Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166600 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ardesy Melizah Kurniati
"Bayi membutuhkan ASI sebagai makanan tunggal terbaik pada enam bulan pertama kehidupan. Lemak dalam ASI menyumbang bagian terbesar energi bayi yang dipengaruhi berbagai faktor, termasuk faktor ibu. Penelitian potong lintang ini dilaksanakan untuk mencari korelasi antara kadar lemak ASI dengan komposisi tubuh dan asupan energi dan zat gizi makro pada 48 orang ibu menyusui di RSIA Budi Kemuliaan Jakarta. Penelitian ini tidak menemukan adanya korelasi yang bermakna antara kadar lemak ASI dengan massa lemak tubuh, cairan tubuh total, massa otot, serta asupan energi, lemak, karbohidrat, protein, dan air.

The infant needs breast milk as the best sole food for the first sixth month of life. Breast milk fat content accounted for the largest part of infant energy that influenced by many factors, including maternal factor. This cross-sectional study was conducted to find correlation between the breast milk fat content and maternal body composition, and also energy and macronutrient intake among 48 nursing mothers in RSIA Budi Kemuliaan, Jakarta. This study did not find significant correlation between the fat content of breast milk and body fat, total body water, muscle mass, intake of energy, fat, carbohydrate, protein, and water."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hantoro Adhi
"Persen lemak tubuh (PLT) berlebih yang tergolong obesitas merupakan faktor risiko penyakit degeneratif salah satunya diabetes. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persen lemak tubuh pada polisi laki-laki Kabupaten Purworejo (n = 100; usia 30?58 tahun) diantaranya karakteristik individu, asupan, dan aktivitas fisik. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi potong lintang. Hasil penelitian menemukan 54% polisi tergolong obesitas. Faktor yang berhubungan dengan PLT diantaranya asupan energi (p=0,0001;CI 95%), protein (p=0,007; CI 95%), lemak (p=0,018; CI 95%), karbohidrat (p=0,001; CI 95%), indeks glikemik (IG) pangan (p=0,0001 ; CI 95%), dan aktivitas fisik (p=0,025; CI 95%). Hasil ini menunjukkan sebaiknya polisi memiliki asupan yang cukup, meningkatkan asupan serat, mengurangi makanan dengan IG tinggi, dan meningkatkan aktivitas fisik.

Abstract
Excess of body fat percentage (BFP) is a risk factor of degenerative illness. The objective of this study was to investigate the relation between factors of body fat percentage in policemen Purworejo Regency. This factors were individual characteristic, macronutrient, fiber intake, and physical activity. Design of this study is cross sectional. This study revealed that 54% polices were obese. Some factor positively associated with BFP were energy intake (p=0,0001; CI 95%), protein (p=0,007; CI 95%), fat (p=0,018; CI 95%), carbohydrate (p=0,001; CI 95%), glycemic index (GI) (p=0,000 ; CI 95%), and physical activity (p=0,025; CI 95%). Results suggest that policemen has to adequate intake, increase fiber intake, decrease food with high GI, and increase physical activity"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syaufi Zahrah
"Prevalensi obesitas di Indonesia menunjukkan peningkatan yang bermakna dari tahun ke tahun, termasuk di dalamnya prevalensi obesitas sentral yang dapat diukur melalui lingkar pinggang. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan energi total, asupan lemak, dan lingkar pinggang dengan kadar HbA1c pada obesitas. Penelitian dilakukan di kantor Balai Kota DKI Jakarta dari akhir bulan November sampai Desember 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling, didapatkan 47 subyek yang memenuhi kriteria penelitian. Karakteristik subyek yang diambil adalah usia, jenis kelamin dan indeks massa tubuh (IMT). Variabel data yang diteliti adalah asupan energi total, asupan lemak, lingkar pinggang, dan kadar HbA1c.
Hasil penelitian didapatkan subyek terbanyak berusia antara 36-50 tahun (93,6%), sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 27 subyek (57,4%), dan sebanyak 35 subyek (74,5%) termasuk kategori obes I, karena sebagian besar subyek berada pada rentang usia 36 sampai 50 tahun, maka selanjutnya analisis data dan pembahasan dilakukan pada 44 subyek dengan rentang usia tersebut. Asupan energi total 32 subyek (72,7%) dibawah AKG (˂ 70% AKG). Median (min-maks) asupan energi total adalah sebesar 1225,8(766,0-4680) kkal. Sebagian besar subyek penelitian mengonsumsi lemak lebih dari persentase KET yang dianjurkan yaitu sebanyak 42 orang subyek (95,5%). Seluruh subyek laki-laki dan sebagian besar subyek perempuan (84%) memiliki LP lebih. Rerata kadar HbA1c pada subyek laki-laki adalah 6,3±0,2% dan perempuan 6,3±0,3%, dan hampir sebagian besar (68,2%) memiliki kadar HbA1c berisiko tinggi. Terdapat korelasi negatif tidak bermakna antara asupan energi total dengan kadar HbA1c pada subyek laki-laki (r=-0,15, p=0,536) dan korelasi positif tidak bermakna pada subyek perempuan (r=0,28, p=0,898). Korelasi negatif tidak bermakna dijumpai antara asupan lemak dengan kadar HbA1c pada seluruh subyek (r=-0,06, p=0,687). Korelasi positif tidak bermakna antara lingkar pinggang dengan kadar HbA1c terdapat pada seluruh subyek (r=0,18, p=0,236).

The prevalence of obesity in Indonesia is increasing and also the prevalence of central obesity which can be measured by waist circumference. The aim of this cross sectional study was to find the correlation between total energy intake, fat intake, and waist circumference with HbA1c levels in obes subject. Data collection was conducted during November to December 2013 in the institution of Balaikota DKI Jakarta. The subjects was obtained by consecutive sampling, and 47 subjects who meet study criteria were enrolled in this study. The data collection were characteristics of the subjects including age, gender and body mass index (BMI), as well as total energy intake, fat intake, waist circumference, and HbA1c levels.
The results showed the highest age between 36-50 years (93.6%), majority of the subjects were female (57.4%), and catagorized as obese I (74.5%). Because most of the subjects were in the range of age 36 to 50 years, the data analysis and discussion conducted on 44 subjects. Most of the subject had total energy intake under RDI requirements, i.e., 13 people (68.4 %) of male and 19 subjects (76%) of female subjects. Most of the subjects (42 subjects, 95.5%) had fat intake over recommended percentage of total energy requirement. All of the male and most of female subjects (84%) have waist circumference greater than the normal criteria. Mean of HbA1c levels were 6.3±0.2%, for male subjects and almost the same levels for female subjects, while 68.2% of the subjects were categorized as high risk. The were no significant negative correlation between total energy intake and HbA1c levels in male subjects (r =-0.15, p=0,536) and no significant in female subjects (r=0.28, p=0.898). There were no significant negative correlation between fat intake and HbA1c levels in all subjects (r=-0.06, p=0.687), while non significant positive correlation between waist circumference and HbA1c levels were found in all subjects (r=0.18, p=0.236).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raphael Kosasih
"Penelitian sebelumnya telah membuktikan adanya korelasi negatif antara kadar asam lemak trans (TFA) dan DHA ASI. Penelitian pada fibroblas manusia menunjukkan bahwa TFA dapat menurunkan availabilitas DHA dengan menghambat proses biosintesis DHA dari alpha-linolenic acid dan inkorporasinya pada lemak membran, termasuk ASI. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui korelasi asupan TFA ibu menyusui terhadap kadar DHA ASI. Studi potong lintang dilakukan dengan menggunakan consecutive sampling yang melibatkan 80 orang subjek ibu menyusui sehat pada 1-6 bulan postpartum berusia 20-35 tahun di Puskesmas Cilincing, Jakarta Utara, dan Puskesmas Grogol Petamburan, Jakarta Barat, pada bulan Februari-April 2019 Asupan asam trans, DHA, asam lemak jenuh, dan asam lemak omega-3 dinilai dengan menggunakan food frequency questionnaire semi kuantitatif dan dihitung rasio asupan TFA-DHA. Spesimen ASI diambil secara post-feed pada pagi hari. Kadar DHA ASI diukur dengan menggunakan gas kromatografi tandem spektrometri massa. Korelasi TFA terhadap kadar DHA ASI dianalisis dengan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan median asupan TFA adalah 167 (29-849) mg/hari atau >0,08 (0,01-0,38)% total energi. Asupan TFA seluruh subjek masih memenuhi rekomendasi American Heart Association (< 1% total energi). Median asupan DHA adalah 158,5 (13,9-719,7) mg/hari, 67,5% subjek berada dibawah rekomendasi Food and Agriculture Organization (200 mg/hari). Median rasio asupan TFA-DHA adalah 1,08 (0,17-18,06) dan median kadar DHA ASI subjek penelitian adalah >242 (89-865) µmol/l. Tidak didapatkan korelasi antara asupan TFA terhadap kadar DHA ASI (r=0,056, p=0,309), asupan DHA didapatkan memiliki korelasi positif sedang bermakna terhadap kadar DHA ASI (r=0,479, p <0,001), dan terdapat korelasi negatif lemah bermakna rasio asupan TFA-DHA terhadap kadar DHA ASI (r=-0,396, p <0,001). Penelitian ini menyimpulkan bahwa kadar DHA ASI tidak berkorelasi dengan asupan TFA, namun terdapat korelasi negatif lemah antara rasio asupan TFA-DHA terhadap kadar DHA ASI.

Previous research has shown an inverse correlation between TFA and DHA in breast milk. Experimental data on human fibroblast showed that TFA could decrease the availability of DHA by inhibiting its biosynthesis from alpha-linolenic acid and incorporation to lipid membrane, including human milk. This study was designed to determine the correlation between maternal TFA intake and DHA content of mother's breast milk. This cross-sectional study was conducted at Cilincing Public Health Centre, North Jakarta, and Grogol Petamburan Public Health Centre, West Jakarta, from February to April 2019. Consecutive sampling method was used, 80 healthy lactating mothers at 1-6 postpartum ranging from >20-35 years old, participated in this study. Maternal TFA, DHA, saturated fat, and omega-3 intake was assessed using a semiquantitative food frequency questionnaire, and TFA-DHA intake ratio was calculated. Breast milk specimens were collected post-feed in the morning then breast milk DHA content was analyzed by Gas Chromatography with Mass Spectrometry. Correlation between maternal TFA intake and breast milk's DHA content was assessed using Spearman's test. Data showed the median value of TFA intake was 167 (29-849) mg/day, all subjects TFA intake still below the recommendation of AHA (<1% total energy) Median value of DHA intake was 158.5 (13.9-719.7) mg/day, 67,5% of subject was below Food and Agriculture Organization recommendation (200mg/day). The median value of TFA-DHA ratio was 1.08 (0.17-18.06), and a median value of breast milk's DHA content was 242 (89-865) µmol/l. This study showed no correlation between maternal TFA intake and breast milk's DHA content >(r=0.056, p=0.309), Maternal DHA intake showed a moderate positive correlation with breast milk DHA (r=0.479, p <0.001). There was a weak negative correlation between TFA-DHA intake ratio and breast milk DHA (r=-0.396, p <0.001). This study concluded that the DHA content of the mother's breastmilk was not correlated with maternal TFA intake alone, but it was negatively correlated with TFA-DHA intake ratio."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regine Viennetta Budiman
"Latar belakang: Karbonil merupakan produk oksidasi protein yang dapat menunjukkan keadaan stres oksidatif pada tubuh manusia, salah satunya disebabkan persalinan. Karbonil dapat ditemukan di dalam ASI dalam jumlah yang bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar karbonil pada ASI ibu yang menyusui bayi usia 1-3 bulan dan 4-6 bulan dan mencari hubungannya dengan usia ibu, jumlah paritas, dan Indeks massa tubuh (IMT) ibu.
Metode: Penelitian ini menggunakan sampel ASI dari 58 ibu yang dibagi menjadi kelompok usia 1-3 bulan dan 4-6 bulan. Kadar karbonil diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 390 nm.
Hasil: ASI pada periode laktasi 1-3 bulan memiliki kadar karbonil yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok usia 4-6 bulan (p=0,00). Kadar karbonil ASI kelompok usia 1-3 bulan memiliki korelasi negatif sangat lemah tidak bermakna terhadap usia ibu (p=0,93), sedangkan kadar karbonil ASI kelompok usia 4-6 bulan memiliki korelasi negatif sedang bermakna terhadap usia ibu (p=0,032). Kadar karbonil ASI kelompok usia 1-3 bulan (p=0,99) dan 4-6 bulan (p=0,48) memiliki korelasi positif sangat lemah tidak bermakna terhadap paritas ibu. Kadar karbonil ASI kelompok usia 1-3 bulan (p=0,60) dan 4-6 bulan (p=0,38) memiliki korelasi negatif sangat lemah tidak bermakna terhadap indeks massa tubuh ibu.
Kesimpulan: Kadar karbonil ASI dipengaruhi oleh usia bayi atau masa menyusui, lebih tinggi secara bermakna pada kelompok bayi usia 1-3 bulan dibandingkan dengan kelompok 4-6 bulan. Kadar karbonil berhubungan dengan usia ibu dan menurun seiring dengan bertambahnya usia ibu.

Background: Carbonyl is a product of protein oxidation which shows oxidative stress in the human body as an effect of childbirth and breastfeeding. Varying amounts of carbonyl can be found in breast milk and is influenced by several factors. This research aims to understand the carbonyl content comparison in mothers breastfeeding infants of ages 1-3 months and 4-6 months.
Method: This research utilizes samples from 58 mothers categorized according to the infants’ age groups of 1-3 months and 4-6 months. Carbonyl content is measured by spectrophotometry with wavelength of 390 nm.
Result: It was found that breast milk of 1-3 months had significantly higher carbonyl content compared to 4-6 months (p=0.00). Carbonyl content in breast milk of 1-3 months had insignificant, very low negative correlation to mother’s age (p=0.93), whereas carbonyl content in breast milk of 4-6 months had significant, moderate correlation to mother’s age (p=0.03). Carbonyl content of 1-3 months (p=0.99) and 4-6 months (p=0.48) had insignificant, very low correlation to mother’s parity. Carbonyl content of 1-3 months (p=0.60) and 4-6 months (p=0.38) had insignificant, very low negative correlation to mother’s body mass index.
Conclusion: Breast milk carbonyl content is influenced by infant ages or lactation period with higher carbonyl content in age group 1-3 month compared to 4-6 months. Carbonyl content decreases the older mother’s age is.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Adnan Musthofa
"ABSTRAK
Obesitas merupakan masalah kesehatan pada orang dewasa di Indonesia,
khususnya perempuan, yang terus meningkat prevalensinya. Namun, penelitian
tentang obesitas pada ibu menyusui masih jarang ditemukan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan, pekerjaan, dan
asupan energi dan zat gizi makro dengan obesitas pada ibu yang sedang menyusui
periode satu tahun pertama. Penelitian ini merupakan penelitian analitik
observasional dengan desain cross sectional. Responden sebanyak 85 orang
dipilih dari Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta secara simple random sampling.
Data asupan energi dan zat gizi makro diperoleh dari kusioner 24-hours food
recall. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 41% responden mengalami obesitas,
dengan prevalensi tertinggi di Yogyakarta (56,0%), disusul Surabaya (44,4%) dan
Jakarta (27,3%). Persentase asupan zat gizi makro melebihi 100% AKG tertinggi
adalah lemak (24,7%), diikuti protein (22,4%), karbohidrat (14,1%), dan energi
(9,4%). Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan obesitas (p=0,006),
sementara tidak ada hubungan yang bermakna antara obesitas dengan asupan
energi, zat gizi makro, dan pekerjaan (p>0,05). Penelitian lanjutan diperlukan
untuk memperhitungkan aspek keluaran energi responden, seperti aktivitas fisik
dan frekuensi menyusui

ABSTRACT
Obesity is one of the most prevalent health burdens in Indonesian adults, and the
number of obese people keeps increasing, especially in women. There are few
research done on the subject of obesity in breastfeeding mothers in Indonesia.
This study identifies the relationship between education level, occupation, and
energy and macronutrient intake with obesity in breastfeeding mothers during
their first year of breastfeeding. This study is an observational analytic study,
using cross-sectional method. Eighty-five respondents were chosen from Jakarta,
Surabaya, and Yogyakarta through simple random sampling. The data of energy
and macronutrient intake were collected from the 24-hours food recall
questionnaire. The results showed 41% of respondents are obese, with the highest
prevalence found in Yogyakarta (56.0%), followed by Surabaya (44.4%) and
Jakarta (27.3%). The highest percentage of energy and macronutrient intake that
exceeds the 100% AKG is lipid (24.7%), followed by protein (22.4%),
carbohydrate (14.1%), and energy (9.4%). There is a relationship between
education level and obesity (p=0.006), but there is no significant relationship
between obesity and energy intake, macronutrient intake, and occupation
(p>0.05). Many studies in the future are needed to improve the study by
considering the output energy aspect, such as physical activity and breastfeeding
frequency"
2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheira Taflah Putri Handana
"Air susu ibu adalah sumber nutrisi paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, yang mengandung banyak komponen penting salah satunya antioksidan enzimatik yaitu Superoksida Dismutase (SOD). Sebagai antioksidan lini pertama, SOD berfungsi mengkatalisis superoksida menjadi hidrogen peroksida dan selanjutnya hidrogen peroksida diubah menjadi air dan alkohol oleh katalase (CAT) dan Glutation Peroksidase (GPx). Vitamin E sebagai antioksidan eksogen dari luar tubuh akan membantu kerja SOD untuk mencegah keadaan stres oksidatif.  Fungsi vitamin E adalah mencegah terjadinya kerusakan lemak pada membran sel. Vitamin E akan bekerja secara sinergis dengan vitamin C yang akan mengubah kembali vitamin E menjadi bentuk non radikal. Asupan vitamin E dan vitamin C di Indonesia masih belum jelas terutama pada ibu laktasi sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Penelitianini merupakan penelitianpotong lintang yang dilakukan di Puskesmas Grogol Petamburan dan Puskesmas Cilincing pada 60 orang ibu laktasi berusia 20-40 tahun yang menyusui bayi berumur 1-6 bulan. Penelitian ini berlangsung sejak bulan Maret hingga April 2019 yang bertujuanuntuk melihat korelasi antara asupan vitamin E dan vitamin C dengan aktivitas total SOD eritrosit dan ASI. Aktivitas total SOD eritrosit dan ASI dinilai menggunakanRansod kit 125 dengan metode spektrofotometri. Median aktivitas total SOD eritrosit sebesar 423,73 (242-858) U/ml, sedangkan median aktivitas total SOD ASI 58,34 U/ml(24,86-287,79) U/ml. Asupan vitamin E yang diperoleh pada penelitian ini adalah 91,7% subjek memiliki asupan vitamin E yang rendahsedangkan 70% subjek memiliki asupan vitamin C yang cukup. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya korelasi bermakna antara asupan vitamin E dan C dengan aktivitas total SOD eritrosit dan ASI (p>0,05).

Human milk is the best nutrition for infant's growth and development. Human milk contains many components, one of them is superoxide dismutase (SOD). As a first line antioxidant, SOD plays a role to convert superoxide into hydrogen peroxide and furthermore will continue with catalase (CAT) and gluthathione peroxide (GPx) to change hydrogen peroxide into water and alcohol molecule. Vitamin E as an exogenous antioxidant will help SOD to prevent oxidative stress. Vitamin E inhibits lipid peroxidation in membrane cell. Vitamin C helps vitamin E back into non radical molecule. Vitamin E and vitamin C intake in Indonesia still unclear especially among lactating mothers. This cross sectional study conducted in Grogol Petamburan and Cilincing Health Centre in 60 lactating mothers aged 20-40 yo whose feeding 1-6 months infants. Study was held from march until April 2019 to assess correlation between vitamin E and C intake of lactating mothers with erythrocyte and brestmilk SOD total activity. Total SOD activity in erythrocyte and human milk were analyzed with Ransod kit 125with spectrophotometry method. Median SOD total activity in erythrocyte was 423,73 (242-858)U/ml, meanwhile SOD total activity in breastmilk has median value 58,34 U/ml (24,86-287,79) U/ml. Subjects with low vitamin C intake were 91,7% and 70% subjects had adequate vitamin C intake. There were no significant correlation between vitamin E and vitamin C intake in lactating mothers with erythrocyte and breastmilk SOD total activity (p>0,05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Fitrianto
"Latar belakang: Kegagalan pertumbuhan sering terjadi pada pasien talasemia mayor (TM). Tata laksana nutrisi merupakan salah satu aspek penting untuk mengoptimalkan hasil luaran klinis. Penilaian komposisi tubuh berupa persentase massa otot, persentase masa lemak dan densitas massa tulang (DMT) menjadi komponen penting dalam mengevaluasi status gizi. Hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang mengevaluasi hubungan antara asupan makronutrien dan mikronutrien terhadap komposisi tubuh pada pasien TM remaja serta hubungannya dengan berbagai parameter antropometri. Metode: Penelitian dengan desain studi potong lintang melibatkan 55 pasien TM remaja, berusia 10-18 tahun di Pusat Talasemia RSUPN Cipto Mangunkusumo. Status gizi dievaluasi disertai pengukuran lingkar lengan atas (LILA), triceps skin thicknes (TSK), dan mid-upper arm muscle circumference (MUAMC). Asupan makronutrien dan mikronutrien diperoleh melalui food record selama tiga hari. Persentase massa otot, massa lemak, dan DMT dinilai menggunakan dual-energy X-ray absorptiometry (DXA). Kadar vitamin D diperiksa melalui metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Data dianalisis menggunakan korelasi Pearson dan Spearman sesuai dengan pola distribusi normalitas.
Hasil penelitian: Gizi kurang dijumpai pada 58,2% subjek dan gizi buruk pada 9,1% subjek. Rerata dan median asupan zat gizi harian dibandingkan dengan kebutuhannya pada subyek lelaki yakni asupan energi 85,6 % (SB 20,19), protein 55% (SB 14,19), lemak 112,4% (SB 35,48), karbohidrat 85,5 % (SB 23,31), vitamin D 29% (RIK 15,68-40,80), vitamin E 34,1% (SB 14,77), kalsium 37% (RIK 16,63-43,45), dan asam folat 32,98% (SB 14,6), sedangkan pada subyek perempuan asupan energi 93,6 % (SB 18,61), protein 59% (RIK 51-63), lemak 112,4% (RIK 105-142,5), karbohidrat 93,3 % (SB 25,5), vitamin D 22% (RIK 13,65-43), vitamin E 24% (RIK 21,65-39,7), kalsium 35,7% (RIK 20,45-55,6), dan asam folat 26,3% (RIK 16,2-41,15). Terdapat korelasi  ringan antara asupan energi dengan persentase massa lemak pada subyek lelaki dan perempuan (r= 0,25, p= 0,017; r= 0,38, p= 0,02). Tidak terdapat korelasi antara asupan karbohidrat, lemak, dan protein, vitamin D, vitamin E, kalsium, dan asam folat terhadap persentase massa otot, persentase massa lemak dan DMT. Kadar vitamin D tidak berkorelasi dengan komposisi tubuh. Terdapat korelasi kuat antara LILA dan MUAMC dengan persentase massa otot (r= 0,54, p<0,001; r= 0,68, p<0,001) dan massa lemak (r=0,77, p<0,001; r= 0,61, p<0,001).
Kesimpulan: Lebih dari separuh remaja talasemia mengalami malnutrisi dan kekurangan asupan protein. Komposisi tubuh berkorelasi dengan jumlah asupan energi, tetapi tidak dengan yang lainnya. Kadar vitamin D tidak berkorelasi dengan komposisi tubuh. Lingkar lengan atas (LILA) dan MUAMC berkorelasi dengan persentase massa otot dan massa lemak.

Background:Growth failure is common in thalassemia major (TM) patients. Nutritional management is an imperative aspect to optimize the clinical outcome. Measurement of muscle mass percentage, fat mass percentage, and bone mass density (BMD) on body composition is important component in assessing the nutritional status. There has been no study in Indonesia for the correlation between macronutrient and micronutrient intake on body composition in adolescents with thalassemia major.
Methods: This cross-sectional study involved 55 adolescent TM patients aged 10-18 years old taken through concecutive sampling at the Thalassemia Center dr. Cipto Mangunkusumo National Hospital Jakarta. Nutritional status was evaluated and anthropometric measurements was performed including  mid-upper arm circumference (MUAC), triceps skin thickness (TSK), and mid-upper arm muscle circumference (MUAMC). Macronutrient and micronutrient intake was obtained through a three-day food record. Muscle mass percentage, fat mass percentage, and BMD were assessed by dual-energy X-ray absorptiometry (DXA). The enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method was used to examine vitamin D levels. The data was analyzed by Pearson and Spearman correlation depending on the type of distribution.
Result: Moderate malnourish occurred in 58.2% subjects and severe malnourish in 9,1% subjects. The mean and median daily nutrient intake compared to their needs in male subjects were energy intake 85.6% (SD 20.19), protein 55% (SD 14.19), fat 112.4% (SD 35.48), carbohydrates 85.5% (SD 23.31), vitamin D 29% (IQR 15.68-40.80), vitamin E 34.1% (SD 14.77), calcium 37% (IQR 16.63-43, 45), and folic acid 32.98% (SD 14.6), while in female subjects, energy intake were 93.6% (SD 18.61), protein 59% (IQR 51-63), fat 112.4% (IQR 105-142.5), carbohydrates 93.3% (SD 25.5), vitamin D 22% (IQR 13.65-43), vitamin E 24% (IQR 21.65-39.7), calcium 35 .7% (IQR 20.45-55.6), and folic acid 26.3% (IQR 16.2-41.15). There was a mild correlation between energy intake and fat mass percentage in male and female subjects (r= 0,25, p= 0,017; r= 0,38, p= 0,02). There was no correlation between carbohydrate, fat, and proteis, vitamin D, vitamin E, calcium, and folic acid on the proportion of muscle mass percentage, fat mass percentage, and BMD. Vitamin D levels were not correlated with body composition. There were strong correlation between MUAC and MUAMC with the percentage of muscle mass (r= 0.54, p<0.001; r= 0.68, p <0.001) and fat mass (r=0.77, p<0.001; r= 0.61 , p < 0.001).
Conclusion: More than half of adolescent TM patients are malnourished and lack protein intake. Body composition correlates with total calorie intake, but not with anything else. Vitamin D levels are not correlated with body composition. Mid-upper arm circumference and MUAMC correlate with the percentage of muscle mass and fat mass.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Dediat Kapnosa Hasani
"Latar Belakang: Sindrom ovarium polikistik merupakan kelainan endokrin dan metabolik terbanyak yang dialami oleh wanita usia reproduksi. Penyebab dari SOPK diketahui multifaktorial, namun faktor lemak memiliki peranan penting dalam perjalanan penyakit. Pada pasien SOPK ditemukan akumulasi lemak dilokasi tertentu. Komposisi lemak tubuh dapat menyebabkan proses inflamasi klinis derajat rendah yang berperan dalam terjadinya resistensi insulin pada pasien SOPK. Pengukuran komposisi lemak tubuh berdasarkan indeks massa tubuh kurang spesifik. Persentase lemak tubuh diperkirakan lebih spesifik dalam menggambarkan komposisi lemak tubuh dan memiliki korelasi dengan proses inflamasi kronis derajat rendah yang gambarkan oleh peningkatan prokalsitonin darah pasien dengan SOPK.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi komposisi lemak tubuh terhadap kadar prokalsitonin sebagai penanda biokimiawi inflamasi kronis derajat rendah.
Metode: Penelitian dilakukan dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional), di klinik Yasmin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo dan Laboratorium Terpadu FKUI selama tahun 2014-2015. Pasien yang sudah terdiagnosis SOPK berdasarkan kriteria Rotterdam 2003, dilakukan pemeriksaan indeks massa tubuh, persentase lemak tubuh dengan menggunakan metode bioelectrical impedance analysis dan pemeriksaan prokalsitonin darah. Dilakukan uji korelasi antara indeks massa tubuh dan persentase lemak tubuh terhadap kadar prokalsitonin darah pasien.
Hasil: Dari total 32 subyek penelitian, didapatkan peningkatan komposisi lemak tubuh dengan rerata indeks massa tubuh 29,09±5,11 kg/m2 dan komposisi lemak tubuh 39,38±9,04 %. Pada uji korelasi didapatkan peningkatan indeks massa berkorelasi positif terhadap kadar prokalsitonin namun tidak bermakna secara statistik (r =0,27; p =0,131). Persentase lemak tubuh didapatkan berkorelasi positif bermakna secara statistik dengan kadar prokalsitonin (r=0,35; p=0,048).
Kesimpulan: Terdapat peningkatan rerata komposisi lemak tubuh pada pasien dengan sindrom ovarium polikistik. Persentase lemak tubuh memiliki korelasi yang lebih baik dibandingkan dengan indeks massa tubuh terhadap kadar prokalsitonin darah sebagai penanda biokimia inflamasi kronis derajat rendah pada pasien.

Background: Polycystic ovary syndrome (PCOS) is the most common metabolic and endocrine problems in reproductive ages women. PCOS has multifactorial cause, but body fat was known to has significant role in disease course. Patient with PCOS known to have body fat accumulation in some body location. Body fat composition can cause low grade chronic inflamation which can cause insulin resistence. Measuring body fat composition with body mass index is not an ideal method. Body fat percentage should be more specific in measuring body fat composition and should have better corelation than body mass index to procalcitonin as low grade chronic inflamation marker.
Purpose: The purpose of this research is to identify corelation between body fat composition and procalcitonin as low grade chronic inflamation in PCOS.
Method: The study was conducted with a cross sectional study design, in Yasmin Clinic, RSUPN Dr.Cipto Mangunkusomo and Integrated Laboratory of Medical Faculty University of Indonesia during 2014-2015. Patients who have been diagnosed with PCOS based on the criteria of Rotterdam, 2003, was examined the body mass index, body fat percentage using bioelectrical impedance analysis and blood procalcitonin level. We measure the correlation between body mass index and body fat percentage to procalcitonin levels of the patient's blood.
Result: From a total of 32 subjects of the study, we found an increase in body fat composition with a mean body mass index 29.09 ± 5.11 kg/m2 and body fat composition 39.38 ± 9.04%. From correlation test, we found that body mass index was positively correlated to the levels of procalcitonin but not statistically significant (r = 0.27; p = 0.131). Body fat percentage has significant positive corellation to procalcitonin levels (r = 0.35; p = 0.048).
Conclutions: There is an increase in the average composition of body fat in patients with polycystic ovary syndrome. Body fat percentage has a better correlation than the body mass index on blood levels of procalcitonin.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Bantarpraci
"Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan desain cross sectional dan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas pada PNS. Populasi penelitian adalah dewasa yang terdaftar sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dengan sampel sebanyak 122 yang didapatkan dengan metode simple random sampling. Penelitian dilakukan pada 2-19 April 2012 dengan menggunakan instrument berupa kuesioner, microtoise, timbangan seca dan food models.
Hasil penelitian menunjukkan 32,8% responden mengalami obesitas. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi, pendidikan terakhir, asupan energi, asupan protein, asupan lemak dan asupan karbohidrat dengan kejadian obesitas pada PNS. Sedangkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, status pernikahan dan aktivitas fisik dengan obesitas. Peneliti menyarankan kepada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah untuk mengadakan edukasi dan penyuluhan mengenai gizi agar terhindar dari risiko penyakit akibat obesitas.
The study is a quantitative study using cross sectional design and aims to determine the factors associated with obesity in the PNS. The study population is adults who are registered as civil servant in the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises with a total of 122 samples obtained by simple random sampling method. The study was conducted on 2 to 19 April 2012 by using the instrument in the form of questionnaires, microtoise, Seca scales and food models. The results showed 32.8% of respondents were obese.
The results of bivariate analysis showed that there was a significant association between nutritional knowledge, the latest education, energy intake, protein intake, intake of fat and carbohydrate intake with the incidence of obesity in the PNS. Whereas no significant association between age, sex, marital status and physical activity with obesity. Researchers suggest to the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises to conduct education and counseling on nutrition in order to avoid the risk of disease due to obesity.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>