Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97763 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Grace Elsa Yosephine
"ABSTRAK
Luka adalah disrupsi dari struktur anatomi dan fungsi normal kulit. Luka seringkali terjadi, namun masyarakat terkadang mengabaikan upaya untuk menyembuhkan luka tersebut. Bawang merah merupakan tanaman yang telah digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan dan diketahui memiliki aktivitas antimikroba, antiinflamasi juga antioksidan yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak etanol 70% umbi bawang merah per oral sebagai penyembuh luka terbuka. Tiga puluh ekor tikus jantan galur Sprague-Dawley dibagi menjadi lima kelompok, yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan tiga kelompok dosis ekstrak masing-masing 30; 60; 120 mg/200 g bb. Tikus dianestesi dengan uretan melalui rute intraperitoneal, kemudian dibuat luka dengan diameter 2 cm dan kedalaman 0,2 cm. Perlakuan diberikan selama 21 hari dan pengamatan diameter luka dilakukan setiap 2 hari untuk penentuan persentase kontraksi luka. Tikus dikorbankan pada hari ke-22 untuk diambil kulitnya dan dibuat preparat untuk analisis histopatologi menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bawang merah peroral dosis 30 mg/200 g bb dapat mempercepat penyembuhan luka dibandingkan kontrol negatif pada hari ke-5. Hal ini didukung oleh analisis histopatologi yang menunjukkan bahwa pada kelompok dosis 30 mg/200 g bb terjadi reepitelisasi secara sempurna, sedikitnya sel inflamasi, dan jumlah fibroblas yang banyak.

ABSTRACT
Wound is defined as disruption to the normal anatomical structure and function. Wounds often occur, but sometimes people overlook an attempt to heal the wound. Shallot (Allium ascalonicum Linn.) has been used as a treatment and known to have anti-microbial, anti-inflammatory and anti-oxidant activity that can accelerate wound healing process. The object of study was to determine the effect of the 70% ethanolic extract of Allium ascalonicum Linn. by oral administration as open wound healer. Thirty Sprague-Dawley male rats were divided into five groups: negative control, positive control, and three extract groups (30; 60; 120 mg/ 200 g bw). Open wound (diameter = 2 cm, thickness = 0,2 cm) created after the rats anesthetized with uretan via intraperitoneal. Treatment was given for 21 days and wound’s diameter measurements performed every 2 days to determine wound contraction (%). At the twenty-second day, the rats were sacrificed and the skin was taken for histopatological analysis using hematoxylin-eosin. The results showed that the 70% ethanolic extract of Allium ascalonicum L. with optimum dose 30 mg/200 g bw can accelerate wound healing than negative control at the 5th day. Besides, the histopathological analysis of group of dose 30 mg/200 g bw showed that reepithelialisation was completed, inflammatory cells are in low amount, and fibroblasts found in high amount.
"
2015
S61208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Epiphania
"Bawang merah diketahui memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, antioksidan dan antimikroba. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas ekstrak etanol 70% umbi bawang merah yang diberikan secara topikal sebagai penyembuh luka terbuka pada tikus putih jantan. Bahan uji yang digunakan adalah umbi bawang merah yang diekstrak dengan pelarut etanol 70%. Tikus dilukai dengan ukuran diameter luka sebesar 2 cm. Parameter yang diamati adalah %kontraksi luka yang diukur setiap 2 hari dan pengamatan histopatologi menggunakan pewarna hematoksilin & eosin. Perlakuan dilakukan selama 21 hari terhadap 30 ekor tikus jantan Sprague dawley. Tikus terbagi kedalam 5 kelompok, yaitu kelompok negatif, kelompok positif, dan tiga kelompok dosis ekstrak etanol 70% umbi bawang merah (11mg; 33mg; 99mg per 200g bb tikus). Pengamatan histopatologi dilakukan pada hari ke-22. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% umbi bawang merah secara topikal tidak memiliki efek penyembuhan luka terbuka jika ditinjau dari diameter dan persentase kontraksi luka.

One of medicinal plants that has been used by Indonesian people as wound care is red onion (Allium ascalonicum L.). Red onion is known for the anti- inflammation, antioxidant and antimicrobial activities. This study was aimed to determine the effect of 70% ethanolic extract of Allium ascalonicum L. that applied topically as open wound care. Tested substance was red onion bulbs that were extracted in 70% ethanol. Rats were wounded with diameter was 2 centimeters. The parameters evaluated were % wound contraction measured every two days and skin histopathology stained with hematoxylin and eosin. Treathment done for 21 days toward 30 male white Sprague dawley rats. Rats were divided into 5 groups: negative control, positive control, and three extract groups (11mg; 33mg; 99mg/ 200 g bw). Skin histopathology were performed on day-22. The results showed that the 70% ethanolic extract of red onion didn’t have the effect as wound care based on diameter and % wound contraction data."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59643
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nissia Ananda
"Latar Belakang: Pembentukan jaringan parut terkait dengan fibroblast yang dihasilkan selama fase proliferasi dan salah satu strategi untuk menekan pembentukannya yang berlebihan adalah dengan menggunakan bahan perawatan luka. Penggunaan obat herbal saat ini diminati karena menghindari efek samping obat sintetik dan Hydnophytum formicarum berpotensi sebagai antioksidan dan anti inflamasi. Tujuan Penelitian: Menganalisis pengaruhekstrak Hydnophytum formicarum terhadap kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi penyembuhan luka. Metode Penelitian: 24 ekor tikus Sprague Dawley dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Luka dibuat menggunakan biopsy punch. Empat ekor tikus dari tiap kelompok di nekropsi pada hari ke 4, 7 dan 14. Analisa kerapatan kolagen, angiogenesis, panjang luka, dan reepitelisasi dilakukan menggunakan pemeriksaan hematoksilin eosin dan masson’s trichrome. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada angiogenesis, panjang luka, reepiteliasasi antar kelompok. Angiogenesis pada kelompok perlakuan memiliki jumlah yang lebih sedikit namun lebih matur. Selain itu terdapat interaksi antara pengaplikasian ekstrak Hydnophytum formicarum dan hari nekropsi terhadap kerapatan kolagen dan tingkat reepitelisasi. Kesimpulan: Penggunaan ekstrak Hydnophytum formicarum mempengaruhi pembentukkan jaringan parut yang ditunjukkan kerapatan kolagen, angiogenesis, reepitelisasi, dan panjang luka pada fase granulasi. Tidak terdapat kelainan spesifik pada luka pada kelompok perlakuan. Inhibisi angiogenesis pada aplikasiHydnophytum formicarum berhubungan dengan pembentukan jaringan parut pada luka.

Background: Formation of scar tissue associated with fibroblast and wound care material is used to suppress the formation of excessive scar tissue. Herbal medicine is currently popular because it avoids the side effects of synthetic drugs and Hydnophytum formicarum has antioxidant and anti-inflammation potential. Purpose: Analyzing the effects of Hydnophytum formicarum extract on collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization in wound healing. Material and Method: 24 mice are divided in the control and treated group. Wounds were made using biopsy punch. Four rats from each group were necropsed on day 4, 7 and 14. Collagen density, angiogenesis, wound length, reepithelialization were then analyzed using hematoxylin eosin and masson’s trichrome staining. Results: There were significant differences in the results of the angiogenesis analysis, wound length, reepitheliasation between the groups. Angiogenesis in the treatment group had smaller number but more mature. There was interaction between the application of Hydnophytum formicarum extract and necropsy day on collagen density and reepithelialization rate. Conclusion: Hydnophytum formicarum extracts affected the formation of scar tissue as indicated by collagen density, angiogenesis, reepithelialization, wound length in granulation phases. Inhibition of angiogenesis in the application of Hydnophytum formicarum is related to the formation of scar tissue in the wound."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan uji pemanfaatan getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum Lamb) dalam penyembuhan luka bakar pada kulit tikus putih (Rattus novergicus). Penyembuhan luka bakar dievaluasi dengan menghitung jumlah leukosit PMN dan jumlah fibroblas pada hari ke 7, 14, dan 21 setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan jumlah leukosit PMN pada subjek yang diobati dengan getah pisang ambon relatif lebih signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif dan positif (Bioplacenton ®). Sebaliknya, peningkatan jumlah fibroblas secara signifikan ditunjukkan pada hari ke-14 dan ke-21 setelah perawatan. Kesimpulannya, pengobatan dengan getah pisang Ambon pada luka bakar memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kedua kontrol positif dan negatif.

A study of ambonese plantain banana (Musa paradisiaca var sapientum Lamb) treatment in burn wound healing on the skin of white rats (Rattus novergicus) has been conducted. The wound healing of burn injuries was evaluated by counting the number of PMN leukocytes and fibroblasts at the 7th, 14th, and 21st days following the treatment. The study showed that the decrease in number of PMN leukocytes of subjects treated with ambonese plantain banana was relatively more significant compared to both negative and positive control (Bioplacenton®). In contrast, an increasing number of fibroblasts was significantly demonstrated at the 14th and 21st days after treatment. In conclusion, ambonese plantain banana treatment in burn injuries will provide bett er results compared to both positive and negative controls."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, 2012
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Juniarti
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai proses penyembuhan luka dengan menggunakan ekstrak metanol daun Jatropha multifida L. berdasarkan mekanisme penurunan jumlah leukosit PMN dan peningkatan jumlah sel fibroblas.
Metode: bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak metanol dari daun Jatropha multifida Subyek penelitian terdiri dari 36 ekor tikus putih jantan galur Spraque Dawlay umur 2 bulan dengan berat badan sekitar 150-200 g. Hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok I (negatif kontrol merupakan kelompok hewan coba yang dilukai tanpa diobati; kelompok II (kontrol positif) merupakan kelompok hewan coba yang diobati dengan Bethasone-N; Kelompok III (kontrol pelarut) merupakan kelompok yang diobati dengan alkohol 70% sedangkan kelompok IV (kelompok perlakuan) merupakan kelompok yang diobati dengan meneteskan 10 mg ekstrak metanol daun Jatropha multifida. Setiap kelompok terdiri dari 3 ekor tikus yang masing-masing dibagi lagi menjadi kelompok waktu dekapitasi pada hari ke 3, 6, dan 13. Pada jaringan luka dibuat sediaan histologi dengan pewarnaan HE dan dilanjutkan dengan menghitung jumlah leukosit PMN dan fibroblas.
Pada penelitian ini memperlihatkan bahwa penurunan jumlah leukosit PMN pada kelompok perlakuan dengan ekstrak metanol daun Jatropha multifida relatif lebih baik dibandingkan dengan kontrol negatif, kontrol positif dan kontrol pelarut. Peningkatan jumlah fibroblas terjadi pada hari ke 6 dan 13 setelah perlakuan. Simpulan: ekstrak metanol daun Jatropha multifida dapat mengobati luka sayat lebih baik dibandingkan dengan kontrol negatif, kontrol positif dan kontrol pelarut.

Objective: The aim of this study was to evaluate the effects of methanol extract of Jatropha multifida leaves on the wound healing process and to investigate the wound healing activity based on reduced numbers of PMN (polymorpho nuclear) leukocytes and increased numbers of fibroblasts.
Method: methanol extract of dried leaves of Jatropha multifida was used in the wound healing activity studies. The study subjects were 36 white male Sprague Dawlay rats aged 2 months with 150-200 gram body weight. The subjects were divided into 4 groups and experimentally injured: Group I (negative control) underwent injury without subsequent treatment; group II (positive control) received topical treatment with Bethasone-N after injury; group III (solvent control) was treated with 70% methanol; group IV (treatment group) was treated with 10 mg methanol extract of Jatropha multifida Each group consisted of 3 rats, which were decapitated on days 3, 6, and 13 after the start of treatment. Histological preparation was stained with hematoxyline-eosin (HE) and was continuously examined by counting the numbers of PMN leukocytes and fibroblasts as indicators of wound healing on days 3, 6, and 13 of treatment.
The study showed lower numbers of PMN leukocytes in subjects treated with the extract of Jatropha multifidaas compared to the other groups. The numbers of fibroblasts were significantly higher on days 6 and 13 of treatment. In conclusion, the treatment of injuries with methanol extract of leaves from Jatropha multifida provided better results compared to the other groups in our study."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Nurachmah
"Kenyamanan merupakan salah satu aspek penting dalam perawatan luka diabetes mellitus (DM). Penelitian ini bertujuan menganalisis ekspresi transforming growth factor beta 1 (TGF â1) dan kadar kortisol pada perawatan luka teknik modern dan konvensional pada luka DM dikaitkan dengan aspek kenyamanan. Penelitian menggunakan true experimental design dengan metode pengumpulan sampel secara stratified random sampling. Pengukuran ekspresi TGF â1 dan kadar kortisol dilakukan pada hari ke 0 (pretest) dan 4 (posttest). Sampel yang diambil berasal dari pasien luka kaki DM di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Ekspresi TGF â1 diukur dengan metode imunohistokimia, sedangkan pengukuran kadar kortisol dilakukan dengan metode ELISA di laboratorium Fisiologi dan Histologi FK Universitas Brawijaya Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok modern terjadi peningkatan ekspresi TGF â1, sedangkan pada kelompok konvensional terjadi penurunan ekspresi TGF â1. Kadar kortisol pada kelompok modern menunjukkan penurunan lebih besar dibandingkan kelompok konvensional. Hasil uji t menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara perawatan luka teknik modern dan konvensional terhadap ekspresi TGF â1 dan kadar kortisol pada luka DM (p value < 0,05). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang signifikan antara perubahan ekspresi TGF â 1 dengan perubahan kadar kortisol (p = 0,028). Dapat disimpulkan bahwa teknik perawatan luka secara modern mampu meningkatkan ekspresi TGF â1 dan menurunkan kadar kortisol dibandingkan teknik konvensional.

Comfort is one among several aspects that should be considered in the treatment of diabetic wounds. This study aimed to analyze the expression of TGF β1 and the level of cortisol in modern and conventional wound care techniques of diabetic wounds. TGF β1 expression and cortisol levels were measured on day 0 (pretest) and 4 (posttest). Samples were taken from patients with diabetic ulcer in the Saiful Anwar District Hospital at Malang. The expression of TGF β1 was measured by immunohistochemical methods in the Department of Physiology, Brawijaya University Faculty of Medicine. Cortisol level was measured with ELISA method. The results obtained from the modern group were increased TGF β1 expression and decreased cortisol level. The conventional group yielded decreased TGF β1 expression and decreased cortisol level. The cortisol level decrease was greater in the modern group. T test results showed no significant differences of modern wound care techniques and conventional on the expression of TGF β1 and cortisol levels in diabetic wounds (p value < 0,05). Pearson correlation test results showed a significant relationship between changes in cortisol levels with changes in expression of TGF β1 (p = 0,028). It can be concluded that the techniques of modern wound care is more able to increase the expression of TGF β1 and to decrease the cortisol levels compared with conventional techniques."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Theddeus Octavianus Hari Prasetyono
"Penyembuhan luka merupakan sebuah proses transisi yang merupakan salah satu proses paling kompleks dalam fisiologi manusia yang melibatkan serangkaian reaksi dan interaksi kompleks antara sel dan mediator. Fase peradangan bertujuan untuk membuang jaringan mati dan mencegah infeksi. Fase proliferasi bercirikan terbentuknya jaringan granulasi yang disertai kekayaan jaringan pembuluh darah baru, fibroblast, dan makrofag dalam jaringan penyangga yang longgar. Fase kedua yang berlangsung sejak hari ke-8 hingga ke-21 pascaluka merupakan fase terjadinya epitelisasi dan sekaligus memberikan refleksi dalam perawatan luka untuk dapat mencapai kondisi luka yang telah tertutup dengan epitel.
Fase terakhir adalah fase maturasi yang bercirikan keseimbangan antara proses pembentukan dan degradasi kolagen. Setidaknya terdapat 3 prasyarat kondisi lokal agar proses penyembuhan luka dapat berlangsung dengan normal, yaitu: 1) semua jaringan di area luka dan sekitarnya harus vital, 2) tidak terdapat benda asing, 3) tidak disertai kontaminasi eksesif atau infeksi. Penulis mengusulkan formulasi pola hirarkis dalam intensi penyembuhan luka yang mengikuti urutan intensi primer sebagai intensi ideal, diikuti intensi tersier, dan yang Vsekunder. Key words: inflammatory mediator, epithelialisation, growth factor, wound healing.

Wound healing is a transition of processes which is also recognized as one of the most complex processes in human physiology. Complex series of reactions and interactions among cells and mediators take place in the healing process of wound involving cellular and molecular events. The inflammatory phase is naturally intended to remove devitalized tissue and prevent invasive infection. The proliferative phase is characterized by the formation of granulation tissue within the wound bed, composed of new capillary network, fibroblast, and macrophages in a loose arrangement of supporting structure. This second phase lasts from day 8 to 21 after the injury is also the phase for epithelialisation. The natural period of proliferative phase is a reflection for us in treating wound to reach the goal which ultimately defines as closed wound.
The final maturation phase is also characterized by the balancing between deposition of collagen and its degradation. There are at least three prerequisites which are ideal local conditions for the nature of wound to go on a normal process of healing i.e. 1) all tissue involved in the wound and surrounding should be vital, 2) no foreign bodies in the wound, and 3) free from excessive contamination/infection. The author formulated a step ladder of thinking in regards of healing intentions covering all acute and chronic wounds. Regarding the ?hierarchy? of healing intention, the first and ideal choice to heal wounds is by primary intention followed by tertiary intention and lastly the secondary intention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Nur Handayani
"Depresi pasien ulkus diabetikum dapat menurunkan respon imun dan inflamasi yang dibutuhkan pada proses penyembuhan luja. Penelitian kuasi eksperimen ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pengelolaan depresi dengan pranayama terhadap perkembangan proses penyembuhan ulkus diabetikum di RS pemerintah Aceh. Hasil penelitian menunjukkan latihan pranayama dapat mempengaruhi perkembangan proses penyembuhan ulkus dan penurunan skor depresi, namun tidak ditemukan pengaruh pengelolaan depresi dengan pranayama terhadap perkembangan proses penyembuhan ulkus diabetikum.

Depression on patient with diabetic ulcer impair immune and inflammation response that are needed in wound healing process. The urpose of this quasi experiment research was to identified the effect of pranayama on patient diabetic ulcer in Aceh government hospital. The result showed that pranayama has positive effect to wound healing progress and to decrease the depression score. But there was no effect of controlling depression by pranayama to wound healing progress."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28391
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Yulian Fitriani
"Pendahuluan: Celah orofasial (COF) memerlukan perawatan palatoplasti untuk menutup fistula yang terdapat di palatum. Akan tetapi, pembentukan jaringan parut di area operasi berkaitan erat dengan gangguan pertumbuhan. Modifikasi teknik bedah dan pendekatan farmakologi telah diteliti untuk mengetahui efeknya terhadap pembentukan jaringan parut dan keberhasilan palatoplasti. Ikan gabus, Channa striata, merupakan salah satu ikan endemik Asia Tenggara yang secara empiris dipercaya dapat membantu penyembuhan, terutama pascamelahirkan. Sejumlah penelitian telah menunjukan efek dari ekstrak Channa striata terhadap penyembuhan luka, namun belum ada penelitian pada penyembuhan luka di palatum tikus. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek ekstrak Channa striata terhadap penyembuhan luka di palatum tikus secara histologis. Metode: Sebanyak 36 tikus Sprague dawley dibuatkan luka pada palatum dengan metode punch biopsy. Dari 36 tikus tersebut, dibagi dalam 3 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dengan kombinasi topikal dan peroral ekstrak Channa striata, kelompok kontrol positif diberi gel gengigel dan suplemen vitamin C, dan kelompok kontrol negatif dirawat dengan gel tanpa bahan aktif. Kemudian dilakukan pengamatan pada hari ke-3, -7, dan - 14 setelah perlakuan secara klinis untuk mengamati luas luka mikroskopik. Sebanyak 4 tikus dari masing-masing perlakuan dinekropsi pada setiap hari pengamatan untuk dibuatkan preparat pengamatan histologis. Pewarnaan hematoksilin dan eosin dilakukan untuk mengamati panjang luka mikroskopik, reepitelisasi, dan angiogenesis, sedangkan pewarnaan Masson’s trichrome digunakan untuk mengamati kerapatan kolagen. Hasil dan Pembahasan: Pada hasil pengamatan ukuran luka, didapatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p<0,05) ukuran luka makroskopik pada hari ke-3 dan -14, reepitelisasi pada hari ke -7 dan -14, dan kerapatan kolagen pada hari ke-14. Di sisi lain, tidak terdapat perbedaan bermakna antarperlakuan pada pengamatan panjang luka mikroskopik dan angiogenesis. Ekstrak Channa striata terbukti dapat berdampak pada penyembuhan luka di palatum tikus. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini, terlihat bahwa pemberian ekstrak Channa striata topikal dan peroral dapat mengurangi ukuran luka tikus, meningkatkan tingkat reepitelisasi, meningkatkan kerapatan kolagen, dan meningkatkan angiogenesis secara signifikan pada beberapa titik waktu yang diukur, tetapi efektivitasnya lebih rendah daripada gel gengigel dan vitamin C.

Introduction: Orofacial clefts (OFC) require palatoplasty treatment to close the fistulae present in the palate. However, scar tissue formation at the surgical site is closely associated with growth disturbance. Modification of surgical techniques and pharmacological approaches have been investigated for their effects on scar tissue formation and palatoplasty success. Snakehead fish, Channa striata, is one of the fish endemic to Southeast Asia that is empirically believed to aid healing, especially postpartum. A number of studies have shown the effect of Channa striata extract on wound healing, but there has been no study on wound healing in the palate of rats. This study aims to look at the effect of Channa striata extract on wound healing in the rat palate histologically. Methods: A total of 36 Sprague Dawley rats were wounded on the palate by punch biopsy method. The 36 rats were divided into 3 groups, namely the treatment group with topical and peroral combination of Channa striata extract, the positive control group was given gengigel gel and vitamin C supplement, and the negative control group was treated with gel without active ingredients. Then observations were made on day-3, -7, and -14 after clinical treatment to observe the microscopic wound area. A total of 4 rats from each treatment were necropsied on each observation day to make histological observation preparations. Hematoxylin and eosin staining was performed to observe microscopic wound length, re-epithelialization, and angiogenesis, while Masson's trichrome staining was used to observe collagen density. Results and Discussion: In the observation of wound size, there was a statistically significant difference (p<0.05) in macroscopic wound size on days 3 and 14, re-epithelialization on day 7 and 14, and collagen density on day 14. On the other hand, there was no significant difference between treatments in the observation of microscopic wound length and angiogenesis. Channa striata extract was shown to have an impact on wound healing in the rat palate. Conclusion: Based on this study, it was shown that topical and peroral administration of Channa striata extract can reduce the size of rat wounds, increase the rate of re-epithelialization, increase collagen density, and enhance angiogenesis significantly at several time points measured, but its effectiveness is lower than gengigel gel and vitamin C."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmiati
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas produk beta-1,3 glukan hasil ekstraksi dari Agrobacterium sp Bro 1.2.1 isolat lokal galur tipe liar dan galur tipe mutan terhadap penyembuhan luka terbuka pada hewan coba tikus putih galur Sprague Dawley yang dibuat luka terbuka. Ekstraksi produk beta-1,3 glukan dilakukan dengan cara pengendapan dan dilanjutkan dengan pemurnian pada kromatografi kolom sebagai fraksi gradien KCl. Percobaan uji aktivitas dibagi menjadi tujuh kelompok perlakuan yaitu kontrol negatif, kontrol positif dengan Povidon iodium, dua kelompok dari dua produk beta-1,3 glukan komersil dengan dosis masing-masing 0,02 mg/4 cm2 , tiga kelompok beta-1,3 glukan uji dengan dosis masing-masing yaitu 0,02 mg/4 cm2, 0,10 mg/ 4 cm2 dan 0,5 mg/ 4 cm2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kontrol negatif dengan kontrol positif dan kelompok uji pada dosis tertinggi 0,5 mg/4 cm2 dibandingkan kelompok kontrol negatif dan kontrol positif (p<0.05) menggunakan analisis statistik beda nyata terkecil.

Production of beta-1,3 glucan from Agrobacterium and its wound healing activity on white rat. The objective of this study was to determine the activity of beta-1,3 glucan product extracted from local Agrobacterium sp Bro 1.2.1, both wild-type and mutant-type, on opened-wound healing process. Beta-1,3 glucan product was extracted by precipitation, and the purification was carried out by column chromatography as KCl gradient fractions. In this study, white Sprague Dawley rats were employed, and have been treated for opened-wound condition. Seven groups were performed in this experiment, i.e. the negative control, the positive control employing povidone iodine, the two groups of two commercial beta-1,3 glucan with 0,02 mg/4 cm2 each, and the last three groups of beta-1,3 glucan as the test group with 0,02 mg/4 cm2, 0,10 mg/4 cm2 and 0,50 mg/4 cm2, respectively. The result showed significant differences of wound-healing activity performing statistical analysis of the least significance between the negative control, the positive control, as well as the highest dose of the test group of beta-1,3 glucan, at the dose of 0,5 mg/4 cm2 (p<0.05)."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>