Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163999 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Napitupulu, Boyke B.S.
"Parate Eksekusi dalam Eksekusi Hak Tanggungan adalah salah satu cara eksekusi obyek Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ("UUHT"). Namun sangat disayangkan UUHT yang telah berumur 19 (sembilan belas) tahun hingga saat ini masih belum mengatur sendiri tata cara eksekusi obyek Hak Tanggungan apabila terjadi cedera janji dan masih menggunakan tata cara eksekusi lembaga jaminan hipotik yang mengacu kepada tata cara eksekusi dalam Hukum Acara Perdata (HIR/RBg). Kenyataan tersebut menimbulkan masalah ketika diperlukan eksekusi riil melakukan pengosongan obyek Hak Tanggungan dalam hal pemenang lelang obyek Hak Tanggungan yang penjualannya dilakukan atas kekuasaan sendiri tidak dapat segera menikmati obyek Hak Tanggungan karena obyek Hak Tanggungan masih dalam penguasaan Pemberi Hak Tanggungan atau pihak lain. Upaya hukum apakah dan bagaimana sebaiknya tata cara eksekusi Hak Tanggungan diatur agar selain kreditur dan debitur, pemenang lelang juga memperoleh perlindungan dan kepastian hukum menjadi pertanyaan yang hendak dicari jawabnya dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode penelusuran kepustakaan dalam mengumpulkan datanya serta melakukan wawancara dengan narasumber dan informan. Kekosongan hukum ditambah pertentangan antar ketentuan dalam UUHT sendirilah ternyata yang menjadi penyebab ketidakjelasan upaya hukum dalam hal dibutuhkan eksekusi riil setelah dilakukan parate eksekusi terhadap obyek Hak Tanggungan. Pada tahun 2012 terbit Surat Edaran Mahkamah Agung ("SEMA") yang meskipun tujuannya adalah mengisi kekosongan hukum dan memberi kepastian hukum justru tidak mengutamakan rasa keadilan khususnya bagi pemenang lelang yang beritikad baik. Syukurlah aturan yang tidak mengutamakan rasa keadilan tersebut segera disadari dan dikoreksi oleh SEMA yang terbit tahun 2014. Perlunya perbaikan UUHT dan peraturan perundangundangan terkait terutama Hukum Acara Perdata yang masih menggunakan undangundang peninggalan kolonial serta kehati-hatian ekstra peserta lelang tentunya dapat menghindari masalah di kemudian hari meskipun apabila suatu saat dasar hukum yang lebih kuat selain SEMA yang bersifat internal telah lahir.

Parate Excecution is one of the ways to execute mortgage based on Law No.4 Year 1996 Regarding The Mortgage Of Land And Objects Related Attached To It ("UUHT"). But after 19 (nineteen) years the process of executing a mortgage is still not regulated in UUHT and instead still referring to other laws. This fact caused problem when a real execution to empty the land by district court is needed and asked to the chief judge at a district court by the auction winner because the old owner or other parties is not willingly give up the land that already sold in an auction to the highest bidder who by law become the new owner. What is the legal solution and what should be done to the regulation of mortgage execution in UUHT so beside creditors and debtors, the auction winner also have legal protection and legal certainty is the question asked and looked for answers in this research. This research is a normative juridical study by collecting data from written source and interviews. Lack of regulation and clash between regulation in UUHT actually was the cause of the uncertainty of legal solution in case a real execution is needed after a mortgage parate execution. At 2012 Supreme Court issued Letter ("SEMA") that although the objection was to fill the lack of regulation and by that give legal certainty but the 2012 SEMA was thought by many as not providing the sense of justice especially for the good intended auction winner. It?s a good thing that finally it was corrected by the 2014 SEMA that gave more sense of justice. The need for UUHT amandment and other related laws especially the hundreds years old procedural civil law and carefulness in buying land in an auction is needed to avoid a latter problem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Debora Marito
"Penelitian ini menganalisis ketidaksesuaian putusan pengadilan terkait pembatalan lelang eksekusi hak tanggungan dengan konsep parate eksekusi, khususnya dalam konteks Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 26/Pdt.G/2018/PN Lbp, Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 169/Pdt/2019/PT Mdn, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1569/K/Pdt/2020, hingga Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 598/PK/Pdt/2022. Fokus utama penelitian ini adalah mengevaluasi keabsahan prosedur pelaksanaan parate eksekusi, pertimbangan hukum terkait irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam sertifikat hak tanggungan, serta implikasi hukum dari putusan yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif, analitis, dan evaluatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya inkonsistensi dalam pertimbangan hukum yang diambil oleh pengadilan pada beberapa tingkat. Meskipun parate eksekusi diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang memberikan hak kepada kreditur untuk menjual objek jaminan tanpa memerlukan fiat pengadilan, sejumlah putusan mengabaikan prinsip tersebut dengan menitikberatkan pada aspek prosedural, termasuk keabsahan irah-irah dan transparansi pelaksanaan lelang. Peninjauan kembali Mahkamah Agung akhirnya memutuskan bahwa lelang yang dilakukan adalah sah karena dokumen sertifikat hak tanggungan memenuhi syarat hukum. Penelitian ini menyimpulkan bahwa sengketa dalam kasus ini menunjukkan kurangnya pemahaman yang konsisten terhadap konsep parate eksekusi. Hal ini menciptakan ketidakpastian hukum bagi para pihak yang terlibat. Penelitian ini merekomendasikan revisi regulasi untuk memperjelas prosedur parate eksekusi dan edukasi mendalam bagi para penegak hukum guna mengurangi potensi sengketa serupa di masa depan, serta memperkuat perlindungan hukum bagi kreditur dan debitur.

This study analyzes the inconsistencies in court decisions regarding the annulment of mortgage foreclosure auctions concerning the concept of parate executie, specifically focusing on the rulings of the Lubuk Pakam District Court No. 26/Pdt.G/2018/PN Lbp, Medan High Court No. 169/Pdt/2019/PT Mdn, Supreme Court No. 1569/K/Pdt/2020, and the Supreme Court Judicial Review No. 598/PK/Pdt/2022. The research primarily evaluates the validity of parate executie procedures, the legal considerations surrounding the preamble "For Justice Based on the Almighty God" in mortgage certificates, and the legal implications of the resulting decisions. Using a normative juridical method with descriptive, analytical, and evaluative approaches, this study reveals inconsistencies in the judicial reasoning across various levels of courts. While parate executie is established under Article 6 of Law No. 4 of 1996 on Mortgage Rights, allowing creditors to sell collateral without court authorization, several rulings overlooked this principle, emphasizing procedural issues such as the legitimacy of the preamble and auction transparency. The Supreme Court’s judicial review eventually ruled the auction valid as the mortgage certificate met legal requirements. The study concludes that the disputes highlight a lack of consistent understanding of the parate executie concept, creating legal uncertainty for the parties involved. It recommends regulatory revisions to clarify parate executie procedures and enhanced legal education for practitioners to minimize similar disputes in the future while ensuring robust legal protection for creditors and debtors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zefanius Fransisco
"Salah satu praktek dalam perbankan adalah adanya keberadaan jaminan/agunan di dalam melakukan perjanjian kredit. Dalam perkembangannya dalam melakukan pemberian kredit terdapat masalah saat ternyata agunan yang diberikan dalam proses perkreditan ternyata merupakan hasil dari tindak pidana yang menyebabkan terjadinya penyitaan untuk pengembalian kerugian negara. Penelitian ini mencoba menganalisis mengenai apakah penyitaan tersebut sesungguhnya dapat menghilangkan hak preferent maupun hak parate eksekusi yang dimiliki oleh bank sesaat setelah melakukan peletakan hak tanggungan terhadap asset yang dijadikan jaminan. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder atau bahan pustaka. Dari penilitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
konsep hukumnya sendiri hak preferent dan hak parate eksekusi tidak dapat dirampas oleh negara karena adanya asas droit de suite dan droit de preferent, akan tetapi apabila terjadi perampasan yang dilakukan oleh negara maka hilanglah kedua hak tersebut karena walau dapat dimintakan kembali agunan tersebut tapi harus melawati proses yang panjang yang menghilangkan hak parate eksekusi maupun hak preferent. Maka dari itu penulis menyarankan seharusnya undang-undang lebih diperbaharui sehingga dapat lebih menjelaskan lagi mengenai agunan yang terbukti merupakan hasil tindak pidana. Serta penegak hukum yang melakukan penyitaan harusnya melakukan pemeriksaan terhadap benda yang akan disitanya, apakah diatas benda tersebut terdapat hak pihak ketiga yang dilindungi oleh Undang-undang.

In bankin practice making credit agreements there are existence of collateral. In its development in giving credit there was a problem when it turned out that the collateral provided in the credit process turned out to be the result of a criminal act that caused seizure of the object to recover state losses. This study attempts to analyze whether the confiscation can actually eliminate preferential right and parate execution right held by the bank shortly after placing the mortgage right on the assets that are used as collateral. Approach method used in this research is normative juridical with technique of collecting of secondary date or library material, which then analyzed by using qualitative method. From the research conducted, it can be concluded than in the legal concept the preferential right and parate execution right cannot be confiscated by the state beause the legal concept the preferential rights and parate execution rights cannot be confiscated by the state because the principle of droit de suite and droit de preferent, but if there is a seizure carried out by the state it meants then the two rights are lost because even if the bank can collect the collateral again but bank had to go through a long process that eliminated the parate execution and preferential rights. Therefore the authors suggest that the law should be renewed so that it can further explain about collateral which is proven to be the result of a criminal act. As well as law enforcers who carry out seizures should conduct an inspection of the objects before confiscated it, whether there are rights to the third party which are protected by law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Affandi
"Salah satu jaminan dalam perjanjian kredit adalah dengan jaminan hak tanggungan, dimana dalam perjanjian jaminan hak tanggungan tersebut, aset yang dijaminkan oleh debitur untuk menjadi jaminan adalah Hak atas tanah yang dapat berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dari penelitian ini penulis bertujuan untuk meneliti bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur dalam eksekusi perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan terhadap debitur yang cidera janji ataupun wanprestasi, karena dengan adanya jaminan hak tanggungan kreditur dapat langsung meng-eksekusi aset yang dijaminkan oleh debitur yang telah wanprestasi sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

One of the guarantees in the credit agreement is a mortgage guarantee, where in the mortgage guarantee agreement, the assets guaranteed by the debtor to be used as collateral are land rights which can be in the form of buildings, plants, and works that already exist or will exist which are one unit with the land, and which belongs to the holder of the land rights whose burden is expressly stated in the Deed of Granting Mortgage concerned. From this study, the author aims to examine how legal protection for creditors in the execution of credit agreements with collateral rights guarantees for debtors who are in default or in default, because with the guarantee of mortgage creditors can directly execute assets guaranteed by debtors who have defaulted according to the provisions. -the applicable provisions according to Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Yismoyo Amanta
"Tesis ini membahas Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 517/Pdt.G/2017/PN.Bdg mengenai pemenang lelang yang belum terpenuhi haknya terhadap objek lelang dalam pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan. Tidak terpenuhinya hak pemenang lelang tersebut didasarkan pada pemilik objek lelang belum menyerahkan objek lelang kepada pemenang lelang. Permasalahan dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum bagi pemenang lelang dalam pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan serta penyelesaian hukum pemenang lelang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Sedangkan tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan analitis. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu hak dari pemenang lelang belum terlindungi, karena ternyata objek lelang tersebut belum dapat dikosongkan. Penulis menyarankan bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2014, pemenang lelang dapat mengajukan putusan pengadilan untuk mengosongkan objek lelang langsung kepada ketua pengadilan negeri bandung tanpa melalui gugatan.

This thesis discusses the Bandung District Court Decision Number 517 / Pdt.G / 2017 / PN.Bdg regarding auction winners whose rights to auction objects have not been fulfilled in the auction execution of mortgage rights.The right of the auction winner is not fulfilled based on the fact that the owner of the auction object hasn’t submitted the auction object to the auction winner. The problems in this research are how the legal protection for the auction winner in the auction execution of mortgage rightsand how the legal settlement for the auction winnerare. The research method used is the normative juridical method. While the typology used in this research is descriptive and analytical research. The result of this research is that the rights of the auction winner haven’t been protected, because it turns out that the auction object cannot be vacated. The writer suggests thatbased on Circular Letter of the Supreme Court (SEMA) Number 4 of 2014, the auction winner can ask a court order to vacate the auction object directly to the head of the Bandung district court without going through a lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Amanda Sari
"Pelaksanaan Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan merupakan salah satu sarana penyelesaian ketika debitur melakukan wanprestasi dan tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran kepada kreditur. Dalam pelaksanaannya, masih ditemukan adanya permasalahan pengembalian sisa hasil lelang yang sudah seharusnya menjadi hak debitur. Tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai sisa hasil lelang, menimbulkan suatu ketidakpastian hukum akan hak debitur atas sisa hasil lelang. Pihak pemerintah selaku penyelenggara lelang dalam hal ini Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), dapat turut hadir memberikan suatu kepastian agar debitur tetap terlindungi haknya dan mendapatkan pengembalian sisa hasil lelang. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai kewenangan KPKNL dalam hal pemberian hasil bersih lelang serta konsep ideal pengaturan mengenai pengembalian sisa hasil lelang pada pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penlitian bersifat preskiptif dan dianalisis dengan metode kualitatif sehingga mendapatkan hasil penelitian yang preskiptif analitis. Kewenangan KPKNL selama ini hanya terbatas pada pengembalian hasil bersih lelang kepada pihak penjual (kreditur) dan belum mencakup pengembalian sisa hasil lelang kepada pihak tereksekusi (debitur). Konsep ideal pengaturan pengembalian sisa hasil lelang ialah memberikan kewenangan tersebut kepada KPKNL agar dapat menjamin adanya kepastian hukum bagi pihak debitur untuk mendapatkan pengembalian sisa hasil lelang.

The implementation of Foreclosure Auctions under Article 6 of the Mortgage Law is one of the mechanisms for resolving cases when debtor defaults and unable to fulfill their payment obligations to the creditor. In its implementation, issues have arisen regarding the return of the remaining auction proceeds, which should rightfully belong to the debtor. The lack of further regulation on this matter creates legal uncertainty regarding the debtor’s rights to the remaining auction proceeds. The government, as the organizer of the auction, in this case through the Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), could play a role in providing certainty so that the debtor’s rights are protected, and they can receive the return of the remaining auction proceeds. The problem addressed in this research concerns the authority of KPKNL in distributing the net auction proceeds, as well as the ideal concept of regulating the return of remaining auction proceeds in the implementation of Forecloseure Auctions. This research uses a doctrinal legal research method, with prescriptive typology of research and qualitative analysis, leading to prescriptive-analytical research results. The authority of KPKNL has so far been limited to the distribution of net auction proceeds to the seller (creditor) and does not extend to the return of the remaining auction proceeds to the executed party (debtor). The ideal concept for regulating the return of the remaining auction proceeds is to grant this authority to KPKNL, ensuring legal certainty for the debtor to receive the remaining auction proceeds."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Setyowati
"Penyaluran kredit sudah menjadi tugas pokok bank, dalam setiap pemberian kredit diperlukan adanya jaminan khusus, salah satunya berupa hak tanggungan. Dalam hal debitor cidera janji, pada hak tanggungan, kreditor pemegang hak tanggungan dapat melaksanakan parate eksekusi. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah tidak mengatur pelaksanaan parate eksekusi oleh advokat berdasarkan kuasa dari kreditor pemegang hak tanggungan.
Permasalahan timbul saat Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang menolak parate eksekusi yang dilaksanakan oleh advokat berdasarkan surat kuasa dari kreditor pemegang hak tanggungan dengan alasan melanggar ketentuan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dan terdapat beberapa pendapat pro dan kontra mengenai kecakapan advokat melaksanakan parate eksekusi berdasarkan surat kuasa dari kreditor pemegang hak tanggungan.
Adapun maksud dan tujuan penyusunan tesis ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tindakan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang menolak permohonan eksekusi Hak Tanggungan oleh advokat pemegang Hak Tanggungan berdasarkan surat kuasa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dan peranan advokat dalam memberikan jasa hukum pada pelaksanaan parate eksekusi berdasarkan surat kuasa menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan metode yuridis kualitatif dan pendekatan yuridis normatif.
Penolakan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang terhadap permohonan parate eksekusi yang diajukan oleh advokat berdasarkan surat kuasa dari kreditor dengan menggunakan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 sebagai dasar hukum tidak tepat karena lembaga SKMHT pada Pasal 15 telah berakhir pada saat APHT dibuat dan didaftarkan, berbeda dengan lembaga parate eksekusi pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Advokat memiliki kecakapan untuk melaksanakan parate eksekusi berdasarkan hak tanggungan karena tidak dilarang oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Pelaksanaan parate eksekusi yang dikuasakan kepada advokat dapat mempercepat proses pelaksanaan parate eksekusi dan mengurangi kerugian kreditor dari segi waktu.

The disbursement of credit has basically become the main tasks in almost all banks, in case when such credit was secured, specific security rights/including Hak Tanggungan (HT). In the event the debtor is in default, Hak Tanggungan’s holder may execute the implementation of direct implementation of Hak Tanggungan. Law No. 4 of 1996 on Hak Tanggungan does not regulate the implementation of direct enforcement by advocate based on the power of holders of encumbrance right lenders.
Problems arise when the State Property Office and Auction refuse direct enforcement carried out by advocate based on a power of attorney with the argument that it violates the provisions of the Power of Attorney, Hak Tanggungan’s holders impose on Article 15 of Law No. 4 of 1996 on Encumbrance right and Its Objects Relating to the Land and there are several opinions about the pros and cons of implementing an advocate prowess on direct enforcement based on a power of attorney holder of the encumbrance right lender.
The purpose on the writing of this thesis is to comprehend and analyze more on the actions taken by the State Property Office and Auction which rejected the appeal by an advocate in representing on behalf of their client as well as their role in terms of giving legal services related to the enforcement of Hak Tanggungan. The specification in this thesis is based on descriptive analytical study, using normative juridical approach and qualitative juridical method.
Therefore, it can be concluded that the refusal of the State Property Office and Auction to conduct direct enforcement appeal filed by advocate based on a power of attorney from creditors Hak Tanggungan’s holders by using Article 15 of Law No. 4 of 1996 as a legal basis, cannot be accepted, because deed to place and request Hak Tanggungan as stated in Article 15, automatically expires at the time the deed of Hak Tanggungan is executed, contrary to such condition, institutions related to direct enforcement based on Article 6 of Law No. 4 of 1996 has also reduced the rights of creditors in the implementation of direct enforcement. However, advocates have the right to carry out direct enforcement based on security rights as it is not clearly stated and prohibited by the Law No. 4 of 1996. The direct enforcement of Hak Tanggungan by advocate thereby causes positive impact to creditors as result in time efficiency.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nur Hafizh
"Penelitian ini mengkaji aturan hukum yang mengatur tata cara penjaminan tanah dengan jaminan kebendaan hak tanggungan dengan metode penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sebagai tata cara pemberian hak tanggungan dengan cara tidak langsung serta kesesuaian hukum yang berlaku dan digunakan didalam masyarakat Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun aturan telah jelas mengatur mengenai tata cara penjaminan hak tanggungan dengan menggunakan metode Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tetapi masih terdapat penyimpangan yang terjadi di dalam masyarakat dalam hal ini dapat dilihat dari Putusan No 1675 Pdt G 2007 PN JKT SEL dan pertimbangan hukum serta putusan hakim masih belum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
This research studies examines the legal rules that regulate the procedure of land guarantee with material guarantee which is mortgage with Authority Letter of Mortgage Imposing Mechanism as an indirect way to give a mortgage and law suitability that prevails and used in society Writing method that is used is juridical normative The writing of this minithesis is using literature research methods with secondary data as the resource The results of the research shows that although the rules have been clear on the procedure about mortgage with Authority Letter of Mortgage Imposing Mechanism but there`s still a deviation that happens in society which shows in case No 1675 Pdt G 2007 PN JKT SEL and consideration of the law and the judge 39 s verdict is still not in accordance with the rules of the applicable law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ankie Dita Rahardiani
"Tesis ini membahas tentang janji untuk tidak menyewakan obyek Hak Tanggungan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan terdapat janji untuk tidak menyewakan obyek Hak Tanggungan. Namun, dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan itu sendiri janji tersebut menjadi klausul yang lebih fleksibel, dimana pemberi Hak Tanggungan boleh menyewakan obyek Hak Tanggungan dengan sepengetahuan dan izin tertulis pemegang Hak Tanggungan. Masalah muncul manakala debitor pemberi Hak Tanggungan cedera janji dan obyek Hak Tanggungan harus segera dieksekusi, tetapi obyek Hak Tanggungan dihuni oleh pihak lain/penyewa. Jika penyewa beritikad baik, maka asas yang terdapat dalam Pasal 1576 KUHPerdata bisa diterapkan. Tetapi pada umumnya jika obyek Hak Tanggungan akan dieksekusi, pemegang Hak Tanggungan menghendaki obyek Hak Tanggungan tersebut tidak sedang dalam penguasaan siapa pun.

The focus of this study is not to renting collateral object promise in Deed of Mortgage. This research is literature research, which is normative and juridical research field. There is renting collateral object promise in Deed of Mortgage. However, that promise becomes more flexible in Deed of Mortgage itself, which is the debtor of Mortgage may rent the collateral object, but the creditor should knows about that and gives a written permit. It becomes a trouble when the debtor cannot keeps the promise and collateral object should be executed, but it inhabited by others/the lessee one. The principle which on Article 1576 Indonesian Civil Code can be used, when the lessee has a good faith. Indeed, the creditor wants collateral object not inhabited of anyone."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30815
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yordan Demesky
"Tesis ini membahas tentang pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh PT Bank Permata Tbk sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah. Tujuan dilakukannya penulisan Tesis ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa peranan parate eksekusi Hak Tanggungan dalam menyelesaikan kredit bermasalah di PT Bank Permata Tbk, kendala-kendala yang dihadapi, dan untuk mengetahui dan menganalisa konsistensi pengaturan parate eksekusi dalam Undangundang Hak Tanggungan.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yang melukiskan fakta-fakta berupa data sekunder yang berhubungan dengan hukum jaminan khususnya jaminan kebendaan dalam perbankan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Penulis dapat mengetahui bahwa meskipun terdapat kendala dalam pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh PT Bank Permata Tbk., namun parate eksekusi Hak Tanggungan ini dapat berperan dengan baik dalam menurunkan jumlah kredit bermasalah di PT Bank Permata Tbk.
Penulis juga menyimpulkan bahwa terdapat inkonsistensi pengaturan parate eksekusi Hak Tanggungan dalam Undangundang Hak Tanggungan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis menyarankan PT Bank Permata Tbk hendaknya mengoptimalkan lagi pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan untuk penyelesaian kredit bermasalah, mengingat pelaksanaannya lebih efektif dibandingkankan dengan eksekusi melalui Pengadilan Negeri (fiat pengadilan).
Pemerintah bersama DPR RI hendaknya memberikan prioritas dan percepatan dalam merevisi Undang-undang Hak Tanggungan khususnya terhadap pasal-pasal yang bertentangan atau tidak konsisten dalam mengatur pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan, terutama mengenai parate eksekusi Hak Tanggungan.

This thesis discusses the implementation of the self enforcement of Hak Tanggungan carried out by PT Bank Permata, Tbk. as an alternative to the settlement of problem loans. The purposes of writing this thesis are to investigate and analyze the role of the self enforcement of Hak Tanggungan in resolving problem loans in PT Bank Permata, Tbk. and its obstacles encountered, also to know and analyze the consistency of self enforcement arrangements in Indonesian Law of Hak Tanggungan.
This study is using a normative juridical approach to the specifications of analytical descriptive study that describes the facts in the form of secondary data relating to the security law, especially for material security in banking.
Based on the results of research conducted, the Author is able to know that although there are obstacles in the implementation of the self enforcement of Hak Tanggungan by PT Bank Permata, Tbk., however the self enforcement of Hak Tanggungan may play a role in lowering the number of problem loans in PT Bank Permata, Tbk. well.
The Author also concluded that there is inconsistency of self enforcement arrangements in Indonesian Law of Hak Tanggungan.
Based on the results of this research, the Author suggests PT Bank Permata, Tbk. to optimize the implementation of self enforcement to increase loans settlement, considering such implementation will create more effectiveness rather than enforcement conducted through the local District Court.
Government with the Parliament should give priority and acceleration in the revised Indonesian Law of Hak Tanggungan especially against provisions that contradict or inconsistent in regulating the enforcement of Hak Tanggungan; especially regarding of the self enforcement of Hak Tanggungan.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29240
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>