Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177366 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anastasia Sarma Ramalo
"[Studi ini memberikan pemahaman bagaimana perempuan melakukan adaptasi di dalam subkultur musik cadas sebagai ranah maskulin. Penelitian ini juga memberikan pemahaman mengenai alasan di balik adaptasi yang dilakukan oleh penggemar perempuan tersebut. Penelitian mengenai adaptasi perempuan di dalam ranah maskulin dilakukan terutama karena adanya kuasa laki-laki sebagai bentuk hegemoni maskulinitas di dalam ranah-ranah tertentu yang membuat identitas mereka menjadi norma. Subkultur musik cadas di Indonesia menggambarkan adanya kuasa laki-laki tersebut, baik sebagai musisi maupun sebagai penggemar. Padahal, subkultur ada sebagai ruang perjuangan melawan nilai-nilai dominan, namun kenyataannya subkultur justru melanggengkan patriarki sebagai budaya dominan. Dalam menganalisis mengenai adaptasi perempuan terhadap maskulinitas, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif serta menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi partisipan. Penelitian kritis ini berhasil membuktikan bahwa perempuan di dalam subkultur musik cadas mengakui, mengizinkan, dan justru turut melanggengkan dominasi laki-laki sebagai bentuk hegemoni maskulinitas. Maskulinitas kemudian menjadi norma dalam hierarki identitas. Perempuan di dalam subkultur musik cadas pun melakukan adaptasi perilaku dan gaya berpakaian agar menyesuaikan dengan penggemar laki-laki di dalam subkultur musik cadas.;This study provides an understanding on how women adapt in a rock
subculture as a masculine terrain. This study also sheds an understanding about
the reason behind the said adaptation done by female fans. The discourse on
women?s adaptation in a masculine terrain is conducted particularly due to men?s
power as a hegemonic masculinity in some particular terrains that renders their
identity as a norm. Indonesian rock subculture helps delineate male power, as a
musician and a fan. Ironically, subcultures are established as a form of struggle against dominant cultures, but really subcultures even perpetuate patriarchy as adominant culture.
In analyzing women?s adaptation to masculinity, this study employs
qualitative approach as well as in-depth interviews and participant observation
methods. This critical inquiry manages to prove that women inside rock
subculture acknowledge, permit, and even help perpetuate male?s domination as a
form of hegemonic masculinity. Masculinity then becomes the norm in a
hierarchy of identity. Women inside rock subculture then mimic men?s behaviors and clothing style in order to appropriate themselves with men inside the rock subculture., This study provides an understanding on how women adapt in a rock
subculture as a masculine terrain. This study also sheds an understanding about
the reason behind the said adaptation done by female fans. The discourse on
women’s adaptation in a masculine terrain is conducted particularly due to men’s
power as a hegemonic masculinity in some particular terrains that renders their
identity as a norm. Indonesian rock subculture helps delineate male power, as a
musician and a fan. Ironically, subcultures are established as a form of struggle against dominant cultures, but really subcultures even perpetuate patriarchy as adominant culture.
In analyzing women’s adaptation to masculinity, this study employs
qualitative approach as well as in-depth interviews and participant observation
methods. This critical inquiry manages to prove that women inside rock
subculture acknowledge, permit, and even help perpetuate male’s domination as a
form of hegemonic masculinity. Masculinity then becomes the norm in a
hierarchy of identity. Women inside rock subculture then mimic men’s behaviors and clothing style in order to appropriate themselves with men inside the rock subculture.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S59318
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Febrianti
"Penelitian ini bertujuan menggali konstruksi identitas pelaku street fashion di kalangan anak muda perkotaan, dan mengidentifikasi apakah mereka merupakan kelompok sosial yang membangun subkultur ditandai dengan simbol-simbol identitas tertentu. Studi-studi sebelumnya mengategorikan pelaku street fashion sebagai subkultur anak muda, sementara di Indonesia tergolong sebagai fenomena budaya baru yang muncul pada pertengahan tahun 2022. Sebab itu, kehadiran pelaku street fashion remaja pinggiran kota menarik untuk diteliti dan dikaji secara sosiologis. Studi oleh Wardhana (2022) atas pelaku Citayam Fashion Week (CFW) hanya melihat potensi ekonomi bagi industri UMKM. Melalui kajian kualitatif ini, menempatkan pelaku CFW sebagai kasus dan diwawancara secara mendalam, serta diobservasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelaku CFW membentuk kelompok yang bersifat cair. Adanya pihak-pihak luar “menginterupsi” upaya mereka berproses menjadi kelompok dan membangun subkultur, dalam hal ini salah satunya termasuk media sosial. Mereka tidak memiliki aturan/norma dan tujuan yang disepakati bersama. Selain itu, tidak ada kegiatan yang terstruktur dan terpola sehingga identitas yang ditampilkan para pelaku bukanlah hasil konstruksi secara kolektif, melainkan lebih individual. Kalaupun ada atribut yang terkesan sebagai ciri khas kelompok, pada dasarnya lebih karena adanya sikap saling meniru. Media sosial menjadi menjadi ruang bagi para pelaku untuk menunjukkan identitas dan seolah merupakan kelompok sosial yang membangun subkultur.

This study aims to explore the identity construction of street fashion doers among urban youth, and identify whether they are a social group that builds a subculture characterized by certain identity symbols. Previous studies have categorized street fashion doers as a youth subculture, while in Indonesia they are classified as a new cultural phenomenon that emerged in mid-2022. Therefore, the presence of suburban youth street fashion doers is interesting to study and study sociologically. Wardhana's (2022) study of Citayam Fashion Week (CFW) doers only looks at the economic potential for the MSME industry. Through this qualitative study, CFW doers were placed as cases and were interviewed in depth, as well as observed. The results of the study show that CFW doers form groups that are fluid. The existence of outsiders "interrupts" their efforts to process into groups and build subcultures, in this case one of which includes social media. They do not have rules/norms and mutually agreed goals. In addition, there are no structured and patterned activities so that the identities displayed by the actors are not the result of collective construction, but are more individual. Even if there are attributes that seem to be the characteristics of a group, basically it is more due to mutual imitating. Social media has become a space for actors to show their identity and as if they are social groups that build subcultures."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Tri Hantoro
"Komunitas Speedfrog sebagai penggiat balap motor memiliki kebutuhan dalam upaya merealisasikan minatnya di bidang balap motor. Namun dalam upaya pemenuhannya, komunitas Speedfrog mengalami keterbatasan-keterbatasan sehingga mereka menggunakan cara pemenuhan alternatif yakni dengan melakukan kegiatan balap motor di jalan raya. Bermula dari memilih upaya alternatif ini, komunitas Speedfrog kemudian membentuk delinquent subculture, di mana dalam subkultur terdapat nilai-nilai dan upaya pemenuhannya yang tidakbisa disediakan olehmasyarakat. Namun kegiatan mereka dianggap tidak konformis oleh masyarakat, dan menghasilkan reaksi-reaksi tertentu. Sebagaikerangka analisa, peneliti menggunakan social construction of reality di manapencarian upaya alternatif menjadi bentuk eksternalisasi yang dilakukan, hingga akhirnya delinquent subculture bisa terbentuk dan terinternalisasi. Salah satu unsur dalam delinquent subculture adalah identitas, yang juga merupakan hasil dari proses pembentukan yang terjadi melalui social construction of reality.
Speedfrog is a community, based on mutual interest on motorcycle racing. To fulfill their goals, Speedfrog have list of needs, but the society have failed to provide the legitimate means to achieve those needs. As result, Speedfrog use the alternative means to achieve it, by doing motorcycle racing on the street. By doing this illegitimate means to achieve their goals, Speedfrog construct a form of delinquent subculture, which offer value and norms that society had failed to provide. But then this subculture and activities inside it defined as non-conformity by the larger society. Using the social construction of reality as the main analysis frame, this research explain how this delinquent subculture is created. Started from externalization phase where Speedfrog use the illegitimate means to achieve their goals, then this delinquent subculture is created on the next two phases until every values inside this delinquent subculture is internalized. One of these values is identity, which also socially constructed by the same process as the delinquent subculture itself."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S57748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Prasetiyo
"ABSTRAK
Ultras saat ini menjadi bentuk subkultur suporter sepakbola yang sangat populer. Keberadaan media baru membuat subkultur ultras mampu meresap secara dinamis dan banyak diikuti oleh kaum muda. Melalui kasus Brigata Curva Sud, studi ini akan membahas reproduksi identitas kolektif ultras termasuk peran penting media baru sebagai bagian dari strategi mengokohkan identitas tersebut. Secara umum berbagai kajian-kajian yang ada tentang ultras hingga saat ini cenderung berkutat pada ulasan mengenai kekerasan, politik maupun gerakan sosial. Berbeda dengan kajian-kajian tersebut, penelitian ini justru berupaya menawarkan dimensi kajian lain terhadap subkultur ultras yakni secara spesifik melihat reproduksi identitas yang terjadi serta bagaimana peranan konteks lokal, kaum muda sebagai aktor dan peran penting media baru pada proses tersebut. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan studi dokumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa reproduksi identitas subkultur yang didasarkan pada kesesuaian atas konteks lokal dan konteks sosial aktor (kaum muda) dengan didukung peran aktif media baru menyebabkan terjadinya diferensiasi identitas dalam bentuk manifesto nilai dan praktik identitas ultras yang dapat diterima secara luas dan berkelanjutan. 
ABSTRACT
Ultras is a form of football supporters subculture that very popular nowadays. The existence of new media make ultras subculture able to penetrate dynamically and turn to be followed by many young people. Through the Brigata Curva Suds case, this study will discuss the reproduction of ultras identity including the important role of new media as part of a strategy to strengthen that identity. In general, various studies on ultras have tended to dwell on reviews of violence, politics and social movements. In contrast to these studies, this study offering another dimension of ultras subculture analysis by looking at the reproduction of identity that occurs and how the local context plays a role, youth as actors and the important role of new media in the process. This study used a descriptive qualitative research method. Data collection in this study was conducted by interview, observation, and documentation. This shows that the reproduction of subcultural identity based on the suitability of the local context and the social context of actors (youth) supported by the active role of new media causes distinctive identity differentiation in the form of ultrass values and practices manifesto that can be widely accepted and be sustainable. 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T52501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rian Aufar Razan
"Hard bass merupakan sub-genre dari musik elektronik yang lahir di Rusia dengan ciri khas ketukan tempo yang cepat. Seiring dengan perkembangan internet yang pesat di era globa1isasi, musik hard bass mulai dikenal luas di seluruh dunia melalui situs berbagi video Youtube. Semenjak dikenal secara luas, musik hard bass sering dikaitkan dengan kelompok subkultur gopnik yaitu kelompok subkultur masyarakat kelas bawah yang tinggal di kota-kota Rusia, salah satunya di Saint-Petersburg. Artikel ini akan membahas bagaimana musik hard bass berperan sebagai identitas dan bagian dari subkultur gopnik yang ada di kota Saint-Petersburg. Artikel ini menggunakan teori subkultur dengan metode deskriptif analitis untuk menganalisa beberapa video hard bass yang terdapat di YouTube. Di akhir artikel ini dapat disimpulkan bahwa musik hard bass merupakan bagian dari subkultur gopnik di kota Saint-Petersburg, sehingga dapat dikategorikan sebagai salah satu identitas subkultur mereka.

Hard bass is a sub-genre from electronic music which was born in Russia and has a fast tempo as it`s characteristic. As the internet grows in this globalization era, hard bass starts to raise it`s popularity in the world through Youtube video sharing site. Since the hard bass popularity raised, hard bass is often linked with gopnik subculture which is identic with a low class society in Russia who lives in the cities, one of the city is Saint-Petersburg. This article will discuss how hard bass music acts as a part of the gopnik subculture in the city of Saint-Petersburg. This article uses subculture theories and descriptive analytical methods as a tools to analyze a few hard bass videos on YouTube. At the end of this article it can be concluded that hard bass music is a part of the gopnik subculture in the city of Saint-Petersburg, so it can be categorized as one of their subculture identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Elisabet
"ABSTRAK
Kehadiran alat transportasi dan telekomunikasi yang dapat mengatasi permasalahan ruang dan waktu memicu terjadinya globalisasi. Proses mendunia ini mengakomodasi sistem perekonomian kapitalisme berkembang semakin pesat dalam kurun waktu yang cepat. Ines Conradi yang bekerja pada perusahaan konsultan Morison International di sebuah perusahaan minyak di Bukares, Rumania, tanpa sadar menjadi korban penghisapan nilai kapitalisme. Ia teralienasi oleh kehidupannya sendiri. Keterpurukan Ines membuat ayahnya, Winfried Conradi, yang merupakan seorang hippie memutuskan menyamar sebagai ldquo;Toni Erdmann rdquo; untuk memperbaiki hubungan dengan putri semata wayangnya. Dengan melakukan analisis tekstual yang didukung studi pustaka, penelitian ini memperlihatkan bagaimana gaya hidup hippie yang diterapkan Toni Erdmann berhasil menjadi budaya tanding kapitalisme.

ABSTRACT
The presence of transportation and telecommunication that overcome the problems of space and time trigger globalization. This global process enhances the development of the economic system of capitalism rapidly. Ines Conradi, who works with Morison International rsquo s consulting firm at an oil company in Bucharest, Romania, is unknowingly becoming a victim of capitalism. She is alienated from her own life. Ines rsquo s downfall made his father, Winfried Conradi, a hippie, decided to impersonate ldquo Toni Erdmann rdquo to improve his relationship with his only daughter. By conducting a textual analysis supported by literature studies, this study shows how the hippie lifestyle that Toni Erdmann applied successfully became a culture of capitalism."
2017
S69631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Maulana
"ABSTRAK
Tulisan Karya akhir ini akan mencoba membahas keberadaan kelompok subkultur komunitas Ngadu Bagong yang melakukan tindakan kekerasan melalui pertunjukan hewan aduan dan kegiatan perjudian. Beberapa rumusan legalistik normatif yang ada telah mengkriminalisasi aspek kegiatan perjudian dan tindak kekerasan tersebut. Dengan menggunakan dan memanfaatkan pendekatan paradigma kriminologi budaya, tulisan ini akan mengkaji bagaimana tindakan kekerasan dan kegiatan perjudian tersebut bukan merupakan tindak kejahatan, namun sebagai unsur-unsur subkultur unik yang menjadi identitas kolektif dari komunitas Ngadu Bagong. Istilah-istilah seperti crime as culture, edgeworking, ruang budaya dan sensibilitas etnografik akan digunakan untuk melihat bagaimana dinamika kelompok subkultur tersebut menjadikan pertunjukan adu hewan sebagai identitas kolektif mereka. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemahaman penuh dan upaya rekontekstualisasi terhadap status dan keberadaan komunitas tersebut menjadi suatu kelompok subkultur tertentu yang ada di Indonesia.

ABSTRACT
This paper will discusses about Ngadu Bagong as subuculture community that had some activities labelled as criminal by legalistic-normative constructions in Indonesia. Such construction shape and define Ngadu Bagong as subuculture community as criminal by the name of cruelty, gambling, animal abuse and brutality when they held dog fighting events. The Author will use cultural criminology perpspective and analyze that such gambling and animal abuse labelled by legalistic-normative ground aren?t criminal activities, but rather as unique subculture way of life that represent their collective identity in Indonesia. Severe conceptual from cultural criminology school of thought like crime as culture, edgeworking, cultural spatial and ethnographic sensibility will use to comprehensively examine how dynamic experiences of Ngadu Bagong community as subcultural group held dog fighting events as their particular collective identity. Hopefully, the result from analysis can led to recontextualisation effort to see how Ngadu Bagong community define as a unique subcultural group that exist with out of the box way of life in Indonesia.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Anggi Ropininta
"Perluasan budaya populer Korea Selatan ke seluruh penjuru dunia beberapa tahun ke belakang secara pesat membuatnya digemari oleh banyak masyarakat dunia. Industri musik pop Korea Selatan atau yang dikenal sebagai K-Pop merupakan salah satu di antaranya. Kondisi tersebut didorong oleh masifnya pertumbuhan media sosial yang mampu menyebarkan informasi secara cepat dan luas. Dengan media baru tersebut, industri musik kemudian mencari berbagai cara untuk memasarkan musiknya ke seluruh dunia dan strategi transmedia storytelling menjadi salah satu strategi pemasaran yang disukai oleh industri kreatif. Dengan membangun narasi fiktif dan memperkenalkan worldview industri musik masa depan bernama SM Culture Universe (SMCU), SM Entertainment kemudian memulai strategi pemasaran transmedia. Di dalam jurnal makalah ini, peneliti berfokus untuk menelaah penggunaan strategi transmedia storytelling oleh SM Entertainment dan pemenuhan ketujuh prinsip dari strategi tersebut. Peneliti menggunakan metode konten analisis kualitatif dari berbagai konten yang diunggah oleh SM Entertainment melalui platform media sosial seperti instagram, twitter, dan youtube. Secara keseluruhan, agensi tersebut telah menerapkan ketujuh prinsip transmedia storytelling secara baik dengan kemampuan agensi tersebut untuk menarik perhatian dan partisipasi khalayaknya.

South Korean popular culture's expansion in the past few years has rapidly made it popular worldwide. The South Korean pop music industry, known as K-Pop, is one of them. This current condition is driven by the massive growth of social media and its ability to disseminate information quickly and widely. With this new media, the music industry is looking for various ways to market their music worldwide. Transmedia storytelling strategy is one of the marketing strategies favored by the creative industry. By building a fictitious narrative and introducing a worldview of the future music industry called SM Culture Universe (SMCU), SM Entertainment then started their transmedia marketing strategy. In this journal paper, the author focuses on examining the use of the transmedia storytelling strategy by SM Entertainment and the fulfillment of the seven principles of this particular strategy. The study uses a qualitative content analysis method of various content uploaded by SM Entertainment through social media platforms such as Instagram, Twitter and YouTube. Overall, the agency has implemented the seven principles of transmedia storytelling well with the agency's ability to attract audience attention and participation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Septiana
"Penelitian ini berawal dari film-film bertema subkultur yang merepresentasikan kekerasan. Terdapat berbagai film yang merepresentasikan kekerasan termasuk yang diginukan pada penelitian ini, Film “Harakiri: Death of a Samurai” dan “Badik Titipan Ayah” mengangkat tema budaya suatu kelompok masyarakat yaitu Jepang dan Bugis-Makassar. Penelitian ini menggunakan metodologi Movie Analysisis dan Critical Discourse Analysis untuk menganalisis keterkaitan unsur kekerasan yang mengangkat tema budaya dalam film. Analsisnya menggunakan konsep dan teori seperti Subkultur, Budaya Malu, Kekerasan, Harakiri, Siri’, Maskulinitas, Mise en scene dan Sinematik, serta Cultural Criminology untuk menjelaskan adanya representasi budaya terkait kekerasan dan budaya malu pada masing-masing film. Dengan menggunakan kedua film bertema budaya ini, dapat diketahui bahwa masing-masing memiliki tujuan berkaitan dengan situasi sosial politik. Kekerasan pada kedua film ini dimaknai sebagai cara dalam menjaga kehormatan. Film “Harakiri: Death of a Samurai” dan “Badik Titipan Ayah” ini memberikan pesan damai untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

This research began with films with the theme of subculture that represent violence. There are various films that represented violence, including those used in this research, “Harakiri: Death of a Samurai” and “Badik Titipan Ayah” highlight the culture of a community group, such as Japan and Bugis-Makassar. This research used Movie Analysisis and Critical Discourse Analysis methodology to analyse relation of element of violence that highlight cultural theme in film. The Analyse used concepts and theory such as Subculture, Shame Culture, Violence, Harakiri, Siri’, Masculinity, Mise en scene and cinematic, also Cultural Criminology to explained the existence of representation of culture that related to violence and shame culture in the films. By using these two cultural themed films, it can be seen that each has a goal related to the socio-political situation. The violence in these films is intended as a way to maintain honor. Films “Harakiri: Death of a Samurai” and “Badik Titipan Ayah” gave message of peace so as not to take actions that can harm oneself and others."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Fitrianto
"Tesis ini membahas penentuan penyebaran reservoar batu pasir DST-5 dan DST-6 formasi Gumai dan penyebaran minyak pada reservoar tersebut di lapangan Jura dengan menggunakan pemodelan rock physics serta inversi AVO. Metoda ini digunakan karena diferensiasi litologi reservoir dengan non-reservoir tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pemodelan Acoustic Impedance (AI). Karakterisasi reservoar dilakukan dengan analisa crossplot Lambda-Rho dan Mu-Rho sebagai parameter yang paling sensitif dalam membedakan litologi. Karakterisasi fluida dilakukan dengan analisa crossplot menggunakan parameter Lambda-Rho serta menggunakan metoda FRM (Fluid Replacement Modeling) untuk membedakan minyak dengan air. Karakterisasi reservoar dan fluida tersebut dikontrol oleh pengukuran data core pada sumur terdekat yang telah dikorelasikan dengan kondisi geologi bawah permukaan lapangan Jura. Hasil penelitian yang diperoleh berupa peta penyebaran lateral dari reservoar dan minyak di lapangan Jura.

The study is focused on the distribution of sandstone reservoir DST-5 and DST-6 and the distribution of oil on Gumai Formation in Jura Field using rock physics modeling and AVO inversion. This work was performed since Acoustic Impedance (AI) can not differentiate the reservoir and non-reservoir rock. The reservoir characterization is analyzed by cross plotting Lambda-Rho and Mu-Rho as a sensitive parameters to differentiate lithology. In addition the fluid characterization is analyzed by cross plotting Lambda-Rho and also using Fluid Replacement Modeling (FRM) to differentiate between oil and water. Those analyses were controlled by core measurement on the adjacent well, which already correlated with sub-surface geological condition of Jura field. The result of this study is a reservoir and oil distribution in Jura field using Lambda-Mu-Rho as sensitive parameters to differentiate lithology and fluid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T29835
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>