanya perbedaan pandangan dan penafsiran terhadap Pasal 50 huruf a UU No. 5/1999 tersebut disebabkan adanya kekurangjelasan dalam rumusan ketentuan tersebut. Oleh karena itu, sudah sepatutnya para pihak yang berwenang mengkaji kembali rumusan ketentuan tersebut untuk menghindari adanya multitafsir dalam menerapkan Pasal 50 huruf a UU No. 5/1999."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Ridwan
"Penetapan harga, monopoli dan penguasaan pasar merupakan perjanjian dan kegiatan usaha yang dilarang dalam UU No. 5/1999, baik larangannya bersifat parse rule ataupun rule of reason. Tindakan-tindakan tersebut dilarang karena dapat mengakibatkan adanya praktik monopoli yang merugikan konsumen. Selain itu, tindakan-tindakan tersebut menghambat persaingan usaha yang sehat. Padahal dimensi persaingan merupakan aspek yang sangat penting dalam suatu kegiatan ekonomi, antara lain sebagai sarana untuk melindungi konsumen dari eksploitasi dan penyalahgunaan produsen, serta mendorong peningkatan mutu, produk, dan pelayanan. Melalui penelitian yuridis normatif dengan metode analisis secara kualitatif, peneliti mencoba melakukan penelitian mengenai hal tersebut dalam perkara penyediaan jasa verifikasi teknis impor gula yang dilakukan oleh PT. Surveyor dan PT. Sucofindo. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan fakta terdapat pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 17 UU No. 5/1999 dalam implementasi penyediaan jasa verifikasi teknis impor gula yang dilakukan oleh PT. Surveyor dan PT. Sucofindo. Pelanggaran ini terjadi mengingat adanya pembentukan KSO dan penetapan harga yang tidak sesuai dengan UU No. 5/1999. Tindakan-tindakan itu pun tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun dalam tingkat upaya keberatan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membatalkan Putusan KPPU yang semula juga mengeluarkan Putusan adanya pelanggaran terhadap Pasal 5, Pasal 17 dan Pasal 19 huruf a UU No. 5/1999. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membatalkan Putusan KPPU tersebut didasarkan pertimbangan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh kedua pelaku usaha merupakan tindakan yang dikecualikan sebagaimana dimaksud Pasal 50 huruf a UU No. 5/1999, yaitu yang menyatakan bahwa yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi, menurut peneliti pertimbangan dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kurang tepat mengingat pembentukan 1(50 dan penetapan harga jasa verifikasi tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan/perjanjian yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a UU No. 5/1999. Adanya perbedaan pandangan dan penafsiran terhadap Pasal 50 huruf a UU No. 5/1999 tersebut disebabkan adanya kekurangjelasan dalam rumusan ketentuan tersebut. Oleh karena itu, sudah sepatutnya para pihak yang berwenang mengkaji kembali rumusan ketentuan tersebut untuk menghindari adanya multitafsir dalam menerapkan Pasal 50 huruf a UU No. 5/1999."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T 02225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusri
"ABSTRAK
Persaingan bisnis yang sehat akan menguntungkan semua pihak, termasuk konsumen dan usaha kecil. Tujuan persaingan adalah untuk menghindari terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa kelompok usaha tertentu. Dengan adanya persaingan, konsumen dapat menikmati mutu barang/jasa yang baik dengan tingkat harga yang bersaing. Konsumen juga dapat memilih barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Kecuali itu, mekanisme pasar yang sehat memungkinkan terbukanya kesempatan berusaha selebar-lebarnya, sehingga dapat meningkatkan iklim berusaha yang kondusif. Dalam persaingan usaha, produsen dituntut memberi pelayanan yang terbaik. kepada konsumen. Produsen yang tidak mampu bersaing dengan sendirinya akan mengalami kegagalan dalam manjalankan bisnisnya. Oleh karena itu, dalam teori invisible hand, Adam Smith menyatakan bahwa, pemerintah tidak perlu ikut campur terlalu jauh di bidang bisnis, karena melalui mekanisme pasar itu sendiri akan lahir struktur pasar yang sehat. Namun kenyataannya mekanisme pasar tidak pernah sempurna, bahkan tidak jarang terjadi persaingan yang tidak sehat. Dengan tidak terkendalinya mekanisme pasar, sistem ekonomi akan terjerumus pada sistem "free fight liberalism" dan praktik-praktik "monopoli". Kedua fenomena ini mesti dihindari, karena bertentangan dengan Sistem Demokrasi Ekonomi.
Tesis ini bertujuan untuk mengkaji; 1) bagaimana bentuk praktik persaingan bisnis di Indonesia; 2) bagaimana dampak praktik monopoli terhadap perlindungan konsumen dan usaha kecil; serta 3) bagaimana peranan pranata hukum untuk mengatasi dampak monopoli tersebut. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Pada prinsipnya, monopoli bukanlah sesuatu yang mutlak dilarang dalam sistem perekonomian nasional, karena beberapa sektor yang vital bagi negara dan bangsa boleh dikuasai oleh negara sesuai dengan amanat konstitusi (Pasal 33 UUD 1945). Sedangkan praktik monopoli yang merugikan masyarakat, yang biasanya dilakukan oleh swasta, "dilarang" karena dikhawatirkan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu. Melalui pemusatan ekonomi tersebut rakyat akan tersisih karena prilaku para monopolis cendrung untuk mencari keuntungan maksimum dengan mengabaikan kepentingan umum.
Monopoli yang disebut belakangan ini merupakan salah satu wujud persaingan yang tidak sehat (unfair competition), sehingga akibat yang ditimbulkan lebih banyak negatifnya dibandingkan dengan sisi positifnya, terutama terhadap konsumen dan usaha kecil. Konsumen sangat tergantung pada produsen tanpa bisa menuntut kualitas barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Dalam kondisi seperti ini, konsumen juga kehilangan haknya untuk memilih barang dan jasa, karena hanya ada satu produsen yang menghasilkan barang dan jasa yang sejenis. Di samping itu, karena tidak ada saingan, produsen dengan seenaknya dapat menaikkan harga barang/jasa dengan cara membatasi jumlah produksi dan distribusi. Di samping itu praktik monopoli dapat mempersempit kesempatan berusaha bagi usaha kecil untuk mengembangkan usahanya karena adanya praktik-praktik yang membatasi persaingan bisnis (restrictive business practice). Praktik-praktik monopoli tersebut masih mewarnai iklim berusaha di Indonesia, sementara para pelakunya belum dapat digugat ke pengadilan karena pranata dan lembaga hukum yang ada masih bersifat parsial.
Mengingat banyaknya praktik-praktik bisnis yang tidak sehat terjadi selama ini, konsumen menjadi tidak berdaya mepertahankan haknya untuk mendapatkan barang yang bermutu dengan harga yang bersaing, maka sudah sewajarnya pemerintah turun tangan dengan menggunakan kewenangan yang ada padanya. Sebagai negara kesejahteraan (welfare state), pemerintah berkewajiban turun tangan untuk mengendalikan mekanisme pasar melalul kebijakan-kebijakan negara yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dalam kasus ini, pemerintah perlu segera mengundangkan Undang-undang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Persaingan Usaha, yang telah lama disiapkan dalam bentuk naskah rancangan akademik oleh beberapa lembaga pemerintah dan lembaga non-pemerintah. Dengan adanya kedua pranata hukum ini diharapkan praktik monopoli yang membawa dampak negatif bagi konsumen dan usaha kecil dapat dihindari. Di samping itu perlu adanya institusi hukum yang menyelenggarakan berbagai pranata hukum dimaksud, seperti Komisi Perdagangan Nasional (Federal Trade Cornission, atau Fair Trade Commission).
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Bistok
"Pada tanggal 5 Maret 1999 Indonesia telah mengadopsi sebuah produk hukum yang mengatur Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Produk hukum tersebut adalah UU Nomor 5 Tahun 1999 yang mulai efektif berlaku 1 (satu) tahun sejak diundangkan, itu berarti berlaku sejak tanggal 5 Maret 2000. Guna memberi penyesuaian kepada para pelaku usaha, UU tersebut memberi tenggat waktu peralihan selama 6 (enam) bulan sejak UU diberlakukan, yang berarti terhitung mulai tanggal 5 September 2000 UU tersebut berlaku tanpa pengecualian. Karena UU tersebut telah dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33, maka UU Nomor 5 Tahun 1999 mengikat seluruh rakyat Indonesia.
Untuk mengawasi pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut KPPU'. Melaksanakan amanat UU Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, Presiden membentuk serta menetapkan susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Guna menjalankan tugas dan peran KPPU tersebut untuk pertama kali telah ditetapkan 11 (sebelas) orang anggota KPPU dengan Keputusan Presiden Nomor 162/M Tahun 2000 setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. Sejak penetapannya pada tanggal 7 Juni 2000, KPPU telah menangani 144 kasus, baik yang dilaporkan oleh pengusaha dan masyarakat maupun yang diselidiki atas inisiatif KPPU, dan diantaranya telah mendapat putusan/penetapan sebanyak 18 kasus. Dari sekian banyak kasus tersebut yang menarik perhatian masyarakat banyak adalah kasus "Tender Penjualan Saham dan Convertible Bonds PT. Indomobil Sukses International, Tbk". Dalam pengamatan penulis, besamya perhatian masyarakat terhadap kasus Indomobil (selanjutnya disebut kasus PT. Indomobil) tersebut karena beberapa alasan. Periama, kasus tersebut terkait dengan masalah penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjadi bagian program penyehatan yang ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Persoalan BLBI tersebut memang menjadi perhatian luas bukan saja para aparatur hukum, pakar hukum, pakar ekonomi, pengamat politik, pengusaha, tetapi telah menyita perhatian sebagian besar rakyat Indonesia, terrnasuk pemerintah sendiri. Besarnya perhatian masyarakat dan beragamnya latar belakang pemikiran yang menilai kasus Indomobil tersebut menjadikan persoalan tersebut tidak cukup lagi dilihat sekedar permasalahan hukum per se, melainkan sudah kompleks sehingga telah memasuki ruang persepsi sosiologis."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mukhlas
"Globalisasi di bidang ekonomi berdampak kepada semakin terbukanya pasar nasional bahkan intemasional baik pasar barang maupun jasa, sehingga akan mendorong adanya persaingan yang kuat bagi pars pelaku usaha. Dalam perdagangan internasional telah ada rambu-rambu yang mengaturnya yaitu Unfair Trade Practice dan Anti-Dumping Code dalam General Agreement Tariff and Trade (GATT). Sedangkan pads skala nasional rambu-rambu tersebut diatur melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam penulisan tesis ini dikaji mengenai bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sejauhmana kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam membatalkan perjanjian, dan kasuskasus yang berkaitan dengan perjanjian yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli. Bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, perjanjian dengan pihak di luar negeri, monopoli, monopsoni, pengadaan pasar, dan persekongkolan. Berdasarkan Pasal 47 ayat (1), KPPU hanya berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrasi dan berdasarkan Pasal 47 ayat (2) huruf a memberikan wewenang kepada KPPU untuk menjatuhkan sanksi berupa penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16. Sedangkan berdasarkan Pasal 47 ayat (2) huruf c KPPU berwenang menjatuhkan sanksi berupa perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. Kasus-kasus yang berkaitan dengan perjanjian yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli adalah: kasus perjanjian pengadaan pita cukai yang menyebabkan terjadinya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dengan Nomor Perkara: 03IKPPU-L12004, dan kasus perjanjian pengadaan jasa terminal pelayanan bongkar muat petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok dengan Nomor Perkara: 04IKPPU-112003.
Perlu dilakukan amandemen terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya Pasai 47 ayat (2) huruf a. Pasal tersebut agar diamandemen karena tidak perlu menggunakan batasan pasal-pasal sebagaimana disebutkan; dan agar pasal tersebut berlaku untuk umum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>